Letupan AmarahJam menunjukkan pukul empat pagi, Laura terlihat keluar dari kamarnya, dengan memakai jaket hoodie warna merah tua. Dia menutupi kepalanya, juga memakai masker. Dia berjalan begitu pelan, berusaha supaya Radit tidak mendengar langkahnya. Pintu luar ditutup, namun ternyata Radit mendengar langkah Laura.Laura menyusuri lorong apartemen, masuk ke dalam lift dan terlihat turun. Dia ingin mengunjungi sebuah tempat, di pagi buta seperti ini.Di dalam kamar, radit terlihat sudah berada dalam posisi duduk.“Apa yang dia lakukan sepagi ini,” ucapnya setelah melihat ke arah jam tangannya yang tergeletak di atas meja. Radit segera melompat dari kursi sofa, memakai kaos dan juga jaket yang mirip dengan yang dipakai Laura. Radit bergegas keluar dari unit apartemennya, mencari keberadaan Laura yang dia pun tidak mengetahuinya. Radit masuk ke dalam lift, segera berlari setelah lift sampai di lantai dasar. Radit terlihat mencari Laura di taman, di sekeliling apartemen, namun dia tidak
Bendera Perang RoseRose dan Noah berdiri di depan kediaman keluarga Hermansyah, dia sudah merencanakan semua ini dengan matang. Dia akan mendatangi keluarga Hermansyah, memberitahu mengenai segala kebenaran yang sepuluh tahun terakhir disembunyikan.“Aku akan mengakhiri semua perang ini, aku pastikan aku yang akan menjadi pemenangnya,” gumam Rose di dalam hati.“Ibu ini rumah siapa?” tanya Noah.“Bagus tidak rumahnya?” tanya Rose pada putranya itu.“Bagus sekali ibu, ada taman dan halaman luas, Noah bisa bermain bola,” ucap Noah kegirangan.“Noah mau tinggal di rumah ini?” tanya Rose seraya melihat ke arah putranya itu.“Tentu ibu, Noah mau tinggal di rumah ini, tapi harus dengan ibu dan ayah,” ucap Noah dengan polosnya.“Ya, jangan lupa kau harus mengatakan itu pada ayahmu dan semua orang yang ada di rumah itu,” ucap Rose dengan senyum kepuasan, karna dia tahu, Noah adalah senjata pamungkasnya.“Ayo kita masuk,” ucap Rose.“Iya ibu,” jawab Noah seraya menggenggam tangan Rose dengan
Amarah VeroVero terlihat menekan klakson mobilnya beberapa kali, membuat satpam Tono dan satpam Mahmud gugup dan bergegas membuka gerbang untuk tuan mudanya itu.“Selama siang tuan,” ucap satpam Tono. Mobil Vero melaju masuk ke dalam area rumah, lalu dia terlihat turun dengan cepat dari mobilnya, berlari ke dalam rumah. Di dalam rumah sudah ada tuan besar Dipo, nyonya Anna, Rose dan juga Noah.Vero berjalan cepat mendekat ke arah mereka yang sedang duduk di ruang depan.“Ayah,” teriak Noah yang terlihat ingin segera memeluk ayahnya, namun Vero mengabaikan isyarat itu. Vero menarik tangan Rose, matanya memancarkan amarah yang begitu nyata.“Untuk apa kau datang?” tanya Vero berbisik, namun penuh dengan penekanan.“Ah, sakit Vero,” ucap Rose. Noah yang duduk di sebelah Rose hanya bisa melihat ayahnya menarik tangan ibunya dengan paksa.“Ayah,” ucap Noah. Mendengar hal itu, Vero segera melepas tangan Rose.“Vero, kau harus menjelaskan semuanya,” ucap tuan besar Dipo.“Ikut aku,” ucap V
Awal Perang di Kediaman HermansyahRose berjalan menuju ke arah dapur, di sana sudah ada bibi Atun yang sedang menyiapkan bahan makanan untuk diolah sebagai makan malam.“Nyonya,” sapa bibi Atun.“Ibu memintaku membantumu,” ucap Rose.“Wah, saya sangat senang sekali nyonya, akhirnya ada yang membantu pekerjaan saya,” ucap bibi Atun, mendengar hal itu Rose terlihat mengulaskan senyum kesal.“Apa dia sangat hebat dalam menyiksa menantunya?” tanya Rose pada bibi Atun.“Jangan bicara seperti itu nyonya, nanti nyonya besar Anna mendengarnya, bisa terjadi kiamat di rumah ini,” ucap bibi Atun. Rose sekali lagi mengulaskan senyum kesalnya.“Bibi sedang membuat apa?” tanya Rose.“Ini daging sapi nyonya, akan saya olah menjadi sup daging sapi kuah bening, itu makanan kesukaan nyonya Anna. Tidak menggunakan garam biasa, harus dengan garam laut, tidak terlalu asin karna nyonya Anna sedang diet garam,” ucap bibi Atun.“Oh begitu rupanya,” ucap Rose seraya mengangguk anggukkan kepala.“Baiklah, say
Langkah Laura Mengguncang Kediaman HermansyahDi apartemen, Laura terlihat menerima telepon dari seseorang.“Begitu rupanya, baiklah, aku mengerti. Terimakasih sekretaris Nade, ini sangat membantu,” ucap Laura, lalu dia meletakkan ponselnya di atas meja dapur. Laura terlihat kembali meneruskan kegiatan memasaknya, membuat sarapan yang sepertinya cukup spesial.“Apa sekretaris Nade sudah menghubungimu?” tanya Radit yang tiba tiba muncul di sana.“Ya, baru saja, kau pasti sudah tahu,” ucap Laura.“Aku sepemikiran dengannya,” ucap Radit.“ Itu bagus, aku bisa menggunakan ini sebagai langkah,” ucap Laura.“Apa kau memiliki rencana?” tanya Radit.“Ya, aku akan mendatangi kediaman Hermansyah, membuat nyala api lebih berkobar, pasti menyenangkan,” ucap Laura.“Aku dengar tante Imelda akan mengunjungi tante Anna pagi ini, mereka akan mengantri di depan toko berlian untuk mendapat perhiasan keluaran terbaru,” ucap Radit.“Begitu ya, coba aku bisa membeli semua perhiasan itu, aku akan membuat m
Langkah Tegap LauraLaura turun dari mobilnya, terlihat begitu cantik dengan balutan gaun warna hijau tosca yang anggun dan menawan.“Aku ada di rumah ini lagi, kali bukan menjadi menantu yang mengenaskan, melainkan menjadi wanita yang diharapkan menjadi menantu, wanita yang memiliki karir cemerlang dan prinsip hidup yang kuat,” gumam Laura dalam hatinya. Laura mendekat ke arah pintu gerbang.“Permisi,” teriak Laura. Mendengar ada tamu yang datang, satpam Tono segera mendekat ke arah pintu gerbang.“Iya, mau cari siapa?” tanya satpam Tono.“Saya ingin bertemu nyonya Anna, tolong sampaikan ada Laura yang ingin mengunjunginya,” ucap Laura.“Ba-baik, saya sampaikan dulu kepada nyonya besar,” ucap Tono seraya melihat ke arah Laura. Pandangannya fokus. Melihat Laura dari ujung rambut hingga kaki. Keningnya berkerut, seolah sedang berpikir.“Ada apa?” tanya Laura pada satpam Tono.“Ti-tidak ada apa apa, hanya saja nona baru kali ini datang,” ucap satpam Tono.“Iya, ini pertama kalinya saya
Dua Peluru SekaligusLaura masuk ke dalam kediaman keluarga Hermansyah, dia sudah disambut hangat oleh nyonya Anna yang merupakan nyonya besar di rumah itu.“Laura, angin apa yang membawamu datang,” tanya nyonya Anna seraya memeluk Laura, sebagai sebuah sambutan.“Tante, Laura sengaja datang untuk mengunjungi tante,” ucap Laura.“Tante Imelda,” ucap Laura ketika melihat tante Imelda, lalu segera berganti menjatuhkan pelukan kepada tante Imelda. Dengan senyum merekah tante Imelda menyambut pwlukan itu.“Laura, sudah lama kita tidak bertemu, tante sangat merindukanmu,” ucap tante Imelda.“Ayo masuk,” ajak nyonya besar Anna yang terlihat begitu bahagia.Dari dalam rumah terlihat Rose mengintip, berusaha mencari tahu tamu siapa yang datang. Rupanya dia menemukan bahwa yang datang adalah Laura, wanita yang begitu dia benci dan bahkan ingin dia singkirkan.“Wanita itu benar benar tidak tahu malu, dia mulai berani datang ke rumah ini,” ucap Rose seraya menggenggam erat tangannya, seolah ingi
Mencuri Hati“Tante, siapa dia?” tanya Laura.“Apa? kau tidak mengenalku? Hah, yang benar saja,” ucap Rose.“Aku istri Vero, kau sudah pernah bertemu denganku,” ucap Rose dengan mata bulat penuh.“Oh iya, benar sekali, kita sudah pernah bertemu. Maafkan aku karna akhir akhir ini aku kurang bisa mengingat wajah seseorang, terutama yang baru aku temui,” ucap Laura seraya tersenyum.“Aku tahu, kau pasti merencanakan sesuatu,” ucap Rose kesal seraya hendak mendorong Laura, namun dengan sigap dicegah oleh nyonya Anna.“Hentikan! Apa yang kau lakukan Rose, sebaiknya kau segera masuk,” ucap nyonya Anna.“Tidak ibu, Rose harus memberinya pelajaran,” ucap Rose kesal.“Kau ini, apa kau ingin menjadi preman,” ucap nyonya Anna kesal.“Oh iya, ada satu lagi yang aku ingat, kau istri simpanan bukan, dan mungkin akan segera diceraikan,” ucap Laura seraya tersenyum.“Tutup mulutmu,” teriak Rose yang kemudian bergegas mengangkat tangan dan hendak melayangkannya ke wajah Laura. Tangan itu berhasil dita
Semua Telah BerakhirPersidangan Vero telah usai, dengan hasil yang sangat di luar dugaan, namun hal itu sebenarnya sudah sesuai dengan rencana Radit dan juga Laura. Tim pengacara Vero tidak menyangka, bahwa ibu Rahma, ibu dari wanita yang meninggal karena tenggelam dan jenazahnya dimakamkan atas nama Luna hadir, datang, memberikan kesaksian.Vero tidak bisa berkutik, dia menjadi orang satu satunya yang harus bertanggung jawab. Walaupun dia selalu menyatakan bahwa apapun yang dia lakukan dibawah tekanan Rose, namun semua itu tidak memiliki bukti yang kuat. Dia bisa saja menolak, bisa saja tidak menuruti apa yang Rose inginkan, untuk menyingkirkan Luna.Ditambah lagi dengan bukti rekaman CCTV juga tangkapan video amatir, itu semua cukup untuk mendakwa Vero dengan pasal pembunuhan berencana. Mungkin dia memang tidak memiliki niat, namun dari tangkapan video, Vero terlihat jelas jelas mendorong istrinya, Luna, hingga jatuh dari sungai. Bahkan ketika Luna meminta tolong, bergelantung di
Memperlihatkan Wajah AsliTim pengacara bertemu dengan Vero di dalam sebuah ruangan pribadi.“Tuan, saya harap tuan jujur dan terbuka mengenai apa yang sebenarnya terjadi,” ucap salah seorang pengacara.“Jujur? Apa yang harus aku katakan,” ucap Vero kesal.“Tuan, jaksa memiliki saksi yang masih dirahasiakan, kami kesulitan mencari informasi, kami khawatir saksi itu akan memberatkan, sedangkan tuan bersikeras tidak mau menceritakan yang sebenarnya,” ucap pengacara.“Apa firma hukum loyal tergabung menjadi tim pengacara?” tanya Vero.“Iya tuan, tapi karena kegagalannya membantu nyonya Rose, firma hukum loyal memilih mengundurkan diri dari tim pengacara tuan muda,” ucap salah seorang pengacara dari ketiga orang pengacara yang ada di sana.“Rose? apa tidak salah. Dia memang istriku, tapi dia membunuh orang yang sangat aku sayangi. Bahkan jika dia mendapat hukuman mati, aku tidak akan menyesalinya,” ucap Vero.Vero terlihat diam, menunduk, seperti memikirkan sesuatu yang sangat penting.“R
KepergianSetelah 8 jam.Dokter keluar dari ruang ICU, memberi kabar bahwa tuan Dipo tidak lagi bisa diselamatkan, semua alat hanya menunjang hidupnya, jika itu semua dilepas maka detak jantungnya akan berhenti.“Sebaiknya kita bicara di ruangan saya,” pinta dokter yang melihat nyonya Anna mulai histeris. Di sana masih dengan orang orang yang sama, nyonya Anna, jihan, Laura, Radit, tante Imelda dan juga nyonya Fuji. Mereka semua masih setia di sana.Nyonya Anna dan Jihan sudah berada di dalam ruangan dokter. Jantung mereka pun tidak baik baik saja, ada rasa khawatir juga ketakutan.“Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan ini,” ucap dokter.“Semua kami kembalikan kepada keputusan keluarga, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, kondisinya tidak juga stabil, kita tidak bisa melakukan apa apa,” ucap dokter.“Tidak dokter, tidak, selamatkan suami saya, tolong,” ucap nyonya Anna.“Kami sudah berusaha sebaik mungkin, maafkan kami,” ucap dokter.“Apa tidak bisa dioperasi?” tanya
Tuan Besar DipoNyonya Anna terlihat menangis di depan ruang ICU, menangis sejadi jadinya, menunggu keadaan suaminya membaik.“Kenapa hal ini terjadi, Sayang, jangan seperti ini, jangan tinggalkan aku,” ucap nyonya Anna yang menjatuhkan diri di lantai, tepat di depan ruang ICU, bersandar tembok, seperti orang pada umumnya yang begitu resah ketika menunggu kabar mengenai keluarganya yang sedang dirawat.“Ibu,” teriak Jihan ketika melihat ibunya duduk bersimpuh.“Jihan, Jihan,” teriak nyonya Anna yang kemudian segera berdiri mencari putrinya itu.“Bagaimana keadaan ayah?” tanya Jihan.“Ibu tidak tahu, dokter belum memberitahu ibu bagaimana kabar ayahmu,” ucap nyonya Anna.“Ayah, kenapa hal ini bisa terjadi,” gumam Jihan yang kemudian berjalan mendekat ke arah kaca besar, masih tertutup tirai, dia tidak bisa melihat ayahnya dari luar.“Ayah,” ucap Jihan. Air mata Jihan meluncur hebat, deras, dia benar benar tidak bisa menahan diri, hatinya begitu sakit melihat kondisi keluarganya saat in
Kelegaan LauraLaura dan Radit keluar dari ruang sidang, mereka terlihat senang dan puas dengan hasil sidang hari ini.“Ah, lega sekali, akhirnya Rose dijatuhi hukuman seumur hidup,” ucap Laura.“Aku tidak menyangka, ternyata Rose juga merupakan dalang dari kematian temanmu, bukan bunuh diri melainkan dibunuh,” ucap Laura seraya melihat ke arah Radit.“Aku juga tidak menyangka, Evan, dia orang yang sangat baik, wanita itu tega menghabisinya tanpa alasan yang jelas,” ucap Radit.“Oh iya di sebelah kantor pengadilan ada kafe minuman viral yang sedang ramai, mau ke sana?” tanya Radit.“Ayo, kita harus merayakan ini, ya walaupun ada kesedihan di dalamnya, namun kita wajib bernafas lebih baik,” ucap Laura seraya tersenyum.Laura dan Radit duduk di dalam kafe minuman pelangi yang sedang viral. Menurut informasi cafe sangat ramai, namun entah kenapa siang itu hanya ada mereka berdua.“Kau bilang ini kafe ini sedang hits, viral, namun kenapa sepi begini,” ucap Laura heran. Radit hanya terseny
Mendepak Rose Dari Kehidupan Keluarga HermansyahRadit dan Laura terlihat keluar dari kediaman keluarga Hermansyah.Di dalam kamar tuan Dipo, dia terlihat masih dalam posisi berbaring.“Aku akan menghentikan semua bantuan hukum terhadap wanita itu, dia bukan lagi bagian dari keluarga Hermansyah,” ucap tuan Dipo.“Iya, iya, ingat apa yang tadi dokter katakan, jangan banyak pikiran, tekan darahmu naik dan itu tidak baik untuk kesehatanmu,” ucap nyonya Anna.“Ya, mungkin sekarang Vero sudah tahu apa yang terjadi,” ucap tuan Dipo.Di Kantor polisi, Vero terlihat duduk di kursi, menunjukkan wajah yang begitu sedih.“Apa ini benar Mike?” tanya Vero pada sekretaris pribadinya.“Iya tuan, saya mendapatkan video itu dari tim pengacara yang membantu nyonya Rose,” ucap sekretaris Mike.“Kenapa dia bisa melakukan hal gila seperti itu, dia yang membunuh nenek? apa ini bisa aku terima? dia tahu betul bahwa aku sangat menyayangi nenek Ellin,” ucap Vero.“Hal ini akan memberatkan nyonya Rose tuan, m
Kabar MengerikanLaura dan Radit terlihat memasuki area pemakaman di mana nenek ellin disemayamkan. Tegap langkah Laura beriringan dengan segala perasaan mendalam yang dia rasakan. Dia mengingat ingat semua waktu yang dia lewati bersama dengan nenek Ellin, satu satunya orang yang menerima juga menghargainya dengan sangat tulus.Kasih dan penerimaan keluarga Hermansyah kepadanya hanya berupa cangkang. Di luar, terlihat seperti itu, namun sebenarnya dia lebih menjadi seorang asisten dalam rumah tangga Hermansyah. Dia memang duduk di meja makan yang sama, memakan makanan yang juga keluarga Hermansyah makan, namun dialah orang dibalik semua hidangan lezat itu. Mulai dari membeli bahan mentah, memasak, menyajikan juga membereskan.Bahkan dia juga harus membersihkan seisi rumah, selayaknya seorang asisten rumah tangga, dengan berbagai kritik ketika semua pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan tuannya. Dia bekerja dari fajar menyingsing, hingga matahari terbenam. Setiap hari ta
Laura Begitu MarahSekretaris Mimih terlihat sudah berada di rumah sakit, dia ingin segera memberitahu Laura mengenai video yang ditemukan.“Nona Laura pasti akan sangat sedih setelah melihat video ini,” ucap sekretaris Mimih sebelum masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.Sekretaris Mimih terlihatsw menarik nafas panjang.DI dalam ruang perawatan, terlihat Laura sedang berbincang dengan perawat Vanila.“Mimih kau sudah datang?” tanya Laura setelah melihat sekretaris Mimih masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.“No-nona,” ucap sekretaris Mimih terbata bata.“Ada apa? kenapa wajahmu seperti ada masalah?” tanya Laura yang menangkap ekspresi kesedihan di wajah sekretaris Mimih.“I-itu nona, meng-mengenai video yang tersimpan di penyimpan data milik perawat Vanila,” ucap sekretaris Mimih.“Pasti sudah melihat video itu ya?” tanya perawat Vanila lirih.“I-iya,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian mendekat ke arah Laura dan perawat Vanila.“Ada apa?” tanya Laura penasaran.“I
Bukti Video Yang MenyesakkanSekretaris Mimih berhasil menemukan alamat kos perawat Vanila. Dia mencoba mencari pemilik kos itu atau yang tidak lain adalah ibu kos.“Saya ingin bertemu dengan ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih pada seseorang yang dia temui di rumah kos itu.“Ibu Endah ada di rumahnya, di sana,” ucap wanita muda itu seraya menunjuk ke sebuah rumah yang ada di samping bangunan rumah kos.“Baiklah, terimakasih, saya akan mencari ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian segera menuju ke rumah ibu Endah seperti yang sudah diinformasikan.Sekretaris Mimih terlihat berhenti di depan rumah pribadi ibu Endah.“Permisi, permisi,” teriak sekretaris Mimih. Beberapa saat dia menunggu, tidak ada orang yang keluar untuk menyambut kedatangannya sebagai tamu.“Ibu Endah, permisi,” ucap sekretaris Mimih.Sekitar lima menit, tidak ada tanda tanda orang yang keluar dari rumah itu.“Sepertinya tidak ada orang,” gumam sekretaris Mimih.Sekretaris Mimih melihat pagar tidak dikunci, la