Maxim meninggalkan Kendra dan kembali dengan segelas air putih yang diambilnya entah dari mana. Gadis itu segera meminum air yang disodorkan padanya hingga setengah gelas. Setelah meletakkan gelas di atas meja, Kendra termangu. Sementara itu, Maxim duduk di sebelah kanan Kendra.
Keheningan menyapu ruangan itu. Kendra duduk bersandar dengan kepala yang masih terasa nyeri. Dia tak tahu harus melakukan apa. Beberapa hari ini, ada banyak kejadian mengejutkan yang datang bertubi-tubi. Beberapa di antaranya melibatkan Maxim.
Gadis itu mendesahkan nama Tuhan di dalam hati. Dia tak yakin apakah ini nyata atau dia sedang bermimpi. Semua ini benar-benar tak terduga. Bagaimana Kendra harus menyikapinya?
“Kendra, kamu mendengarkan kata-kataku, kan?” tanya Maxim setelah gadis itu cuma berdiam diri puluhan detik. “Katakan sesuatu. Tolong, jangan diam saja. Karena kamu membuatku gugup.”
Kata-kata Maxim itu menarik Kendra pada kekinian. Dia pun te
Kendra berusaha memilih kata-kata yang tidak akan membuat Maxim kian naik darah. Namun kepalanya seolah kosong melompong. Kendra tak bisa menemukan kalimat apa pun yang bisa dianggap cerdas. Karena itu, dia akhirnya membiarkan ucapannya meluncur begitu saja tanpa kontrol yang kuat.“Kamu melihat apa yang terjadi pada ibuku. Kamu tahu seperti apa kacaunya hidupku, keluargaku. Aku sudah berbagi banyak rahasia padamu, kan? Lalu pelan-pelan kamu mulai merasa kasihan padaku karena mungkin di matamu aku tampak begitu menderita. Aku ... hmmm ... kamu lelaki yang baik, Maxim. Berlawanan dengan kata-kataku selama ini bahwa kamu menjengkelkan. Kamu mungkin merasa ikut bertanggung jawab untuk hidupku. Dan kamu mengira itu cinta,” urai Kendra dengan suara lirih. “Ya, pasti seperti itu. Iya, kan?”Kendra berusaha menampilkan keceriaan palsu saat mengucapkan kalimat-kalimatnya. Sementara Maxim justru tampak makin bertambah kesal. Bibir lelaki itu mengerucut.
“Aku tidak punya pengalaman banyak soal asmara. Aku belum pernah harus mengejar-ngejar seorang gadis. Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus bersikap di depanmu. Kalau akhirnya aku cuma bisa marah, itu karena lebih mudah seperti itu. Aku tidak mungkin bisa membujuk dengan kata-kata manis. Aku cemas, kamu bisa muntah kalau mendengarku merayumu dengan kalimat-kalimat aneh yang sama sekali tak cocok dengan gayaku,” celoteh Maxim. Lelaki itu menghela napas. Keheningan mengapung di segala sudut. Dengan tangan kanan yang masih digenggam Maxim, Kendra makin kesulitan untuk mengumpulkan akal sehatnya. Apalagi saat lelaki itu meremas tangannya dengan lembut. Maxim sudah memberi impak yang mengerikan bagi tubuh dan benaknya. Gadis itu bahkan khawatir jantungnya akan meledak karena terus-menerus membuat suara dentuman nan cepat. “Kendra, jangan diam saja! Bicara sesuatu, tolonglah! Tapi, bukan kata-kata yang akan mengecewakanku, ya?” Kalimat aneh yang diucapkan Maxim itu
“Ini sangat mengejutkan. Aku tidak pernah menduga kamu akan merasa seperti itu,” Kendra membela diri. Dia memejamkan mata sesaat. Maxim berusaha sungguh-sungguh agar suaranya tidak lagi meninggi. Dia sedang bersama Kendra yang baru saja diakui sebagai orang yang dicintainya. Kalau dia terus-menerus marah, bagaimana Kendra bisa meyakini bahwa dia memang mencintai gadis itu? Pemikiran itu yang membuat Maxim berusaha bernapas normal, untuk meredakan gejolak di dalam dadanya. “Kalaupun kamu tidak menduganya, bukan berarti tidak mungkin, kan?” Maxim menyabarkan diri. “Perasaanku, tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi beberapa hari lalu. Semuanya sudah bermula lama, tapi aku tidak menyadarinya. Dan ketika aku tahu ada sesuatu yang terjadi, aku panik. Kamu kira aku tidak berusaha membuang perasaanku? Sepertimu, aku takut kalau ini bukan sesuatu yang tulus. Aku takut ini cuma perasaan sementara. Tapi Kendra, makin aku berusaha mengabaikannya, aku makin tersiksa. Aku
Sumpah, Kendra sangat ingin membenci Maxim selamanya. Bila mungkin, dia juga berharap bisa mengulang waktu dan tidak akan pernah mengenal laki-laki menyebalkan itu. Ucapan Maxim yang menyinggung tentang Djody sudah cukup menjadi tiket agar mereka bisa bermusuhan selamanya. Kendra bertekad untuk tidak akan memaafkan Maxim. Karena lelaki itu sudah menggunakan rahasia yang dibaginya pada Maxim menjadi senjata yang menyakiti Kendra. Bagaimana bisa? Padahal, Kendra memercayai Maxim. Andai tidak, mustahil gadis itu membiarkan Maxim tahu tentang rahasia yang selama ini disimpannya. Bahkan Neala pun tidak banyak tahu seputar kehidupan pribadi Kendra. Lagi pula, penolakannya bukan karena gadis itu menganggap Maxim akan mengkhianatinya kelak seperti yang dilakukan sang ayah. Sedikit pun Kendra tak pernah menyamakan ayahnya dengan laki-laki lain. Apalagi Maxim. Dia tahu bahwa Maxim bukan tipe pria pengkhianat. “Kenapa kamu harus menyebut-nyebut soal ayahku? Apa ka
“Kamu tidak keberatan dengan kontraknya, kan?” tanya Kendra, agak harap-harap cemas. Dia benar-benar merasa lega saat Sean menggeleng sebelum membubuhkan tanda tangan pada dokumen yang diperlukan. “Semuanya sudah oke, kok! Berarti selanjutnya aku hanya perlu datang ke kantor The Matchmaker untuk menghadiri acara seleksi peserta, kan?” tanya Sean, mencari penegasan. “Betul,” komentar Kendra. “Setelah ada tanggal yang pasti, silakan kontak aku. Lebih cepat lebih baik, supaya semuanya bisa disiapkan dengan baik. Selain itu, kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungiku, ya?” “Sip,” sahut Sean. “Kamu mau buru-buru pulang ya, Ken? Tidak mau makan malam dulu?” Sean menyerahkan kontrak yang sudah ditandatanganinya sambil menatap Kendra. Tawaran yang menggiurkan itu terpaksa ditolak oleh Kendra. Karena dia belum siap untuk bertemu dengan Maxim jika nekat makan malam dengan Sean. Itu kemungkinan yang bisa saja terjadi, kan? “Aku masih punya ban
Sepeninggal Kendra, Maxim cuma duduk membatu di sofa ruang kerjanya tanpa melakukan apa pun. Lelaki itu merasa kepialu. Maxim nyaris tak sanggup menahan rasa nyeri yang menyerang kepalanya. Apa yang baru saja dia lakukan? Mengapa semuanya berantakan? Padahal, seharusnya itu menjadi momen romantis antara dirinya dan Kendra.Ah, mungkin itu harus diralat. Tak ada yang bisa dianggap sebagai momen romantis. Itu karena Maxim begitu kacau saat mengungkapkan perasaannya pada Kendra. Dia mencintai Kendra, itu tak bisa lagi dibantah. Berbulan-bulan Maxim menyembunyikan perasaannya yang justru kian menguat saja setiap harinya. Dia bahkan sudah memutuskan untuk menyimpan semua afeksinya untuk diri sendiri.Alasannya simpel saja. Maxim tak mau hubungannya dengan Kendra malah berantakan. Karena dia tak tahu pasti perasaan gadis itu. Maxim sungguh takut ditolak. Apalagi setelah Kendra terus mendorongnya untuk mendekat ke arah Judith, entah gadis itu menyadarinya atau tidak.B
“Aku cuma mampir sebentar karena ada perlu,” sahut Sean, mengabaikan kata-kata Maxim. “Aku punya info penting. Sebentar lagi Kendra akan datang ke kantorku. Apa kamu tidak tertarik untuk....”Maxim tahu Sean bermaksud baik. Namun dia hanya menukas tajam, “Tidak, terima kasih.” Tangan kanan Maxim membuat gerakan mengusir.“Kamu menyerah? Cuma begitu upayamu untuk mendapatkan Kendra? Sebenarnya, kamu betul-betul jatuh cinta pda Kendra atau tidak, sih?”Maxim mendengkus kesal. “Ini terakhir kali aku membahas soal ini, ya. Setelah ini, kalau kamu berani-berani menyebut namanya, aku akan memutilasimu.” Maxim menatap sepupunya sungguh-sungguh. “Aku tidak tertarik melakukan apa pun untuk membuatnya berubah pikiran. Demi Tuhan, dia sudah menolakku! Apa itu tidak cukup? Aku tidak akan mempermalukan diri sendiri.”Sean membalas dengan tak kalah galak. “Aku kan sudah bilang, mungkin dia be
“Kamu ke Buana Bayi untuk bertemu denganku? Ada perlu, ya?” tanya Maxim tanpa basa-basi. Judith berpura-pura cemberut mendengar ucapannya.“Ish, kamu sama sekali tidak ramah. Pertanyaanku soal kabarmu pun belum dijawab. Tapi aku maklum karena kamu memang orangnya begitu. Aku memang lebih suka laki-laki yang tak suka banyak basa-basi- Max. Tidak genit juga,” kicau Judith. Perempuan itu berdiri lagi. “Aku titip tasku dulu, ya? Aku mau pesan kopi. Kamu mau sesuatu?”Maxim menggeleng tanpa semangat. “Tidak, terima kasih.”Judith meninggalkan kursinya, Maxim pun kembali menumpukan perhatian pada pintu masuk. Dia bertanya-tanya sendiri apakah tadi sudah melewatkan sesuatu? Mungkinkah Kendra sudah datang tapi dia tak melihat gadis itu karena mendadak Judith muncul di depannya dan membuat perhatian Maxim teralihkan?Lelaki itu kian gusar saja. Apalagi karena setelah menunggu bermenit-menit, dia masih tak melihat bat
Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus
Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang
“Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg
Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l
Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann
Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan
Keluar dari ruangan Rossa, kepala Kendra terasa berputar. Dia berharap semuanya cuma mimpi buruk yang kebetulan datang bertandang tanpa aba-aba. Akan tetapi, Kendra tahu yang ini bukan mimpi.Demi menenangkan diri, gadis itu buru-buru menuju toilet yang bersebelahan dengan pantri. Dia butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan saat ini. Langsung pulang atau menunggu hingga jam kerja berakhir? Masing-masing ada risikonya.Jika Kendra langsung pulang, pasti dia akan menghadapi banyak pertanyaan dari rekan sejawatnya. Padahal, Kendra merasa saat ini dia butuh ruang untuk bernapas. Karena ada banyak sekali kejutan yang didapatnya hari ini. Bertubi-tubi pula.Sementara jika gadis itu menunggu hingga jam kantor berakhir dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sisa hari ini mungkin akan berjalan lancar dan aman. Dia bisa menghindari hujan pertanyaan mengapa harus mengundurkan diri hari ini. Kecuali Rossa memutuskan untuk meminta Kendra meninggalkan kantor secep
Tubuh Kendra menegang selama beberapa sekon. Dia menatap Rossa dengan kening berkerut. “Ini serius, Mbak?” Kendra mencari tahu. “Saya harus putus dari Maxim?”“Tidak ada yang mengharuskan,” sahut Rossa cepat. “Tadi kan saya cuma bertanya. Kalau saya memintamu putus dari Maxim, bagaimana? Apa kamu bersedia?”Kendra menjawab di detik yang sama, “Tidak, Mbak. Maaf. Saya tidak melihat alasan kenapa saya dan Maxim harus putus. Kami tidak melanggar kontrak apa pun. Selain itu secara etika, saya juga tidak merasa ada masalah. Karena saya dan Maxim berpacaran berbulan-bulan setelah syuting Dating with Celebrity selesai. Tidak ada ‘cinta lokasi’ selama saya mengurusi Maxim sebagai klien kita.” Kendra membuat tanda petik di udara.Rossa beranjak dari tempat duduknya. Perempuan itu melangkah ke arah kulkas kecil di sudut ruang kerjanya. Rossa mengambil dua kaleng soda. Salah satunya diserahkan
Rossa tersenyum masam. “Tapi versi Judith tidak seperti itu. Kamu menjadi orang ketiga yang membuat hubungannya dengan Maxim menjadi jauh. Intinya, Judith mengkritik keras kebijakan-kebijakan The Matchmaker sehingga ada klien yang akhirnya malah berpacaran dengan pegawai di sini dan meninggalkan pasangan kencan yang sudah dipilih. Menurut kamu, mendengar tuduhan semacam itu dilontarkan oleh salah satu peserta kencan sekaligus sponsor acara Dating with Celebrity, apa yang harus saya lakukan?”Pertanyaan Rossa itu sungguh sulit untuk dijawab. Karena bukan kapasitas Kendra untuk mengajari perempuan itu apa yang harus dilakukan atau sebaliknya. Namun kalimat-kalimat bosnya yang menempatkan Kendra sebagai si penggoda, menyedot konsentrasi gadis itu lebih besar. Dia mustahil diam saja tanpa membela diri.“Tuduhan Judith sama sekali tidak benar, Mbak. Saya tak pernah menjadi orang ketiga yang merusak hubungannya dengan Maxim. Seperti yang saya bilang tadi, k