Part 24. Gadis Penggoda
Hari mulai beranjak gelap, Akira termenung di sudut ruangan. Matanya nanar menatap lurus ke arah jendela yang menampakan hilir-mudik kendaraan yang berseliweran di sekitar bangunan berlantai 3 itu. Pikirannya melayang memikirkan sosok Edy yang begitu mengharapkan dirinya.
Sejak pertemuan kemarin, pria itu tak pernah lagi menyapa atau sekedar tersenyum saat berpapasan dengannya. Sikapnya tampak begitu dingin saat menatapnya. Ia sadar telah menyebabkan pria itu marah dengan keputusannya. Padahal dirinya sungguh tak ingin menyakiti hati orang lain. Apalagi seseorang yang pernah dekat dengannya. Akan tetapi dirinya harus apa? menerima permintaan pria itu untuk menjadi kekasih? itu tidak mungkin. Karena yang menjadi kekasih baginya adalah orang yang betul-betul serius untuk menikahinya. &nPart 23. Rencana Gila Rasa ini sungguh gila hingga membuatku ingin terus bertanya apa yang kau rasa terhadapku, Akira? apa mungkin kita bisa bersama menjalin kisah indah dalam takdir hidup yang digariskan Tuhan? pikirku percaya diri. Atau kita hanya akan terus bercerita sambil makan tanpa mengungkap rasa? Akira adalah wanita muslim yang taat. Sangat jauh berbeda dengan aku bukan? yang sedari kecil tak pernah mengenal Tuhan. Kehidupanku hanya berkisar pada harta dan wanita, kulakukan semua yang ingin kulakukan tanpa ada yang melarang. Kurasa melibatkan Tuhan dalam urusan hati bukanlah sesuatu yang penting. Jadi apa salahnya aku mencoba? Rasa ini menggangguku siang dan malam, tak pernah dalam hidup aku ditolak dan berharap hari ini gadis itu berubah pikiran dan mau menerimaku. Sudah berkali-kali aku memintanya menjadi kekas
Part 25. Masa Lalu Gita Rasa sakit yang pernah digoreskan seseorang memang tak mudah hilang begitu saja. Walaupun sudah berlalu bertahun-tahun lamanya. Sakit itu tak akan hilang sebelum menemukan obat yang bisa menyembuhkan luka itu. "Kamu pasti tidak akan menyangka gadis polos yang sering dibuly cewek-cewek sombong dan dengan perhatian kau bela, itu adalah aku," ucap Gita lirih. Gadis itu sedang duduk di cafe tak jauh dari kantor. Datang lebih awal ke kantor caranya menjadi karyawan teladan di kantor sehingga dengan mudah menarik simpati para atasan karena kedisiplinannya dalam bekerja. Ia sedang berbalas pesan dengan seseorang. [Tahu nggak, hubungan kami semakin dekat, loh. Kamu pasti tidak akan menyangka lelaki itu
Part 26. Kasih Tak Sampai Merlyn kekasih Ramdan. Gadis cantik berpostur tubuh ala model dengan banyak kawan. Sangat serasi bersama Ramdan. Sementara Aku? sudahlah cupu, tak punya kawan dengan wajah pas-pasan malah nyaris buruk rupa. Pikir Mala saat melihat kedekatan Ramdan dan Merlyn. "Jadi kamu yang bernama Mala? pintar sih, tapi nggak punya teman, Kan? duhh kasihan sekali, Yah," cibir Merlyn menghampiri Mala saat sedang duduk di kantin kampus. "Eh hati-hati, loh, ntar kita dilaporin ke Ramdan kalau bersikap kasar sama Mala," ejek Santi yang ikut bergabung bersama kedua kawannya. "Ah masa sih? Ramdan siapa? Cowok aku?" tanya Merlyn dengan nada mengejek. "Duhh atut akuh," timpal yang lain tertawa. &nbs
Part30. Ingin Menikah Setelah mengikuti rangkaian meeting bersama jajaran direksi dan beberapa pengusaha dan pemerintah setempat. Ramdan segera kembali ke Bontang. Kali ini ia tak bersama Gita, mengingat perbuatan gadis itu kemarin malam membuatnya memutuskan untuk memesan mobil lain untuknya. Hal itu dilakukan untuk menghindari situasi tak diinginkan saat berdua dengannya. Ia tahu seseorang yang memiliki obsesi berlebihan akan bertindak di luar nalar. Rasa di hatinya bercampur antara marah dan kecewa dengan sikap rendah gadis itu. "Bapak kok tega banget sih sama saya?" kata Gita tak terima saat diminta untuk naik taksi online. "Itu biar kamu nggak bertindak macam-macam. Sudah, naik saja, atau mau tinggal di sini!" ucap Ramdan ketus.
Part 27. Ditinggal Bos Sakit hati atas perlakuan geng Marlyn sewaktu kuliah, memang menjadi rasa perih yang tak terobati bagi Gita alias Mala. Benih-benih cinta yang dulunya ada untuk Ramdan pun kini berubah menjadi obsesi untuk bisa membalas rasa sakit hatinya. Meskipun Ramdan sempat menolong gadis itu dari bully geng Merlyn, namun tetap saja ia masih sakit hati saat pernyataan cintanya ditolak. "Aku harus bisa taklukkan kamu, Bos. Apapun caranya, harus bisa," gumam Gita saat duduk di depan cermin sembari memegang foto Ramdan. *** Pagi itu, penampilan Gita terl
Part 28. Jebakan Selepas acara mereka lalu menuju ke kamar hotel yang telah disediakan. Dua kamar telah dipesan Ramdan. Pintu kedua kamar tersebut tampak berhadapan. Entah suatu kebetulan atau sengaja dipesan khusus untuk memudahkan komunikasi. Namun yang jelas bagi Gita, ini menjadi kesempatan besar baginya untuk bisa lebih dekat dengan Ramdan. "Ah pas, sesuai rencana," gumamnya. Sebelum memasuki pintu kamar, tak lupa Gita menyapa Ramdan yang tampak begitu lelah. "Kalau perlu bantuan bapak bisa hubungi saya," ujar Gita tersenyum. "Iya. Kamu istirahat saja dulu. Nanti malam ada pertemuan lagi dengan direksi. Jadi harus bersiap," kata Ramdan. &
Part29. Nyaris Tergelincir Dengan menggunakan lingerie berwarna ungu yang berbahan transparan, perlahan Gita mendekati Ramdan. Sementara lelaki itu masih berpaling sambil menundukan pandangannya. "Yah, inilah gadis cupu itu sekarang. Sudah jauh berubah. Kini lebih cantik dan seksi kan, Pak?" bisik Gita di telinga Ramdan sambil perlahan memeluk tubuh pria berbadan kekar itu. Meskipun Ramdan sudah berusaha berpaling dari Gita, namun nalurinya sebagai laki-laki membuatnya tak kuasa menahan hasratnya yang ikut terbawa suasana. Terlebih saat hangat tubuh gadis itu menyentuh punggungnya, membuat pria itu nyaris tak mampu menahan diri. "Hadirmu tempat berlindungku ... dari kejahatan syahwatku ..." tiba-tiba terdengar suara nada dering
Part31. Gayung Bersambut "Kamu masih ingat dengan Akira?" tanya Ramdan. "Akira? bentar -bentar ... Oh wartawan berjilbab yang sering liputan kriminal itu? ingat dong. Kenapa? apa kamu menyukai gadis itu?" tanya Seno. "Iya. Tapi ... apa aku pantas untuknya ya?" ucapnya ragu. "Yah ... coba saja dulu. Menurutku dia gadis yang baik. Sepertinya cocok untuk kamu, Dan. Aku cukup mengenal gadis itu," ucapnya. "Beberapa kali bertemu ia tak pernah mau bersentuhan dengan lawan jenis. Selain itu, dia juga cantik, nggak jauh beda dengan Merlyn, kan? Tapi ini lebih baik. Bagaimana, apa perlu aku bantu sampaikan?" tanya Seno bersemangat. "Eh jangan. Biar aku saja ya
Part57. Ketika Ulat Bulu Datang Pagi itu Mufidah berencana untuk menemani putranya di rumah. Setelah beberapa hari sebelumnya ia selalu pergi meninggalkan demi restorannya yang sedang berkembang pesat. Meskipun ada Yanti orang kepercayannya yang bisa menghandel, tetap saja ia harus memantau secara langsung agar tidak terjadi kecurangan dalam pengelolaan keuangan di setiap cabang resto miliknya. "Sayang, bagaimana kakinya? apa masih sering terasa sakit?" tanyanya pada Ramdan yang sedang berjalan mengelilingi kolam renang yang ada di sayap kanan rumah mereka. "Baik," jawabnya cuek. Lelaki itu bahkan tak menoleh saat Mufidah berjalan menghampirinya. "Obat nya sudah diminum, Nak?" katanya sambil berdiri tak jauh dari putranya yang kini duduk di tepi kolam. Lelaki itu membiarkan kakinya tenggelam dal
Part56. SepiPoV Ramdan "Bi ...! tolong ambilkan ponsel saya di kamar!" teriakku pada Bi Ijum. Wanita itu segera berjalan tergesa menuju kamarku. Tak lama kemudian datang dengan ponsel di tangannya. "Ini, Den," ucapnya sopan. "Ada lagi yang perlu Bibi bantu?" tanyanya sebelum berlalu. "Tidak ada. Trima kasih, Bi," sahutku. "Oh ya, Mama biasa pulang jam berapa dari restonya?" tanyaku. "Biasanya sore kalau normal, Den. Tapi kalau sedang sibuk Nyonya bisa sampai malam," jelasnya. "Kalau butuh apa-apa, panggil Bibi saja, Den," katanya tersenyum. Wanita paruh baya itupun berlalu dari hadapan
Part 55. Berpisah "Saya pamit pulang ya, Pak." Lelaki itu tak menyahut, padahal posisi kami tidak jauh, hanya berjarak 1 meter pasti dia bisa mendengar ucapanku. Tapi kenapa tak merespon, apa dia melamun? "Pak ! saya pamit mau pulang," kataku lagi mengeraskan suara. Ia menoleh dan menatapku intens dari atas hingga ke bawah, seperti sedang menilai penampilanku. "Kenapa pulang? Apa kamu lelah membantuku?" ucapnya pelan namun cukup membuatku tersindir. Ah lagi-lagi aku merasa serba salah. Aku pulang ini karena ingin menemui mamak dan keluarga, tapi meninggalkan lelaki yang telah mengalami kecelakaan karena berniat menjemputku ini rasanya sangat membuatku putus asa. "Tidak, Pak. Saya akan kembal
Part54. Amnesia "Nggak usah sok baik, aku bisa jalan sendiri, Kok!" ketus Ramdan saat aku mencoba membantu bangkit dari posisinya yang kini terduduk di rumput taman. "Astaga orang ini, nggak bersyukur banget ada yang mau bantu! Coba kalau bukan bos ku sudah kutinggalkan dari tadi orang ini!" omelku kesal. "Apa kamu bilang?" sentaknya. "Eh ng--nggak ada bilang apa-apa kok, ayo jalan lagi! atau bapak mau istirahat dulu sambil makan? sahutku asal. "Tidak usah! saya jalan lagi saja!" ucapnya sambil berusaha bangkit dari duduknya dengan tangan bertopang pada tiang lampu taman. Jatuh bangun lelaki ini belajar berjalan, hingga terlihat bulir keringat menetes di dahinya. Wajah tampannya yang terlihat sedikit tirus
Part53. Sadar Setelah menerima telpon dari mamak. Aku masuk ke ruangan Ramdan, kulihat kondisinya masih sama. Tidak ada perubahan. Padahal kata dokter Yusuf, ia akan sadar setelah 1 jam pasca operasi. Ini sudah hampir 2 jam belum tampak perubahannya. Ada apa ini? Aku mulai panik, begitu juga dengan Tante Mufidah dan om Fatih. "Kok belum sadar ya, Om?" Om Fatih hanya menggeleng tak mengerti. Sementara Tante Mufidah terus menggenggam tangan putranya. Sambil mengucapkan kalimat-kalimat memotivasi untuk bangun. "Coba kita hubungi dokter Yusuf," ucapnya sembari meraih ponsel dari sakunya. Aku memilih duduk di sisi lain ranjang pasien meraih mushaf yang kuletakkan di atas nakas, lalu membacanya dengan lirih. Kubaca terus hingga membuatku tenang. Tak lama ti
Part52. SenduPov Akrom "Rom, sedang sibuk tidak? aku mau bicara sesuatu." Pesan dari Akira kuterima. Gadis yang sedang coba untuk kucintai. Iya, saat ini aku sedang belajar untuk mencintainya. Tinggal hitungan hari dan kami akan segera menikah. Tetapi saat mendengar penuturannya ditelpon. Aku sungguh merasa menjadi lelaki yang tak dihargai. Hari itu Akira menelpon untuk memintaku membatalkan pernikahan kami. Ada- ada saja permintaan gadis itu. Aku jelas merasa heran mendengarnya, apalagi saat ia menjelaskan alasannya sungguh membuatku sakit hati. "Sebenarnya ... aku mencintai orang lain, Rom. Maaf, aku sepertinya tidak bisa melanjutkan perjodohan ini. Bisakah kamu menyampaikan kepada orangtuamu bahwa aku menolak untuk menikah denganmu?" tutur gadis itu.
Part 51. Dilema Pasca operasi pengangkatan cairan dalam otak Ramdan. Ada dua orang perawat mendorong ranjang pasien menuju ke ruang perawatan. Sementara itu kedua orang tua Ramdan bersama Akira berdiri bersisian di dekat pintu mengamati sosok yang masih belum sadar. Wajah mereka terlihat penuh harap bercampur cemas. Masing-masing berdoa dalam hati agar lelaki yang mereka cintai itu segera membuka mata dan berbicara seperti biasa. Menurut keterangan dokter Yusuf yang menangani Ramdan. Ia akan segera pulih dalam waktu 60 menit pasca operasinya. Ketiganya duduk mengelilingi ranjang pasien, menunggu waktu 1 jam yang terasa begitu lama. Akira yang merasa lapar karena belum mengisi perut sejak pagi, mau tidak mau terpaksa harus keluar untuk mencari makan. "Bu ... Ira mau keluar dulu yah. Mau mencari makanan, ib
Part 50. Keluar Negeri Sudah sepekan lebih Ramdan terbaring koma di rumah sakit. Bahkan beberapa kali kondisinya menurun, sehingga dokter yang menanganinya terpaksa memasangkan alat bantu pernafasan dan pemicu detak jantung. Sementara, Akira yang terus berada disisi Ramdan tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya doa yang selalu ia panjatkan berharap calon suaminya itu cepat sadar dan pulih kembali. "Bos .. ayo bangun! Kamu sudah janji tidak akan meninggalkan aku kan?" ucap Akira sambil mengusap air matanya. Pagi itu, saat tengah menjaga Ramdan, tiba-tiba dokter datang membawa kabar baik. Bahwa untuk mempercepat pemulihan, pasien perlu dibawa berobat keluar negeri. "Bagaimana kondisinya. Apa sudah sadar?" tanya dokter. "Belum dokter. Tidak
Bab 49. Koma Setelah dirawat selama seminggu belum juga ada tanda-tanda Ramdan akan sadar. Hampir setiap hari ada saja orang yang datang menyambangi kami. Berita mengenai musibah itu menyebar dengan cepat. Mereka datang secara bergantian, terkadang relasi kantor Ramdan, termasuk beberapa pejabat tinggi daerah yang mengenal Ramdan secara pribadi. Juga para karyawan kantor. Sebagian menyempatkan datang saat malam hari. Demikian juga Pak Agus sahabat Ramdan. Sementara itu, Om Fatih secara otomatis mengambil alih perusahaan. Ia turun langsung menggantikan pekerjaan putranya. Syukurlah kondisi perusahaan berjalan dengan baik. Tak ada kendala berarti, Andre dan Arya bekerja dengan baik bersama tim lainnya. Berdasarkan diagnosa dokter, Ramdan mengalami koma yang terjadi karena kerusakan sal