Apa pun tugas yang dikira Kendra akan diembannya, jauh di luar dugaan gadis itu.
“Kendra, tolong berikan dokumen ini pada Sean, ya?” perintah Rossa sembari meletakkan sebuah amplop cokelat di atas meja gadis itu.
Kendra yang baru saja ke luar dari pantri dan berniat mendatangi ruang kerja atasannya, tersandung sesuatu hingga nyaris jatuh. Nama Sean membuat telinganya berdenging. Untung saja tangannya sempat menggapai dinding untuk menjaga keseimbangan. Dia juga lega karena botol minumannya tertutup rapat sehingga isinya tidak mengotori lantai.
“Paling telat, sore ini sudah harus diterima Sean. Kalau kamu mau mengantarnya setelah pulang dari kantor, tidak masalah. Yang penting, harus hari ini. Ingat ya, Ken,” tegas Rossa sambil menatap Kendra. Setelahnya, perempuan itu berbalik dan mulai melangkah.
“Dokumen apa itu, Mbak?” tanyanya. Alisnya berkerut. Seingat Kendra, dia sudah tidak memiliki urusan yang berkaitan dengan S
Kendra hampir menangis karena putus asa. Dia sungguh menyesalkan mengapa Rossa tidak meminta office boy saja untuk mengantar amplop itu. Mengapa harus dirinya yang kembali disusahkan? Namun, tentu saja dia tak bisa menolak.Sepanjang hari Kendra berusaha menyibukkan diri dengan pekerjaan dan melupakan tentang dokumen yang harus diantarnya itu. Namun upayanya tak berjalan dengan mulus. Karena tiap kali mengangkat wajah, tatapannya pasti terarah pada amplop berwarna cokelat itu. Entah berapa kali Kendra harus menarik dan menghela napas panjang karenanya.Ketika jam pulang kantor akhirnya tiba, Kendra memandang ke sekeliling ruangan dengan putus asa, menimbang-nimbang apa yang akan dilakukannya. Sekaligus memikirkan siapa yang kira-kira bisa dimintai tolong untuk menggantikan tugasnya. Sebenarnya, sejak pagi dia sudah memikirkan itu semua dan sama sekali tak mendapat pencerahan.Selain itu, lebih dua puluh orang pegawai The Matchmaker yang ada di rua
“Kamu kenapa, Ken? Kok kelihatan kesal?” tanya Tommy yang baru datang dari arah ruang tunggu dan sedang melewati kubikel Kendra. Tampaknya, banyak rekan sejawatnya yang menyadari ekspresi Kendra yang tak biasa. Padahal gadis itu tak berniat untuk memberi tahu dunia tentang perasaannya seharian ini.“Lho, kamu bukannya tadi sudah pulang? Kenapa balik lagi?” tanya Kendra. Lalu, Kendra mengangkat amplop cokelat yang menyusahkannya itu dengan tangan kiri. “Aku harus mengantarkan dokumen ke kantornya Sean Gumarang. Padahal, pekerjaanku masih banyak,” dia beralasan. Kendra menatap Tommy penuh harap. “Kamu....”“Aku bisa saja menggantikanmu menjadi kurir. Tapi sayang, barusan malah ditelepon oleh Mbak Rossa untuk kembali ke sini karena ada pekerjaan yang harus kubereskan. Padahal, barusan aku sudah menyusun setumpuk rencana karena bisa pulang agak cepat hari ini. Bahkan dari Thailand pun aku merasa Mbak Rossa memantau kond
“Tunggu sebentar ya, Ken. Ada sedikit urusan yang harus kubereskan. Kamu duduk dulu di sini,” pinta Sean. Lelaki itu menunjuk ke arah kursi. “Aku tidak akan lama, kok!”“Oke,” sahut Kendra sembari menatap punggung Sean yang menjauh. Gadis itu meletakkan amplop dan tasnya di atas meja. Saat itulah Kendra baru melihat tumpukan majalah di sebelah kanannya. Yang teratas adalah majalah The Bachelor lama dengan wajah Maxim berada di kovernya. Tanpa sadar, gadis itu mendesah. Dia yakin, Sean sengaja melakukan hal itu meski Kendra tak yakin dengan tujuannya.Tangan kanan Kendra mendorong tumpukan majalah itu, menjauh darinya. Dia memilih merogoh tas dan mengeluarkan gawai. Gadis itu memanfaatkan waktu dengan mengecek surel. Setelah itu, dia menjelajah aplikasi Instagram tapi tak ada yang menarik perhatiannya. Kendra memang memiliki akun di Instagram tapi dia tidak aktif. hanya sesekali gadis itu mengunggah foto. Akhirnya, gadis itu malah men
Usai menuntaskan kata-katanya, Sean malah menghadiahi Kendra senyum tanpa dosanya yang pasti sudah meruntuhkan hati banyak perempuan. Sementara Kendra justru merasa kebingungan.“Apa maksudmu?” Insting Kendra mengatakan bahwa ini bukan sesuatu yang ingin diketahuinya. Namun dia tetap harus mengajukan pertanyaan. “Jadi, ini tidak ada kaitannya dengan Dating with Celebrity? Kalau kamu memang ada perlu denganku, kan bisa telepon, Sean. Tidak perlu memintaku datang ke sini untuk mengantar amplop yang isinya ternyata tidak dibutuhkan sama sekali.”Sean tak menjawab pertanyaan gadis itu. Dia malah membahas topik lain. “Bagaimana kondisi kalian? Maksudku, Maxim dan kamu? Kita kan sudah pernah bicara beberapa minggu yang lalu, tapi kenapa tidak ada perubahan sama sekali? Kukira, kamu akan berinisiatif melakukan sesuatu. Aku sudah bilang, untuk kali ini, tolong mengalah sedikit, Ken. Karena aku tahu kalau kalian ini sebenarnya sama-sama....&r
Sean tampak tertarik mendengar pertanyaan Kendra itu. Lelaki itu memajukan tubuhnya. “Siapa? Tante Cecil, ya? Dan beliau tetap ingin menjodohkanmu dengan Darien? Begitu?” tebaknya dengan senyum melebar.Kendra tertawa canggung. “Tebakan ngawur! Mana ada cerita seperti itu?”“Lalu, siapa yang kamu temui di depan pintu masuk Buana Bayi?” Sean penasaran.Kendra menjawab, “Aku bertemu Judith, pacarnya Maxim.”“Pacarnya Maxim di dunia halusinasi?” respons Sean. “Kamu kebanyakan dengar gosip yang sama sekali tidak jelas. Seingatku, aku sudah pernah membahas soal itu.” Lelaki itu berdiri dari tempat duduknya. “Sebentar, obrolannya ditunda dulu. Aku sudah berperan sebagai tuan rumah yang sama sekali tak sopan. Kamu belum disuguhi minuman.”“Astaga, itu sama sekali tidak perlu. Aku datang ke sini cuma untuk mengantar amplop ini. Aku tidak haus,” tolak Kendra.
“Max, mau ke mana kamu? Tidak perlu sok cemburu!” sergah Sean, kali ini terdengar begitu serius. “Aku sengaja memanggilmu ke sini karena aku gemas sekali melihat semua kebodohanmu itu. Kamu dan Kendra harus bicara! Jangan sok-sokan jual mahal. Karena kali ini aku akan memastikan supaya kalian berdua tidak lagi melakukan hal-hal bodoh.”“Jangan terlalu suka ikut campur urusan orang, Sean!” tukas Maxim dengan galak.Lalu, Maxim berusaha melepaskan cekalan sepupunya, tapi tampaknya Sean punya tekad yang tidak tergoyahkan. Mereka sempat adu mulut meski dengan suara rendah. Wajah Maxim memerah, menandakan bahwa lelaki itu benar-benar kesal.Kendra memandang adegan itu dengan telapak tangan mendadak dibasahi keringat. Ditatapnya Maxim dengan aneka perasaan yang membaur tak keruan. Di detik itu Kendra baru menyadari betapa besar rasa rindunya untuk Maxim. Namun sayang, lelaki boleh dibilang sudah menjadi hal terlarang dalam hid
“Apa? Kamu mau mematahkan kakiku?” suara Maxim meninggi. Lelaki itu memelototi Sean. “Hei, kamu tidak ber....”Kata-kata Maxim terputus saat tubuhnya terdorong ke samping hingga nyaris kehilangan keseimbangan. Sementara Sean mundur tiga langkah sehingga bisa menatap Kendra dan Maxim dengan leluasa. Ekspresi Sean mengeras ketika memandang keduanya bergantian. Rahangnya bergera-gerak selama sesaat.“Aku serius dengan kata-kataku! Aku tidak akan membiarkan salah satu dari kalian kalian melewati pintu ini sebelum menyelesaikan masalah yang ada. Kalian sudah bukan anak remaja ingusan lagi, maka bersikaplah seperti orang dewasa! Jangan selalu menghindar. Terutama kamu,” tunjuknya ke arah Maxim.Lalu, Sean berbalik dan hampir berlari saat menuju pintu. Sedetik kemudian, Kendra mendengar bantingan serta suara klik yang khas. Astaga, Sean mengunci pintu dari luar! Kendra benar-benar merasa tak berdaya sekaligus malu. Berapa juta kali d
Keheningan kembali menyapu udara. Kendra tahu bahwa kata-katanya terdengar tajam. Namun, jika diizinkan membela diri, dia cuma merespons belaka. Bukankah itu reaksi yang wajar setelah Maxim menunjukkan sikap tak bersahabat dan kata-kata menyebalkan yang membuat hati Kendra seolah diserang dengan katapel? Apa Maxim tak pernah tahu jika ucapan dan sikap permusuhannya itu sungguh menyakitkan?Kendra meraih kacamatanya, mengenakan benda itu. Meski sudah bertahun-tahun memakai kacamata, Kendra masih saja merasa tak betah. Pangkal hidungnya gampang berkeringat dan kadang diikuti perasaan tak nyaman. Jika berada di rumah, dia lebih suka melepas benda itu. Mungkin di masa depan Kendra harus mempertimbangkan opsi untuk melakukan operasi lasik.“Bisa jelaskan kenapa tadi kamu bilang kalau Sean sudah menjebakmu?” Maxim akhirnya bersuara. Di telinga Kendra, suara Maxim terdengar kaku. Seolah sendok bisa berubah bengkok hanya karena suara lelaki ini.“Kenap
Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus
Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang
“Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg
Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l
Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann
Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan
Keluar dari ruangan Rossa, kepala Kendra terasa berputar. Dia berharap semuanya cuma mimpi buruk yang kebetulan datang bertandang tanpa aba-aba. Akan tetapi, Kendra tahu yang ini bukan mimpi.Demi menenangkan diri, gadis itu buru-buru menuju toilet yang bersebelahan dengan pantri. Dia butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan saat ini. Langsung pulang atau menunggu hingga jam kerja berakhir? Masing-masing ada risikonya.Jika Kendra langsung pulang, pasti dia akan menghadapi banyak pertanyaan dari rekan sejawatnya. Padahal, Kendra merasa saat ini dia butuh ruang untuk bernapas. Karena ada banyak sekali kejutan yang didapatnya hari ini. Bertubi-tubi pula.Sementara jika gadis itu menunggu hingga jam kantor berakhir dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sisa hari ini mungkin akan berjalan lancar dan aman. Dia bisa menghindari hujan pertanyaan mengapa harus mengundurkan diri hari ini. Kecuali Rossa memutuskan untuk meminta Kendra meninggalkan kantor secep
Tubuh Kendra menegang selama beberapa sekon. Dia menatap Rossa dengan kening berkerut. “Ini serius, Mbak?” Kendra mencari tahu. “Saya harus putus dari Maxim?”“Tidak ada yang mengharuskan,” sahut Rossa cepat. “Tadi kan saya cuma bertanya. Kalau saya memintamu putus dari Maxim, bagaimana? Apa kamu bersedia?”Kendra menjawab di detik yang sama, “Tidak, Mbak. Maaf. Saya tidak melihat alasan kenapa saya dan Maxim harus putus. Kami tidak melanggar kontrak apa pun. Selain itu secara etika, saya juga tidak merasa ada masalah. Karena saya dan Maxim berpacaran berbulan-bulan setelah syuting Dating with Celebrity selesai. Tidak ada ‘cinta lokasi’ selama saya mengurusi Maxim sebagai klien kita.” Kendra membuat tanda petik di udara.Rossa beranjak dari tempat duduknya. Perempuan itu melangkah ke arah kulkas kecil di sudut ruang kerjanya. Rossa mengambil dua kaleng soda. Salah satunya diserahkan
Rossa tersenyum masam. “Tapi versi Judith tidak seperti itu. Kamu menjadi orang ketiga yang membuat hubungannya dengan Maxim menjadi jauh. Intinya, Judith mengkritik keras kebijakan-kebijakan The Matchmaker sehingga ada klien yang akhirnya malah berpacaran dengan pegawai di sini dan meninggalkan pasangan kencan yang sudah dipilih. Menurut kamu, mendengar tuduhan semacam itu dilontarkan oleh salah satu peserta kencan sekaligus sponsor acara Dating with Celebrity, apa yang harus saya lakukan?”Pertanyaan Rossa itu sungguh sulit untuk dijawab. Karena bukan kapasitas Kendra untuk mengajari perempuan itu apa yang harus dilakukan atau sebaliknya. Namun kalimat-kalimat bosnya yang menempatkan Kendra sebagai si penggoda, menyedot konsentrasi gadis itu lebih besar. Dia mustahil diam saja tanpa membela diri.“Tuduhan Judith sama sekali tidak benar, Mbak. Saya tak pernah menjadi orang ketiga yang merusak hubungannya dengan Maxim. Seperti yang saya bilang tadi, k