Beranda / Young Adult / Dark White / Dark White Chapter 08

Share

Dark White Chapter 08

Penulis: Lynd
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-02 10:40:48

Tiga puluh menit yang lalu, Karina pergi dari rumah Bella. Hari sudah beranjak malam dan gadis itu sendirian di rumah. Ia tidak membuka media sosialnya, tidak ingin membaca ocehan para pengguna internet yang selalu merasa paling benar. Itu hanya akan menambah beban pikirannya.

Gadis itu mengganti bajunya dengan sweater tebal dan celana olah raga. Rambutnya tertutup kupluk berwarna hitam. Ia juga menggunakan masker hitam dan kacamata bulat yang sering ia gunakan saat pergi. Ia berdiri di depan cermin kamarnya, memandangi dirinya yang dibalut pakaian serba hitam.

Mamanya dulu pernah berkata, fisik lelah bisa membantu meringankan beban otaknya. Gadis itu memasang earphone di telinganya, sebuah lagu dengan volume tinggi dan tempo cepat memenuhi pendengarannya.

“Mereka tidak akan menyadariku bukan?” tanyanya pada diri sendiri.

Gadis itu keluar dari rumahnya dan mulai berlari. Ia tidak memiliki tujuan yang pasti, ia hanya mengikuti ke mana kakinya akan membawanya pergi. Dahulu, setiap kali ia banyak pikiran ia akan melakukan ini. Saat ia pulang ia akan sangat kelelahan dan tertidur dengan mudah.

Meski akhir-akhir ini sepertinya sudah tidak lagi mempan. Apa karena ia sudah beranjak dewasa? Atau karena masalahnya yang terlalu banyak? Jujur saat ini ia sangat merindukan pelukan hangat mamanya.

Lima belas menit berlari tanpa henti membuat nafasnya seperti akan terputus. Detak jantungnya bahkan mengalahkan suara musik yang mengalun kencang di telinganya. Bella berhenti di sebuah trotoar sepi untuk mengatur  nafasnya. Ia membungkuk dengan kedua tangan bertumpu pada lututnya.

Bella kembali berlari secepat yang ia bisa. Harapannya semakin ia cepat berlari maka semakin cepat pula ia lupa tentang masalahnya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Ia seperti bisa mendengar orang-orang sedang menghujatnya saat ini.

“Wanita tidak tahu diri!”

“Dasar bermuka dua!”

“Apa dia tidak malu? Aku curiga dia benar-benar melakukan bullying dan berakting seolah dia tidak melakukannya. Zaman sekarang semua bisa dibeli dengan uang.”

Omong kosong itu bergemuruh di telinganya, bahkan mengalahkan lagu rock yang saat ini ia dengarkan. Tanpa Bella sadari matanya mulai berair. Tetesan air matanya bercampur dengan keringat yang mengucur deras.

Semakin kencang Bella berlari, semakin kusut pikirannya dan juga semakin deras air matanya mengalir. Langkahnya semakin tidak beraturan, berulang kali ia hampir terjatuh karena tersandung kakinya sendiri.

“Apa ini yang membuat mereka memilih mati?” batinnya.

“Apakah semua akan selesai jika aku tinggalkan neraka ini?”

Pikiran-pikiran buruk terus bermunculan di kepalanya. Bisikan-bisikan memenuhi telinganya. Gadis itu menaikkan volume musiknya, namun itu tidak membatu sama sekali.

“Brakk!”

Gadis itu jatuh tersungkur setelah tersandung kakinya sendiri. Tubuhnya berguling dan menabrak besi pembatas jembatan. Punggungnya terasa  nyeri saat menghantam besi yang dingin.

Telapak tangannya yang pucat tergores trotoar yang tidak rata. Cairan berwarna merah keluar dari kulitnya yang terluka. Ia bahkan sampai tidak bisa merasakan sakit fisik. Bella melepas maskernya, tempat ini cukup sepi sehingga ia tidak perlu khawatir akan ada yang memergokinya.

“Akhh ...” rintihnya sambil memegangi punggungnya yang terasa ngilu.

Ia memeriksa kedua lututnya yang juga terluka. Celana olah raganya robek cukup lebar. Ia duduk di tepi jembatan yang sepi, berusaha mengatur nafasnya yang tersengal.

“Bintang-bintang itu ... beraninya mereka bersinar seterang itu saat jalan hidupku segelap ini.”

Bella menyandarkan punggungnya yang terasa nyeri di besi pembatas. Nafasnya terengah-engah dan wajahnya basah kuyup. Sebagian kecil rambut putihnya menyembul keluar dari balik kupluk hitamnya.

“Ayah ... apa kau bahagia di sana?”

Matanya mendongak menatap langit hitam yang penuh bintang.

“Kau bahkan belum membayar perbuatanmu padaku. Apa kau membayarnya di atas sana? Apakah mati itu menyakitkan?”

Gadis itu terus berbicara sendiri. Di bawah sana air sungai mengalir dengan sangat deras. Jalanan sangat sepi dan hanya satu dua kendaraan saja yang melintas. Bella melirik air sungai di bawah sana. Gelombang airnya seperti melambai-lambai ke arahnya untuk melompat ke bawah sana.

Fokusnya beralih ketika benda di kantong celananya bergetar. Ia mengambil ponselnya malas, siapa lagi yang berani mengganggunya. Saat ia membuka ponselnya, ia dikejutkan dengan delapan panggilan tidak terjawab dari Karina.

“Jangan tanyakan apa-apa dulu, aku ingin istirahat.”

Bella memilih menjawabnya dengan mengirim pesan singkat. Gadis itu kembali menyandarkan kepalanya di besi pembatas jalan yang dingin. Seolah dinginnya bisa membantu mendinginkan otaknya yang sedang mendidih. Semakin lama telapak tangannya terasa perih saat terkena angin malam.

“Apa aku sudah berakhir?”

Tangan pucatnya memukul-mukul kepalanya pelan. Ia meraih ponselnya kembali, lalu membuka kontak Allen. Pria yang akhir-akhir ini banyak membantunya.

“Apakah aku harus menghubunginya?”

Sepuluh menit berlalu hanya ia habiskan untuk memandangi profil Allen yang tidak diisi foto. Gadis itu memilih kembali menyimpan ponselnya, namun tanpa sengaja ia menyentuh tombol panggilan.

“Astaga!” teriak gadis itu panik dan langsung memutus sambungan.

Sialnya Allen sepertinya sudah hampir mengangkatnya. Pria itu menelepon Bella balik membuat gadis itu bingung. Ia tidak ingin menjawabnya dan memilih membiarkan ponselnya terus bergetar.

“Ping!” Sebuah pesan masuk setelah panggilan Allen terhenti.

“Kau baik-baik saja?” tanya Allen melalui pesan singkat.

Bella menghembuskan nafas berat, pertanyaan klasik itu. Jemarinya mengetikkan pesan cukup panjang, namun pada akhirnya ia kembali menghapusnya.

“Hmm,” jawabnya melalui pesan singkat.

Ponsel itu kembali bergetar dan nama Allen terpampang jelas di layar benda persegi panjang itu. Butuh waktu cukup lama untuk gadis itu mengangkat panggilan Allen.

“Ada apa,” ketusnya.

--“Harusnya aku yang bertanya, bagaimana keadaanmu?” Suara berat pria itu keluar dari speaker ponsel.

“Baik,” jawab gadis itu singkat.

--“Di mana kau?” Pria itu tahu benar, tidak mungkin Bella baik-baik saja hari ini.

“Rumah, jangan berpikir untuk datang kemari!” tegasnya hampir berteriak.

--“Baiklah.”

Sambungan telepon tertutup dan Bella dikejutkan dengan respons pria itu barusan. Ada sedikit rasa kecewa di benaknya karena Allen tidak memberikan respons yang ia inginkan.

“Apa ini? Dia mematikannya?!” gumam gadis itu geram.

“Yah, tidak semua orang bisa hadir saat kau membutuhkannya.”

Bella berdiri dan menyandarkan dirinya di tepian jembatan. Di atas sana awan hitam mulai menutupi. Ia merasakan kedua telapak tangannya nyeri setiap kali angin berembus. Keringat yang memenuhi wajahnya perlahan mulai mengering meski belum sepenuhnya.

Gadis itu menunduk menatap aliran air deras di bawah sana. Pikiran gilanya terus berbisik untuk melompat. Namun ia masih waras untuk melakukan hal bodoh itu.

“Astaga!”

Bella terlonjak kaget saat sesuatu yang dingin menempel di pipinya.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya oknum yang mengejutkannya itu.

Pria itu memberikan minuman kaleng kepada Bella. Gadis itu menerimanya, ekspektasinya itu adalah bir atau paling tidak minuman bersoda. Tapi kenyataannya adalah sari buah yang dikemas dalam bentuk kaleng.

“Akhh! Aku heran dengan seleramu,” gumamnya sambil memandangi kaleng sari buahnya.

“Ini lebih baik daripada minuman yang menyakiti tenggorokan.”

Bella melirik sepeda yang terparkir di dekatnya. “Tahu dari mana aku di sini?”

“Insting.”

Allen menenggak air mineral botol yang ada di tangannya. Matanya melirik telapak tangan Bella yang terlihat kotor dan memerah. Itu bukan merah karena memar, tapi merah karena darah. Ia memperhatikan pakaian gadis itu, sweater hitam itu penuh dengan pasir jalanan.

“Berikan tanganmu,” ucapnya sambil menarik lengan Bella.

“Apa yang kau lakukan?”

Pria itu mengguyurkan air mineralnya untuk membersihkan telapak tangan Bella. Lukanya tidak parah tapi pasti terasa sangat perih. Pasir jalanan masih tertempel di lukanya dan pasti sangat tidak nyaman.

Ia membalutnya dengan sapu tangan abu-abunya. Gadis itu diam dan sesekali meringis kesakitan.

“Kau berpikir untuk melompat?” tanyanya saat selesai mengikat luka gadis itu.

Bella berbalik kembali bersandar pada besi pembatas. “Bisikan-bisikan di telingaku terus mengatakan itu.”

“Lalu kau akan melakukannya?”

“Aku tidak segila itu.”

Gadis itu menatap kosong langit yang sudah sempurna tertutup awan hitam. Gemuruh suara kilat berulang kali terdengar sejak beberapa saat lalu.

“Kau baik-baik saja?” Allen menatap gadis itu dalam.

Bella menggeleng pelan. “Aku tidak baik-baik saja. Aku hampir gila.”

Mata gadis itu menerawang jauh dan mulai berkaca-kaca. Penampilannya kotor oleh pasir dan bisa dilihat celananya robek di bagian lutut.

“Tatapan mereka, suara mereka dan cara mereka berbicara padaku ... kenapa semuanya terasa menyakitkan?”

Batinnya terasa sesak setiap kali melihat kejadian tadi. Sebelumnya ia berpikir akan kuat menjalaninya jika hari ini datang. Tapi kenyataannya ia tumbang, setiap hujatan yang mereka katakan menancap begitu dalam di hatinya.

Selama ini ia mencoba untuk mengabaikannya. Tapi lama kelamaan ia tidak sanggup. Ia pikir hatinya keras, namun kenyataannya bahkan lebih lemah dari kertas tisu.

“Ini terlalu berat untuk kupegang sendiri. Berulang kali aku mengatakan diriku kuat. Tapi berulang kali hatiku menyangkalnya. Berulang kali menegaskan pada diri sendiri kalau aku bisa sendiri. Namun nyatanya, aku tidak lebih dari seorang gadis cacat yang sudah membohongi jutaan orang.”

Bella melepas kupluk hitamnya, helaian rambut putihnya terurai. Allen masih berada di sampingnya, mendengarkan gadis itu berbicara. Tidak peduli di atas sana awan hitam sudah semakin menebal.

“Selama bertahun-tahun berlindung di balik benda ini, hingga aku lupa kalau aku sedang bersembunyi.”

“Aku harus bagaimana? Semua orang menatapku sebagai pembohong. Semua menghakimiku tanpa tahu bagaimana menjadi diriku. Aku bahkan takut untuk menatap wajahku sendiri di cermin!”

Dadanya semakin terasa sesak bersamaan dengan emosinya yang semakin tidak terkendali.

“Aku merasa sangat malu, kalau saja ada lubang yang bisa menelanku sebentar saja. Aku ingin menghilang dari dunia ini. Aku tahu aku sangat lemah, tapi ini benar-benar sangat berat.”

“Kau benar, hatiku memiliki kapasitasnya sendiri dan sepertinya saat ini sudah penuh. Maaf karena menjadikanmu sebagai tempat sampah untuk masalahku.”

“Aku hampir gila sampai-sampai berpikir untuk ....”

Belum sempat gadis itu menyelesaikan kata-katanya, Allen terlebih dahulu menariknya dalam pelukannya. Bella terdiam membiarkan pria itu mendekapnya hangat. Setelah sebelas tahun lamanya ia memeluk dirinya sendiri.

“Apa yang harus kulakukan?”

Jemarinya mencengkeram lengan baju Allen erat seolah tidak membiarkan pria itu pergi darinya. Air mata yang sudah menggantung di pelupuk matanya kini jatuh. Kehangatan Allen justru semakin membuatnya lemah. Ternyata selama ini ia juga hanya berpura-pura kuat.

“Kenapa kau memelukku?” gumamnya.

“Biarkan seperti ini,” ucap Allen dengan suara rendahnya dan semakin mengeratkan dekapannya.

Ia sangat memahami apa yang dirasakan gadis itu sekarang. Menjadi berbeda itu sangat sulit jika hidup di antara orang yang tidak bisa menghormati perbedaan.

“Semenjijikan itukah aku? Kenapa kau memeluk gadis cacat ini?” Gadis itu masih terisak.

“Kau yang terbaik,” ucap Allen sambil menepuk pucuk kepala gadis itu hangat.

Bella melepaskan pelukannya. “Memalukan sekali,” ucapnya lalu mengalihkan pandangannya.

Wajahnya sedikit memerah karena malu. Untuk pertama kalinya ia dipeluk oleh seorang pria sehangat ini. Sebelumnya ia belum pernah merasakannya bahkan dari ayahnya sendiri.

“Jangan berpikir aku menyukaimu hanya karena ini,” ucapnya sambil membuang muka.

“Sekarang mungkin tidak, bagaimana dengan nanti.”

Pria itu tersenyum berusaha menggoda gadis itu.

“Dulu, sekarang dan selamanya. Tidak akan!” tegas gadis itu kesal.

Rintik hujan mulai jatuh dan semakin deras. Bella mendongakkan kepalanya, membiarkan butiran air itu menghantam wajah pucatnya. Luka di lututnya terasa sedikit perih terkena air dingin.

“Jangan pernah menahannya lagi, menangislah ketika kau ingin menangis. Dan teriaklah sekencang mungkin jika itu membuatmu lega,” ucap Allen dengan suara beratnya.

“Aaaa!” Gadis itu berteriak kenang.

Suaranya bertarung dengan derasnya air hujan yang turun. Ada rasa sedikit lebih lega setelah menceritakan semuanya pada Allen. Tapi apakah dia melakukan hal yang benar? Apakah menceritakan semuanya pada Allen adalah pilihan yang tepat?

“AAaaa!” teriak kedua orang itu bersamaan.

“Pulang?” tanya pria itu sambil menatapnya hangat.

Lima belas menit mereka membelah jalanan yang basah dengan sepeda. Bella merentangkan tangannya lebar. Membiarkan tetesan air itu menimpa kulitnya yang pucat. Dinginnya air berpadu dengan udara malam seolah turut mendinginkan otaknya.

Mereka sampai di depan rumah Bella. Hujan masih mengguyur deras dan guntur menyambar semakin kencang. Ia merasakan tubuhnya semakin memanas sejak tadi. Telinganya tuli oleh gemuruh dan dengungan.

“Terima kasih,” ucapnya pada pria itu. “Dan maaf,” lanjutnya.

“Maaf?” Allen memperhatikan wajah gadis itu yang semakin memucat.

“Maaf karena telah membawamu ke dalam masalahku, aku berjanji ini akan menjadi ....”

Tubuhnya terkulai sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya. Allen menangkap gadis itu dan mencoba membangunkannya. Bisa dirasakan kulitnya sangat panas dan bibirnya membiru.

“Hei ... kau mendengarku?”

Pria itu menepuk-nepuk pipi Bella pelan mencoba menyadarkannya. Gadis itu masih tidak mau bangun.  

Allen lantas menggendong gadis itu masuk ke rumahnya. Dan saat sampai di teras rumah, ia dikejutkan dengan seorang wanita tengah menunggu di depan pintu rumah mewah itu. Itu adalah Karina yang sejak tadi khawatir pada keadaan Bella. Ia tidak bisa masuk karena tidak tahu kode kunci rumah gadis itu.

“Ada apa dengannya?” ucapnya panik sambil berlari mendekati Allen. 

“Buka pintunya,” ucap Allen.

Karina meraih jemari Bella untuk membuka pintunya yang hanya bisa diakses dengan sensor sidik jari dan kode kunci. Pria itu lantas merebahkan tubuh Bella di ranjang empuk yang ada di kamarnya.

Bab terkait

  • Dark White   Dark White Chapter 09

    Dark White Chapter 09Suara hujan deras mengguyur di luar sana. Sementara dalam sebuah ruangan berukuaran 7×8 meter, seorang pria masih sibuk mengganti kain kompres. Masih tergambar dengan jelas bagaimana Bella bercerita sambil menangis tadi. Gadis itu sedang terluka, bukan fisiknya tapi batin dan mentalnya.Saat ini semua orang seolah menodongkan senjata ke arahnya. Artikel dan unggahan di media sosial penuh dengan berita tentang kejadian tadi sore. Mereka yang sebelumnya tidak peduli, kini bersikap seolah mereka menjadi pihak yang paling dirugikan. Tidak sedikit pula berita yang sengaja dilebih-lebihkan untuk membuat nama gadis itu semakin buruk.Allen meletakkan baskom kecil berisi air dingin di nakas. Matanya terhenti pada obat-obatan yang berjajar rapi di atas lemari kecil itu. Ia melirik Bella sebentar lalu memutuskan untuk memeriksa obat apakah itu.“Ini gila ...” gumamnya sambil mengamati dua obat yang hanya tinggal beberapa buti

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-19
  • Dark White   Dark White Chapter 10

    Suasana hening menyelimuti ruangan yang didominasi warna putih. Aroma obat dan desinfektan tercium pekat membuat hidung terasa sakit. Berulang kali Allen membuka ponselnya kalau-kalau Bella bangun dan mengabarinya. Tadi dia pergi saat gadis itu masih tertidur dan hanya meninggalkan pesan singkat.“Tn. Allen …” panggil seoang gadis dengan seragam putih dan topi perawat dari ruangan dokter.Pria itu beranjak berdiri, menghembuskan nafas berat dan melangkah malas memasuki ruangan kecil itu. Tepat saat ia memasuki ruangan, seorang pria dengan rambut yang hampir sempurna beruban melemparkan senyum kepadanya. Kaca mata tebal bertengger di atas hidungnya yang mancung.“Bagaimana kabarmu?” tanyanya basa-basi.Kulitnya yang eksotis sangat berbanding terbalik dengan warna rambutnya yang sempurna putih. Kerutan menggelantung di wajahnya menampakkan sudah berapa lama ia berhadapan dengan dunia ini.“Apakah masih perlu kujaw

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-10
  • Dark White   Dark White Chapter 11

    Sinar matahari menyelusup memasuki jendela kamar. Bella mengerjapkan matanya berusaha mengumpulkan kesadarannya. Setelah sekian lama akhirnya gadis itu bisa tertidur sedikit lebih nyenyak. Matanya menyisir seisi ruangan namun tidak menemukan seseorang yang ia cari. “Sudah bangun?” Seorang wanita dengan pakaian kusut dan rambut di cepol seadanya datang dengan membawa segelas susu dan roti. “Sejak kapan kau ada di sini?” tanyanya sambil berusaha mengumpulkan kesadaran. “Pukul tiga tadi aku datang,” ucapnya lalu duduk di ujung ranjang Bella. “What!?” Bella yang sedang berusaha melemaskan ototnya langsung menghentikan aktivitasnya. “Aku yakin kau tidak tidur.” Gadis itu memperhatikan lingkaran hitam dan wajah sayu Karina. “Kau bisa resign menjadi manajerku,” ucapnya lirih. Ia tahu Karina selalu terlibat masalah karena dirinya. Sebagian besar manajer pasti akan sangat frustrasi mengurusnya. Tapi Karina, entah karena dia yang terlalu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • Dark White   Dark White Chapter 13

    Pukul sepuluh malam, Bella masih terjaga. Pikirannya tebang entah ke mana. Matanya menerawang bintang yang tertutup awan hitam di atas sana. Belasan kaleng minuman soda berserakan di sekitarnya. Gadis itu hampir mabuk karena terlalu banyak minum soda.“Ma, apa yang sedang terjadi sekarang? Bagaimana aku harus menghadapinya? Kehidupan gila ini semakin membuatku gila,” gumamnya. Mata birunya berkaca-kaca.Jika boleh jujur, Bella sangat merindukan mamanya. Ingin sekali ia datang menemui dan memeluknya seerat mungkin. Namun entah mengapa ia merasa ada tembok tinggi yang menghalangi setiap niatnya. Ada perasaan bersalah sekaligus takut memenuhi hatinya setiap kali ia ingin bertemu.“Ma ... kau tahu hidupku sekarang? Sangat menyenangkan ... begitu menyenangkan sampai aku lupa bagaimana caraku tertawa. Aku harap kau tidak bisa menonton TV di sana. Aku tidak ingin kau melihat wanita gila ini di layar TV.”Mamanya saat ini berada di sebuah

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-02
  • Dark White   Dark White Chapter 13

    Udara pedesaan menyeruak menusuk hidung seolah membawa Bella ke sekian tahun yang lalu. Tempat ini pernah menjadi tempat paling menyeramkan bagi gadis itu, begitu pula dengan sekarang. Entah kekuatan dari mana yang membawanya kemari sendiri, tanpa ada teman baik itu manajernya ataupun Allen.Gadis itu menginjak pedal gas mobilnya melewati jalanan sepi. Jalanan di mana ia hampir saja mengalami kecelakaan. Sekarang ia datang sendiri dengan hati yang semakin ragu. Pakaiannya serba tertutup ditambah masker hitamnya semakin membuatnya tampak misterius.Bella menghentikan mobilnya di halaman parkir sebuah rumah sakit jiwa. Sepi, sunyi, seperti tempat tanpa penghuni. Ia merasakan dingin merambat melalui jemari tangannya. Degup jantungnya semakin cepat. Ia mencoba menenangkan diri dengan mengatur nafasnya.Gadis itu berjalan memasuki rumah sakit jiwa tua yang dindingnya sudah dipenuhi lumut itu. Beberapa orang perawat terlihat berkeliaran di dalamnya.“Ada

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-27
  • Dark White   Dark White Chapter 14

    Sudah satu minggu sejak Bella datang menemui mamanya, saat ini ia merasa sedikit lebih lega, seperti satu beban yang selama ini mengganggunya sudah terangkat. Sudah lama sejak ia hiatus dari dunia pertelevisian, rumor tentangnya sudah mereda. Orang-orang kini fokus mencari kesalahan dari aktris-aktris lain.Bella terdiam duduk di hadapan dua orang yang kini menunggu jawabannya. Dua orang itu memintanya untuk melakukan comeback setelah sekian lama hiatus. Sejujurnya Bella masih merasa sangat sakit hati dengan perlakuan CEO-nya itu tapi dengan bujukan Karina akhirnya gadis itu bersedia menemui laki-laki mata duitan itu.“Jadi bagaimana keputusanmu?” tanya CEO-nya dengan tatapan masih sama dinginnya seperti sebelumnya.Bella meraih selembar kertas yang ada di hadapannya, membacanya lalu tersenyum miring. “Bukankah kau sudah tidak membutuhkanku lagi?” tanyanya.“Apakah aktris barumu tidak menghasilkan banyak uang, sampai-sampai k

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-11
  • Dark White   Dark White Chapter 15

    Allen meraih tangan Bella dan membawanya naik sepeda, setelah mendengar jawaban Bella yang seolah hilang harapan. Gadis itu tidak membantah dan mengikuti arahan pria itu. Ke manakah dia akan dibawa? Ke mana pun itu yang pasti tidak akan membahayakannya.Bella berpegangan pada baju hitam Allen. Sudah lama sekali Bella tidak naik sepeda seperti ini. semua kegiatannya mengharuskan dirinya menaiki mobil, mencium aroma pendingin yang memuakkan itu. Jujur ia sangat senang sat ini, terlepas dari beratnya beban pikiran yang sedang ia rasakan.Semilir angin menyapu wajahnya yang tertutup masker. Anak-anak rambut yang keluar dari kupluknya bergoyang-goyang tertiup angin. Menyenangkan, terakhir kali ia naik sepeda adalah saat ia SMP, sebelum ia menjadi trainee agensi yang menaunginya sata ini. ia bahkan sudah lupa bagaimana cara menyeimbangkan diri saat mengendarai sepeda.“Kita akan ke mana?” tanya Bella di tengah perjalanan.“Menemui seseorang,&r

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-22
  • Dark White   Dark White Chapter 16

    Bella menghembuskan nafas lega saat pria tua itu keluar dari ruangan. Rasanya menyebalkan hidup dengan bersembunyi seperti ini. Allen menatapnya hangat, mengatakan semuanya akan baik-baik saja.“Ke mana kau akan pergi setelah sembuh?” tanya Allen.Lucy tersenyum lebar lalu meraih sebuah buku gambar dan pensil warna yang ada di dekatnya. Agaknya gadis kecil itu berusaha menjawab pertanyaan Allen dengan sebuah gambar. Wajahnya tampak sangat senang, senyum manis tidak luntur dari wajah mungilnya itu.“Aku ingin ke taman bermain, selama ini aku hanya melihatnya di TV.”Gadis itu memperlihatkan hasil gambarnya yang memperlihatkan tiga orang tertawa lebar di depan sebuah taman bermain. Seorang anak kecil berada di tengah dan sudah pastiitu Lucy. Bella mengira dua orang yang bersama Lucy adalah orang tuanya. Namun saat ia perhatikan lagi, dua orang yang ada di gambar itu adalah dirinya dengan Allen.Bella dan Allen berpandangan, ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-30

Bab terbaru

  • Dark White   Dark White Chapter 29

    Matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat dan menciptakan nuansa senja yang hangat dan menenangkan. Ketiga orang dewasa itu berjalan santai di belakang seorang gadis kecil yang tampak sangat kegirangan di depan sana. Bella tersenyum melihat gadis itu tampak sangat Bahagia. Sudah terlalu banyak penderitaan di pundak gadis itu, ini saatnya dia berbahagia. Ia tidak tahu apakah ini akan menjadi pertama dan terakhir kalinya Lucy dapat bermain di tempat ini. “Aku ingin menaikinya!” Tangan mungilnya menunjuk sebuah komidi putar dengan kuda-kuda lucu yang bergerak berputar-putar. “Sungguh? Ayo kita naik!” Bella langsung menyambar tubuh kecil Lucy dan menggendongnya menuju komidi putar yang dimaksud. Ledakan tawa khas gadis kecil itu seketika pecah saat Bella menggendongnya. Sejak tadi mulutnya belum sempat tertutup karena sibuk tertawa dan ternganga melihat megahnya setiap permainan yang ada di taman bermain. Semua ini adalah mainan yang selama ini hanya bisa ia lihat lewat layer televi

  • Dark White   Dark White Chapter 28

    Hari ini merupakan hari terakhir perekaman drama yang Bella dan Mark bintangi. Semua pemeran dan juga staf melakukan foto bersama. Drama ini akan segera di rilis bulan depan. Bella tidak tahu akan seheboh apa nanti saat drama ini rilis karena bahkan saat ini pun sudah ada ratusan artikel dan kehebohan yang bahkan melebihi beberapa drama yang saat ini sedang tayang. “Kamu sudah bekerja keras ... sangat keras.” Karina memberikan sebuah buket bunga sebagai ucapan selamat.Gadis itu tersenyum menerimanya. Akhirnya ia bisa terbebas dari masalah shooting dan partner kerja yang sangat tidak kompeten seperti Mark. Rasanya ada satu beban berat terangkat dari pundaknya saat ini. Terlebih lagi beberapa waktu lalu Anggun memberi kabar kalau keadaan Lucy semakin hari semakin membaik. Dr. John menjelaskan kalau dia terus mempertahankan progresnya seperti ini kemungkinan untuk bertahan hidup lebih lama akan semakin besar. Dr. John tidak bisa menjamin gadis kecil itu akan sembuh sepenuhnya. Yang b

  • Dark White   Dark White Chapter 27

    Matahari sudah mulai tergelincir ke arah barat meski belum sepenuhnya menunjukkan waktu sore tetapi tidak juga bisa disebut sebagai siang. Berulang kali Bella memastikan kalau tali pengikat di pinggangnya terpasang dengan benar. Ini adalah adegan Bella terjatuh dari atas gedung. “Kalian tidak menggunakan CG?” tanyanya saat melihat lokasi shooting yang benar-benar berada di atas gedung. Angin berembus cukup kencang sedikit menyamarkan teriknya panas matahari yang menerpa. Kulitnya yang putih sedikit memerah karena terlalu panas. “Takut?” tanya Mark yang entah sejak kapan sudah berada di sampingnya. “Berhenti memancing keributan,” timpal Bella pelan. Ia masih merasa sedikit gugup karena ini pertama kalinya ia melakukan adegan seperti ini. “Tali ini kuat bukan?” Gadis itu berulang kali mengecek tali yang melilit pinggangnya. Apakah ini kuat? Bagaimana jika putus saat ia melakukan shooting? Sebenci apa pun ia pada hidupnya yang kusut ini, ia masih belum ingin mati. Setidaknya kini i

  • Dark White   Dark White Chapter 26

    Malam semakin larut dan Bella masih berkutat dengan peralatan gambarnya. Kali ini ia sedikit merasa kesulitan fokus pada gambarnya. Ada begitu banyak hal yang ia pikirkan. Hari ini terasa sangat panjang dan melelahkan. Sejak tadi tidak henti-hentinya ia mengirim pesan kepada Anggun untuk menanyakan keadaan Lucy. Sudah seminggu sejak kejadian Lucy kritis, namun ia masih belum bisa tenang. Terlebih lagi anak itu semakin hari semakin terlihat memprihatinkan. Anggun bahkan sudah mengatakan kalau ia sudah siap dengan semua kemungkinan buruk yang akan terjadi. Tapi tidak dengannya. Ia tetap tidak bisa tenang.“Aishhh!” Tangannya mencoret-coret asal buku sketsanya yang kini penuh dengan coretan tidak jelas. Ia tidak bisa fokus pada apa yang ingin ia gambar. Pikirannya terlalu penuh dan ia merasa sangat lelah.Bella menyandarkan punggungnya kasar di sandaran kursi. Rambut pucatnya yang diikat kucir kuda bergerak-gerak terkena angin malam. Malam ini ia masih berada di hotel karena rumahnya m

  • Dark White   Dark White Chapter 25

    Bella duduk di balkon hotel. Rumahnya masih dalam proses renovasi sehingga dia menginap untuk sementara di hotel. Sebelumnya Karina sudah menyarankan untuk tinggal di dorm atau di rumahnya, tetapi Bella menolak. Ia butuh kesnedirian, oleh karena itu ia memilih untuk tinggal di hotel saja. Gadis itu menatap layar ponselnya yang menampilkan sebuah artikel berita tentang dirinya. Ia menutup kasus itu dan tidak ingin memperpanjangnya. Sebagian orang menganggapnya terlalu baik pada para haters, tapi sebagian justru mencurigainya. Ribuan komentar pedas kembali menyerang media sosialnya. --“Mungkin dia sengaja membuat keributan untuk mengalihkan isu kencannya dengan Mark.” --“Aku tidak tahu kenapa aktris penuh skandal sepertinya masih terus dipertahankan oleh perusahaannya.” --“Aktingnya bahkan tidak sebagus itu. Dia tidak pantas mendapat banyak cinta.”--“Apakah dia masih memiliki penggemar? Sungguh aku kasihan pada mereka karena berulang kali dikecewakan.” --“Aku curiga skandal bullyi

  • Dark White   Dark White Chapter 24

    Di luar sana para penggemar dan media semakin ramai berkumpu. Hari sudah menunjukkan pukul delapan malam dan di atas sana mendung menggantung tebal, namun mereka semua seolah tidak peduli. Menjadi seorang reporter, menyiarkan berita pertama kali lebih penting daripada kesehatan dirinya.Bella dan Allen duduk di sofa panjang yang ada di ruang tamu. Gadis itu sudah sedikit lebih tenang. Ia sudah berhenti menangis tetapi jiwanya masih sangat terguncang. Jemarinya masih sedingin es, dan wajahnya terlihat semakin pucat.Allen memperhatikan lengan Bella dan mendapati luka yang cukup dalam dan darahnya sudah membeku. Begitu pula dengan kuku tangannya tang terdapat sisa-sisa darah. Sepertinya gadis ini tanpa sadar mencakar dan melukai lengannya sendiri hingga berdarah.Allen mengambil kotak obat yang ada di tasnya. Ia membersihkan luka Bella perlahan dengan alkohol. Gadis itu sama sekali tidak menjerit atau merintih kesakitan. Ia masih diam, pandangan matanya sembab dan kosong.“Semua akan ba

  • Dark White   Dark White Chapter 23

    Hari-hari berlalu dengan lebih baik dari sebelumnya. Bella kembali mendapatkan perhatian baik dari publik. Lagu barunya berhasil meraih berbagai macam penghargaan hanya dalam tiga minggu masa promosi. Para penggemarnya juga menyukai penampilan barunya. Mereka ahkan mengatakan kalau penampilannya kini jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia tampak lebih nyaman menjadi dirinya sendiri. --“Jangan lupa untuk lebih sering melakukan siaran langsung! Aku mencintaimu!” --“Aku masih tidak percaya kau kembali. Sangat cantik!” --“Selamat atas kemenangannya di music show!” --“Suaramu sangat bagus! Begitu pula permainan biolamu.” Kali ini Bella kembali tidak hanya dengan lagu berupa melodi biola saja, tetapi ia juga bernyanyi di sela-sela permainannya. Awalnya ia tidak ingin merilis lagu ini, akan tetapi karena desakan agensinya, ia memutuskan untuk merilisnya meski dengan setengah hati. Bella menutup ponselnya setelah melihat beberapa komentar di postingan terbarunya. Beberapa waktu lalu ia meng

  • Dark White   Dark White Chapter 22

    Bella berjalan cepat melewati lorong yang akan mengantarkannya menuju ruang rapat. Gadis itu menenteng sebuah map transparan yang berisi surat kontrak. Di belakangnya Karina tampak sedikit kewalahan mengikutinya. Ia bahkan tidak menyapa beberapa staf yang berpapasan dengannya. Raut wajahnya benar-benar menunjukkan suasana hatinya. Meskipun biasanya wajahnya memang tidak pernah diliputi senyuman, tetapi kali ini benar-benar berbeda. Ia sedang marah. Langkah kakinya terhenti ketika ia sampai di depan sebuah pintu kaca ruang rapat. Sayup-sayup ia bisa mendengar gelak tawa dari orang-orang di dalam. Ruangan ini didesain kedap suara, akan tetapi bahkan tidak bisa membendung suara tawa mereka. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. “Cobalah untuk sedikit tenang,” ucap Karina di sampingnya. Tidak menjawab pertanyaan dari manajernya, gadis itu justru membuka pintu ruang rapat dengan kasar. Orang-orang yang ada di ruangan itu lantas berhenti tertawa dan beral

  • Dark White   Dark White Chapter 21

    Bella berada dalam perjalanannya menuju rumah sakit. Kali ini Karina tidak mencegahnya karena Lucy merupakan kunci utama agar Bella mau menandatangani kontrak itu. “Pikirkan dengan baik keputusanmu, jangan jadikan orang lain menderita karena keegoisanmu.” Karina berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Gadis berwajah pucat itu hanya diam menatap ke luar jendela mobil. Tangan kanannya beralih membuka ponselnya. Ia mengecek kolom komentar media sosialnya. Persis seperti yang ia duga sebelumnya. Unggahan terakhirnya penuh dengan hujatan para pengguna internet. -“Kudengar dia akan membintangi drama bersama Mark! Bukankah itu gila?” -“Dia bahkan belum membersihkan namanya sendiri. Sepertinya dia ingin menggunakan Mark untuk menarik perhatian publik. Mark ku yang malang.” -“Dia sama sekali tidak cocok untuk Mark!” -“Apakah ada yang ingin membuat petisi penolakan? Aku akan dengan senang hati menandatanganinya.”

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status