Suara musik EDM Girls Like Younya Adam Levine berkumandang di club pilihan abang bossnya. Beginilah akhirnya kalau ia sudah mulai membagi hidupnya dengan seseorang. Farewellnya Pandan Wangi yang sedianya akan mereka rayakan bertiga saja di club kesukaan mereka, akhirnya harus batal juga karena intervensi Altan. Abang bossnya itu menentang keras rencana mereka bertiga yang ingin hang out di club tanpa dikawal olehnya. Ia bahkan mengancam akan memberitahu keluarga mereka masing-masing jikalau ia tidak diajak serta menjadi pengawal mereka bertiga. Mau tidak mau mereka pun pasrah dibuntuti oleh Altan dari pada acara hang out mereka bubar jalan. Ya hitung-hitung nganggap punya pengawal pribadilah kata kedua sahabatnya. Sebelum mereka punya pacar, setidaknya mereka sudah latihan diposesifin oleh pacar-pacar mereka kelak. Aamiin.
"La, Abang ke meja ujung sana dulu sebentar ya? Kayaknya ada temen Abang yang lagi hang over parah di sana." Vanilla, Pandan Wangi dan Aliya
Pagi yang mendung. Hari ini Pandan akan berangkat ke New York, untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang MUA dan designer terkenal. Sebentar lagi Aliya akan menjemputnya. Ia secara khusus telah meminta izin pada abang bossnya untuk masuk kantor agak siang karena ia dan Aliya ingin mengantarkan Pandan ke bandara. Vanilla menyambar tas saat ia mendengar ARTnya memanggil dan mengatakan bahwa Aliya telah menunggu di teras depan. Setelah salim pada ayah dan bundanya yang tengah duduk santai di ruang keluarga, Vanilla bergegas masuk ke dalam mobil. Hari ini Aliya mengemudi sendiri. Sepertinya hukumannya telah berakhir. Karena Om Hardiman telah mengembalikan semua fasilitas-fasilitas Aliya yang sempat dicabut akibat pernikahannya yang batal dengan Bumi dulu. Saat ia melirik Aliya, keadaan sahabatnya ini juga kurang lebih sama. Tampak kuyu dan tidak bersemangat. Mereka sudah terbiasa bertiga. Dengan tidak adanya Pandan, rasa-rasanya ada yang kurang."Si Pandan telah be
Sementara Bumi dan Radit sedang baku mulut yang Vanilla yakini sebentar lagi akan saling baku hantam, ia pun memilih cara aman. Menjauh dari masalah dan mencoba menelepon abang bossnya untuk segera diselamatkan. Bahasanya elah pakai kalimat diselamatkan pula. Dengan bermodalkan pulsa tujuh ratus rupiah, Vanilla mencoba menelepon abang bossnya. Ternyata operator menyatakan bahwa pulsanya tidak cukup untuk menelepon dan sementara hanya bisa menunggu sipenerima telepon untuk menyetujui permintaannya. Biasanya metode seperti ini cukup berhasil, karena si penerima telah menerima panggilannya dan tahu siapa yang telah menghubunginya. Dan benar saja, abang bossnya langsung meneleponnya kembali. Alhamdullilah."Ya, La. Ada apa?"Vanilla merasa agak aneh saat mendengar nada suara abang bossnya terkesan hati-hati dan sedikit berbisik. Vanilla semakin curiga saat samar-samar seperti mendengar suara ayahnya dan juga kalau tidak salah suara kakakny
Abang bossnya telah menunggu di lobby saat ia dan Bumi tiba di kantor. Abang bossnya memang telah berpesan pada Bumi bahwa ia juga ingin berbicara dengannya. Vanilla mencuri dengar pembicaraan mereka berdua via ponselnya tadi. Ia memang terpaksa memberikan ponselnya pada Bumi, karena abang bossnya telah mengetahui kebohongannya. Saat melihat abang bossnya ternyata sampai menunggunya di lobby, tahulah Vanilla betapa seriusnya abang bossnya ini menanggapi masalah kebohongannya tadi. Jarak antara kantor ayahnya dan kantor abang bossnya yang memang masih berada dalam satu deretan gedung perkantoran, jelas memungkinkan Altan untuk tiba di kantor terlebih dahulu dari pada mereka berdua. Di sepanjang perjalanan menuju kantor Vanilla begitu gelisah. Ia sama sekali tidak menyangka kalau keputusannya untuk tidak mengatakan yang sebenarnya pada abang pacarnya ternyata adalah pilihan yang salah.Sebenarnya ia sama sekali tidak bermaksud untuk berbohong. Berniat pun ti
Seorang gadis cantik bertubuh ramping dan berambut panjang, berlarian di sepanjang koridor Rumah Sakit Jiwa Dokter Heriadi Soeroso. Langkah kaki kurusnya dengan cepat menyusuri lorong demi lorong rumah sakit, hingga ia berhenti pada satu ruangan yang letaknya agak di ujung kamar-kamar pasien penderita gangguan jiwa lainnya. Ruang Murai sekilas mirip dengan ruang rawat inap pasien biasa. Hanya saja Ruang Murai ini dikhususkan untuk perawatan pasien skizofrenia. Makanya bentukan furniture-furniturenya relative curve, sehingga lebih aman bagi keseharian penderitanya yang sebagian besar memang selalu ingin menyakiti diri sendiri.Si gadis cantik dengan wajah penuh keringat dan napas tersengal-sengal, membuka pintu pengaman ruang Murai dengan tergesa-gesa. Air mata sang gadis langsung luruh seketika saat melihat ayah yang paling disayanginya sudah dalam keadaan terikat tangan dan kakinya di atas bangsal. Ia tahu tindakan ini memang harus dilakukan demi mencegah ayah
Vanilla bolak balik mengecek penampilannya sendiri di toilet kantor. Ini adalah hari pertamanya menjabat sebagai asisten pribadi abang bossnya. Menurut abang bossnya ia sudah lulus menjadi OG terbaik. Dan kini ia berhak diberi wewenang baru sebagai hadiah dari buah kesabarannya menjadi OG. Menjadi asisten pribadi abang bossnya tentu saja. Hari ini ia akan ikut dengan abang bossnya dan Mbak Tasya, sekretarisnya untuk menemui client potensial yang tertarik untuk merger dengan perusahaan ayahnya. Selain itu mereka juga akan menawarkan konsep kerjasama yang akan ia presentasikan. Ia sangat bahagia karena abang bossnya memberikan kesempatan padanya. Ia berjanji akan berusaha dengan sebaik-baiknya.Langkah ini baik mengingat akhir-akhir ini perusahaan ayahnya sedang banyak diterpa oleh isu-isu miring yang melemahkan nilai saham-sahamnya. Memang bisa saja abang bossnya menghandle semua permasalahan keuangan perusahaan ayahnya, tetapi yang abang bossnya inginkan b
Vanilla berdiri dengan gelisah saat seseorang yang mengaku pemilik perusahaan mengetuk dua kali pintu ruangan meeting. Seketika suara Mbak Tasya yang sedang presentasi terhenti. Pintu kemudian dibuka oleh salah seorang staff wanita peserta meeting. Sikap mereka langsung berubah saat melihat siapa yang datang. Mereka tampak begitu gugup sang pimpinan telah datang. Dari sudut matanya Vanilla melihat abang bossnya memandang skeptis padanya. Ada banyak pertanyaan yang menuntut jawaban di matanya. Jelas saja, ia seperti masuk kembali ke dalam ruangan dan terkesan membawa backing untuk berperang."Perkenalkan rekan-rekan sekalian, saya Galang Setiawan. Saya yakin Anda-Anda sekalian ada yang sudah mengenal saya, terutama Pak Altan Wijaya Kesuma. Crazy rich Asiannya tanah air. Putra mahkota klan Wijaya Kesuma." Pak Galang bercanda sejenak dengan Altan seraya menjabat tangannya dengan santai. Vanilla masih diam saja karena tidak tahu harus bersikap bagaimana dalam situas
"Vanilla, kamu keluar sebentar dulu ya? Ada hal yang ingin Abang bicarakan berdua saja dengan Tasya? Bisa, La?" Baru saja kaki mereka bertiga menginjak ruangan kantor, abang bossnya telah membuat hati Vanilla bertanya-tanya. Abang bossnya ingin membicarakan apa dengan Mbak Tasya ya? Sampai-sampai ia diusir dan tidak boleh ikut mendengarkan pembicaraan mereka. Semenjak ia diangkat menjadi asisten abang bossnya, ia memang ditempatkan satu ruangan dengan abang bossnya. Mereka hanya berbeda meja. Vanilla menganggukkan kepalanya. Ia tahu pasti ada sesuatu yang mengganjal perasaan abang bossnya. Raut wajahnya tegang terus selama ia menyetir tadi."Apakah kamu yang melenyapkan file Vanilla?" Setelah Vanilla keluar dan pintu tertutup, Altan langsung menginterogasi Tasya. Ia memang type orang yang suka menembak langsung pada sasaran."Atas dasar apa Bapak menuduh saya seperti itu?" Altan melihat sekretaris yang telah lima tahun bekerja padanya
"Nggak usah repot-repot, Pak. Saya bisa kembali ke kantor sendiri. Lagi pula atasan saya tidak suka kalau saya menggantungkan diri pada orang lain. Katanya orang yang suka nyender bisa jatuh sewaktu-waktu kalau yang ngasih senderan pas bergeser. Hehehe..." Vanilla nyengir dan berupaya menolak kebaikan Pak Galang ini dengan cara yang halus."Kamu membawa macbook dan tas tangan lho, La. Apa kamu tidak takut nanti dijambret atau bagaimana nanti di jalan? Bukan apa-apa, saya hanya mengkhawatirkan keadaan kamu saja. Kamu tahu sendirikan kejahatan di ibukota ini sekarang semakin merajalela? Kan lebih aman kalau saya yang mengantar kamu saja. Lagi pula hemat ongkoskan? Tidak usah membayar." Bujuk Pak Galang lagi."Mudah-mudahan tidak ada apa-apa, Pak. Tapi kalau pun memang kejadian juga, itu namanya takdir. Kita sedang tidur-tiduran di rumah pun bisa saja celaka, seperti kasus mobil yang remnya blong dan menabrak rumah warga. Kalau Allah suda
"Eh bangkotan borju, lo kok lemot beut sih kayak keong? Lamar dong itu si Vanilla? Lo nggak takut apa ntar si Illa ditikung balik sama Bumi?" Tria menyenggol lengan Altan yang baru menyuapkan bakso. Karena senggolan Tria, alhasilbakso Altan mencelat dan kuah baksonya terciprat ke hidungnya sendiri. Altan menyumpah-nyumpah.Hari ini mereka bisa berkumpul bertiga karena Tria mempunyai waktu luang. Mertua dan adik iparnya yang baru tiba di tanah air menginap di rumahnya. Mereka semua kangen pada empat orang buah hati Tria dan Akbar. Makanya Tria jejingrakan kegirangan karena tugas wajibnya ada yang menggantikan sementara. Tanpa perlu menunggu lama, ia segera menghubungi dua sahabat oroknya. Dan akhirnya di sinilah mereka berada. Di warung bakso Bang Doel, tempat nongkrong favorit mereka sepanjang masa."Eh preman pasar, lo liat-liat dong kalo mau nyenggol. Nih liat, bakso gue sampai ngegelinding ke mana-man
"Hallo, anak baru. Muka lo kok ketet banget sih kayak kolor baru. Kenalin, nama gue Vanilla. Panggil aja Illa. Nama lo siapa?" Sapa seorang gadis manis dengan nama Vanilla Putri Mahameru di seragam putih birunya. Ia tertegun sejenak memandang wajah manis dengan tatapan mata jahil yang sedang mengulurkan tangannya ramah. Ia memang baru seminggu mengganti seragam merah putihnya dengan warna putih biru. Apalagi ia memang murid baru pindahan dari sekolah lain. Sudah pasti ia tidak mempunyai teman di lingkungan baru ini. Ia balas tersenyum ramah dan menjabat tangan si teman baru. "Gue Aliya Sanjaya. Panggil aja Liya. Lo temen baru pertama gue di sekolah ini. Salam kenal ya?"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semesta telah mempertemukannya dengan musuhnya tanpa ia perlu bersusah payah lagi mencari-cari. Saat ia membaca nama lengkap gadis cantik yang mengajaknya bersalaman ini, ia langsung menandainya.
Drttt... drttt... drttt...Aliya meninggalkan ruangan tempat Vanilla disekap saat merasakan ponselnya bergetar. Samar-samar ia masih bisa mendengar suara Vanilla yang tengah memaki-maki Om Gilang. Vanilla ini memang jelmaan Tante Lily. Sama sekali tidak ada takut-takutnya walaupun nyawanya sudah diujung tanduk. Sedikit banyak kata-kata Vanilla tadi menyadarkannya. Ayahnya dan Om Gilang mempunyai jabatan yang sama di perusahaan Om Heru. Otomatis kemampuan keduanya pasti tidak jauh berbeda bukan? Tapi kenapa ayahnya bisa menjadi gila sementara Om Gilang sukses jaya? Mengapa Om Gilang tidak mengulurkan tangan dan membantu ayahnya bangkit lagi? Kalau memang Om Gilang sebenci itu kepada keluarga Mahameru, mengapa ratusan gambar Tante Lily bertebaran di dinding kamar Om Gilang?Ia tidak buta. Semua photo-photo itu seakan merefleksikan kehidupan Tante Lily dari waktu ke waktu. Photo itu dimulai saat si tante sedang hamil besar dan berjualan di sebu
"Mas, biar Abizar, Altan dan para polisi aja yang mencari Vanilla. Mas nunggu kabarnya di rumah aja ya, Mas?" Lily berusaha menahan tangan suaminya saat melihat Heru menyelipkan sebuah pistol jenis colt di pinggangnya. Suaminya sedang bersiap-siap mengikuti Galih beserta para anak buahnya yang bergerak untuk mencari putri mereka. Bukan apa-apa, setelah menikah dengannya, Heru yang dulunya adalah seorang laki-laki kejam dan berangasan telah berubah menjadi seorang family man. Padahal siapa dulu yang tidak mengenal keganasannya? Ring demi ring boxing telah ia susuri semua. Suaminya bahkan berhasil menaklukkan para petarung-petarung hebat yang telah dipersiapkan kakaknya dulu, barulah suaminya ini bisa memilikinya. Dingin dan sadis adalah julukannya. Tetapi tingkah brangasan dan nekadannya itu telah ia buang jauh-jauh setelah Abizar dan Vanilla lahir. Suaminya berubah menjadi lebih religius dan mendalami agama sesudah menjadi seorang ayah. Suaminya mengatakan
Vanilla bermimpi. Ia merasa sedang mengikuti acara perpisahan dengan teman-teman sekolahnya dulu. Mereka sekelas bergembira ria di pantai. Ia yang kala itu ingin menjajal kemampuan berenangnya, mencoba berenang hingga jauh ke tengah pantai. Pandan Wangi dan Aliya sudah memperingatkannya agar tidak terlalu jauh berenang. Mereka takut kalau ia terbawa arus. Tetapi beningnya air pantai dengan ombak kecil yang bersahabat begitu menggodanya. Ia nekad berenang sendiri sampai jauh. Saat ia sampai di pertengahan pantai yang cukup dalam, masalah pun datang. Ia merasa kalau kakinya kram. Ia panik dan berusaha meminta pertolongan. Namun jeritannya tidak ada yang mendengar karena posisinya yang sudah terlalu jauh dari bibir pantai. Ia akhirnya pasrah dan hanya bisa menggapai-gapai air. Berjuang untuk bisa tetap bernapas. Sampai suatu ketika seseorang meraih tubuhnya dan membawanya keluar dari pantai. Dinginnya air dan kakinya yang membuat perasaannya tidak karuan. Satu hal yang ia rasakan
Altan terbangun tepat pada pukul enam pagi. Ia meringis saat merasakan tubuhnya sedikit kram dan pegal-pegal. Tidur di kursi panjang ruang tunggu rumah sakit, tentu saja bukanlah pilihan yang nyaman. Tetapi anehnya, ia malah merasa puas sekali. Ia seolah-olah bisa ikut merasakan sakit seperti Vanilla di dalam sana. Ia memang sengaja memilih tidur di kursi panjang yang berhadapan langsung dengan ruangan Vanilla. Ia menjaga pacarnya tanpa meminta simpati atau pun empati. Ia menjaganya murni karena ia sayang dan peduli. Bukan karena mengharapkan simpati orang lain.Untung saja kedua sahabat oroknya tidak tahu kelakuannya ini. Kalau saja mereka tahu, sudah bisa dipastikan mereka berdua akan mensahkan dirinya sebagai member bucin teranyar tahun ini. Namanya pasti akan trending sebagai bucin termuda tahun ini. Reputasinya sebagai laki-laki paling cool seruang angkasa dan tata surya akan tinggal kenangan saja. Ia bangkit perlahan seraya melakukan beberapa gerakan peregangan. Ia
Vanilla merasa ada yang aneh saat ia membuka matanya. Dinding kamarnya yang biasanya berwarna krem dengan tirai berwarna merah marun, mendadak berubah menjadi berwarna putih semua. Sejenak ia kehilangan orientasi. Ketika secara tidak sengaja ia ingin bangkit dari tidurnya, ia meringis kesakitan. Tangan kirinya sudah dipasangi jarum infus rupanya. Ia kembali menjatuhkan kepalanya ke atas bantal. Berusaha merangkai-rangkai kejadian demi kejadian yang berseliweran di benaknya. Pertengkaran dengan abang bossnya, naik gojek, hujan, kedinginan dan ia tidak bisa mengingat sisa kejadiannya lagi. Pasti ia kehilangan kesadaran hingga akhirnya ia dibawa ke rumah sakit ini. Ya, ia yakin kalau ruangan ini rumah sakit saat melihat infus di tangannya. Di saat ia sedang terus berusaha menggali ingatan yang tercecer, pintu ruangannya terbuka. Menghadirkan sosok cantik bundanya yang membawa beberapa wadah styrofoam dalam satu plastik besar."Udah bangun, La? Gimana perasaan kamu,
"Eh brondong borju, lo ngapain di sini? Mau sunat dua kali atau lo lagi nganterin pacar lo aborsi?" Altan yang sedang duduk bengong di ruang tunggu rumah sakit, kaget saat kepalanya digeplak begitu saja oleh seseorang.Naratria Dewangga. Si preman pasar dan putra sulungnya Azkanio Akbar Dewangga."Eh preman pasar, lo emang kagak ada sopan-sopannya jadi manusia. Jangan suka ngegetok kepala orang sembarangan. Kata bokap gue bisa bodoh ntar." Altan gantian menoyor kening Tria dengan jari telunjuknya. Rasain. Jahil banget ini emak-emak sebiji!"Halah, lo emang udah bodoh dari sononya. Buktinya lo bertahun-tahun suka sama itu bocah gila eh Illa, tapi lo pendem-pendem terus. Kagak berani lo omongin. Itu cuma contoh kecil ya? Kalo mau gue bahas semua kebodohan hakiki lo, bisa seminggu kita ngejogrok di mari kagak kelar-kelar."Ini mulut si preman pasar ya, pengen banget gue iket pake tali rafia.
Pukul tiga lewat lima belas menit. Vanilla dengan sopan memberitahu abang bossnya kalau mereka harus segera berangkat ke kantor Kreasi Mandiri Tbk, kalau mereka tidak ingin terlambat meeting. Vanilla yang tadi telah mendapat sedikit pencerahan dari Winda berusaha menjaga sikap profesionalitasnya selama berinteraksi dengan atasannya. Ia menghindari kontak mata dan membicarakan hal-hal yang tidak penting dengan abang bossnya.Ia sekarang berprinsip, bagaimana abang bossnya bersikap terhadap dirinya, maka seperti itu jualah ia akan bersikap. Lo jual gue beli. Lo sok kuasa, gue woles aja. Lo bertingkah, sekalian lo bakalan gue tinggal aja. Ia tahu sedari ia masuk ke dalam ruangan tadi, abang bossnya terus meliriknya berulang kali. Tapi Vanilla selow ae. Dia tidak mau lagi baper dan perasaan dicintai. Jatuh-jatuhnya nanti sakit hati lagi. Rugi! Vanilla juga tahu kalau Mbak Tasya terus memperhatikan interaksi mereka yang walau pun tetap saling berkomunikasi teta