Zahra menghela napas panjang. “Insya Allah saya siap operasi caesar kalau memang itu yang terbaik,” ucapnya kemudian.“Alhamdulillah.” Semua yang ada di ruangan itu menghela napas lega.“Kami akan melakukan caesar dengan metode ERACS yang sedang tren saat ini,” lontar sang dokter kandungan.“Apa itu, Dok?” tanya Maryam yang masing sangat asing dengan istilah yang disebutkan oleh dokter.“ERACS atau yang kepanjangannya Enhanced Recovery After Cesarean Surgery adalah metode pemulihan yang dikembangkan untuk meminimalkan rasa nyeri dan mempercepat proses penyembuhan pada pasien paska operasi. Kalau caesar biasa, pasien baru belajar jalan sehari setelah operasi. Tapi kalau pakai metode ERACS, dua jam setelah operasi, pasien bisa langsung beraktivitas, seperti berjalan dan yang lainnya,” terang dokter.“Apa saya boleh menemani istri saya di ruang operasi, Dok?” tanya Zyan.“Asal Pak Zyan kuat mental, silakan menemani. Tapi kalau tidak kuat mental, lebih baik jangan. Kalau sampai pingsan di
“Panggil saja Baby Z untuk sementara, sampai aku dan Zahra memutuskan namanya apa,” ucap Zyan.“Hmm, mentang-mentang nama papa sama mamanya pakai huruf Z, nama anaknya juga pakai Z,” ledek Saffa.“Ya, harus itu. Biar ketahuan kalau dia anakku,” timpal Zyan penuh percaya diri.Saffa mencebik. “Sekalian aja di keningnya dikasih tulisan, anaknya Zyandru Darmawangsa, jadi orang tidak akan meragukan kalau dia anak Kakak.” Gadis itu kembali meledek sang kakak.Zyan tergelak mendengar ucapan adiknya. “Boleh juga usulmu. Nanti kupertimbangkan,” sahutnya dengan wajah tengil. Tentu saja dia tak menanggapi dengan serius perkataan adiknya.“Zy, kita mau nunggu di sini sampai anakmu dibawa keluar atau nunggu di kamar?” Rania sengaja menyela obrolan tak jelas kedua buah hatinya.“Aku terserah yang lain saja, Ma. Menunggu di sini juga tidak apa-apa. Di kamar juga tidak masalah,” timpal Zyan.“Bagaimana kalau sebaiknya kita tunggu di kamar saja biar Nak Zyan juga bisa istirahat? Kemungkinan nanti mal
Saffa memandang kakak iparnya dengan heran. “Memangnya Kak Zahra tidak tahu siapa Baby Z?”Zahra menggeleng. Wajahnya memang terlihat bingung. “Memangnya siapa?”“Baby Z itu anak kita, Ra. Aku minta dia dipanggil Baby Z selama kita belum menentukan namanya.” Zyan memberi penjelasan pada istrinya.“Oh gitu. Abang ga bilang dulu sama aku, makanya aku ga tahu,” tukas Zahra.“Itu tadi juga spontan daripada bingung mau manggil apa,” jelas Zyan. “Maafin abang ya, yang ga bilang dulu sama kamu.” Dia menoleh pada istrinya sambil mengelus punggung sang putra yang berada di dadanya.“Iya, Bang. Gapapa,” sahut Zahra.“Gimana keadaanmu?” Maryam kembali mendekati putrinya setelah Umar kembali duduk di sofa.“Aku masih agak pusing, Bu,” jawab Zahra.“Tidur dulu saja. Pulihkan tenaga. Kamu pasti capek. Kalau anakmu tidur, sebaiknya kamu juga tidur, biar tidurmu tetap cukup.” Maryam menasihati putri bungsunya itu.Zahra mengangguk. “Iya, Bu.” “Ibu sama Ayah pulang dulu ya. Nanti sore atau malam, kam
Tujuh hari setelah kelahiran Baby Z, dilaksanakan acara akikah untuk putra pertama Zyan dan Zahra di kediaman Darmawangsa. Tak banyak yang diundang, hanya kerabat dan relasi dekat, jemaah majelis pengajian yang Rania ikuti, serta anak-anak yatim piatu dari panti asuhan yang berada di bawah naungan yayasan keluarga Darmawangsa.Mereka juga membagikan daging akikah dan santunan pada beberapa panti asuhan, baik yang ada di sekitar Jakarta maupun yang ada di daerah, di mana cabang perusahaan Darmawangsa berada. Selain itu seluruh karyawan di kantor pusat dan semua cabang mendapatkan bingkisan sebagai tanda syukur kelahiran cucu pertama keluarga Darmawangsa.Kelahiran Baby Z menjadi berita hangat di dunia maya karena unggahan Saffa di media sosial. Adik Zyan itu memang langsung mengunggah foto Baby Z di medsosnya. Foto wajah Baby Z ditutupi dengan stiker, jadi selain keluarga, perawat dan dokter yang menangani tidak ada yang tahu bagaimana wajah putra pertama Zyan dan Zahra itu.Saat para
Selesai acara akikah dan seluruh tamu sudah pulang, kedua keluarga berkumpul di ruang tengah kediaman Darmawangsa sambil beristirahat. Meja yang biasanya ada di tengah ruangan disingkirkan, dipindah ke pinggir dan diganti dengan karpet lebar.Baby Z dibaringkan di kasur bayi yang diletakkan di atas karpet, di tengah ruangan. Bayi mungil nan tampan itu dikelilingi oleh mama, papa, dan juga tantenya. Sementara kedua kakek dan neneknya duduk di sofa, begitu juga dengan omnya.“Kak, jadinya nama lengkap Baby Z siapa tadi? Terus arti namanya apa?” tanya Saffa pada kakaknya.Zyan sontak menoleh pada adik semata wayangnya itu sambil mengernyit. “Kamu tadi ngapain sampai ga dengar nama anakku?”“Aku dengar, Kak. Cuma ‘kan baru sekali dengar, jadi belum hafal. Ingetnya cuma Zayyan Darmawangsa.” Saffa mengungkapkan alasannya.Zyan menghela napas panjang. “Nama lengkapnya Zayyan Arshaka Darmawangsa. Zayyan itu dari Zahra dan Zyan, dan ternyata artinya sangat elok wajahnya. Kalau Arshaka artinya
Zyan menghela napas panjang. “Sementara Baby Z dulu saja sampai abang memutuskan mana yang lebih baik,” putusnya.“Terserah Abang sajalah. Perkara panggilan kok sampai harus dipikirkan benar-benar. Kemarin waktu Abang memberi panggilan Baby Z bisa spontan, kenapa sekarang kok tidak bisa memutuskan dengan cepat?” tukas Zahra.“Ya ‘kan beda, Ra. Kalau Baby Z hanya panggilan sementara. Kalau yang mau abang tentukan ‘kan panggilan untuk selamanya, dari dia kecil sampai tua.” Zyan beralasan.“Ya sudah. Aku tunggu saja keputusan Abang. Lagipula panggilan itu bisa berubah, tergantung sama lingkungan atau teman, Bang. Aku saja di lingkungan rumah dipanggil Rara, kalau di luar dipanggil Zahra, kadang ada juga yang manggil Elza karena nama depanku Elzahra. Aku sih enggak pernah mempermasalahkan hal itu,” beber Zahra.“Abang saja kalau di rumah dipanggil Zy, kalau di luar Zyan. Seingatku Pak Aswin kalau panggil Abang juga Yan, bukan Zyan. Iya ‘kan?” Zahra memandang suaminya yang tampak berpikir k
“Ayo, kita pulang.” Gala mengajak Mila meninggalkan ruang rawat inap setelah dia menyelesaikan administrasi. Gala hendak menggandeng tangan Mila, tapi ditepis oleh mantan aktris itu.“Tidak usah berpura-pura baik. Aku bisa jalan sendiri,” tukas Mila.“Di depan banyak wartawan, Mil. Aku hanya ingin melindungimu,” ucap Gala usai menghela napas panjang.Mila sontak menoleh pada pria yang masih menjadi suaminya itu. “Mereka tahu aku di sini?”Gala mengangguk. “Entah dari mana mereka tahu kamu di sini, tadi waktu mengurus administrasi, aku tidak sengaja mendengar obrolan orang-orang di sana.”“Aku malas menemui wartawan. Bisa tidak kita lewat belakang atau mana gitu biar enggak ketahuan mereka.” Mila menatap sang aktor.“Kalau begitu kamu duduk dulu. Kita tunda pulangnya. Aku akan coba hubungi beberapa orang yang mungkin bisa membantu kita menghindar dari para wartawan.” Gala meletakkan kembali koper lantas mengambil gawai dan menghubungi kenalannya.Mila berjalan mendekat ke jendela kamar
Zyan tentu saja terkejut mendapat serangan dari Zayyan. Dia merasa kesal sekaligus gemas. Tidak mungkin juga marah pada bayi tampan yang malah senyum-senyum setelah mengeluarkan air seninya.“Usil ya kamu pipisin papa,” ucapnya sambil mengambil tisu basah untuk melap wajah yang tadi terkena pipis sang putra.“Kenapa, Bang?” Zahra yang baru keluar dari kamar mandi langsung mendekati dua lelaki yang begitu berarti dalam hidupnya itu.“Abang ‘kan mau masangin popoknya, tahu-tahu abang disembur sama dia,” jelas Zyan sambil melap wajahnya.Zahra tertawa kecil. “Abang akhirnya merasakan juga semburan anak kita,” selorohnya. “Abang cuci muka saja, biar aku yang nerusin makein popok,” lontarnya kemudian.“Kamu istirahat saja. Biar abang yang menyelesaikan pekerjaan abang tadi,” timpal Zyan.“Beneran, Bang? Itu harus dibersihkan lagi loh pipisnya terus ganti popok yang baru,” ujar Zahra.“Beneran. Apa kamu ga percaya sama ketrampilan abang?” Zyan melirik istrinya.Zahra menggeleng. “Aku percay
Zahra membawa nampan berisi dua cangkir lemon tea panas dah sepiring kudapan ke halaman belakang, di mana suaminya sedang duduk berselonjor di gazebo dengan iPad di tangan. Hari ini akhir pekan, tapi keduanya hanya di rumah berdua. Keempat anak mereka sudah sibuk dengan pendidikan dan kegiatannya masing-masing. “Diminum dulu tehnya mumpung masih anget, Bang,” ucap Zahra setelah meletakkan nampan di atas gazebo. Zyan meletakkan iPad di samping lantas tersenyum pada istrinya. “Baik, Cintaku.” Pria itu mengambil salah satu cangkir lalu mencium aroma teh dengan lemon yang begitu menyegarkan. Setelah itu baru menyesapnya. “Nikmat seperti biasa. Terima kasih, Ra,” ucapnya. Zahra yang juga tengah menikmati teh, hanya mengangguk sebagai tanggapan. Dia kembali meletakkan cangkir di atas nampan. “Rumah kita ini sekarang jadi sepi ya, Bang,” gumamnya seraya menyandarkan kepala di bahu suaminya. Zyan meraih tangan kanan sang istri lalu menggenggamnya dengan erat. “Dulu waktu abang ingin namb
Lulus SMP, Zayyan memutuskan keluar dari pesantren setelah berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dia akan lanjut memperdalam ilmunya di luar pesantren karena tak ingin melihat adik bungsunya kesepian di rumah.Zyel dan Zyra dengan kompak masuk pesantren karena ingin mengikuti jejak sang kakak yang sudah hafal Al-Qur’an. Kedua anak kembar itu katanya juga ingin memberikan mahkota pada mama dan papanya di akhirat nanti. Walaupun berat harus berpisah dengan kedua anaknya sekaligus, Zyan dan Zahra tetap mengizinkan.Zayyan kemudian bersekolah di SMA yang masih satu yayasan dengan SD-nya dahulu. Sekolah berbasis Islam tapi menggunakan kurikulum internasional.“Kak, dapat salam dari kakak kelasku.” Zeza memberi tahu Zayyan saat sang kakak menjemputnya di sekolah dengan motor sport-nya. Sejak berumur 17 tahun dan punya SIM, Zayyan memang mengendarai motor sendiri ke sekolah. Motor sport impian yang merupakan hadiah ulang tahun ke-17 dari kedua orang tuanya. Kadang dia mengantar dan menjemput
“Pa, Ma, aku mau masuk SMP yang ada di pesantren.” Zayyan mengungkapkan keinginannya pada Zyan dan Zahra saat mereka dalam perjalanan pulang dari acara Parents Day di sekolahnya.Zyan dan Zahra tentu saja terkejut mendengar keinginan putra pertama mereka itu. Keduanya saling memandang sebelum memberi tanggapan.“Kak Zayyan, serius mau masuk pesantren?” tanya Zahra sambil menoleh ke kabin tengah di mana putra sulungnya duduk.Zayyan mengangguk. “Iya, Ma.”“Kenapa mau masuk pesantren, Kak?” Zahra kembali bertanya.“Aku ingin jadi hafiz, Ma. Pak Guru bilang kalau kita hafal Al-Qur’an, nanti kita bisa memberi mahkota pada orang tua di hari kiamat nanti karena itu aku ingin memberikannya sama Papa dan Mama,” jawab Zayyan dengan tenang.“Masya Allah, Kak, mulia sekali tujuanmu. Terima kasih ya, Kak.” Zahra tak dapat menahan rasa haru mendengar jawaban Zayyan. Dia mengusap sudut matanya dengan tisu.“Menjadi hafiz ‘kan tidak harus masuk pesantren, Kak. Besok Papa carikan ustaz yang bisa memb
"Yeay, Mama sama Papa sudah pulang. Mana oleh-olehnya?" todong Zyra yang baru pulang dari sekolah dan melihat kedua orang tuanya duduk di ruang tengah bersama si bungsu, Zeza."Lihat Mama sama Papa itu ya mengucapkan salam terus salim dulu, jangan langsung minta oleh-oleh," tegur Zyan."Iya, Pa." Zyra kemudian menyapa dan menyalami kedua orang tuanya. Tidak bertemu selama satu minggu membuatnya sangat rindu. Meminta oleh-oleh hanya basa-basinya. Melihat kedua orangnya di rumah adalah kebahagiaan terbesarnya. Gadis kecil itu kemudian meminta pangku pada papanya.Zyel yang masuk belakangan langsung menyapa, menyalami, dan memeluk keduanya. Dia lantas duduk di samping sang mama. Wanita yang sangat dirindukannya. Bukan tak rindu pada Zyan, rindu juga tapi kadarnya berbeda. Zyel memang lebih dekat dengan sang mama daripada papanya."Kak Zyel dan Kak Zyra, ganti baju dulu ya. Setelah itu baru main lagi," pinta Zahra."Nanti saja ganti bajunya, Ma. Aku masih mau sama Papa," sahut Zyra yang b
Pukul 3.00 dini hari, Zyan dan Zahra dijemput di hotel oleh tim dari pengelola balon udara. Mereka diantar ke kantor pengelola tersebut untuk menikmati sarapan di sana. Sesudah itu keduanya dibawa ke lokasi peluncuran balon udara.Zyan dan Zahra disambut oleh staf yang ramah dan profesional yang mendampingi mereka sambil menunggu persiapan sebelum penerbangan. Selama balon udara digelembungkan dan disiapkan, keduanya diberikan penjelasan tentang perjalanan yang akan ditempuh dan tindakan yang diperlukan untuk keselamatan. Pilot dan kru yang berpengalaman memastikan Zyan dan Zahra merasa nyaman dan siap untuk memulai perjalanan di angkasa.Zyan naik ke keranjang terlebih dahulu, setelah itu baru membantu istrinya. Mereka kemudian memasang sabuk pengaman sesuai dengan pedoman keselamatan sebelum lepas landas. Di keranjang tersebut hanya ada Zyan, Zahra, dan sang pilot. Setelah semua siap, pilot pun mulai menerbangkan balon udara.Perlahan-lahan balon itu terangkat dari tanah dan mengang
Zyan berbaring di samping Zahra setelah mendayung samudra cinta dan meraih surga dunia bersama. Kepuasan tergambar jelas di wajah keduanya. Titik-titik basah di kening dan mengilapnya tubuh karena keringat menjadi bukti betapa panasnya permainan mereka.Zyan dan Zahra tak bisa selepas itu saat di rumah. Saat mereka sedang bermesraan sering muncul perasaan was-was bila salah satu anak mereka mengetuk pintu kamar. Bukan hanya sekali hal itu terjadi, tapi sering kali. Apalagi kalau sedang hujan deras dan suara guntur terus terdengar. Atau terbangun tengah malam karena mimpi buruk, pasti langsung ke kamar orang tuanya.Pernah saat keduanya sudah menyatukan tubuh dan sedang berusaha menggapai nirwana, pintu kamar digedor-gedor dari luar oleh Zyra yang menangis sembari memanggil-manggil mereka. Tidak dilanjut tanggung, tapi kalau dilanjut pasti akan membangunkan seisi rumah karena suara bising yang dibuat Zyra. Terpaksa keduanya mengakhiri permainan sebelum mencapai puncak dan langsung menge
Waktu tak terasa cepat berlalu, keempat anak Zyan dan Zahra tumbuh dengan baik. Semuanya jadi anak yang aktif, cerdas, dan kritis. Zayyan sudah kelas 3 SD, Zyel dan Zyra sekolah TK besar, sedangkan Zeza di PAUD. Untuk merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 10, Zyan mengajak Zahra liburan. Mereka hanya pergi berdua, tanpa mengajak anak-anak. Tentu saja di sela liburan tersebut tetap ada agenda bisnis yang harus Zyan lakukan. Ya, ibarat kata menyelam sambil minum air. Kalau untuk urusan bisnis, anak-anak memang tidak pernah diajak. Namun mereka tetap mengagendakan liburan dengan anak-anak minimal setahun sekali.“Abang menepati janji membawamu ke tempat ini lagi,” ucap Zyan kala mereka tiba kamar hotel yang terletak di Kota Cappadocia, Turki. Dia menarik istrinya menuju jendela kaca besar, di mana mereka bisa melihat banyak balon udara yang sedang melayang di angkasa. Pria itu berdiri di belakang sang belahan jiwa lantas memeluknya. Diletakkannya dagu di bahu sang istri.“Kamu ‘kan
“Hore! Mama dan Papa pulang.” Zayyan berteriak sambil berlari kala melihat kedua orang tuanya keluar dari pintu kedatangan. Dia ikut sopir keluarga yang menjemput Zyan dan Zahra di bandara.Lelaki kecil itu langsung menghampiri dan memeluk perut mamanya. “Ma, aku kangen,” ungkapnya.“Mama juga kangen sama Kak Zayyan,” sahut Zahra seraya mengelus punggung putra pertamanya itu.“Kak Zayyan, tidak kangen sama papa?” lontar Zyan yang berada di samping istrinya.“Kangen Papa juga.” Zayyan melepas pelukannya pada Zahra lantas berganti memeluk papanya.Zyan tersenyum mendapat pelukan dari sang putra tercinta. Dia kemudian menggendong Zayyan.“Pa, turunin. Aku ‘kan sudah besar. Tidak boleh digendong lagi,” protes Zayyan.“Tapi papa mau gendong Kak Zayyan. Masa tidak boleh? Papa kangen. Lama tidak gendong Kakak.” Zyan beralasan.“Tapi aku udah besar, Pa,” tukas Zayyan.“Buat papa, kamu tetap masih bayi.” Zyan menciumi pipi putra sulungnya itu.“Papa, please. Jangan cium-cium lagi!” Zayyan meng
“Mama sama Papa kapan pulang?” tanya Zayyan saat Zahra melakukan panggilan video pada pengasuh putra pertamanya itu saat mereka dalam perjalanan ke tempat pertemuan dengan para pengusahan dari Kota Malang.“Lusa, Kak,” jawab Zyan yang duduk di samping istrinya.“Katanya cuma sebentar, kok sampai lusa,” protes lelaki kecil yang wajahnya mirip dengan papanya itu.“Pekerjaan papa sama mama belum selesai, Kak, jadi tidak bisa pulang besok. Kalau Kak Zayyan sama adek-adek kangen ‘kan tinggal video call papa atau mama,” timpal Zyan.“Gimana sekolahnya tadi, Kak.” Zahra memilih mengalihkan pembicaraan daripada melihat wajah sendu putranya. Zayyan biasanya sangat antusias bila menceritakan kegiatannya di sekolah, jadi Zahra ingin membuat sulungnya itu kembali ceria. Dia sebenarnya juga sedih berjauhan dengan keempat anaknya, tapi demi menemani suami dan menjalankan pekerjaan, Zahra harus menjalaninya.Benar seperti dugaan Zahra, putra sulungnya itu langsung ceria begitu memberi tahu sang mama