Riani membuka matanya. Ia sedikit tersentak ketika melihat sisi kasurnya sudah kosong. Ke mana kah Kenzo? Biasanya pria itu tidak bangun sepagi ini. Jika mereka bercinta, pasti Riani yang akan bangun terlebih dahulu dan segera meninggalkan kamar. Lalu, Kenzo akan keluar dari dalam kamar dan makan di meja makan dengan hening.Riani membangunkan tubuhnya. Ia mengambil kimono handuk milik Kenzo yang ada di dekat kasur. Dengan gesit Riani mengucir rambutnya dan lekas memeriksa kamar mandi."Kenzo?" Panggil Riani. "Sebenarnya di mana dia?" Riani menutup kembali pintu ketika pria arogan itu tidak ada di sana.Mata Riani kemudian terfokus pada pintu balkon yang terbuka. Wanita itu tanpa ragu melangkahkan kakinya menuju balkon. Ia melihat Kenzo sedang asik berbicara dengan seseorang melalui sambungan telfon."Apa ada yang penting?" Riani bergumam karena tidak biasanya Kenzo mengangkat telfon sepagi ini.Riani terus berjalan menuju Kenzo yang sedang duduk memunggunginya."Iya, Sha. Kita berte
Riani dan Kenzo sarapan dengan hening. Hubungan yang seolah sudah membaik kini renggang kembali karena kejadian tadi. Sesekali Kenzo melirik Riani yang duduk di depannya dengan wajah yang tenang. Wanita itu kini sedang menikmati sarapannya dengan damai, seolah tidak terjadi apapun di antara mereka sebelumnya."Tolong pilihkan buket bunga yang pas untuk Shakilla!" Kenzo menggeser ponselnya ke arah Riani."Mengapa harus aku yang memilih?" Riani menatap sebentar ke arah ponsel Kenzo, kemudian dia menyendokan kembali nasi goreng yang menjadi menu sarapan pagi ini ke dalam mulutnya."Karena kamu sahabat Shakilla. Pasti kamu tahu kesukaan dia!" Kenzo menatap lurus wajah Riani yang kini tengah menatapnya tanpa ekspresi."Sahabat? Kamu yakin dia anggap aku sahabat?" Riani tersenyum sinis. "Wanita yang kamu cintai itu tidak mungkin mau bersahabat dengan rakyat jelata," tambahnya seraya mengelap mulutnya dengan tisu."Shakilla bukan orang seperti itu. Ingat dia yang selalu bela saat kamu dibul
"Kira-kira sedang apa dia sekarang?" Riani duduk di atas sofa. Matanya menerawang jauh ke arah jendela yang terbuka. Angin-angin sepoi menerpa wajahnya.. Diam-diam Riani merasa penasaran ke mana Kenzo dan Shakilla pergi berkencan?"Untuk apa aku memikirkannya? Tidak penting!" Riani beranjak dari duduknya. Ia menutup jendela yang tengah terbuka dan menguncinya.Riani masuk ke dalam kamar. Ia berguling ke sana ke mari untuk menemukan posisi yang nenurutnya nyaman. Riani membuka ponselnya. Ia pun mencoba untuk mengisi waktunya dengan membaca novel online. Akan tetapi, Riani merasa jenuh. Riani pun menutup kembali aplikasi novel itu. "Aku kira Kenzo tidak akan marah jika aku berjalan-jalan ke luar sebentar. Aku ingin udara segar. Apa tidak sekalian ya aku membeli oleh oleh untuk Bapak?" Riani tersenyum.Ia mengambil ponselnya kemudian mengirimkan pesan kepada Kenzo jika dirinya akan pergi ke luar dari villa dan membeli oleh-oleh. Sebelum pergi, wanita itu menjelajah internet dan mencari
"Zo, ku dengar hotel ini sangat nyaman. Bagaimana kalau kita pesan satu kamar?" Pinta Shakilla yang membuat wajah Kenzo terkesiap."Check in?" Kenzo mengernyitkan dahinya."Iya," Shakilla menyeruput cokelat panas di gelasnya dengan anggun."Untuk?" Kenzo menatap tajam pada Shakilla."Ya untuk melihat pemandangan," Shakilla berkilah. Ia melihat raut wajah tidak suka dari Kenzo saat dirinya mengajak check in."Ada apa dengan diriku? Ingat Shakilla! Kenzo bukan pria Amerika yang selalu mengajakmu bersenang-senang!" Shakilla merutuki kebodohan dirinya."Aku ingin melihat pemandangan Bali dari hotel lantai atas. Aku rindu pemandangan Indonesia. Apa aku salah?" Shakilla berpura-pura sedih."Aku terlalu lama di Amerika dan aku merindukan negaraku," Shakilla menyimpan gelasnya di meja.Kenzo tampak berpikir. Pikiran negatif yang sempat melintas di kepalanya sirna setelah mendengar alasan masuk akal dari Shakilla."Baiklah, setelah ini kita check in ke hotel," Kenzo memakan steak di hot platen
Riani menggeliat pelan ketika mendengar suara pintu diketuk. Dengan penglihatan yang masih kabur, Riani melihat jam dinding yang menempel di dinding. Jam menunjukan pukul lima pagi. Lalu, siapa yang datang sepagi ini ke villa? Riani pun mengucek matanya. Tubuhnya saat ini masih menempel dengan Kenzo yang masih tidur. Ah, rupanya Riani baru mengingat jika mereka baru saja melewati malam panas bersama.Suara ketukan di pintu semakin keras. Riani pun membangunkan tubuhnya dan memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai. Lekas Riani memakai bajunya dengan cepat."Kenzo!" Riani menggoyangkan pelan tubuh Kenzo yang masih bergelung di dalam selimut hangatnya."Hmmm!!" Jawabnya dengan nada serak sementara matanya masih terpejam."Itu ada tamu di depan. Apa itu teman kamu?" Riani menggoyangkan tubuh Kenzo lagi."Kenapa tidak kamu lihat saja?" Kenzo bergumam.Riani pun segera berjalan mendekat ke arah pintu. Sebelum ia membuka pintu, Riani terlebih dahulu membuka gorden jendela dan melihat sia
Gita menghentak-hentakan kakinya ke tanah. Gadis itu sedang berdiri di depan kontrakan sepetak yang ia dan Tuti sewa. Saat ini Gita sedang menunggu sang ibu yang tengah pergi membeli makanan ke warteg. Gita meremas perutnya yang terasa semakin keroncongan. Maklum saja, dari pagi perutnya belum terisi osama sekali oleh makanan. Hidupnya kini amat sangat kesulitan setelah dirinya pergi dari rumah sang tante."Ibu ke mana sih? Lama banget!" Gita mengusap perutnya yang datar. Sesekali perutnya berkeriuk pertanda jika perutnya sudah tidak bisa lagi diajak berkompromi.Berat badan tubuh Gita terlihat menyusut. Ia dan Tuti memang harus hidup berhemat di rumah kontrakan sepetak yang mereka sewa. Bahkan kini wajah adik dari Riani itu tampak kusam. Maklum saja, Gita sudah tidak mampu untuk membeli skincare yang rutin ia beli dari klinik kecantikan langganannya."Ta, maaf ibu lama," Tuti berjalan tergopoh-gopoh ke arah Gita sembari menenteng kantong pelastik kecil berisi makanan yang Gita ingink
Kenzo berlari kecil di bawah matahari yang mulai terbit. Kini ia sedang jogging pagi bersama dengan Shakilla yang berada di belakangnya. Kenzo berlari sembari melamun memikirkan Riani. Tadi pagi Kenzo berhasil lolos saat Shakilla terus menggodanya saat berada di dalam villa. Hasratnya seolah tidak muncul saat Shakilla terus menggodanya. Apalagi ada Riani di bawah kasur, membuat Kenzo benar-benar tidak menginginkan sentuhan dari Shakilla sama sekali. Tadi pagi Kenzo memaksa Shakilla untuk keluar dari kamarnya. Ia berpakaian dengan cepat dan tidak sempat bertegur sapa dengan Riani yang keluar dari bawah ranjang dengan diam seribu bahasa."Sayang, tunggu aku!" Shakilla membuyarkan lamunan Kenzo. Gadis itu berlari lebih cepat, berusaha menyusul lari kekasihnya."Kamu kenapa diem terus sih, Yang?" Shakilla menarik tangan Kenzo hingga pria itu terhenti dari kegiatan joggingnya. Kenzo melepaskan tangannya dengan pelan agar tidak membuat Shakilla tersinggung."Harusnya seperti apa? Apa aku ha
Kenzo pulang ke villa dengan raut wajah yang kusut. Ya, tadi memang Shakilla meminta agar mereka pulang bersama meninggalkan pulau dewata, dan itulah yang membuat Kenzo bimbang. Bagaimana dengan Riani? Haruskah Kenzo pulang dengan Shakilla? Perhatian Kenzo teralihkan saat dirinya membuka pintu villa yang tidak di kunci. Hal pertama yang ia cari adalah kehadiran Riani."Ke mana dia?" Kenzo membuka ruangan satu persatu. Tapi nihil, Riani tidak ada di setiap ruangan. Hal itu membuat Kenzo semakin khawatir. Ke mana gadis itu? Kenzo mengusap wajahnya dengan kasar. Kenzo memeriksa lemari yang ada di kamar Riani, dan Kenzo bernafas lega saat baju Riani masih tersimpan dengan rapi di sana.Kenzo pun melangkahkan kakinya ke belakang villa. Kenzo seakan yakin jika Riani ada di sana. Rasa khawatir yang seakan mengganjal di hatinya akhirnya langsung sirna ketika melihat gadis berambut sepinggang itu tengah terduduk di ayunan yang ada di belakang villa. Kenzo dengan pasti berjalan ke arah Riani.
Mobil Kenzo tiba di sebuah daerah yang sangat asri. Wilayahnya terdiri dari pegunungan yang begitu hijau dan sejuk. Tak lama hamparan sawah semakin memanjakan mata. Ya, mobilnya kini sudah sampai di kampung halaman Andi, ayah dari Riani. "Terima kasih Kakak masih mau mengajakku pergi!" Gita menangis terisak. Kenzo terdiam. Hatinya merasa sesak. Apakah ini benar benar hari perpisahan mereka? Kenzo melirik Riani. Wanita itu terlihat tidak bergairah Semenjak kepergian sang ayah, keceriaan Riani seolah hilang tak berbekas. "Kakak masih punya nurani," Riani berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Satu sisi hatinya yang lain, Riani begitu marah pada Gita. Akan tetapi, bagaimana pun Andi tak akan senang bila ia meninggalkan sang adik di kota. Terlebih ia sudah tidak memiliki tempat bernaung dan sanak saudara yang bisa menyayangi. Hanya dirinya kini yang dimiliki oleh Gita. Riani berharap Gita dapat merubah segala sikap buruknya dan berubah menjadi pribadi yang baik. Keduanya k
Meski enggan melepaskan, akan tetapi Kenzo tidak memiliki alasan untuk menahan wanita itu lebih lama di sisinya. Kenzo yang sudah menyukai Riani pun seolah tak rela dengan perpisahan mereka. Akan tetapi, ingin menahan pun Kenzo sudah tak mempunyai ancaman agar Riani mau berada di sisinya. "Ada Shakilla yang akan menggantikanku," ucap Riani yang membuat Kenzo menggelengkan kepalanya. Riani seakan tak peduli. Ia segera membawa kopernya keluar dari apartemen Kenzo. Pria jangkung itu terlihat mencekal tangannya dan menghadap jalan wanita cantik itu. Langkah Riani pun terhenti karena cekalan dari mantan bosnya. "Setidaknya biarkan aku mencarikan tempat tinggal yang nyaman untukmu. Kau mau ke mana malam-malam seperti ini? Di luar kejam, Ri. Tidak akan ada yang berbaik hati padamu," ucap Kenzo. "Aku bisa pergi ke mana pun yang aku mau. Kau tak perlu khawatir, aku mempunyai uang yang cukup," Riani seakan tak ingin tergoyahkan untuk pergi dari sana. "Tolong biarkan aku mengantarmu! S
Riani menatap gundukan tanah yang penuh dengan bunga berwarna warni di atasnya. Wanita cantik itu mengusap nisan sang ayah dengan air mata yang terus berderai. Kini orang yang selalu ia perjuangkan kebahagiaannya sudah pergi."Bagaimana Riani menjalani hidup ini tanpa Bapak?" Riani memeluk nisan sang ayah dan menangis tersedu-sedu.Kenzo, Yogi dan Ardi yang hadir pun hanya berdiri di belakang Riani. Mereka menundukan kepalanya. Perasaan bersalah lebih mendominasi diri Kenzo. Dirinya memberikan perawat yang lalai dalam menjaga Andi. Jika saja Andi tidak di bawa paksa oleh Gita dan Tuti, pasti pria itu kini masih hidup."Maut, jodoh, rejeki Allah yang ngatur!!" Ucap Ardi yang seakan tahu apa yang dipikirkan oleh Kenzo.Kenzo memang menceritakan semua peristiwa yang Andi alami pada kedua sahabatnya. Penyesalan dirasakan Kenzo semakin besar kala menyadari jika kini Riani sudah kehilangan sosok cinta pertamanya."Bapak!" Gita berjongkok dan mengusap nisan Andi yang satunya. Mata gadis itu
Riani telah sampai di rumah sakit tempat Andi dirawat. Wanita itu ke rumah sakit diantar langsung oleh Kenzo. Pria paruh baya itu kini tengah menjalani perawatan intensif di ruang ICU. Riani mendekat ke arah pintu dengan berderai air mata. Tampak di sana Gita dan Tuti tengah terduduk di kursi yang ada di depan ruangan ICU."Kalian lagi!!" Riani menjerit dan menghampiri Tuti dan Gita.Bak kehilangan kendali, Riani langsung menjambak rambut Gita dengan beringas. Tak ia hiraukan teriakan Tuti dan Kenzo yang mencoba melerainya. Kenzo semakin keras menarik Riani dari Gita yang hanya diam tak melawan. Gadis itu terus terisak karena syok melihat kondisi Andi yang saat ini dinyatakan koma."Kamu ini anak kandungnya! Bisa-bisanya kamu culik bapak buat kamu sia-siakan! Mikir kamu, Ta! Selama ini aku dan bapak sayang sama kamu. Bapak selalu sayang dan engga pernah membeda-bedakan kita!" Teriak Riani yang tak tahan dengan tingkah adik tirinya.Jika Tuti, Riani bisa memaklumi karena wanita itu sed
Riani mencoba menelfon nomor ayahnya, tapi nomornya tidak aktif. Hal itu membuat Riani resah. Apalagi dirinya belum sama sekali melihat ayahnya yang telah diberi rumah baru oleh Kenzo. Kenzo menatap Riani dengan cemas. Entah mengapa ia belum rela jika Riani harus pergi saat ini juga. Padahal sudah ada Shakilla di sisinya seperti yang Kenzo idam-idamkan beberapa tahun ini. "Kenzo, aku ingin bertemu Bapak," Riani langsung berdiri dari duduknya. Ia memegang tangan Kenzo dengan penuh harap pria itu dapat mengantarkannya pada Andi. "Aku sedang ada urusan di kantor. Dua hari lagi aku akan mengantarkanmu ke sana," Kenzo berjanji walau ia sendiri tidak tahu pasti kapan Andi akan ditemukan. "Dua hari lagi? Mengapa sangat lama?" Riani mencebikan bibirnya. "Aku harus bekerja agar bisa menggajimu," jawab Kenzo seraya berlalu dari hadapan Riani. "Tapi kamu janji ya bawa aku ke sana dua hari lagi?" Riani mengejar Kenzo yang berjalan ke arah dapur. "Iya. Aku janji," Kenzo mengambil gel
Andi meringkuk di atas kasur usang yang ada di kontrakan istri dan anaknya. Andi memang dibawa ke kontrakan Tuti. Akan tetapi, karena takut di cari oleh Kenzo, mereka pun berpindah kontrakan dan menyewa kontrakan yang memiliki dua kamar. Uang kontrakan baru itu didapatkan karena Gita mendaftar aplikasi pinjaman online. Andi berguling ke sana ke mari. Ia terus mendengar suara orang-orang memanggil namanya. Andi mengambil bantal dan menutupi telinganya dengan harapan suara-suara itu menghilany. Andi memang menderita skizofrenia. Ia sering mendengar suara-suara yang menurutnya seperti sebuah bisikan. Akan tetapi, suara-suara itu akan menghilang jika Andi rutin meminum obat. "Bangun kamu!" Tuti membuka pintu dengan kasar dan menatap suaminya dengan nyalang. Ia terlihat membawa semangkuk nasi dan juga obat yang harus Andi minum hari ini."Ri, Riani?" Andi berharap putri sulungnya yang datang."Engga ada si Riani. Nih makan!" Tuti menyimpan nasi yang hanya di lumuri kecap itu di atas kasu
Rio kini telah dalam tahap penjajakan dengan seorang gadis cantik dan kaya raya yang dikenalkan oleh ayahnya. Ayahnya berkata jika gadis itu adalah pewaris dari perusahaan yang ada di ibu kota. Saat ini Rio dan gadis yang bernama Naya itu tengah makan malam di sebuah restoran fancy."Kamu manis ya?" Naya tersenyum saat ia menilik wajah Rio yang tampak dingin malam ini. Entah mengapa pria itu sangat tidak antusias dengan perkenalan mereka. Hatinya seakan tertinggal di Bali.Rio pikir ia akan segera melupakan Riani. Rio mengira jika perasaannya hanya rasa suka palsu belaka. Setelah mengetahui Riani adalah seorang asisten rumah tangga, dirinya pikir akan melupakan Riani dengan cepat. Baginya tak level sekali sang pewaris perusahaan seperti dirinya berkencan dengan gadis yang hanya seorang asisten rumah tangga. Tapi Rio salah. Riani seolah terus menari-nari di kepalanya dan mengusik hatinya yang paling dalam. Rio terus mengingat Riani. Pria itu tidak pernah seperti ini sebelumnya. Rio men
Flashback....Tuti dan Gita datang ke rumah sakit tempat Andi di rawat. Mereka kecewa tatkala frontliner rumah sakit mengatakan jika Andi sudah pulang ke rumah. "Tolong apa anda tahu di mana suami saya berada? Kami adalah istri dan anaknya. Kami ingin bertemu dengan Pak Andi," Tuti menatap frontliner berjilbab biru muda itu dengan penuh harap."Mohon maaf, Ibu. Data pasien adalah rahasia rumah sakit. Kami tidak bisa memberi tahu di mana alamat pasien. Jika ibu dan adik adalah keluarganya, lantas mengapa kalian tidak tahu di mana yang bersangkutan tinggal?" Selidik Frontliner berwajah cantik itu."Nah itu masalahnya, ayahku dibawa oleh seseorang yang mengaku keluarganya. Padahal beliau sama sekali tidak memiliki keluarga lagi. Justru kami yang harus mempertanyakan kredibilitas rumah sakit ini, mengapa pasien bisa dibawa pulang oleh orang lain?" Gita yang sedari tadi berdiri di belakang Tuti maju beberapa langkah hingga kini ia berhadapan dengan frontliner itu."Semua yang mengambil pa
Kenzo tengah mengemudikan mobilnya menuju apartemen. Pria itu menatap tajam jalanan yang sudah mulai lengang karena malam sudah semakin larut. Kenzo mencengkram kemudi mobilnya, menandakan ada hal yang membuatnya tidak senang. Pria itu kemudian menepi ke pinggir jalan yang ia rasa aman untuk mengangkat panggilan dari seseorang. Kenzo langsung menggeser ikon hijau ketika melihat orang suruhannya menelfon."Bagaimana? Apa sudah ketemu?" Kenzo bertanya dengan dingin."Belum, Tuan," orang di sebrang sana menyahut dengan takut."Lalu, kenapa kamu menelfonku? Dasar bodoh!" Sungut Kenzo dengan kesal."Sepertinya Pak Andi dibawa ke pemukiman yang tidak terjangkau oleh kita," orang kepercayaan Kenzo menjawab dengan takut."Lalu? Mengapa tidak kau jangkau tempat persembunyian ibu dan anak itu? Jangkau tempat di mana dia di sembunyikan!!" Kenzo menaikan suaranya beberapa oktaf."Baik, Tuan.""Dengar! Jika dia tidak ditemukan. Kau dan anak buahmu yang akan berada dalam masalah!" Ancam Kenzo denga