Kematian Yang Tidak Alami Evan meminum minuman dingin itu, cukup banyak, bahkan hampir seluruh isi dari botol ukuran tiga ratus mili itu, sepertinya dia begitu menyukai minuman itu.“Aku merasa seperti sedang mabuk,” ucap Evan.“Kau tidak mabuk, kau hanya akan menjadi lumpuh, akan kehilangan tenaga sehingga membuatmu sulit bergerak, berjalan. Setelah itu kau akan sulit bernafas, lidahmu akan kelu, setelah itu kau akan tertidur,” ucap Rose seraya melihat ke arah Evan yang mulai tidak bisa duduk dengan tenang.“A-apa maksudmu Rose?” ucap Evan.“Kau juga akan ditemukan karna bunuh diri,” ucap Rose datar, tanpa ekspresi sedikitpun, seolah dia sudah pernah melihat hal seperti ini sebelumnya.“A-apa maksudmu Rose,” ucap Evan dengan mata nanar, menatap ke arah mantan kekasihnya itu.“Kau tahu, kau sendiri yang membuatku melakukan sejauh ini, ini bukan salahku,” ucap Rose.“Kau, kau,” ucap Evan yang mulai ber
KecurigaanRadit duduk di kursi kerjanya, dia masih belum bisa mengerjakan semuanya dengan baik, dia masih memikirkan Evan, sahabatnya.“Dia tidak mungkin melakukan itu, bahkan ketika terpuruk sekalipun,” gumam Radit seraya menggerak gerakkan kursi kerjanya.“Tuan, file yang anda minta sudah ada di sini,” ucap sekretaris Nade seraya meletakkan amplop coklat di atas meja kerja Radit.“Kau sudah mendapatkannya?” tanya Radit.“Sudah tuan, saya menghubungi detektif Yusuf yang menangani kasusnya,” ucap sekretaris Nade. Mendengar hal itu Radit terdiam, seraya menempelkan jari telunjuknya di depan bibir.“Nade, kau mengenal Evan, apa mungkin dia melakukan itu?” tanya Radit.“Hmm, saya tidak bisa mempercayai ini, tapi hasil pemeriksaan tidak mungkin salah,” ucap sekretaris Nade. Radit segera meraih amplop itu, lalu membukanya.Dia membaca hasil autopsi dengan seksama, hasilnya memang benar, di dalam darah Evan ditemukan Amitriptilin dan klorfenamin, itu membuat polisi menyimpulkan bahwa Evan
Sindiran KerasDi ruang makan keluarga Hermansyah, Rose terlihat menyuguhkan sarapan berupa nasi lembut dengan lauk pauk lengkap. Rose dengan hati hati menghidangkan makanan itu di depan tuan Dipo, nyonya Anna dan juga Vero.“Rose, apa Noah selalu berangkat pagi, akhir akhir ini aku jarang sarapan bersamanya?” tanya tuan Dipo pada Rose.“I-iya ayah, Noah ada bimbingan pagi, jadi pukul enam dia harus sudah berada di sekolah,” ucap Rose.“Dia pasti lelah, kasihan anak itu,” ucap tuan Dipo.“Ti-tidak ayah, Noah sudah terbiasa dengan rutinitasnya, dia ingin menjadi orang yang sukses seperti kakeknya,” ucap Rose. Mendengar hal itu, tuan Dipo tertawa.“Anak itu, dia selalu bisa membuatku senang,” ucap tuan Dipo.Vero terlihat melirik ke arah Rose, dia mengulaskan senyum sinis.“Apa kau tidak menghadiri pemakaman?” tanya Vero.“Pe-pemakaman?” tanya Rose yang terlihat mulai duduk di kursi makan yang tepat di sebelah Vero.“Ya, apa kau tidak tahu?” tanya Vero.“Dia mantan kekasihmu, kau pasti
Tangis Laura Di Makam Nenek EllinLaura terlihat begitu anggun dengan balutan gaun serba hitam, tudung panjang hitam, juga kaca mata hitam. Dia turun dari mobilnya, dengan buket bunga berukuran cukup besar di tangan kirinya.Laura turun dari mobil, berjalan memasuki area pemakaman elit, yang memiliki harga jutaan untuk setiap petaknya.Laura mendekat ke arah sebuah makam yang di sana tertulis Ellin Fahra Hermansyah. Laura meletakkan karangan bunga yang dibawanya, lalu berlutut tepat di samping makan itu.“Nenek, Luna datang nek,” ucap Laura.“Bagaimana kabar nenek di sana? Nenek pasti sudah bahagia, tidak lagi merasakan sakit,” lanjutnya.“Laura sangat merindukan nenek, sangat sangat rindu,” ucapnya yang tanpa terasa air mata mulai jatuh, air mata itu seolah tak tertahan, meluncur dengan begitu derasnya.“Hanya nenek yang selalu baik pada Luna, menyayangi Luna dengan begitu penuh kasih. Maafkan Luna nek, belum bisa membalas semua kebaikan nenek,” ucapnya seraya memeluk ukuran keramik
Mayat Siapa ItuRadit terlihat memeriksa foto foto yang dia dapat dari detektif Yusuf, foto foto mayat yang diidentifikasi sebagai Luna. Radit memeriksa foto itu dengan seksama, sangat serius. Dia mengingat kejadian ketika menemukan Luna mengapung di laut.“Baju yang mayat ini pakai sama persis dengan baju Luna sewaktu aku menemukannya, sama persis,” gumam Radit.Di dalam foto itu, mayat terlihat sudah tidak dapat dikenali, akan sangat sulit jika dilihat dari wajahnya, kecuali segala hal yang dia pakai dan keluarga terdekat menyatakan kebenarannya.“Wah, sungguh sangat luar biasa, apa pria itu benar benar merencanakan semuanya sedetail itu?” gumam Radit. Dia masih berusaha menemukan sesuatu yang mungkin bisa menjadi petunjuk, lewat foto yang berhasil di dapatkannya lewat kekuatan koneksi.“Tok, tok, tok,” terdengar suara pintu diketuk.“Masuk,” ucap Radit. Beberapa detik setelah itu, terlihat sekretaris Nade masuk ke ruangan Radit dengan membawa beberapa berkas di dalam amplop putih.
Kabar Kehancuran Vero“Sial, bagaimana ini bisa terjadi! apa kau tidak bekerja dengan baik Mike,” teriak Vero pada sekretaris pribadinya. Vero terlihat melemparkan ponselnya, dia begitu marah dan tidak percaya dengan berita yang baru saja dia lihat.“Ma-maafkan saya tuan, ini diluar kendali kita,” ucap sekretaris Mike.“Apa yang kau lakukan sampai sampai tidak tahu, bodoh sekali,” ucap Vero.“Maaf tuan, hotel Mariana memang sudah tidak bisa diselamatkan, sahamnya terus turun dan Berlian Group adalah pemilik saham terbesar,” ucap sekretaris Mike.“Apa maksudmu, apa kita bangkrut?” tanya Vero. Sekretaris Mike tidak berani menatap tuannya, dia menunduk, tidak memberikan respon apapun.“Tidak mungkin, ini tidak mungkin terjadi, tidak mungkin. Lakukan segala cara, selamatkan saham kita. Mana mungkin hotel semewah itu bisa bangkrut, kita tidak melakukan apapun,” ucap Vero yang tidak mengerti.“Se-sepertinya sudah ada rumor bahwa pemilik sebelumnya melakukan penggelapan dan akhirnya dana yan
Tidak Ingin MiskinLaura duduk di samping nyonya Anna berbaring, dia begitu setia, bersama tuan Dipo yang terlihat sangat khawatir."Laura, apa yang sebenarnya terjadi, kenapa dia tiba tiba seperti ini?" tanya tuan Dipo pada Laura."Mungkin tante Anna kaget om," ucap Laura."Kaget? ada berita apa sampai sampai dia sekaget itu. Setahuku tidak ada hal yang bisa membuatnya kaget, apalagi pingsan, bahkan anak anaknya sakit saja dia tidak sepanik itu," ucap tuan Dipo."Ini mengenai perusahaan om," ucap Laura. "Berlian grup? ada apa dengan perusahaan?" tanya tuan Dipo."Mariana Hotel mengalami kebangkrutan, dan Vero sepertinya kebilangan banyak saham," ucap Laura."Apa!" teriak tuan Dipo dengan wajah kaget, diapun terlihat mulai lemas."Om, om tidak apa apa," ucap Laura yang kemudian membantu tuan Dipo untuk duduk.Tuan Dipo terlihat duduk di kursi yang ada di dalam kamarnya. Bik Inah membawakan segelas air hangat untuk tuan besarnya itu."Anak itu, dia benar benar keterlaluan. Apa dia mau
Rose Terdesak“Untuk apa kau memintaku datang?” tanya Rose pada seseorang yang tidak asing baginya, dia adalah perawat Vanila, mantan pengasuh nenek Ellin sewaktu nenek Ellin masih hidup. Mereka sedang bertemu di sebuah cafe yang dekat dengan sekolah Noah.“Ada sesuatu yang penting nyonya,” ucap perawat Vanila dengan sangat santai.“Cepat katakan, jangan membuang waktuku yang berharga,” ucap Rose kesal.“Berharga? Ya, mungkin saat ini nyonya, namun sebentar lagi nyonya akan merasakan keadaan di mana nyonya ingin segera memutar waktu berkali kali lebih cepat,” ucap perawat Vanila.“Apa yang kau katakan, cepat, apa maumu?” tanya Rose.“Baiklah, saya tidak akan membuang waktu nyonya yang sangat berharga, saya hanya ingin menunjukkan sesuatu yang menarik,” ucap perawat Vanila. Dia terlihat mengambil ponsel dari dalam tasnya, membuka ponsel itu, lalu meletakkannya di depan Rose.Rose melihat ponsel itu dengan mata bulat penuh.“Apa ini?” tanya Rose.“Seperti yang nyonya lihat sendiri, sa
Semua Telah BerakhirPersidangan Vero telah usai, dengan hasil yang sangat di luar dugaan, namun hal itu sebenarnya sudah sesuai dengan rencana Radit dan juga Laura. Tim pengacara Vero tidak menyangka, bahwa ibu Rahma, ibu dari wanita yang meninggal karena tenggelam dan jenazahnya dimakamkan atas nama Luna hadir, datang, memberikan kesaksian.Vero tidak bisa berkutik, dia menjadi orang satu satunya yang harus bertanggung jawab. Walaupun dia selalu menyatakan bahwa apapun yang dia lakukan dibawah tekanan Rose, namun semua itu tidak memiliki bukti yang kuat. Dia bisa saja menolak, bisa saja tidak menuruti apa yang Rose inginkan, untuk menyingkirkan Luna.Ditambah lagi dengan bukti rekaman CCTV juga tangkapan video amatir, itu semua cukup untuk mendakwa Vero dengan pasal pembunuhan berencana. Mungkin dia memang tidak memiliki niat, namun dari tangkapan video, Vero terlihat jelas jelas mendorong istrinya, Luna, hingga jatuh dari sungai. Bahkan ketika Luna meminta tolong, bergelantung di
Memperlihatkan Wajah AsliTim pengacara bertemu dengan Vero di dalam sebuah ruangan pribadi.“Tuan, saya harap tuan jujur dan terbuka mengenai apa yang sebenarnya terjadi,” ucap salah seorang pengacara.“Jujur? Apa yang harus aku katakan,” ucap Vero kesal.“Tuan, jaksa memiliki saksi yang masih dirahasiakan, kami kesulitan mencari informasi, kami khawatir saksi itu akan memberatkan, sedangkan tuan bersikeras tidak mau menceritakan yang sebenarnya,” ucap pengacara.“Apa firma hukum loyal tergabung menjadi tim pengacara?” tanya Vero.“Iya tuan, tapi karena kegagalannya membantu nyonya Rose, firma hukum loyal memilih mengundurkan diri dari tim pengacara tuan muda,” ucap salah seorang pengacara dari ketiga orang pengacara yang ada di sana.“Rose? apa tidak salah. Dia memang istriku, tapi dia membunuh orang yang sangat aku sayangi. Bahkan jika dia mendapat hukuman mati, aku tidak akan menyesalinya,” ucap Vero.Vero terlihat diam, menunduk, seperti memikirkan sesuatu yang sangat penting.“R
KepergianSetelah 8 jam.Dokter keluar dari ruang ICU, memberi kabar bahwa tuan Dipo tidak lagi bisa diselamatkan, semua alat hanya menunjang hidupnya, jika itu semua dilepas maka detak jantungnya akan berhenti.“Sebaiknya kita bicara di ruangan saya,” pinta dokter yang melihat nyonya Anna mulai histeris. Di sana masih dengan orang orang yang sama, nyonya Anna, jihan, Laura, Radit, tante Imelda dan juga nyonya Fuji. Mereka semua masih setia di sana.Nyonya Anna dan Jihan sudah berada di dalam ruangan dokter. Jantung mereka pun tidak baik baik saja, ada rasa khawatir juga ketakutan.“Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan ini,” ucap dokter.“Semua kami kembalikan kepada keputusan keluarga, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, kondisinya tidak juga stabil, kita tidak bisa melakukan apa apa,” ucap dokter.“Tidak dokter, tidak, selamatkan suami saya, tolong,” ucap nyonya Anna.“Kami sudah berusaha sebaik mungkin, maafkan kami,” ucap dokter.“Apa tidak bisa dioperasi?” tanya
Tuan Besar DipoNyonya Anna terlihat menangis di depan ruang ICU, menangis sejadi jadinya, menunggu keadaan suaminya membaik.“Kenapa hal ini terjadi, Sayang, jangan seperti ini, jangan tinggalkan aku,” ucap nyonya Anna yang menjatuhkan diri di lantai, tepat di depan ruang ICU, bersandar tembok, seperti orang pada umumnya yang begitu resah ketika menunggu kabar mengenai keluarganya yang sedang dirawat.“Ibu,” teriak Jihan ketika melihat ibunya duduk bersimpuh.“Jihan, Jihan,” teriak nyonya Anna yang kemudian segera berdiri mencari putrinya itu.“Bagaimana keadaan ayah?” tanya Jihan.“Ibu tidak tahu, dokter belum memberitahu ibu bagaimana kabar ayahmu,” ucap nyonya Anna.“Ayah, kenapa hal ini bisa terjadi,” gumam Jihan yang kemudian berjalan mendekat ke arah kaca besar, masih tertutup tirai, dia tidak bisa melihat ayahnya dari luar.“Ayah,” ucap Jihan. Air mata Jihan meluncur hebat, deras, dia benar benar tidak bisa menahan diri, hatinya begitu sakit melihat kondisi keluarganya saat in
Kelegaan LauraLaura dan Radit keluar dari ruang sidang, mereka terlihat senang dan puas dengan hasil sidang hari ini.“Ah, lega sekali, akhirnya Rose dijatuhi hukuman seumur hidup,” ucap Laura.“Aku tidak menyangka, ternyata Rose juga merupakan dalang dari kematian temanmu, bukan bunuh diri melainkan dibunuh,” ucap Laura seraya melihat ke arah Radit.“Aku juga tidak menyangka, Evan, dia orang yang sangat baik, wanita itu tega menghabisinya tanpa alasan yang jelas,” ucap Radit.“Oh iya di sebelah kantor pengadilan ada kafe minuman viral yang sedang ramai, mau ke sana?” tanya Radit.“Ayo, kita harus merayakan ini, ya walaupun ada kesedihan di dalamnya, namun kita wajib bernafas lebih baik,” ucap Laura seraya tersenyum.Laura dan Radit duduk di dalam kafe minuman pelangi yang sedang viral. Menurut informasi cafe sangat ramai, namun entah kenapa siang itu hanya ada mereka berdua.“Kau bilang ini kafe ini sedang hits, viral, namun kenapa sepi begini,” ucap Laura heran. Radit hanya terseny
Mendepak Rose Dari Kehidupan Keluarga HermansyahRadit dan Laura terlihat keluar dari kediaman keluarga Hermansyah.Di dalam kamar tuan Dipo, dia terlihat masih dalam posisi berbaring.“Aku akan menghentikan semua bantuan hukum terhadap wanita itu, dia bukan lagi bagian dari keluarga Hermansyah,” ucap tuan Dipo.“Iya, iya, ingat apa yang tadi dokter katakan, jangan banyak pikiran, tekan darahmu naik dan itu tidak baik untuk kesehatanmu,” ucap nyonya Anna.“Ya, mungkin sekarang Vero sudah tahu apa yang terjadi,” ucap tuan Dipo.Di Kantor polisi, Vero terlihat duduk di kursi, menunjukkan wajah yang begitu sedih.“Apa ini benar Mike?” tanya Vero pada sekretaris pribadinya.“Iya tuan, saya mendapatkan video itu dari tim pengacara yang membantu nyonya Rose,” ucap sekretaris Mike.“Kenapa dia bisa melakukan hal gila seperti itu, dia yang membunuh nenek? apa ini bisa aku terima? dia tahu betul bahwa aku sangat menyayangi nenek Ellin,” ucap Vero.“Hal ini akan memberatkan nyonya Rose tuan, m
Kabar MengerikanLaura dan Radit terlihat memasuki area pemakaman di mana nenek ellin disemayamkan. Tegap langkah Laura beriringan dengan segala perasaan mendalam yang dia rasakan. Dia mengingat ingat semua waktu yang dia lewati bersama dengan nenek Ellin, satu satunya orang yang menerima juga menghargainya dengan sangat tulus.Kasih dan penerimaan keluarga Hermansyah kepadanya hanya berupa cangkang. Di luar, terlihat seperti itu, namun sebenarnya dia lebih menjadi seorang asisten dalam rumah tangga Hermansyah. Dia memang duduk di meja makan yang sama, memakan makanan yang juga keluarga Hermansyah makan, namun dialah orang dibalik semua hidangan lezat itu. Mulai dari membeli bahan mentah, memasak, menyajikan juga membereskan.Bahkan dia juga harus membersihkan seisi rumah, selayaknya seorang asisten rumah tangga, dengan berbagai kritik ketika semua pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan tuannya. Dia bekerja dari fajar menyingsing, hingga matahari terbenam. Setiap hari ta
Laura Begitu MarahSekretaris Mimih terlihat sudah berada di rumah sakit, dia ingin segera memberitahu Laura mengenai video yang ditemukan.“Nona Laura pasti akan sangat sedih setelah melihat video ini,” ucap sekretaris Mimih sebelum masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.Sekretaris Mimih terlihatsw menarik nafas panjang.DI dalam ruang perawatan, terlihat Laura sedang berbincang dengan perawat Vanila.“Mimih kau sudah datang?” tanya Laura setelah melihat sekretaris Mimih masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.“No-nona,” ucap sekretaris Mimih terbata bata.“Ada apa? kenapa wajahmu seperti ada masalah?” tanya Laura yang menangkap ekspresi kesedihan di wajah sekretaris Mimih.“I-itu nona, meng-mengenai video yang tersimpan di penyimpan data milik perawat Vanila,” ucap sekretaris Mimih.“Pasti sudah melihat video itu ya?” tanya perawat Vanila lirih.“I-iya,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian mendekat ke arah Laura dan perawat Vanila.“Ada apa?” tanya Laura penasaran.“I
Bukti Video Yang MenyesakkanSekretaris Mimih berhasil menemukan alamat kos perawat Vanila. Dia mencoba mencari pemilik kos itu atau yang tidak lain adalah ibu kos.“Saya ingin bertemu dengan ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih pada seseorang yang dia temui di rumah kos itu.“Ibu Endah ada di rumahnya, di sana,” ucap wanita muda itu seraya menunjuk ke sebuah rumah yang ada di samping bangunan rumah kos.“Baiklah, terimakasih, saya akan mencari ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian segera menuju ke rumah ibu Endah seperti yang sudah diinformasikan.Sekretaris Mimih terlihat berhenti di depan rumah pribadi ibu Endah.“Permisi, permisi,” teriak sekretaris Mimih. Beberapa saat dia menunggu, tidak ada orang yang keluar untuk menyambut kedatangannya sebagai tamu.“Ibu Endah, permisi,” ucap sekretaris Mimih.Sekitar lima menit, tidak ada tanda tanda orang yang keluar dari rumah itu.“Sepertinya tidak ada orang,” gumam sekretaris Mimih.Sekretaris Mimih melihat pagar tidak dikunci, la