"Mas, jangan pergi." Gadis itu menahan tangan kekar Faisal yang hendak menjauh.
"A--aku tidak boleh …." Ucapan Faisal terhenti ketika tiba-tiba Ayu menarik tangannya dan meletakan di dada gadis itu.
"Mas, rasakan debaran di jantungku. Selalu berdetak dengan cepat jika berada di dekatmu, sama halnya dengan jantungmu, bukan?" Ayu menahan tangan Faisal di dadanya, sementara tangan lain gadis itu diletakan di dada pria dihadapannya,
"Mas, aku yakin kau memiliki perasaan yang sama denganku, bukan?"
"Tapi, Ayu … a--aku sudah menikah," desah Faisal dengan susah payah sementara kelembutan dan kekenyalan dada Ayu begitu menggoda tangannya.
"Aku tahu, Mas. Aku menyukaimu semenjak kita bertemu di Sulawesi dan d
Malam itu, Faisal resah karena tak dapat memejamkan matanya. Lelaki yang biasanya terlelap ketika pukul setengah sepuluh malam, kali ini hanya terbujur diam dengan mata yang masih menatap langit-langit kamar.Di sampingnya, Rianti sudah terlelap dengan memeluk dirinya. Tangan Faisal memainkan helaian rambut hitam kelam istrinya dengan lembut. Ada rasa gelisah dalam hati pria itu ketika dalam pikirannya saat ini adalah wanita lain."Maafkan aku, Dik." Faisal mengecup kening Rianti sebelum perlahan melepaskan pelukan wanita itu.Faisal perlahan keluar dari dalam kamar dan berjalan dengan perlahan menuju ke lantai atas. Bisa dilihatnya dengan jelas kamar Joko dan Jelita tertutup rapat dan lampu di sela-sela pintu kamar tampak temaram.Pria itu terus berjalan perlahan tanpa bersuara menuju ke kamar paling belakang. Sesampainya di depan kamar Ayu, dia tampak ragu dengan keputusannya. Tangan Faisal yang sudah memegang gagang pintu dan baru saja menggerakk
Keesokan harinya, Ayu yang sedang membantu menyiapkan makanan bersama Rianti, berkali-kali mencuri pandang ke arah wanita itu. Dia tidak ingin menunda waktu untuk melaksanakan rencana yang telah dia dan Faisal susun semalam."Bibi, bolehkan Ayu meminta sesuatu?" tanyanya perlahan."Katakan, Nduk, apa yang hendak kau pinta?" Rianti dengan lembut menatap Ayu yang baru saja selesai menyiapkan sarapan pagi."Hmm … itu … anu … Ayu mau kursus, apakah boleh?" Gadis itu menatap Rianti dengan malu-malu."Kursus? Ya ampun, Ayu. Bibi sampai lupa mengatakan padamu." Rianti menarik tangan Ayu untuk duduk di kursi bersamanya."Iya, Bi?" Ayu menatap wanita dewasa yang sangat cantik dengan khawatir."Iya itu, Bibi sampai lupa kalau kamu masih perlu pendidikan. Maafkan Bibi ya, Nak." Rianti penuh kelembutan memancarkan kasih sayang seorang ibu menatap ke arah Ayu. "Sekarang katakan pada Bibi, Ayu mau kursus apa?"
"Joko, kamu urus rapat siang ini ya." Faisal mengemasi berkas-berkas yang ada di mejanya.Meskipun dia sudah tidak sabar untuk meninggalkan kantor, tapi raut wajah tenang Faisal tidak menampakannya. Dia tetap bersikap tenang dan dengan sedikit mempercepat gerakannya untuk menyusun berkas-berkas laporan."Ayah mau kemana?" Joko menatap Ayahnya dengan heran. Tidak biasanya pria itu melepaskan tanggung jawab untuk memimpin rapat."Ada pertemuan dengan teman lama. Siapa tahu bisa goal untuk bisnis lainnya." ada sedikit perasaan bersalah dalam dada Faisal yang sebelumnya tak pernah berbohong."Ooo … baiklah Ayah, nanti Joko akan buat laporannya.""Ayah pergi dulu ya, jangan lupa makan siang."Tanpa menunggu jawaban dari anaknya, Faisal melesat pergi. Dia tidak ingin menunda waktu lagi yang tentunya sangat berarti setiap detiknya. Pria itu hanya memiliki kesempatan selama dua atau tiga jam untuk bisa bersama Ayu, sia
Ayu menatap Rianti tak percaya dengan kata-kata yang baru diucapkan wanita itu padanya. Dia menemukan sinar mata ketulusan bukan canda seperti yang diharapkannya. Dada Ayu bergemuruh, karena apa yang dikatakan Rianti bukanlah hal yang diinginkannya.Ayu termangu tak mengerti apa yang harus dia katakan pada istri pertama dari pria yang sudah merebut hatinya. Hatinya menjadi gundah saat menyadari jika Rianti tidak menganggap dirinya sebagai wanita, melainkan sebagai seorang anak.'Tidak mungkin, aku tidak mau menjadi menantunya. Bagaimana bisa, jika yang ada di hatiku adalah Mas Faisal'"Nduk, tidak perlu kamu jawab sekarang. Bibi tahu ini terlalu mendadak hanya saja … Bibi berharap Ayu akan menjadi bagian inti dari keluarga ini." Rianti me
"Sayang sekali ya Mas, Ayu tidak mau menerima Joko." Rianti menghela napas. "padahal aku jelas-jelas melihat kalau mereka cukup akrab, aku pikir Ayu menyukai Joko.""Mau bagaimana lagi, Dik, namanya perasaan 'kan tidak dapat dipaksa." Faisal menghela napas lega, karena setidaknya hari ini berlalu tanpa kecurigaan dari Rianti."Aku kasihan dengan Joko, Mas. Dia sangat menyukai Ayu. Joko pasti kecewa dengan keputusan Ayu.""Joko anak kita itu sudah dewasa, Dik. Dia pasti bisa menerima dengan lapang dada." Faisal dengan lembutnya membelai rambut Rianti. "lagipula dia seminggu lagi akan pergi ke Sulawesi, siapa tahu di sana Joko bisa menemukan pengganti Ayu.""Aku harap kau benar, Mas." sahut Rianti dengan lemah."Ayo, Dik. Kita masuk ke dalam kamar." Faisal membimbing Rianti untuk masuk ke dalam kamar.Melihat wajah Rianti yang masih saja muram, Faisal merasa tersentuh. Dia kemudian dengan lembut, membaringkan tubuh istrinya di atas tempa
"Ayu …""Mas Joko?" Ayu terkejut ketika melihat Joko di depan pintu ruang kursusnya.Gadis itu tidak menyangka jika dia bisa berpapasan dengan Joko di tempat tersebut. Ayu menatap Joko dengan gelisah. Dia hendak bertemu dengan Faisal setelah selesai kursus, tetapi kehadiran Joko membuatnya tak bisa berkutik."Ayu sudah selesai kursus?""Sudah, Mas.""Sekarang sudah mau pulang atau jalan-jalan dulu?" Pertanyaan Joko membuat Ayu menelan ludahnya dan tersenyum canggung."Jalan-jalan. Mas tidak bekerja?" Ayu meremas tali tas yang menggantung di bahunya."Ini kebetulan ada kegiatan luar kantor di dekat sini, s
Tak dapat dipungkiri kekecewaan dalam hati Rianti yang sangat mendalam, ketika melihat duka di wajah anaknya, Joko. Pria itu harus patah hati untuk kedua kalinya pada gadis yang sama. Hati Rianti sangat sedih.Joko sudah menyatakan perasaannya dan niatan untuk menikahi Ayu secara langsung kepada gadis tersebut, tetapi kembali penolakan yang dia terima. Ayu, mengatakan padanya jika dia memiliki pria lain dalam hatinya dan tidak akan menikahi siapapun kecuali pujaan hatinya.Meskipun senyuman tegar terukir di wajah Joko, tapi Rianti tahu anaknya sungguh terluka. Hanya pada Ayu, Joko mau membuka hatinya. Kepergian Joko kali ini ke Sulawesi, Rianti harapkan bisa menepis luka di hati anaknya."Jangan lupa, sering-seringlah memberi kabar pada ibu ya." Rianti menatap mata Joko berkaca-kaca."Iya, Bu. Joko pergi cuma sebulan saja, jangan bersedih." Joko menggenggam tangan ibunya."Biasa Ayahmu cuma satu minggu, kenapa kau lama sekali?" keluh Rianti tanpa s
Beberapa hari kemudian setelah keberangkatan Joko ke Sulawesi.Hoek! Hoekk!Rianti terkejut ketika mendengar suara Ayu yang sedang muntah. Wanita itu segera menghampiri Ayu yang berada di dalam kamar mandi pembantu. Dia melihat jika gadis itu tampak pucat dan berulang kali mengeluarkan isi perutnya. Keadaan Ayu membuat khawatir wanita setengah baya itu."Ayu, kamu sakit, Nduk?" Penuh perhatian Rianti memijat leher Ayu."Entahlah, Bi. Ayu merasa tidak enak badan dan pusing." Ayu menegakkan tubuhnya. "Sepertinya Ayu masuk angin."Gadis itu kembali memuntahkan isi perutnya yang sudah kosong. Rianti merasa cemas melihat keadaan Ayu, dia bahkan membantu menyiram ceceran muntah gadis itu. Setelah merasa baikan, Rianti membimbing Ayu untuk duduk di dapur."Bik Ina, tolong buatkan wedang jahe ya buat Ayu," pinta Rianti.Wanita baik hati itu duduk di hadapan Ayu dan menggosokan minyak kayu putih ke sekujur tubuh gadis itu. Dia bisa merasakan s
[Jatah aku kasih aja ke mbak Rianti, Mas.]Lalu setelah itu telepon terputus, tidak ada kata-kata perpisahan, tidak ada ucapan 'i love you Mas', bahkan Ayu juga tak merengek minta dibelikan ini itu seperti kebiasaannya saat hari pertama menstruasi. Faisal menatap ponselnya dengan hati geram, ia juga kesal dan bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Ayu bersikap aneh begini?"Masa sih mens doang sampai enggak balas pesanku dari pagi? Dia juga bahkan menolak kedatanganku." Walaupun Faisal berusaha untuk berpikiran positif, namun tetap saja hatinya yang resah membuat dirinya terus menerus memiliki pikiran buruk. Bayangan Ayu berselingkuh, mengkhianati dia setelah semua hal yang ia lakukan untuk bisa bersama dengan gadis dusun itu."Enggak mungkin Ayu mengkhianati aku. Dia enggak kenal siapapun di sini, satu-satunya orang yang dia percaya dan bisa dia andalkan ya hanya aku."Faisal menghibur dirinya sendiri, namun tetap juga dirinya merasa kesal. Sebab dalam bayangannya har
Faisal menutup laptopnya dengan cukup kasar, deretan angka-angka yang tersaji di layar monitor membuatnya mual. Padahal biasanya dia santai-santai saja mengecek laporan harian pabrik minyak goreng kecil-kecilannya.Malah biasanya Faisal senang, sebab dia bisa melihat perkembangan usahanya dari hari ke hari. Hanya saja untuk hari ini dirinya sedang tak konsentrasi, dan tak mood untuk melakukan apapun.Semua itu terjadi karena Ayu tak kunjung membalas pesannya."Ke mana sih, dia? Memangnya dia sibuk banget sampai-sampai pesanku juga enggak dibalas?"Faisal meraih ponselnya dari atas meja, kemudian mengecek aplikasi pesan di beda pipih keluaran terbaru itu. Tadinya ia mengira jika saat ini Ayu mungkin telah membalas pesannya, tapi jangankan dibalas, dibaca pun tidak. Padahal Faisal sudah sejak tadi pagi mengirimi perempuan itu chat."Bener-bener deh perempuan itu, bisa-bisanya dia cuekin aku sampai begini. Padahal biasanya dia paling
Setelah Rianti menebar jala pembalasan dendamnya pada Dilla, sekarang ia akan menebar jala lainnya pada Ikka. Perempuan muda yang tak jauh berbeda dengan Dilla, dan juga Ayu sang pelakor tak tahu diri itu.Rianti mematut dirinya di depan cermin, mengenakan setelan terbaiknya yang membuatnya terlihat lebih berkelas dan elegan. Hanya celana panjang dan kemeja satin, namun pembawaannya yang tenang membuat Rianti terlihat lebih menarik. Dipulaskannya lipstick coral di bibirnya yang lembap, terlihat cantik dan sesuai dengan warna kulitnya. Usianya yang matang tak nampak sedikit pun penuaan di wajahnya, ia malah terlihat jauh lebih muda dari usia sebenarnya. “Sekarang aku harus memastikan Ikka pun melakukan apa yang kuinginkan. Bermain cantik, Rianti. Kamu bisa melakukannya.”Rianti bicara sendiri di depan cermin, menatap sepasang mata yang menatapnya balik dari cermin di hadapannya itu. Sepasang mata yang sudah lelah menangis hingga akhirnya tak bisa mencucurkan air mata lagi.Sepasang m
“Dil, beneran itu cowok buat aku?” Ayu tak bisa memalingkan pandangannya pada sosok pria bertubuh besar tersebut. Wajah pria itu tidak setampan Faisal, meskipun tampaknya berusia lebih muda. Tubuhnya pun membuncit di bagian perut, berbeda dengan suaminya yang rajin push up.“Iya, dia pengusaha batu bara.” Dilla mengedipkan mata.Seperti janjinya pada Ayu, gadis itu memperkenalkan sahabatnya dengan seorang pria yang bisa memenuhi semua kebutuhan -baik di ranjang maupun dompet- wanita itu.“Yakin kamu? Beneran kaya?” Ayu menyenggol lengan DIlla. “Letoy, gak?”“Kamu mau aku cobain dia dulu?” Dilla menantang Ayu.“Gak usah, ah.” Ayu menatap ke arah pusat kelakian lelaki itu. “Biar aku yang memastikan sendiri nanti, kalau gak jago aku tinggal minta putus.” “Bodoh, kamu. Gimana kalau bulanan dia lebih besar dari Mas Faisalmu?” Dilla memutar bola matanya.“Memangnya kamu dapat berapa dari dokter?” Ayu memincingkan mata.Uang bukan menjadi hal yang utama bagi wanita itu, karena dia mendapat
Rianti duduk tenang di balik kemudi. Dia menatap ke arah jalanan yang sepi. Matahari sudah masuk ke dalam peraduan dan suasana kelam di area parkiran belakang sebuah restoran makanan cepat saji, tidak membuat Rianti terganggu.Perempuan itu memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Dia saat ini sedang menanti seseorang, meskipun sudah lewat dari waktu yang disepakati, Rianti masih saja sabar menunggu.Dua puluh menit berlalu dari pesan terakhir yang dikirimkan oleh orang tersebut. Rianti masih menunggu dengan sabar. Meskipun beberapa mobil sudah pergi dari area parkir dan digantikan dengan mobil lain, hanya Rianti yang masih setia di tempat yang sama.Pesan tertulis kembali masuk. Rianti melirik dan melihat orang yang dia tunggu sudah tiba. Rianti menebarkan pandangan ke segal
Rianti tersenyum tipis ke arah bayi yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Matanya menatap tajam ke arah sosok manusia kecil dengan aroma yang khas, nyaris tak berkedip.Tangan Rianti mencengkram bantal kecil di samping bayi itu. Sangat keras dia meremas bantal itu hingga tangannya memutih. Jika bergeser sedikit tangan itu akan mampu membuat si bayi kesakitan.Wanita itu memandang ke arah jam di dinding. Sekarang sudah pukul sebelas malam dan Faisal belum juga pulang. Perasaan marah semakin memenuhi hatinya. Delapan bulan sudah dia menyatakan perang dalam diam pada Ayu. Merubah diri dengan luar biasa, hingga Rianti yang sederhana menjadi wanita modern. Rambut dan kulitnya semakin indah dan lekuk tubuhnya pun padat berisi. Rianti berhasil mengambil perhatian Faisal dan membuat lelaki itu mengabaikan Ayu. Dia tersenyum sinis di balik topeng bersahaja, menertawakan Ayu yang kelimpungan karena Faisal tidak pernah mau menyentuh wanita itu lagi. Rianti ingin membuktikan satu
Rumah ini … meskipun tidak sebesar dan semewah rumah Faisal, tetapi Ayu merasa puas. Rumah ini jauh lebih baik daripada rumah orang tuanya di kampung. Apalagi Faisal rutin memerintahkan pekerja untuk membersihkan rumah yang tidak pernah di tempati itu.Ayu menghempaskan dirinya di atas tempat tidur. Gadis itu memandang langit- langit kamar dengan perasaan puas. Dia menggerakan kedua tangan dan kaki terbuka dan tertutup, seperti gerakan orang yang sedang berenang.“Mas, sini dong bubuk sama aku.” Ayu menepuk tempat tidur di sisinya yang kosong. Faisal masih berdiri dengan kaku di dalam ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki itu seperti orang bodoh yang tidak tahu harus melakukan apa. “Mas … sini dong, kita kan sudah lama tidak berduaan begini.” Ayu memiringkan tubuhnya dan menumpu kepala dengan satu tangan.Gadis itu mengedipkan matanya manja. Dia meletakkan satu jari berputar di belahan dadanya. Ayu melepaskan satu bagian kancing blouse, sambil matanya menatap Faisal dengan penuh kei
Ayu merasa dirinya menjadi terdakwa dalam persidangan. Wanita itu merasa kesal ketika keesokan harinya kembali, ternyata Fitri dan Anisa masih ada di rumah. Wajah Ayu dia tekuk, malas berhadapan dengan saudara Faisal yang selalu menyudutkan dirinya.Dia tahu kalau dirinya sudah kalah telak. Ayu pun merasa sedikit demi sedikit perhatian Faisal padanya mulai berkurang. Pria itu tidak lagi mengutamakan dirinya seperti dulu, ketika mereka masih belum menikah. Tepatnya ketika perut Ayu belum membesar dan melahirkan Dewi.“Keputusan Ayu sudah bulat, Mas. Ayu ingin menjadi istri yang mandiri dan tidak selalu merepotkan Mbak Rianti.” Ayu menatap Faisal dengan tegas.“Kamu yakin bisa tinggal sendiri? Selama ini semua pekerjaan rumah tangga sudah diselesaikan o
“Kenapa mukamu bete, Yu?” Ikka yang baru saja pulang bekerja melihat Ayu sedang duduk di kontrakannya dengan wajah cemberut. “Banyak Mak lampir di rumah suamiku,” sahut Ayu asal. Wajah gadis itu terlihat ditekuk dan bola matanya berputar saat mengucapkan kalimatnya. “Mak lampir? Maksudmu?” Dilla yang baru saja muncul di depan pintu, langsung saja menceletuk ucapan Ayu “Itu, adik dan ipar suamiku datang. Ngeselin banget mulutnya nyotot sekali kalau ngomong. Pingin aku uleg jadikan rujak!” Ayu dengan bersemangat mempraktekan gerakan mengulek rujak. “Memangnya apa yang mereka lakukan sampai kamu kesal sekali?” Dilla yang penasaran duduk di depan Ayu dengan kaki yang tertekuk. “Masa mereka bilang aku Sundal?” Ayu melotot dengan sorot mata penuh kekesalan. “Dasar pakai hijab tapi mulut tidak tahu diselametin. Nyrocos terus … mulutnya nyinyirin aku terus. Memangnya kenapa kalau aku jadi istri kedua? Bukan juga istri simpanan. Gini-gini aku juga dinikahi secara agama, sah, hamil dan m