Seperti tersambar petir, tubuh Dinar langsung tegang, dunianya terasa gelap, ia duduk tegak dan kaku di atas kursinya, dokter Vera tersenyum pada gadis muda itu.
“Pasti anak pertama ya?, Jadi tegang seperti ini, ada keluhan apa?” Dinar tidak tahu harus menjawab apa, dia bingung, hamil? Ini tidak pernah terlintas di pikirannya sama sekali. Dia hamil anak Dirham, anak luar nikah. Wajah Dinar pucat lesu.“Ibu Dinar.”
“Iya dok, maaf saya tidak menyangka saja, ini terlalu cepat.”“Ibu ada keluhan apa? kandungan Ibu sehat, kalau soal mual itu sudah biasa ya Bu, morning sickness. Bisa dikurangi dengan makan es krim, atau makan buah yang ibu sukai,” Dinar masih pucat dia tidak tahu harus menjawab apa dari pertanyaan dokter Vera.“Saya tidak merasa apapun dok, mungkin belum. Cuma pagi tadi waktu mau kerja, perut saya terasa mual banget.”“Itu perkara biasa saat awal kehamilan Bu, makan yang teratur ya Bu, yang bergizi, banyak sayur ataupun ikDinar menutup wajahnya dengan bantal, ia terbaring lemah di atas tempat tidurnya, pikirannya berkecamuk, 'Dirham Assegaff akan mengakhiri masa lajangnya dengan seorang model seksi bernama Julia' itu berita yang baru saja dibaca di online news. Ada rasa marah dan kecewa di hatinya, tidak ada perasaan sama sekali. Dinar bingung, kalau ia bertahan tinggal di Jakarta berarti ia harus siap untuk menjawab pertanyaan dari teman-temannya serta orang yang dikenalnya. Ia takut anaknya akan dipandang rendah dan dihina. Tapi kalau pergi jauh, maka ia harus mencari alasan yang tepat untuk resign dari Restoran Azhar, memberi sebab yang masuk akal untuk ia beri pada Bu Ambar, Om Doni juga Zaky. Lalu Delia dan Edo, pasti semua akan bertanya-tanya kenapa baru masuk kerja sudah resign lagi. Dinar menekan bantal itu makin kuat ke wajahnya, haruskah ia akhiri saja hidupnya sekarang? Nggak! Mati bukan akhir segalanya.Itu bukan jalan penyelesaian. Akhirnya Dinar tertidur karena
Dirham memasuki sebuah restoran mewah, pandangannya meliar mencari dimana meja papanya yang sedang dinner meeting bersama beberapa relasi bisnis yang akan membicarakan tentang kerjasama projek mereka di daerah Jawa timur. Projek besar yang memakan biaya milyaran rupiah, dia adalah salah satu orang yang ditunjuk oleh papanya untuk mewakili perusahaan AAD Group. Karena papanya harus memimpin perusahaan di kota ini.‘Itu dia,’ akhirnya dia melihat papanya sedang melambaikan tangan memberi tanda keberadaannya. Dengan langkah pasti Dirham mendekati meja yang sudah ditempati oleh beberapa orang yang terlibat dalam projek besar itu.“Selamat malam semua, maaf saya datang lambat kena macet tadi.”Dirham menyapa mereka semua, ada yang mengangguk faham ada yang hanya tersenyum ada juga yang menatap tajam seolah berkata dalam hati 'Ini rupanya anak kebanggaan Assegaff'.“Jakarta mana pernah tidak macet. Kecuali dini hari.” sahut Aldiano salah s
Pagi itu Dinar menyelesaikan semua urusannya sebelum dia pergi jauh meninggalkan kota Jakarta. pertama, ia menemui ibu kostnya, memberitahu kalau ia sudah tidak menyewa di sana lagi, setelah itu ia pergi ke Restoran Azhar untuk mengantar surat resign, tentu saja keputusan tiba-tiba itu pasti akan mengundang seribu tanda tanya dari para staf tempat dia bekerja, Edo apalagi, dia tidak bisa menerima surat resign itu awalnya, tapi keputusan Dinar sudah bulat dia tidak akan mundur dan menunda kepergiannya. Dinar mengacuhkan bujukan Edo. Zaky yang pagi itu sudah ada di restoran juga merasa kaget dengan keputusan Dinar, tapi dia tidak ada hak untuk menahan keputusan gadis itu, sementara tangis Delia tidak dapat dibendung, Delia bahkan sampai tidak mau berbicara dengan Dinar ketika sahabatnya itu baru menyuarakan niatnya, tapi Dinar memberinya janji akan selalu menghubungi ia nanti setelah tiba di rumahnya. Dalam benak Delia, dia yakin kalau sahabatnya itu ada masalah berat yang tid
Dinar meninggalkan mall dengan hati yang berkecamuk, entah kenapa setelah melihat kemesraan Dirham dan wanita seksi tadi hatinya jadi sakit, sedih. Apa mungkin itu cuma reflek perasaan seorang ibu untuk anaknya, sedangkan dari awal dia sudah bertekad untuk tidak lagi menemui lelaki itu, tidak mau masuk dalam dunianya yang nanti akan makin membuat dirinya terluka karena kebenciannya.Dinar ke mall tujuannya untuk membeli beberapa barang yang nantinya di butuhkan di tempat barunya, siapa sangka dia melihat Dirham sedang jalan dengan Julia, melihat Julia yang serba dengan kesempurnaan membuat Dinar merasa tidak percaya diri, rupanya seperti itulah selera seorang Dirham Assegaff, ayah dari anak dalam kandungannya. Anak yang tidak dikehendaki ayahnya, anak yang tidak disangka keberadaannya oleh dirinya sendiri.Dinar teringat isi obrolan Dirham dengan ibunya di telepon beberapa minggu lalu, lelaki itu belum siap untuk menjadi seorang ayah, itulah s
“Kamu pulang sama siapa, Nduk?” Pelukan erat yang sangat dirindukan selama ini masih belum dilepaskan, dekapan yang menjadi obat dari segala kesakitan yang dia alami selama berada jauh di tempat orang, inilah surganya, inilah tempat dia ingin tuju ketika dirinya dalam ketakutan. Pelukan hangat seorang ibu. “Ayo masuk dulu, ya Allah mimpi apa Ibuk tadi malam, kok pulang ndak ngabari to, Nduk.” “Dinar kangen Buk, kangen sama Ibuk dan Arfa, jadi mutusin pulang saja, sendiri aja kok Buk. Mau sama siapa memangnya.” Pelukan dileraikan, Dinar masih menggandeng lengan Kinanti erat, sifat manjanya akan keluar ketika dia sedang ingin menyalurkan rindunya. Kinanti membawa putrinya ke dapur, menyuruhnya duduk dan mengambilkan wedang ronde kesukaan Dinar juga bolu kering buatannya. “Kapan hari Ibuk ngimpi, Kowe moleh gowo jodoh. Diganjal dulu perutnya biar ndak sakit, kena angin malam di bus kan, takut masuk angin.”
Dinar yang tadinya tiduran di kasur kecil di depan televisi langsung duduk tegak menatap ibunya, sorot matanya gelisah tapi mulutnya masih diam. Gadis itu kembali menghadap kearah televisi yang entah tayang acara apa.Dia sudah tidak fokus pada acara yang di tonton sejak dia sadar ibunya sedari tadi mencuri pandang ke arahnya.“Jawab Ibuk, Di.” Kinanti berbicara agak tegas.“Maksud Ibuk apa? Aku nggak ngerti buk.”“Anak siapa yang ada di rahimmu?” suara Kinanti bergetar.“Ibuk ngomong apa?”“Jangan pikir Ibuk ini bodoh Ndak tau apa-apa. Jawab Ibuk, siapa lelaki itu?” Kinanti menarik lengan Dinar agar memandang kearahnya, putrinya itu dari tadi selalu mengelak jika mata mereka bertemu, dari situ Kinanti semakin yakin ada sesuatu yang tidak beres dengan putrinya.“Jawab Ibuk Di, jangan bilang dia tidak punya bapak. Ibuk selalu
Rumah Pak Anton “Jadi putrimu itu sudah pulang, Ti?” Pak Anton bertanya pada Kinanti yang sedang duduk di depannya. Sementara Arfa menunggu urusan ibunya selesai sambil duduk di atas motor di depan toko saja, dia tidak mau masuk karena merasa gerah belum mandi. “Iya Pak.” “Duduk dulu, Aku ndak jelas dengan maksudmu tadi to, maksudmu menanyakan Andika kenapa?” “Mmmm, itu maksudku.. ” Kinanti jadi bingung mau menyampaikan maksudnya menemui pemilik toko serba ada itu. “Oh, aku ngerti sekarang, Andika sedang ada urusan di Bali, dalam waktu sebulan gitu baru pulang, ada kursus di sana.” “Begitu, jadi gini Pak, niatku datang itu mau bertanya lagi, apa niat Andika melamar putriku masih bisa diteruskan?” akhirnya Kinanti nekad, tidak mau hilang kesempatan ketika Pak Anton mengatakan mengerti maksud kedatangannya. Lelaki seusianya itu berdiri dan mengambil beberapa gelas air miner
Kediaman keluarga Assegaff “Am bagaimana persiapan untuk proyek kita di sana?” Adam bertanya pada putranya, mereka sedang menikmati makan malam bertiga, Nora sedang sibuk mengambilkan lauk untuk suaminya. Dirham yang fokus ke layar ponselnya menoleh pada papanya. “Ini Pa, Am sedang follow up dengan Aldiano. Dia yang Am minta untuk carikan tempat untuk disewa.” “Jadi kapan rencana kalian berangkat ke sana?” “Aldiano ngajaknya tiga Minggu lagi, Pa. Itu sepertinya mepet banget dengan hari dimulainya pembangunan.” “Berangkatlah dua Minggu lagi, bisa juga Am pelajari apa-apa di sana nanti, cari tempat yang nyaman sedikit biar betah, tidak pulang ke Jakarta terus.” “Tetap pulang dong, Pa. Paling tidak seminggu sekali ya, Am. Mama bisa sakit rindu nanti sama putra kesayangan Mama.” Nora membantah ucapan suaminya. Dia tidak mungkin bisa berlama-lama tidak bertemu dengan putranya.
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Mature content “Sayang, sabar.” Dinar mengacuhkan kalimat suaminya, entah kenapa sejak ia masuk ke dalam kamar, hasrat seksualnya naik tiba-tiba. “Mas, aku tidak bisa sabar lagi.” Dinar langsung menyerang Dirham dengan ciuman-ciuman panas, Pria itu bergerak mundur dan masuk dalam kotak kaca, ia membalas setiap lumatan dan sesapan bibir istrinya. Tangannya menahan tengkuk Dinar agar ciuman panas dan dalam mereka tidak terlepas. Bagian bawah tubuh Dirham sudah berdiri mengeras di dalam celana chino-nya. Begitu juga Dinar ia merasakan denyutan yang semakin menggila di bawah sana. Ia merapatkan kedua kakinya menahan rasa juga keinginan. Pria itu menarik dress istrinya lalu dilepaskan menyisakan penutup bagian dalam saja semakin membuat hasrat Dirham bergelora menatap tubuh indah yang tidak berubah dari awal mereka bersama, Dinar juga tidak tinggal diam, ia menarik turun celana sang suami, matanya membulat saat tangannya meremas sesuatu yang sudah menge
“Iya, ini Ruby. Yang saya kandung waktu masih di sini dulu, Mak. Ini Abizaair adik dia. Ini Loli pengasuh mereka. Ayo sayang, Salim sama Nek Marni.” Mak Marni manggut-manggut dengan mata berkaca-kaca. Terharu ternyata masih diberi kesempatan bertemu dengan majikannya yang baik seperti Dinar dan Dirham.“Saya kaget waktu Masnya menghubungi saya, untuk membantu membersihkan rumah ini.”“Ini semua juga buat saya kaget, Mak. Suami saya selalu memberi kejutan.” matanya memandang pada Dirham yang membaringkan Ruby di atas sofa.“Nak Loli, mari saya tunjukkan kamar untuk tidurkan nak Abizaair.” Mak Marni membawa Loli ke kamar yang memang disediakan khusus untuknya dan anak-anak.“Mas, sebaiknya Ruby juga dipindahkan sekali, lagian mereka juga sudah makan tadi di bandara, biarkan mereka istirahat dulu.”“Iya, aku juga ngantuk. Padahal baru jam 1 siang.”
Mendengar kalimat dari staf itu membuat wajah Rosy pucat seketika. Jadi pria yang begitu mempesona dan sesuai dengan impiannya adalah pemilik Cafe tempatnya bekerja. Istrinya juga berada di sini dan terlihat sangat saling mencintai. Ada rasa malu terselip dalam hatinya tapi rasa terpesonanya masih menguasai perasaannya. Pria yang sangat luar biasa, sudah tampan mempesona dengan postur tubuh sempurna kaya rasa dan romantis. Wanita mana saja pasti akan bertekuk lutut di depannya. Sungguh beruntung wanita yang sudah berhasil menjadi istrinya.“Kamu staf baru ya, tidak tahu kalau itu adalah owner Cafe, itu bos kita. Istrinya sangat baik, ramah dengan siapa saja.” tambah pekerja itu memuji istri bosnya. Sejak bekerja di sini, ia baru tiga kali bertemu dengan istri bos, Dinar tidak segan-segan memberi contoh jika staf baru tidak tahu cara mengerjakan tugasnya.“Mm, i-iya. Gue staf baru.”“O, pantas saja tidak ken