Minggu pagi itu Kendra terbangun dengan perasaan ringan yang menenangkan. Banyak yang yang terjadi Sabtu kemarin. Yang terpenting baginya, hubungan Kendra dengan Djody mulai membaik. Dia bisa bertahan berada di ruang tamu dan berbincang dengan ayahnya meski awalnya begitu kaku. Beruntung ada Maxim yang menemani Kendra.
Gadis itu merasa lega karena dia membuka mata tanpa perasaan negatif yang bercokol di sana, terutama yang terkait dengan Djody. Bahkan, setelah ayah dan kekasihnya meninggalkan rumah tadi malam, perasaan Kendra baik-baik saja. Hari ini, dia berencana menghabiskan hari Minggu untuk membersihkan rumah.
Kendra baru saja hendak mandi saat telepon genggamnya berdering. Tebakannya, si penelepon adalah Maxim. Karena hanya pria itu yang rutin meneleponnya pagi-pagi begini sejak mereka berpacaran. Benar saja! Memang Maxim yang menghubungi gadis itu.
“Pagi, Max. Apa kamu baru berubah pikiran dan pengin merengek untuk kuantar ke bandara?” goda Ke
Pagi itu, Kendra membuka mata lebih pagi dibanding biasa. Mungkin karena dia tidur lebih cepat dibanding biasa. Tubuhnya segar, perasaan gadis itu pun begitu riang. Hari ini akan menjadi awal minggu yang menyenangkan, itu tebakan Kendra. Dia tak akan mengeluh hanya karena ditimbuni setumpuk pekerjaan yang sudah menanti.Maxim menyemarakkan harinya saat menelepon sesaat sebelum Kendra berangkat ke kantor. Lelaki itu mengaku cuma ingin mengucapkan selamat pagi yang mendapat sambutan tawa geli dari sang kekasih.“Bilang saja kamu sudah merindukanku walau baru berada di Singapura belum genap dua puluh empat jam,” tebak Kendra percaya diri.“Aku kan memang biasa meneleponmu setiap pagi,” protes Maxim. “Tapi memang aku tiap hari merindukanmu. Tak peduli entah itu di Jakarta atau di Singapura.”“Sudah, Max! Acara menggombalnya jangan dilanjut lagi. Bisa-bisa aku jadi kehilangan semangat untuk bekerja dan lebih suka mende
Tommy mengumumkan bahwa Rossa tidak akan datang ke kantor hari ini karena harus mengikuti meeting dengan beberapa pihak sponsor Dating with Celebrity. Berita itu disambut dengan tepuk tangan oleh teman-temannya. Kendra cuma mengulum senyum melihat pemandangan itu.Bukan rahasia lagi jika mayoritas para pegawai The Matchmaker sangat senang jika Rossa tak datang di hari Senin. Karena menurut mereka, awal pekan yang memang selalu terasa lebih berat dibanding hari-hari setelah itu, terasa agak mengasyikkan jika Rossa absen datang ke kantor. Rossa yang seolah mengawasi gerak-gerik setiap bawahannya tergolong sering menggelar rapat panjang di hari Senin. Dan tak jarang membuat hari seseorang terasa buruk jika ada tuntutan pekerjaan yang belum dibereskan. Rossa memang tegas sekaligus banyak menuntut.“Ah, tak kusangka Senin ini agak menggembirakan,” komentar Winny tanpa sungkan. “Padahal tadinya sudah menyiapkan mental untuk diomeli karena
Telepon singkat dari Aiden itu membuat Kendra benar-benar penasaran. Namun tampaknya dia tak perlu menunggu lama. Sebab, tak sampai setengah jam kemudian gadis itu sudah mendapatkan jawabannya.Seperti beberapa hari sebelumnya, Aiden kembali mendatangi kantor The Matchmaker dengan membawa menu makan siang dari restorannya. Jumlahnya puluhan kotak yang semuanya diperuntukkan bagi seluruh karyawan biro jodoh itu.“Astaga, Ken! Dia belum berhasil mendapat jodoh lewat acara Dating with Celebrity tapi sudah sebaik ini. Sudahlah gratis, makanannya enak pula. Kalau sering-sering begini, aku akan berdoa semoga Aiden menjadi klien abadi The Matchmaker.” Neala menyikut Kendra saat mereka menyaksikan tiga orang office boy membawa kotak-kotak makanan ke pantri.Kendra baru saja menyusul Neala ke pantri, berniat untuk berdiskusi tentang menu makan siang mereka. Biasanya mereka memesan makanan bersama-sama. Namun mendadak salah satu office boy me
Kendra kembali ke ruang rapat dengan perasaan tak nyaman yang bercokol di perutnya. Namun dia tak bisa menghindar. Mustahil Kendra mendatangi Aiden untuk memberi tahu bahwa dirinya batal makan siang dengan lelaki itu. Lagi pula, siapa tahu ada hal penting yang ingin dibahas oleh Aiden? Kendra mengingatkan dirinya sendiri agar tak gegabah dalam mengambil keputusan.“Saya tidak tahu apakah kamu akan suka makanan yang saya bawa ini atau tidak, Ken,” kata Aiden saat melihat Kendra. “Mudah-mudahan sih kamu suka. Saya menyiapkan semuanya sendiri, lho!”Kendra memaksakan senyum. “Saya benar-benar merasa terhormat sekaligus sungkan. Karena malah jadi merepotkan.”Kendra ingin menambahkan kalimat bahwa dia tak meminta Aiden melakukan hal semacam itu untuk dirinya, tapi diurungkan. Gadis itu berjuang untuk menahan diri agar tak melontarkan kalimat yang bisa dianggap kasar. Karena dia berhadapan dengan Aiden, teman lama Rossa. Buka
“Mbak Rossa pasti akan memarahi saya,” komentar Aiden setelah Rossa berlalu.“Marah? Kenapa?” Kendra penasaran.“Karena dia tidak menyukai keputusan saya.” Aiden tersenyum. “Saya harap, kamu tidak akan terkena imbasnya. Tapi kalau Mbak Rossa sampai memarahimu juga, tolong kasih tahu saya.”Kalimat Aiden makin membingungkan Kendra. Karena itu dia pun bertanya, “Memangnya kenapa saya harus kena imbasnya?”“Saya kan cuma berandai-andai. Tapi mudah-mudahan saya salah duga. Karena ini kan murni keinginan saya.”“Saya betul-betul tidak paham. Bisa kamu jelaskan?” pinta Kendra.Aiden malah berdiri dari tempat duduknya. “Saya harus bicara dulu dengan Mbak Rossa. Jangan sampai dia makin kesal. Tahu sendiri orangnya seperti apa, kan?” Lelaki itu tersenyum. “Nanti kita bicara lagi.”Setelah Aiden meninggalkan ruang rapat untuk bicara denga
Kendra cuma menatap muram sekaligus tak berdaya ke arah Joshua. Winny yang pertama kali berhenti tertawa setelah melihat ekspresi Kendra. Sementara Neala malah mulai mencerocos meski dengan suara rendah.“Betul, kan? Aiden memang kelihatannya suka sama Kendra. Kalau tidak, mustahil dia datang ke sini membawa makan siang untuk kita semua hari ini.”Lelaki itu menggeleng. “Bukan itu sih patokannya, La. Bisa saja dia membawakan makanan ke sini karena memang sedang kurang kegiatan saja. Tapi dari cara dia minta ditemani Kendra makan siang di depan semua orang yang ada di pantri ini. Klien biasa tidak akan melakukan itu.” Joshua bersiul. “Ken, tampaknya kamu sudah mirip medan magnet bagi segelintir klien The Matchmaker.”Kendra ingin merespons tapi tak tahu harus bicara apa. Perasaannya kian tak nyaman. Gosip sudah pasti akan menyebar dengan kecepatan menakjubkan. Jika Neala dan Joshua saja berpendapat seperti itu, tinggal tunggu w
Meski sudah menduga bahwa pada akhirnya berita itu akan sampai ke telinga Rossa, tetap saja Kendra merasa terkejut. Dia tak mengira jika waktunya akan secepat ini. Sumber informasi yang paling mungkin terpikirkan oleh Kendra adalah Judith. Dia tak melihat ada orang lain yang merasa perlu memberi tahu Rossa tentang hubungan Kendra dengan Maxim.Lagi pula, selama ini Kendra memang sengaja menutupi masalah itu dari teman-teman sekantornya. Kebetulan lain, Kendra dan Maxim baru saja bertemu dengan Judith dan teman-temannya dua hari yang lalu.Pagi ini dia tidak punya persiapan mental apa pun untuk menghadapi kondisi seperti itu, ditodong dengan pertanyaan yang harus segera dijawab. Padahal, jika boleh, Kendra ingin menyimpan sendiri masalah pribadinya yang berkaitan dengan pasangan karena sama sekali tak berkaitan dengan pekerjaannya di The Matchmaker.“Kendra, kamu belum menjawab pertanyaan saya. Apa kamu dan Maxim memang pacaran?” ulang Rossa.M
Suara Rossa terdengar muram saat dia merespons. “Saya tidak bilang kalau kamu menggoda Aiden dengan sengaja. Tapi bisa saja interaksi kalian agak tak terkontrol seperti yang seharusnya terjadi.”Betapa ingin Kendra membantah dan membela diri. Karena kata-kata Rossa barusan menyiratkan seolah Kendra memanfaatkan kesempatan untuk membuat Aiden terpesona, meski tanpa sengaja.“Saya tidak tahu apa yang diceritakan Aiden pada Mbak. Kalau terkesan saya melakukan hal-hal yang kurang pantas dan membuat Aiden berpikir bahwa saya menggoda atau tertarik padanya, itu sama sekali tidak benar. Sejujurnya, Mbak, tak pernah terjadi apa-apa di antara kami. Selama ini, obrolan kami pun memang terfokus pada acara kencan. Dia memang sempat mengundang saya untuk datang ke restorannya. Tapi, tentu saja undangan semacam itu tak bisa saya terima. Apalagi bisa dibilang saya belum melakukan pekerjaan saya terkait posisi Aiden sebagai klien kita,” urai Kendr
Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus
Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang
“Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg
Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l
Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann
Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan
Keluar dari ruangan Rossa, kepala Kendra terasa berputar. Dia berharap semuanya cuma mimpi buruk yang kebetulan datang bertandang tanpa aba-aba. Akan tetapi, Kendra tahu yang ini bukan mimpi.Demi menenangkan diri, gadis itu buru-buru menuju toilet yang bersebelahan dengan pantri. Dia butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan saat ini. Langsung pulang atau menunggu hingga jam kerja berakhir? Masing-masing ada risikonya.Jika Kendra langsung pulang, pasti dia akan menghadapi banyak pertanyaan dari rekan sejawatnya. Padahal, Kendra merasa saat ini dia butuh ruang untuk bernapas. Karena ada banyak sekali kejutan yang didapatnya hari ini. Bertubi-tubi pula.Sementara jika gadis itu menunggu hingga jam kantor berakhir dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sisa hari ini mungkin akan berjalan lancar dan aman. Dia bisa menghindari hujan pertanyaan mengapa harus mengundurkan diri hari ini. Kecuali Rossa memutuskan untuk meminta Kendra meninggalkan kantor secep
Tubuh Kendra menegang selama beberapa sekon. Dia menatap Rossa dengan kening berkerut. “Ini serius, Mbak?” Kendra mencari tahu. “Saya harus putus dari Maxim?”“Tidak ada yang mengharuskan,” sahut Rossa cepat. “Tadi kan saya cuma bertanya. Kalau saya memintamu putus dari Maxim, bagaimana? Apa kamu bersedia?”Kendra menjawab di detik yang sama, “Tidak, Mbak. Maaf. Saya tidak melihat alasan kenapa saya dan Maxim harus putus. Kami tidak melanggar kontrak apa pun. Selain itu secara etika, saya juga tidak merasa ada masalah. Karena saya dan Maxim berpacaran berbulan-bulan setelah syuting Dating with Celebrity selesai. Tidak ada ‘cinta lokasi’ selama saya mengurusi Maxim sebagai klien kita.” Kendra membuat tanda petik di udara.Rossa beranjak dari tempat duduknya. Perempuan itu melangkah ke arah kulkas kecil di sudut ruang kerjanya. Rossa mengambil dua kaleng soda. Salah satunya diserahkan
Rossa tersenyum masam. “Tapi versi Judith tidak seperti itu. Kamu menjadi orang ketiga yang membuat hubungannya dengan Maxim menjadi jauh. Intinya, Judith mengkritik keras kebijakan-kebijakan The Matchmaker sehingga ada klien yang akhirnya malah berpacaran dengan pegawai di sini dan meninggalkan pasangan kencan yang sudah dipilih. Menurut kamu, mendengar tuduhan semacam itu dilontarkan oleh salah satu peserta kencan sekaligus sponsor acara Dating with Celebrity, apa yang harus saya lakukan?”Pertanyaan Rossa itu sungguh sulit untuk dijawab. Karena bukan kapasitas Kendra untuk mengajari perempuan itu apa yang harus dilakukan atau sebaliknya. Namun kalimat-kalimat bosnya yang menempatkan Kendra sebagai si penggoda, menyedot konsentrasi gadis itu lebih besar. Dia mustahil diam saja tanpa membela diri.“Tuduhan Judith sama sekali tidak benar, Mbak. Saya tak pernah menjadi orang ketiga yang merusak hubungannya dengan Maxim. Seperti yang saya bilang tadi, k