Propose Tiba TibaLaura mengunjungi kantor Berlian Grup, dia ingin menemui Vero tanpa membuat janji temu terlebih dulu. Ada hal yang dia rencanakan, dia berharap hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan baginya karna bisa beberapa langkah ke depan dalam menghancurkan Berlian Grup, juga pemiliknya.“Saya ingin bertemu dengan tuan Vero,” ucap Laura pada resepsionis.“Baiklah nona, tunggu sebentar,” ucap resepsionis yang segera menghubungi sekretaris Mike.“Sekretaris Mike, ada nona Laura ingin bertemu dengan tuan Vero,” ucap resepsionis setelah telepon tersambung.“Tunggu sebentar, saya akan menyampaikannya pada tuan Vero,” ucap sekretaris Mike yang terlihat berjalan cepat ke arah ruangan tuan Vero untuk menemuinya.“Tu-tuan, ada tamu yang ingin bertemu,” ucap sekretaris Mike menyampaikan informasi.“Jika belum ada janji, kau tahu yang harus kau lakukan,” ucap Vero tanpa melihat ke arah sekretaris Mike, dia terlihat sibuk dengan laporan laporannya.“Ta-tapi tuan, yang datang adalah
Mengingat UlangLaura berdiri di atas balkon apartemen, menyaksikan lampu lampu kota yang begitu indah, seperti kunang kunang kecil, berwarna warni. Matanya menerawang, mengingat semua kejadian hari ini, dia melihat begitu banyak cinta dan tekad keseriusan dalam diri Vero untuk mendapatkan cinta Laura, dia tidak pernah menemukan Vero yang seperti ini sewaktu dulu dirinya menjadi Luna.Laura meneteskan air mata, butiran cairan putih itu jatuh butir demi butir. Kadang langkahnya terasa begitu berat, harus mengingat kembali setiap luka yang ingin dia lupakan.Angin menabrak tubuhnya, menggoyangkan rambutnya yang panjang sebahu.“Aku melihat wawancaramu hari ini, cukup bagus,” ucap Radit yang tiba tiba ada di sana. Tanpa aba aba, Laura membalikkan badan, menatap mata Radit, lalu menjatuhkan pelukan. Radit hanya bisa berdiri mematung, dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi dengan Laura.“Hatiku melemah Dit, aku tidak sanggup lagi harus terus melihat wajahnya, apalagi wanita itu,” bisik
Seperti RumahMobil Laura sudah sampai di depan gerbang kediaman keluarga Hermansyah, Jihan terlihat turun dan berteriak ke arah satpam penjaga rumah.“Tono, ini aku, buka gerbang itu,” teriak Jihan. Satpam Tono yang mendengar itu segera menghampiri pintu gerbang.“Nona Jihan,” ucap satpam Tono yang kemudian segera membuka pintu gerbang itu.Setelah pintu gerbang dibuka, mobil Laura melaju dengan mulusnya ke arah halaman rumah.“Wah itu mobil yang kemarin, apa mereka sekarang sangat akrab? Sepertinya wanita itu benar benar akan menjadi bagian dari keluarga ini,” gumam satpam Tono.“Ada apa Tono? Tanya satpam Mahmud.“Paman, itu mobil yang kemarin datang, wanita yang aku ceritakan. Sekarang dia datang dengan nona Jihan, mereka sepertinya sangat akrab,” ucap satpam Tono yang berjalan menuju ke arah satpam Mahmud setelah memastikan pintu gerbang tertutup dengan rapi.“Sudahlah, tidak perlu memikirkan sesuatu yang tidak penting,” ucap satpam Mahmud.“Iyaa paman, aku hanya penasaran. Mendi
JebakanVero dan Laura berjalan menuju ke arah ruang kerja Vero, di lantai dua. Mata Laura menjelajah, seolah seperti orang baru yang melihat keadaan sekeliling tempat yang pertama kali dilihatnya.Vero membuka salah satu pintu, lalu mempersilahkan Laura masuk.“Ini ruang kerjaku di rumah, masuklah,” ucap Vero.“Terimakasih,” ucap Laura seraya tersenyum. Mata Laura masih menjelajah, tempat itu masih sama, tidak ada yang berubah sedikitpun, bahkan patung Albert Einstein berukuran kecil yang ada di atas meja kerja Vero masih berada di tempat yang sama, seperti terakhir kalinya ditata olehnya, padahal seharusnya patung itu berada di sebelah Vas bunga yang ada di meja lain.“Sangat rapi,” gumam Laura.“Ruang kerjaku?” tanya Vero memastikan.“Ya, sangat rapi dan bersih,” ucap Laura.“Mendiang istriku yang menatanya, dia orang yang peduli dengan kebersihan dan kerapian,” ucap Vero.“Begitu rupanya,” ucap Laura seraya mengangguk angguk pelan.“Sepertinya kau sangat mencintainya,” tebak Laura
Semua Sudah DiaturVero masuk ke dalam kantornya dengan perasaan marah yang tergambar jelas di wajahnya.“Mike, segera beritahu eksekutif pemegang saham, kita akan mengadakan rapat pemegang saham siang ini,” ucap Vero.“Hari ini tuan?” tanya sekretaris Mike.“Ya, ini kondisi darurat, kita bisa mengadakan rapat pemegang saham dalam kondisi darurat, pastikan mereka semua datang, terutama tuan Hamka, pastikan dia datang,” pinta Vero seraya menggebrak meja.“Ba-baik tuan,” ucap sekretaris Mike yang kemudian segera keluar dari ruang kerja Vero untuk segera menyiapkan semuanya.“Kau mau main main denganku, mari kita mainkan permainan ini,” ucap Vero.Di kantor Graha hotel, Radit dan sekretaris Nade terlihat saling berbincang di ruang kerja Radit.“Sebentar lagi kau akan mendapat pesan untuk menghadiri rapat pemegang saham,” ucap Radit pada sekretaris Nade.“Apa akan secepat itu tuan?” tanya sekretaris Nade.“Ya, api itu sudah mulai membakarnya, dia tidak akan berhenti,” ucap Radit.“Apa tua
Kesalahan FatalMalam hari, Vero sudah sampai di kediamannya, dia sambut oleh tuan Dipo dan nyonya Anna. Tuan Dipo duduk di kursi depan wajahnya terlihat merah padam. Nyonya Anna hanya bisa berdiri di sampingnya, berusaha menenangkan, namun sepertinya semuanya sia sia.“Sayang, tolong tenangkan dirimu, itu Vero sudah pulang, jangan terlalu keras kepadanya,” ucap nyonya anna berusaha membuat suasana hati suaminya lebih baik.“Suruh dia menghadapku,” pinta tuan Dipo. Nyonya Anna segera keluar rumah, menghadang putranya yang baru datang.“Vero, Vero,” teriak nyonya Anna.“Ada apa ibu?” tanya Vero yang melihat ibunya mendatanginya dengan gugup.“Kau harus segera menemui ayahmu, dia marah besar,” ucap nyonya Anna gugup.“Marah besar? Ada apa ibu?” tanya Vero yang masih belum mengerti.“Sudah, kau segera temui ayahmu sebelum dia semakin marah,” ucap nyonya Anna seraya menggandeng putranya masuk.“Jangan bantah apapun yang ayahmu ucapkan, kau harus menunduk,” pinta nyonya Anna dengan gugup.“
Sebuah KesalahanLaura sudah sampai di luar gedung apartemen, dia melihat mobil Vero, lalu berjalan mendekat ke arah mobil tersebut. Laura terlihat anggun dengan gaun warna putih yang dipadukan dengan mantel panjang warna coklat.“Masuklah,” ucap Vero setelah membuka pintu kaca mobil. Laura menuruti apa yang Vero perintahkan, dia masuk ke dalam mobil Vero.Laura terlihat sedikit gugup, berharap tidak ada hal buruk yang terjadi.“Ada apa?” tanya Laura. Laura melihat Vero hanya diam, dia memusatkan pandangannya ke depan, tidak melihat ke arah Laura sedikitpun.“Apa kau benar benar ada di pihakku?” tanya Vero tanpa melihat ke arah Laura.“Apa yang kau katakan? Tentu aku ada di pihakmu,” ucap Laura sungguh sungguh.“Sekarang buktikan,” ucap Vero.“Buktikan?” tanya Laura yang masih bingung.Vero melihat ke arah Laura, dengan pandangan mendalam, dia seolah melihat apa yang Laura pikirkan jauh di dalam sudut hatinya terdalam. Laura mulai khawatir, namun dia harus tetap tenang.Di dalam apart
Tatapan DinginSetelah peristiwa semalam, Rose terlihat terus saja mengulaskan senyum. Sejak pagi dia sudah ada di dapur bersama bibi Atun, menyiapkan sarapan dengan suasana hati yang begitu baik.“Nyonya sepertinya sedang bahagia,” ucap bibi Atun.“Ya, tentu saja, itu karna aku sudah mengkonfirmasi sesuatu,” ucap Rose.“Baiklah nyonya, memang seharusnya nyonya harus selalu bahagia di rumah ini, jika tidak itu akan sangat menyulitkan,” ucap bibi Atun.“Lalu kenapa bibi masih betah tinggal di sini?” tanya Rose.“I-Iya nyonya, itu karna tuan Dipo sangat baik terhadap saya dan keluarga saya,” ucap bibi Atun.“Oh begitu rupanya, memang dalam satu keluarga pasti akan ada yang memiliki sifat yang sangat baik, yang sangat menjengkelkan dan mungkin ada juga yang manja,” ucap Rose seraya tertawa kecil.“Apa yang sedang kalian tertawakan,” ucap nyonya Anna yang tiba tiba sudah berada di dapur, tanpa terdengar deru langkahnya.“Nyo-nyonya,” ucap bibi Atun gugup.“Apa kalian sudah mulai berani me
Semua Telah BerakhirPersidangan Vero telah usai, dengan hasil yang sangat di luar dugaan, namun hal itu sebenarnya sudah sesuai dengan rencana Radit dan juga Laura. Tim pengacara Vero tidak menyangka, bahwa ibu Rahma, ibu dari wanita yang meninggal karena tenggelam dan jenazahnya dimakamkan atas nama Luna hadir, datang, memberikan kesaksian.Vero tidak bisa berkutik, dia menjadi orang satu satunya yang harus bertanggung jawab. Walaupun dia selalu menyatakan bahwa apapun yang dia lakukan dibawah tekanan Rose, namun semua itu tidak memiliki bukti yang kuat. Dia bisa saja menolak, bisa saja tidak menuruti apa yang Rose inginkan, untuk menyingkirkan Luna.Ditambah lagi dengan bukti rekaman CCTV juga tangkapan video amatir, itu semua cukup untuk mendakwa Vero dengan pasal pembunuhan berencana. Mungkin dia memang tidak memiliki niat, namun dari tangkapan video, Vero terlihat jelas jelas mendorong istrinya, Luna, hingga jatuh dari sungai. Bahkan ketika Luna meminta tolong, bergelantung di
Memperlihatkan Wajah AsliTim pengacara bertemu dengan Vero di dalam sebuah ruangan pribadi.“Tuan, saya harap tuan jujur dan terbuka mengenai apa yang sebenarnya terjadi,” ucap salah seorang pengacara.“Jujur? Apa yang harus aku katakan,” ucap Vero kesal.“Tuan, jaksa memiliki saksi yang masih dirahasiakan, kami kesulitan mencari informasi, kami khawatir saksi itu akan memberatkan, sedangkan tuan bersikeras tidak mau menceritakan yang sebenarnya,” ucap pengacara.“Apa firma hukum loyal tergabung menjadi tim pengacara?” tanya Vero.“Iya tuan, tapi karena kegagalannya membantu nyonya Rose, firma hukum loyal memilih mengundurkan diri dari tim pengacara tuan muda,” ucap salah seorang pengacara dari ketiga orang pengacara yang ada di sana.“Rose? apa tidak salah. Dia memang istriku, tapi dia membunuh orang yang sangat aku sayangi. Bahkan jika dia mendapat hukuman mati, aku tidak akan menyesalinya,” ucap Vero.Vero terlihat diam, menunduk, seperti memikirkan sesuatu yang sangat penting.“R
KepergianSetelah 8 jam.Dokter keluar dari ruang ICU, memberi kabar bahwa tuan Dipo tidak lagi bisa diselamatkan, semua alat hanya menunjang hidupnya, jika itu semua dilepas maka detak jantungnya akan berhenti.“Sebaiknya kita bicara di ruangan saya,” pinta dokter yang melihat nyonya Anna mulai histeris. Di sana masih dengan orang orang yang sama, nyonya Anna, jihan, Laura, Radit, tante Imelda dan juga nyonya Fuji. Mereka semua masih setia di sana.Nyonya Anna dan Jihan sudah berada di dalam ruangan dokter. Jantung mereka pun tidak baik baik saja, ada rasa khawatir juga ketakutan.“Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan ini,” ucap dokter.“Semua kami kembalikan kepada keputusan keluarga, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, kondisinya tidak juga stabil, kita tidak bisa melakukan apa apa,” ucap dokter.“Tidak dokter, tidak, selamatkan suami saya, tolong,” ucap nyonya Anna.“Kami sudah berusaha sebaik mungkin, maafkan kami,” ucap dokter.“Apa tidak bisa dioperasi?” tanya
Tuan Besar DipoNyonya Anna terlihat menangis di depan ruang ICU, menangis sejadi jadinya, menunggu keadaan suaminya membaik.“Kenapa hal ini terjadi, Sayang, jangan seperti ini, jangan tinggalkan aku,” ucap nyonya Anna yang menjatuhkan diri di lantai, tepat di depan ruang ICU, bersandar tembok, seperti orang pada umumnya yang begitu resah ketika menunggu kabar mengenai keluarganya yang sedang dirawat.“Ibu,” teriak Jihan ketika melihat ibunya duduk bersimpuh.“Jihan, Jihan,” teriak nyonya Anna yang kemudian segera berdiri mencari putrinya itu.“Bagaimana keadaan ayah?” tanya Jihan.“Ibu tidak tahu, dokter belum memberitahu ibu bagaimana kabar ayahmu,” ucap nyonya Anna.“Ayah, kenapa hal ini bisa terjadi,” gumam Jihan yang kemudian berjalan mendekat ke arah kaca besar, masih tertutup tirai, dia tidak bisa melihat ayahnya dari luar.“Ayah,” ucap Jihan. Air mata Jihan meluncur hebat, deras, dia benar benar tidak bisa menahan diri, hatinya begitu sakit melihat kondisi keluarganya saat in
Kelegaan LauraLaura dan Radit keluar dari ruang sidang, mereka terlihat senang dan puas dengan hasil sidang hari ini.“Ah, lega sekali, akhirnya Rose dijatuhi hukuman seumur hidup,” ucap Laura.“Aku tidak menyangka, ternyata Rose juga merupakan dalang dari kematian temanmu, bukan bunuh diri melainkan dibunuh,” ucap Laura seraya melihat ke arah Radit.“Aku juga tidak menyangka, Evan, dia orang yang sangat baik, wanita itu tega menghabisinya tanpa alasan yang jelas,” ucap Radit.“Oh iya di sebelah kantor pengadilan ada kafe minuman viral yang sedang ramai, mau ke sana?” tanya Radit.“Ayo, kita harus merayakan ini, ya walaupun ada kesedihan di dalamnya, namun kita wajib bernafas lebih baik,” ucap Laura seraya tersenyum.Laura dan Radit duduk di dalam kafe minuman pelangi yang sedang viral. Menurut informasi cafe sangat ramai, namun entah kenapa siang itu hanya ada mereka berdua.“Kau bilang ini kafe ini sedang hits, viral, namun kenapa sepi begini,” ucap Laura heran. Radit hanya terseny
Mendepak Rose Dari Kehidupan Keluarga HermansyahRadit dan Laura terlihat keluar dari kediaman keluarga Hermansyah.Di dalam kamar tuan Dipo, dia terlihat masih dalam posisi berbaring.“Aku akan menghentikan semua bantuan hukum terhadap wanita itu, dia bukan lagi bagian dari keluarga Hermansyah,” ucap tuan Dipo.“Iya, iya, ingat apa yang tadi dokter katakan, jangan banyak pikiran, tekan darahmu naik dan itu tidak baik untuk kesehatanmu,” ucap nyonya Anna.“Ya, mungkin sekarang Vero sudah tahu apa yang terjadi,” ucap tuan Dipo.Di Kantor polisi, Vero terlihat duduk di kursi, menunjukkan wajah yang begitu sedih.“Apa ini benar Mike?” tanya Vero pada sekretaris pribadinya.“Iya tuan, saya mendapatkan video itu dari tim pengacara yang membantu nyonya Rose,” ucap sekretaris Mike.“Kenapa dia bisa melakukan hal gila seperti itu, dia yang membunuh nenek? apa ini bisa aku terima? dia tahu betul bahwa aku sangat menyayangi nenek Ellin,” ucap Vero.“Hal ini akan memberatkan nyonya Rose tuan, m
Kabar MengerikanLaura dan Radit terlihat memasuki area pemakaman di mana nenek ellin disemayamkan. Tegap langkah Laura beriringan dengan segala perasaan mendalam yang dia rasakan. Dia mengingat ingat semua waktu yang dia lewati bersama dengan nenek Ellin, satu satunya orang yang menerima juga menghargainya dengan sangat tulus.Kasih dan penerimaan keluarga Hermansyah kepadanya hanya berupa cangkang. Di luar, terlihat seperti itu, namun sebenarnya dia lebih menjadi seorang asisten dalam rumah tangga Hermansyah. Dia memang duduk di meja makan yang sama, memakan makanan yang juga keluarga Hermansyah makan, namun dialah orang dibalik semua hidangan lezat itu. Mulai dari membeli bahan mentah, memasak, menyajikan juga membereskan.Bahkan dia juga harus membersihkan seisi rumah, selayaknya seorang asisten rumah tangga, dengan berbagai kritik ketika semua pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan tuannya. Dia bekerja dari fajar menyingsing, hingga matahari terbenam. Setiap hari ta
Laura Begitu MarahSekretaris Mimih terlihat sudah berada di rumah sakit, dia ingin segera memberitahu Laura mengenai video yang ditemukan.“Nona Laura pasti akan sangat sedih setelah melihat video ini,” ucap sekretaris Mimih sebelum masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.Sekretaris Mimih terlihatsw menarik nafas panjang.DI dalam ruang perawatan, terlihat Laura sedang berbincang dengan perawat Vanila.“Mimih kau sudah datang?” tanya Laura setelah melihat sekretaris Mimih masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.“No-nona,” ucap sekretaris Mimih terbata bata.“Ada apa? kenapa wajahmu seperti ada masalah?” tanya Laura yang menangkap ekspresi kesedihan di wajah sekretaris Mimih.“I-itu nona, meng-mengenai video yang tersimpan di penyimpan data milik perawat Vanila,” ucap sekretaris Mimih.“Pasti sudah melihat video itu ya?” tanya perawat Vanila lirih.“I-iya,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian mendekat ke arah Laura dan perawat Vanila.“Ada apa?” tanya Laura penasaran.“I
Bukti Video Yang MenyesakkanSekretaris Mimih berhasil menemukan alamat kos perawat Vanila. Dia mencoba mencari pemilik kos itu atau yang tidak lain adalah ibu kos.“Saya ingin bertemu dengan ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih pada seseorang yang dia temui di rumah kos itu.“Ibu Endah ada di rumahnya, di sana,” ucap wanita muda itu seraya menunjuk ke sebuah rumah yang ada di samping bangunan rumah kos.“Baiklah, terimakasih, saya akan mencari ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian segera menuju ke rumah ibu Endah seperti yang sudah diinformasikan.Sekretaris Mimih terlihat berhenti di depan rumah pribadi ibu Endah.“Permisi, permisi,” teriak sekretaris Mimih. Beberapa saat dia menunggu, tidak ada orang yang keluar untuk menyambut kedatangannya sebagai tamu.“Ibu Endah, permisi,” ucap sekretaris Mimih.Sekitar lima menit, tidak ada tanda tanda orang yang keluar dari rumah itu.“Sepertinya tidak ada orang,” gumam sekretaris Mimih.Sekretaris Mimih melihat pagar tidak dikunci, la