“Pa, please udah ya. Alifa ngantuk!” Alifa pelan-pelan berdiri dan berjalan ke kamar.
Aliza pun ikut serta. Sekarang tinggal manusia-manusia yang profesinya menjadi orang tua itu yang di sana. Bangga, terharu putri-putrinya sudah besar dan apa yang menjadi ketakutan mereka tidak terjadi. Malam ini, Alil dan Alis menginap di pesantren setelah pulang dari acara di rumah temannya.***“Mas,” panggil Ayu.“Iya, itu kenapa bajunya belum ganti?” Harsa menoleh dengan wajah kecewa.“Aku haid, Mas!” Ayu sedikit tertawa meskipun lumayan merasa kecewa.“Alhamdulillah.” Harsa naik ke atas ranjang dan mengecup kening sang istri.“Tapi pengen!” rengek Ayu.“Nafsu bagai bayi yang menyusu. Masih ingat itu? Yang ada di Qosidah Burdah,’ kata Harsa.“Ya jelas inget. Sering banget Mas Harsa ngomongin ini. Bolak-balik ngomongin ini. Aku capek dengernya!”“Nah, ini nih. Be“Mommy, Mommy tidung teyus sih!” Alifa memeluk Nyiur yang tertidur di sofa. “Kak, adik aus!”Alifa yang baru bangun itu sempoyongan enghampiri Aliza dan Nyiur. “Adik aus? Adik mau minum susunya Mommy?” Aliza bangkit sembari memegang tangan saudaranya, jiwa kakaknya memang dapat banget pada diri anak ini. “Mauuu!” rengek Alifa. “Mommy masih tidung, minta Bunda aja yuk!” ajak Aliza. “Ayuk!” sahut Alifa. Kebetulan, Ayu sedang menyusul Alil dan Aliq. Harsa pun turut serta ada di situ. Baru sampai depan pintu mengetahui hal tersebut, Alifa langsung balik badan dan kembali tiduran di atas Nyiur. “Dik, Alifa! Katanya aus, kok pelgi?” kata Aliza. Harsa langsung turun tantangan dan menghampiri putri manis itu. “Kenapa Kak? Adik mau minta minum?”“Iya, Pa, tapi pelgi,” jawab Aliza. “Kakak mau minum juga?” tanya Harsa. “Mau, mau susunya Bunda tapi
"Mommy udah tidung, Kak Ija mau itu Pa. Mau makan cop ayam yang dibikin Oma dicupapin Papa. Boleh?" tanya Aliza. "Boleh dong Sayan!" Bahasa menggendong kedua putrinya satu di sebelah kanan dan satunya di sebelah kiri dengan terlihat begitu entengnya dibawa ke dapur untuk makan. Sesekali harga memainkan mereka untuk diterbangkan dan dijatuhkan yang membuat tawa mereka semakin khas saja terdengar di telinga. Nyiur sebenarnya belum tidur hanya masih tetap pura-pura untuk menegakkan putri-putrinya yang ikut khawatir. ***"Happy birthday to you. Sayang." Nyiur mengecup kening Waktunya memang masih jam 12 malam. Biar cukup mendatangi kamar Alifah dan juga Lisa sembari memberi kecupan dan ucapan. Tak lupa Harusnya juga ikut serta di situ. Berangkat sempat kebingungan akan membangunkan Ayu untuk ikut mengucapkan atau tidak karena ternyata Ia juga sedang lelah setelah Ali dan Alif malam itu belum tidur.
"Seneng dong," jawab Aliza. "Seneng buaaanget!" imbuh Alifa. "Yee, papa juga seneng. Potong kuenya, potong kuenya." Lagu selmat ulang tahun berdendang merdu di kamar si kembar. Bahkan, yang lagi ulang tahun meskipun bangun tidur juga sudah excited ikut menyanyi. Tidak ada yang pendiam di anatara kedua putri Harsa itu, semuanya cerewet dan petakilan seperti Ayu. "Pa, Adik Alil Aliq tidung?" tanya Aliza. "Iya Sayang, Adik tidur. Ini kue pertama mau disuapin ke siapa?" Harsa tersenyum menatap secara bergantian ke arah mereka. "Bunda!" celetuk Alifa. "Kak Aliza pilih... Ibu!" teriak Aliza. Lagi-lagi Harsa bangga pada mereka. Untungnya yang dipilih kedua perempuan cantik itu. Harsa sebenarnya khawatir karena takutnya membuat yang satu iri jika yang dipilih ada dirinya. Untuk perkara seperti ini, Harsa selalu siapa jika memang sebaiknya mengalah. "Masyaallah, entar
"Mampus ketahuan Aliza!" batin Ayu. "Hehe, nggak apa-qpa. Ini punggung bunda kayak gatal gitu Sayang, coba Kak Aliza garuk!" pintar Ayu. "Mana? Tangan kaka masuk?" tanya Aliza. "Nggak usah Nak, dari atas baju aja," kata Ayu. Ayu segera menggendong Aliza dan melangkah serta menutup pintu secara perlahan. Nyiur dan Harus tidak tahu jika Ayu membawa Aliza keluar kamar mandi untuk ke kamarnya. "Bunda, Kakak pengen tidung cama Bunda," kata Aliza. "Boleh Sayang, tapi Adik Alifa tidur sama siapa?" tanya Ayu. "Ehmm, yah Bun. Kakak pengen cama bunda pumpung semua adik-adik tidun. Kaka mau cama bunda," rengek Aliza. Sesuatu yang disadari oleh orang tua. Anak pertama terlalu dirasa baik-baik saja padahal merek juga ingin seperti adik-adiknya. Hanya saja jiwa mengalahnya lebih menang. Jarang-jarang ada anak seperti Aliza yang mampu menyampaikan keinginannya itu dengan tenang. "Kak Aliza, oke
"Adik, angun? Tuyunin kakak, Pa," pinta Alifa."Adik, Adik jangan nangis!" Aliza berusaha memeluk Alifa."Huaaaaaa aaa aaaaa aa!" "Anak bunda!" Ayu menghampiri dan Alifa. Alifa langsung terdiam saat dirinya dipeluk oleh Ayu. Harsa bingung mau berkata apa, begitu pula Nyiur. Mau heran, tetapi Alifa memang lebih sensitif kepada Ayu daripada orang tua kandungnya sendiri. "Bun, Alifa mau hiks cama Bunda," kata Alifa dengan terisak."Ehmm, iya Sayang iya. Adik Alifa pengen tidur di mana? Kita tidur ya Sayang sudah malam, tadi itu Kakak Aliza habis dari kamar mandi mampir ke kamar Bunda, Kakak Aliza sayang Adik, Kakak Aliza nggak ninggalin Adik," kata Ayu berusaha menenangkan. Barangkali yang membuat cemburu adalah keberadaan Aliza di kamar Ayu. Mungkin penjelasan Ayu membuat Alifa lebih tenang. Akan tetapi, bagaimana dengan perasaan Aliza? Baru saja ia mengungkap apa yang diadakan, tetapi Ayu mem
"Ada apa? Nggak mau ah ya'g bikin mikir, Nyiur mau tidur aja sambil peluk Kakak." Nyiur kembali merebahkan diri dan memeluk Aliza. Harsa yang gemas langsung turun dari ranjang dan ikut tidur di samping Nyiur. "Saya juga mau peluk kamu." "Terserah, jangan bisikan yang bikin mikir!" "Cuma mau bilang, Mas sangat cinta sama kamu." CUPP. Kecupan mendarat, tangan Nyiur pun beralih dikalungkan pada leher Harsa dengan tubuh yang bergotong royong untuk bangun dan berpindah. Ya memang seperti itu poin positif dari seorang suami istri. Keluarga yang harmonis adalah satu-satunya rumus ketenangan dalam rumah tangga. Masalah ekonomi? masalah anak? Ini juga permasalahan. Akan tetapi, banyak yang tidak menyadari bahwa benteng dalam menghadapi hal tersebut adalah keharmonisan. Karena yang diucapkan dalam ikrar pernikahan itu adalah menerima nikah dan kawinnya, hubungan dalam gejolak mahkotanya, sedangkan perkara seperti adanya eko
"Nggak gitu maksudku, Mas. Pengen denger mulut Mas janji," kata Nyiur dengan manja. "Oke, saya janji. Saya janji nggak akan selingkuh, Sayang," ucap Harsa."Masa gitu ngomongnya?" Nyiur menggeser duduknya untuk lebih bersandar."Masih salah lagi?" tanya Harsa."Ya emang belum pernah benar dari tadi!" celetuk sewot Nyiur. Wanita kalau marah begini saati jam dan keadaan seperti ini mintanya apa? Harsa masih berpikir, apanya yang kurang tepat? Bukan perkara sudah berapa tahun menjalani pernikahan, tetapi kamus wanita memang terkadang pembaharuannya di luar nalar. Jika harusnya masih terus mendiamkan tentu ini akan menimbulkan perkara yang berkepanjangan. maksudnya bukan berkepanjangan yang berakibat sesuatu yang menyebabkan permusuhan di antara keduanya tetapi hal ini bisa melemahkan sesuatu yang seharusnya bisa mereka nikmati dengan baik. Nyiur masih tetap berada pada posisi marahnya. Di malam ters
"Setia kawan dong," jawab Nyiur. "Hahha, alasannya supaya Ayu tidak cemburu kan?" tanya Nyiur. "Lebih tepatnya nggak mau ada keributan di jari ulang tahun kembar. Eh ya ampun, emang sempat nggak ya Mas kalau ikut, tapi sorenya kan acara ulang tahun si kembar." Baru saja lupa bahwasanya sorenya ada acara untuk sang putri dan sedangkan baginya ada tawaran dari harta untuk ikut membaca Qosidah Burdah di lapangan. Harsa sendiri juga lupa Padahal mereka baru saja merayakan secara kekeluargaan. Serasa belum merayakan karena diterpa konflik kecemburuan para bayi tersebut. "Aduh, kenapa bisa lupa banget ya? Saya juga gak bisa ini, harus urus dekorasi dengan maksimal. Soalnya Saya tidak puas Kalau dekorasinya itu terbuat tanpa sepengetahuan saya meskipun ini sudah kita serahkan kepada si terhandalnya. Ya udah kita ikut lain kali aja." Harsa mengurut dadanya yang merasa buruk karena sampai lupa dengan hari tersebut. "Terserah
Harsa: "Aman, Sayang. Kamu di belakang saja sama Nyiur." Ayu: "Huuh, iya-iya!" Harsa: "Hehe, bentar ya Sayang ya." Sejatinya, poligami itu pilihan. Pilihan yang bergantung pada kejadian apa yang menyebabkan diri tersebut harus, wajib, atau tidak dianjurkan poligami. Dalam Al-Qur'an memang poligami itu diperintahkan, Nabi Muhammad juga melakukan, tetapi tidak sekedar perintah mentah yang tak mempunyai syarat dan ketentuan. Dalam surat An-Nisa', poligami diperintahkan sampai maksimal empat, salah satu syaratnya yaitu dengan syarat adil terhadap para istri dan itu pun di ayat selanjutnya dipertegas bahwasannya laki-laki tidak akan bisa adil terhadap istri-istrinya. Itu artinya, poligami sifatnya kondisional. Penjelasan dari maksimal empat itu sendiri memliki maksud dalam sejarahnya sebagai batasan karena dulu di zaman Rosululloh itu laki-laki menikahnya dengan banyak sekali perempuan. Nabi Muhammad pun, melakukan poligami selepas istri pertamanya meninggal, poligami Nabi Mu
Poligami menjadi perbincangan besar mungkin dalam suatu kalangan ada yang berpikir bahwasanya poligami ini dianggap haram. Ada juga yang menganggap bahwasanya poligami itu justru dianjurkan. Saat ini harusnya berada di tengah orang yang menganggap bahwasanya poligami itu haram. Bisa dikatakan yang mengatakannya itu adalah orang baru di lingkungan tersebut. Bukan hanya berhasil menjadi orang baru yang memikat banyak perhatian karena ia adalah seorang yang kaya raya dan menjadi cucu dari kepala desa tersebut tetapi orang tersebut juga menjadi seorang yang terkenal agamanya kuat karena kabarnya juga dia ke situ itu setelah pulang dari pesantren serta kuliah juga di luar negeri. Mengetahui hari saya memang poligami seseorang tersebut mendatangi rumah Harsa dan mencoba mengatakan untuk menceraikan salah satu dari istrinya. Ayo langsung emosi Mendengar hal tersebut ya langsung ke belakang dan membicarakan hal tersebut dengan nyiur dengan keadaan wajah yang sa
Itu semua adalah bayangan harga dan akibatkanlah mereka saat ini sedang di kamar tidur. tiba-tiba teringat dengan putrinya, yaitu Aliza yang dijodohkan dengan Yudhistira. bentar lagi memang acara apa di pesantren tersebut itu terlaksana dan rencananya mereka akan membahas hal tersebut lagi. Mereka bercerita seperti itu seakan-akan sudah nyata. meskipun harus sah dan istri pertama usai honeymoon di Bobocabin Coban Rondo Malang mana tempat tersebut juga menjadi tempat yang Ayu inginkan saat mereka di sana Ayu merasa sangat iri sekali sangat ingin segera ke sana dengan Harsa setelah Harsa pulang ternyata keinginan tersebut sudah hilang juga Ayu tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke sana bahkan sekarang yang ia bahas setelah hari Sabtu pulang itu bukannya menceritakan tentang bobo cabin Coban Rondo tersebut tetapi saat ini Ayu justru terbuka untuk saling ngobrol mengenai masa depan dari anak-anak mereka. tidak keberatan untuk Harsa
Saat acara haflah di pesantren Nyiur, Harsa, dan juga Ayu, mereka terlebih dahulu sowan ke ndalem dan di sana mereka juga bertemu Yudhistira Pamungkas yang menjadi pura kecil dari Bhima Purnama dan Tessa Soraya yang merupakan pengasuh cabang pesantren yang dulu ditempati oleh mereka bertiga. "Om Tila ayo main!" ajak Aliza. "Main apa Za?" Kini keakaraban Yudhistira dengan putri Harsa pun sudah sangat erat. Sebenarnya mereka itu dijodohkan dari kecil, Yudhistira menyadari itu karena saat ini dia sudah menginjak usia SMP. Jaraknya memang sangat jauh, tetapi orang tua mereka yakin untuk menjodohkan sejak dini. Yudhistira ini orangnya cool, tidak terlalu mengurusi juga apa yang orang tuanya rencanakan. Berbeda dengan Aurora Willona. Sosok cantik kembaran Yudhistira yang sangat cerewet dan nakal. Meskipun sudah ditegur beberapa kali, dihukum juga, ia tetap saja teguh pada apa yang menjadi keinginan. Cewek tomboi, andaikan dia tidak berada di lingkungan yang kenthal agama, mungkin
"Mas Harsaaaaaa! Ayu kangen banget banget banget!" Ayu langsung memeluk sang suami saat masih di depan pintu. "Kamu nggak kangen aku, Ay?" tanya Nyiur. Ayu beralih memeluk Nyiur. "Kangen dong! Kapan sih aku nggak kangen sama kamu!" "Huum, Ayu! Lihat nih Mas Harsa KDRT!" kata Nyiur. "Mas Harsa!" Ayo melotot keras saat melihat lebam di tangan Nyiur. "Kalian ini udah mau bikin saya naik daerah ya masih di depan pintu!" CUPP CUPP Harsa mengecup keduanya dan memberi senyuman desta merangkul mereka untuk segera masuk ke dalam rumah. Putri dan putra mereka tanpa senyum bahagia dan bersorak meskipun sang buah hati yang masih kecil masih bisa tertawa tawanya bayi. Raut wajah mereka tidak bisa bohong bahwa mereka itu sangat merindukan Nyiur dan juga Harsa. Meskipun saat berada di dalam telepon juga Mereka terlihat seperti negara-negara saja itu sebenarnya nyiur dan
"Hahah, iya-iya. Kita keluarkan bareng-bateng ya Sayang!" Harsa masih sempat mengecup Sudah sejauh ini ia melangkah dalam rumah tangganya. Pernah berpikir, dulu waktu kecil punya kesenangan yang luar biasa itu ketika berkumpul dengan teman dan bermain bersama. Harsa terbengong di depan cermin saat menunggu istrinya masih buang air besar. Waktunya cepat sekali berubah. Seakan-akan kita hidup di dunia ini hanya tentang kenikmatan sementara dan digantikan dengan kenikmatan lain seiring berjalannya waktu. Itu bukan seakan-akan, tetapi kenyataan. Yang sebenarnya, dari situ Tuhan sudah memberi peringatan. Ya, peringatan bahwasannya hidup di dunia hanya mampir. Kebahagiaan di setiap detiknya berubah. Ini juga tentang, bagaikan merawat waktu yang sedikit ini untuk bisa menyelaraskan antara kepuasan dan kebijaksaan. Hidup itu ya begitu-begitu saja. Ada ekspetasi, kepuasaan, kekecewaan, dan kekhilafan. Kecil adalah simulasi dari besar. Waktu
"Sayang, aku kebelet banget! Tapi males ini gimana?" tanya Nyiur. "Ya dilawan dong malasnya. Emangnya kamu mau jadi budaknya hawa nafsu? Mau jadi pembantunya? Baru aja semalam kita bahas di Qosidah Burdah pasal 2. Hati-hati sama nasihatnya hawa nafsu, hawa nafsu sesat Sayang!" Harsa menghentikan mobilnya. "Mas! Apa sih orang kebelet malah diceramahin! Bisa-bisa aku ngompol aja di mobil kamu ini!" sahut ketus Nyiur. "Hmmm, maaf Sayang nggak ada maksud Mas yang mau menghakimi kamu! Sini peluk dulu!" kata Harsa. Nyiur pun mengambil kesempatan yang diulurkan oleh tangan sang suami. "Ceramahin boleh banget, tapi Nyiur lagi sensitif hawanya Mas. Aku pengennya marah-marah, aaa nggak jelas deh. Aku jadi makin kangen Ayu kalau lagi nggak jelas kayak gini. Tahu gak Mas? Aku sama Ayu yuh kadang punya perasaan ngerasa gak jelas kayak gini barengan loh." Mungkin, efek akan datang bulan. Ini yang ada da
mereka sudah beberapa hari menginap di Bobocabin Coban Rondo. saat sore hari sudah waktunya mereka untuk pulang, rasanya ya seperti masih ingin berteduh di tempat tersebut lebih lama. akan tetapi tidak bisa dibohongi mereka juga merindukan yang di rumah entah itu Aliza dan Alifa Ayu Alil dan Aliq maupun orang tua dan mertuanya. Salah satu beredar mereka supaya bisa ikhlas atau menerima bahwa mereka itu tempatnya tidak bisa selalu di situ ya karena menyadari bahwa mereka itu sudah berkeluarga dan memiliki keluarga yang tempatnya tidak di situ. tempat tersebut memang memberi sebuah ketenangan yang luar biasa untuk mereka dibalik seluruh keresahannya selama ini. bukan hanya menyediakan tempat untuk bersenang-senang bagi mereka dalam menjalankan sesuatu yang memang menjadi misi akan tetapi mereka di sana Ini juga banyak belajar tentang sebuah kerukunan yang ternyata Puncak dalam mencapainya itu harus disertai effort yang luar biasa. Di sana mere
Endingnya selalu memuaskan. Mereka sama-sama puas dan merasakan apa yang memang menjadi tujuan. Namun, di sisi lain Harsa merasa dirinya terlalu keras terhadap sang istri dalam urusan dunia erotisnya. "Maaf ya kalau di sini Mas mainnya lumayan lebih keras," bisik Harsa. "Hemm, gapapa suamiku, Nyiur seneng kok. Cuman kalau jadi, Mas jangan marah," jawab Nyiur. "Jadi apanya?" tanya Harsa. "Ya jadi anaklah," jawab Nyiur terkekeh. Sebuah hal terjadi di dunia ini sudah banyak tipu dayanya. Harsa mencoba angkat bicara seperti apa yang dinasihatkan dalam Qosidah Burdah pasal dua. Salah satu baitnya mengatakan tentang tipu daya, di sana pakai kata lapar lebih sering dari kenyang. Ini artinya, godaan hawa nafsu itu lebih pintar menyusun godaan yang mana akibatnya tidak seberapa memberi keberuntungan. "Jadi kembalinya gini Sayang. Ya kalau nggak siap dengan akibat, ngapain berbuat?" "Kan bisa jadi karena ngga