Helena terbangun ketika mencium aroma gosong, dia terkejut ketika rumahnya penuh asap. Seketika Helena panik dan keluar dari kamarnya, dia menuju dapur dan terkejut melihat Winter yang wajahnya hitam karena kepulan asap.
"Astaga Winter! Apa yang terjadi?"
Helena melihat penggorengannya yang berapi dan mengeluarkan asap. Helena miris melihatnya. Alat yang dia dapatkan dari menabung menjual lukisan seketika lenyap begitu saja. Vale tiba-tiba datang dan membantu memadamkan api dengan angin beliung kecil yang dia buat.
“Maaf, aku hanya ingin membuat sesuatu untukmu, tapi rupanya aku lupa mematikan apinya,” ucap Winter menunduk.
“Ya ampun, itu alat masakku yang berharga. Aduh, bagaimana ini?” ucap Helena panik. Dia menatap alat masaknya yang cukup artistik, tapi tidak ada yang bisa diharapkan, benda itu tidak bisa digunakan lagi. Dia ingin marah kepada Winter, namun memendam amarahnya.
“Maaf ya, aku akan mengganti rugi.”
Helena menatap Winter, dia merasa kasihan kepadanya.
“Sudahlah, lupakan saja. Nanti biar aku mencari cara lain untuk membenarkan benda ini.”
"Kalian jangan membuang waktu di sini, segera keluar dan lihat gubernur Belarus. Pagi ini gubernur mengajukan peraturan baru."
Ucapan Vale terdengar begitu penting. Helena dan Winter saling memandang, mereka lalu berjalan menuju balai kota untuk melihat papan pengumuman. Mereka terkejut dengan pengumuman yang Belarus buat. Dia meminta kedudukan raja tidak lagi berdasarkan keturunan, tetapi dengan seleksi. Hal ini tidak benar dan menyalahi aturan.
Rupanya ada beberapa orang yang mendukung keinginan Belarus. Lucas yang ada di singgasananya sangat bingung, biasanya dia selalu mengabulkan keinginan masyarakat, tetapi kali ini dia tidak bisa. Belarus sangat ingin menjadi raja, dia teringat akan ejekan Axton. Selain itu Belarus juga gila jabatan, tidak seperti kelihatannya yang seolah-olah tidak masalah dengan kedudukan.
"Aku bisa meramal akan terjadi kekacauan nanti."
"Apa? Kekacauan seperti apa?" tanya Helena. Winter memang terkadang bisa melihat masa depan, dia melihat kastil rata dengan tanah.
"Ya aku rasa akan kacau. Lucas tidak bisa mengelola dengan baik, kau lihat sendiri coba, bagaimana bisa kas cadangan negara habis? Aku mendengarnya sendiri karena ayahku pejabat pemerintahan. Mungkin karena dia mengabulkan semua permintaan kita," kata Winter. Tidak ada pempimpin sebaik Lucas, tetapi jika pemerintahan tidak memiliki kas dan pajaknya begitu murah, biaya untuk pendidikan dan subsidi juga menurun….
Helena merasakan bagaimana sulitnya menjadi raja, bisa diserang dari berbagai arah.
"Helena, apa kau tidak berangkat sekarang?" tanya Winter. Helena tersentak dan segera berberes menuju pelabuhan.
“Selama aku tidak ada, berjanjilah kepadaku, Winter, kamu jangan pernah tidur di luar rumah. Menginaplah di rumahku, ini aku berikan kuncinya kepadamu. Jika kamu kelaparan, kamu bisa ke rumah Vale, rumahnya tepat di depan rumahku. Satu lagi, cobalah berdamai dengan keluargamu dan banyak berlatih sihir, suatu saat kamu akan menyadari, bakatmu juga ada dalam sihir.”
Helena melambaikan tangannya, dia lalu pergi membawa sebuntal kain berisi pakaian dan beberapa bekal untuknya di kapal. Ini pertama kalinya Helena menaiki kapal, dia tidak pernah mengurus surat izin, apalagi kapal yang hendak dia naiki adalah kapal pengiriman barang. Seharusnya dia menaiki kapal untuk penyeberangan, namun akan terlalu lama. Dia melihat ada banyak kapal di pelabuhan, terkejut saat melihat ada beberapa bajak laut yang datang. Hatinya menjadi ragu untuk berangkat. Helena sangat bingung saat ini. Tangan dan kakinya gemetar, dia ketakutan saat melihat kapal perompak yang datang. Helena berharap dia tidak naik ke kapal yang salah.
Lagi-lagi Vale datang mengejutkannya, Helena mundur selangkah.
"Pulanglah, jangan nekat, kau tidak memiliki izin." Vale memperingatkan Helena, dia mengingatkan sebagai sahabat terdekat Helena, dia juga khawatir padanya. Bagaimana kalau terjadi sesuatu di perjalanan? Vale teman sekolah Selena, dia juga sangat peduli kepada Helena. Sebelum terlambat, dia ingin meyakinkan Helena, bahwa pergi ke Balkan tanpa surat izin akan berbahaya.
Namun Helena adalah gadis yang nekat, dia melangkahkan kakinya mengabaikan Vale.
"Tolong jaga rumahku," pesan Helena pada Vale.
"Baik, akan aku bakar sekalian."
Helena tertawa kecil mendengar candaan Vale. Dia lalu diam-diam naik ke atas kapal. Dia akan berjuang mencari tahu, mempelajari bagaimana kutukan kakaknya bekerja. Dia ingin memecahkannya.
Awalnya perjalanan di kapal begitu tenang, sampai terdengar ledakan, terdengar ada yang menembaki kapal. Semuanya gaduh, Helena akhirnya keluar dan dia terkejut, kapal yang dia naiki akan direbut oleh segerombolan orang. Helena ketakutan ketika melihat adu pedang di atas kapal. Dia memilih bersembunyi, namun saat dia berbalik, salah satu seorang menghadangnya. Lelaki mesum itu berniat menyentuh Helena.
"Hai cantik, ayo kita bersenang-senang!"
Helena dihadang lima pria, kecantikannya bagai permata di hadapan para lelaki beringas itu.
"Pergi!" ucap Helena setengah berteriak. Helena mundur sampai menabrak dinding, dia terpaksa menggunakan sihirnya untuk menyingkirkan para lelaki hidung belang yang hendak memperkosanya. Ketika Helena mengucapkan mantra, kelima lelaki itu terpental sampai jauh. Mereka berteriak ketakutan.
"Ada penyihir!"
Sontak mereka semua pergi dari kapal yang Helena naiki. Helena menghembuskan napas lega. Dia setidaknya bisa dianggap menakutkan di mata para lelaki kurang ajar itu.
Helena kembali sembunyi, namun salah satu awak kapal telah melihatnya. Dia menatap Helena dari atas dan bawah.
"Kau siapa? Di mana surat izinmu?" tanyanya. Helena seketika mematung. Andai saja dia memiliki kemampuan untuk mengubah ingatan seperti kakaknya, dia pasti akan selamat sekarang. Helena merasa menyesal tidak mempelajari sihir dengan baik.
Dia lalu ditangkap dan diikat di dalam kapal, rencananya dia akan di disidang saat mereka tiba di Balkan. Ini di luar dugaan Helena. Ternyata semua tidak akan semudah yang dia pikirkan. Helena pasrah, tidak tau apa yang akan terjadi nanti. Entah kenapa dia merasa tidak adil. Dia merasa dia berperan dalam menyelamatkan kapal ini dari rombongan jahat tadi, tetapi mengapa malah dia yang ditangkap? Kebaikannya seolah tidak berarti apa-apa. Ikatan tali tambang yang melilit di tubungnya dengan tiang penyangga sangat kuat, dia tidak bisa mencoba kabur. Bahkan saat dia memejamkan matanya, mencoba teleportasi pun tidak bisa. Dia terlalu jauh dari daratan. Kanan kiri hanyalah laut lepas yang penuh dengan ombak. Helena menghela napasnya pasrah. Ia menunduk. Satu yang dia harapkan, bahwa perjuangannya tak akan berhenti di sini begitu saja.
“Hai, kau haus? Minumlah,” ucap salah satu awak kapal perempuan yang memberikan Helena air minum.
“Terima kasih.” Setidaknya masih ada satu orang yang peduli dengan Helena. Air itu sangat berharga baginya, mengingat sejak tadi pagi dia belum makan karena Winter yang mengacaukan dapurnya.
Lucas melemparkan gelas kaca yang dia pegang, sungguh dia tidak menyangka Belarus berani melakukan pengajuan peraturan seperti itu. Sejak nenek moyang, sistem kerajaan tidak pernah berubah, Lucas harus menetapkan hal itu. Di usianya yang sangat muda ini, Lucas masih labil dan terkadang dia bingung bagaimana mengelola keuangan. Semua keputusan ada di tangannya, terlalu rumit baginya jika menentukan semuanya sendiri. Lucas belum terbiasa menjadi pemimpin. Di usianya yang masih jauh lebih muda daripada kakaknya, dia masih ingin bersenang-senang. Lucas, sebelum diangkat menjadi raja, sangat menyukai seni pahat dan berkebun. Dia memiliki rumah kaca tersendiri dan studio pahat. Dia nyaris tidak pernah ingin menjadi raja, itulah mengapa dulu saat ayahnya meninggal dia langsung setuju ketika Axton diangkat menjadi raja.Di saat seperti ini, Lucas ingin mengunjungi kakaknya, dia sangat ingin bercerita tentang keluh kesahnya menjadi seorang raja. Semua permintaan masyarakat telah dia penuhi, ha
Axton, seorang pangeran tampan dan gagah perkasa, dia memiliki fisik sempurna namun tidak dengan kepribadiannya. Axton pangeran yang suka menindas rakyatnya demi keuntungan pribadi. Setiap tahun dia melipatgandakan pajak, sedangkan rakyat miskin yang tidak bisa membayar harus menjadi budaknya. Pagi ini dia mendatangi rumah tua seorang kakek yang bekerja sebagai petani. Dia datang bersama dengan lima pengawalnya."Cepat bayar utang pajakmu!" ucap Axton dengan melipat tangannya di depan dada. Dia bersikap angkuh dan tak peduli seberapa menderita kakek tua itu. Hanya ada satu lembar uang yang dimiliki kakek tua itu, lainnya tidak ada lagi. Axton merampas uang itu lalu pergi."Tuan, apakah kita tidak terlalu kejam? Kakek tua itu sepertinya memang tidak memiliki uang sama sekali," salah satu pengawalnya mengingatkan perbuatan Axton, namun Axton menggeleng kuat. Baginya, setiap detik adalah cara untuk menghasilkan uang lebih banyak.Axton bersikap keras kepala, tidak peduli bagaimana keadaa
Helena semalaman tidak bisa tertidur memikirkan tentang kutukan yang ada pada diri Axton. Dia tidak sanggup jika harus begini. Dia sangat ingin mengembalikan Axton, ingin mengetahui mengapa Axton membunuh kakaknya. Helena bangkit di tengah malam, mengganti bajunya dan menutup kunci rumah. Rencananya malam ini dia ingin menuju Balkan, pusat kota para penyihir. Di sana banyak sekali para penyihir yang sangat handal. Helena berharap dia bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya. Dia melewati hutan yang begitu gelap, suara auman serigala membuat dia merinding. Seketika nyalinya menciut, dia takut berada disini sendiri. Helena memutar arahnya, sangat sepi kota di malam hari, semua orang pasti di rumah berkumpul dengan keluarganya. Dia duduk di kursi taman, menatap bunga-bunga indah di hadapannya. Helena paling suka melukis bunga, kelopaknya yang berwarna-warni dan aroma harum dari bunga selalu menginspirasinya.“Kenapa aku bertemu denganmu lagi?” ucap Vale yang tiba-tiba muncul di hadapan
Lucas melemparkan gelas kaca yang dia pegang, sungguh dia tidak menyangka Belarus berani melakukan pengajuan peraturan seperti itu. Sejak nenek moyang, sistem kerajaan tidak pernah berubah, Lucas harus menetapkan hal itu. Di usianya yang sangat muda ini, Lucas masih labil dan terkadang dia bingung bagaimana mengelola keuangan. Semua keputusan ada di tangannya, terlalu rumit baginya jika menentukan semuanya sendiri. Lucas belum terbiasa menjadi pemimpin. Di usianya yang masih jauh lebih muda daripada kakaknya, dia masih ingin bersenang-senang. Lucas, sebelum diangkat menjadi raja, sangat menyukai seni pahat dan berkebun. Dia memiliki rumah kaca tersendiri dan studio pahat. Dia nyaris tidak pernah ingin menjadi raja, itulah mengapa dulu saat ayahnya meninggal dia langsung setuju ketika Axton diangkat menjadi raja.Di saat seperti ini, Lucas ingin mengunjungi kakaknya, dia sangat ingin bercerita tentang keluh kesahnya menjadi seorang raja. Semua permintaan masyarakat telah dia penuhi, ha
Helena terbangun ketika mencium aroma gosong, dia terkejut ketika rumahnya penuh asap. Seketika Helena panik dan keluar dari kamarnya, dia menuju dapur dan terkejut melihat Winter yang wajahnya hitam karena kepulan asap."Astaga Winter! Apa yang terjadi?"Helena melihat penggorengannya yang berapi dan mengeluarkan asap. Helena miris melihatnya. Alat yang dia dapatkan dari menabung menjual lukisan seketika lenyap begitu saja. Vale tiba-tiba datang dan membantu memadamkan api dengan angin beliung kecil yang dia buat.“Maaf, aku hanya ingin membuat sesuatu untukmu, tapi rupanya aku lupa mematikan apinya,” ucap Winter menunduk.“Ya ampun, itu alat masakku yang berharga. Aduh, bagaimana ini?” ucap Helena panik. Dia menatap alat masaknya yang cukup artistik, tapi tidak ada yang bisa diharapkan, benda itu tidak bisa digunakan lagi. Dia ingin marah kepada Winter, namun memendam amarahnya.“Maaf ya, aku akan mengganti rugi.”Helena menatap Winter, dia merasa kasihan kepadanya.“Sudahlah, lupak
Helena semalaman tidak bisa tertidur memikirkan tentang kutukan yang ada pada diri Axton. Dia tidak sanggup jika harus begini. Dia sangat ingin mengembalikan Axton, ingin mengetahui mengapa Axton membunuh kakaknya. Helena bangkit di tengah malam, mengganti bajunya dan menutup kunci rumah. Rencananya malam ini dia ingin menuju Balkan, pusat kota para penyihir. Di sana banyak sekali para penyihir yang sangat handal. Helena berharap dia bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya. Dia melewati hutan yang begitu gelap, suara auman serigala membuat dia merinding. Seketika nyalinya menciut, dia takut berada disini sendiri. Helena memutar arahnya, sangat sepi kota di malam hari, semua orang pasti di rumah berkumpul dengan keluarganya. Dia duduk di kursi taman, menatap bunga-bunga indah di hadapannya. Helena paling suka melukis bunga, kelopaknya yang berwarna-warni dan aroma harum dari bunga selalu menginspirasinya.“Kenapa aku bertemu denganmu lagi?” ucap Vale yang tiba-tiba muncul di hadapan
Axton, seorang pangeran tampan dan gagah perkasa, dia memiliki fisik sempurna namun tidak dengan kepribadiannya. Axton pangeran yang suka menindas rakyatnya demi keuntungan pribadi. Setiap tahun dia melipatgandakan pajak, sedangkan rakyat miskin yang tidak bisa membayar harus menjadi budaknya. Pagi ini dia mendatangi rumah tua seorang kakek yang bekerja sebagai petani. Dia datang bersama dengan lima pengawalnya."Cepat bayar utang pajakmu!" ucap Axton dengan melipat tangannya di depan dada. Dia bersikap angkuh dan tak peduli seberapa menderita kakek tua itu. Hanya ada satu lembar uang yang dimiliki kakek tua itu, lainnya tidak ada lagi. Axton merampas uang itu lalu pergi."Tuan, apakah kita tidak terlalu kejam? Kakek tua itu sepertinya memang tidak memiliki uang sama sekali," salah satu pengawalnya mengingatkan perbuatan Axton, namun Axton menggeleng kuat. Baginya, setiap detik adalah cara untuk menghasilkan uang lebih banyak.Axton bersikap keras kepala, tidak peduli bagaimana keadaa