Share

Menjaga Kamu dan Bayi Kita

Penulis: Juniarth
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Aku menggeleng pelan dengan wajah tegang saat keluarga besar Pak Akhtara terus meneriakkan kata-kata ....

"Cium!"

"Cium!"

Karena aku tidak kunjung melakukannya, ada yang berucap ....

"Ya udah kalau Jihan nggak mau nyium, berarti Akhtara aja yang nyium duluan!"

Apa???

Aku membulatkan kedua bola mata lebar-lebar karena ucapan keluarga besar Pak Akhtara.

"Ayo! Cium!"

"Ayo, Tara! Cium Jihan!"

Dan suasana makin riuh dengan keluarga besar Pak Akhtara terus bertepuk tangan dan menyerukan agar beliau menciumku lebih dulu.

Astaga!!!

Ini benar-benar diluar skenario dan aku tidak mau dicium atau mencium Pak Akhtara!

Aku tidak mencintainya dan tidak sudi melakukannya! Meski kami ini suami istri sekalipun!

Kemudian aku melirik Pak Akhtara yang berdiri menjulang di sampingku dan memberinya gelengan kecil pertanda aku tidak mau melakukan perintah mereka.

Tapi kini justru band indie yang disewa keluarga Pak Akhtara malah memainkan sebuah lagu romantis. Diiringi suara saxofon yang makin men
Juniarth

Enjoy reading ... Enaknya disidang nggak nih Pak Akhtara? Apa Jihan langsung balik tapi nggak pakai pamit?

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
g up kah hari ini kk
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
aah ada lilyah n kel...jadi terobati kangen nya maciii tor semoga jihan n akhtara saling cinta ya
goodnovel comment avatar
Tari Emawan
oo msh sodaraan ama den mas Lubis ya?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Agar Cinta Kita Akan Abadi

    Usai merayakan potong kue dan makan bersama, kini keluarga besar Pak Akhtara beralih ke acara bernyanyi secara bergantian. Tidak peduli sekalipun suaranya fals, mereka wajib bernyanyi untuk memeriahkan acara ini. Sedari tadi, aku duduk di samping Pak Akhtara yang tangan kirinya terus bertengger di pundakku. Sumpah! Ini risih sekali! "Pak, tangannya!" Aku memperingatkan dengan suara berbisik dan berintonasi tegas. "Diam." Hanya itu yang Pak Akhtara katakan sejak tadi. Beliau tidak mau sama sekali memindahkan tangannya dari pundakku. Bukan apa-apa. Hanya saja setiap kali beliau menyentuhku, ada sesuatu di dalam perasaan yang bergejolak. Entah apa dan aku tidak ingin tersiksa karena perasaan itu jadi aku memintanya untuk menjauhkan tangannya dari pundakku. Sayangnya, beliau selalu saja .... MENOLAK! "Saya risih!" Lalu Pak Akhtara kembali merundukkan wajahnya ke telingaku. Kali ini beliau seperti sengaja mendekatkan bibirnya ke telingaku. Begitu aku sedikit menggeser badan untuk m

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Ada Pelukan, Ada Uang

    "Saya nggak mau ya sekamar sama Bapak!" ucapku ketus. Masih dengan berkacak pinggang dan menatapku, Pak Akhtara kembali membuka suara. "Ya udah. Kamu aja yang tidur di kursi. Saya tidur di kasur." Aku mengerutkan kedua alis tidak percaya dengan sikapnya yang egois. Biasanya lelaki akan mengalah lalu memberikan tempatnya untuk perempuan. Tapi rupanya, hal itu tidak berlaku untuk Pak Akhtara. Si bujang lapuk berhati dingin ini. Suami kontrakku. Usai berkata demikian, Pak Akhtara justru duduk di kursi lalu meraih paper bag berisi kado-kado yang dia terima dari keluarga besarnya. Sedang aku hanya bisa terdiam dengan mata membelalak tidak percaya dan masih berdiri di depan gawang pintu kamar. "Pak Akhtara egois!" ucapku lantang. "Baru tahu?" ucapnya santai tanpa menatapku. Kedua tangannya justru sibuk mengambil satu demi satu kado dari dalam paper bag. Dan itu seperti menyulut api amarah yang membakar dadaku. Kemudian aku melangkah ke hadapan Pak Akhtara dengan bersungut kesal.

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Hidupku Ada Di Tangannya

    "Ehm ... bukan siapa-siapa, Pak," ucapku dengan berusaha setenang mungkin. Aku kembali memasukkan ponsel itu lalu menyodorkan kado yang Den Mas Lubis berikan untuk Pak Akhtara. "Ini, Pak. Dari Den Mas Lubis. Saya ke kamar mandi dulu." Aku beranjak ke kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur dengan membawa clutch bag. Tapi ketika akan mencapai pintu kamar, suara Pak Akhtara menginterupsi. "Jihan, kamu yakin mau ke kamar mandi bawa tas?" Aduh! Manusia satu ini bagaimana bisa begitu detail dengan setiap apapun yang dilihat? "Eh ... tas saya mau saya taruh di kamar, Pak." Pak Akhtara meletakkan kado dari Den Mas Lubis lalu berdiri seraya berjalan ke arahku. Mau apalagi suami kontrakku ini? Reflek aku memundurkan tubuh selangkah dengan wajah waspada. "Kenapa kamu kayak takut gini? Siapa yang nelfon?" Kepalaku menggeleng tegas lalu masuk ke dalam kamar begitu saja. "Jihan!" Tanpa memperdulikan panggilan Pak Akhtara aku segera memasuki kamar mandi dengan membawa clutch b

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Ngapain Lihatin Saya?

    "Jihan! Buruan! Mau sampai kapan kamu berendam di kamar mandi?!" Itu suara Pak Akhtara. Si suami kontrakku yang menyebalkan tujuh atap tujuh langit dan semoga saja tidak tujuh turunan! "Ya, Pak! Masih luluran!" Karena ancamannya tadi, aku berbalik badan ke kamar mandi lalu berendam air hangat di bath up yang tersedia. Menuangkan aromatherapy lavender sedikit lebih banyak dan merenungi banyak hal selama aku sendirian di sini. Hasilnya .... ah, lumayan untuk menghibur diri sendiri. Bahwa aku perlu waktu untuk berpikir jernih setelah pertengkaranku dengan Pak Akhtara. Aku mengalah dan sadar bila beliau berhak atas diriku sepenuhnya. Selain kami terikat pernikahan yang sah, beliau juga sudah menunaikan kewajibannya dengan memberiku sejumlah uang selama menjadi istri kontraknya. "Jihan! Kenapa kamu masih belum keluar juga! Keluarga saya udah nunggu di luar!" Aku menghela nafas panjang lalu mematikan vape. Sigaret jaman sekarang yang menggunakan liquid. Kebetulan ada di dalam cluth

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Tanpa Dalaman

    Usai melepas kaosnya yang basah kuyup di tengah gelapnya ruang tamu dan hujan deras di luar yang masih mengguyur, Pak Akhtara menjawab ... "Lepas baju lah, Han. Kalau saya pakai baju basah, malah masuk angin." Oh .... syukurlah. Aku kira Pak Akhtara akan melepas bajunya lalu mendekapku untuk memberi kehangatan. Selayaknya dalam film-film romantis. Tapi beliau tidak melakukan itu. Kukira beliau akan mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk bisa memelukku di situasi yang mendukung seperti ini. Kuakui, Pak Akhtara benar-benar seorang manajer sekaligus lelaki yang teguh pada prinsip. Pantas saja mantan tunangannya dulu bersedia melakukan apa saja demi mendapatkan hati Pak Akhtara lagi. "Kamu berani di sini sendiri kan, Han?" Masih dengan mendekap selimut yang membungkus tubuh dan pakaianku yang basah kuyup disertai menahan nyeri di kaki yang terkilir. "Emangnya Bapak mau kemana?" Sekilas cahaya petir yang menyala dan menembus jendela kaca villa ini, membuatku bisa melihat da

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kamu Keterlaluan

    "Berisik!" Pak Akhtara lalu menggendongku di tengah keremangan malam villa yang kami huni berdua saja. Dengan kami sama-sama memakai bathrobe. Kedua tanganku ada di pangkuan lalu beliau menggendongku begitu saja. Kedua tangannya terasa erat memegangi tubuhku dalam dekapannya. Nyatanya digendong Pak Akhtara seperti ini juga bisa membuatku malu-malu kucing. Tubuh tegapnya seakan tidak merasa berat sama sekali saat mengangkatku. Kuakui postur tubuh Pak Akhtara itu jauh lebih tinggi dan gagah dari Mas Hadza. Tapi tetap saja, rasa cintaku ini hanya untuk Mas Hadza. Kemudian beliau mendudukkanku perlahan di tepi ranjang. Tapi rasa nyeri dan nyut-nyutan di kaki itu kembali mendera. "Aduh .... " Keluhku dengan menyentuh kaki kiri yang menapak di lantai. Sedang senter ponselku tetap menyala di sampingku. "Sakit banget, Han?" "Iya, Pak. Nyut-nyut banget." "Kamu itu jalan gimana sih?!" Lha ... kenapa aku justru diomeli? "Namanya juga licin, Pak. Hujannya mendadak." Aku meringis

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Jangan Sentuh Saya!

    Bukan tanpa alasan, aku benar-benar tidak mau disentuh atau berhubungan dengan Pak Akhtara selayaknya suami istri. Kami hanya menikah kontrak dan aku tidak jatuh cinta padanya. Aku menjadi istrinya murni karena profesionalisme semata. Dan yang lebih membuatku marah adalah karena dibalik bathrobe ini tidak ada kain apapun lagi yang menutupi tubuhku. Karena semuanya masih basah. Aku benar-benar jijik, kesal, sekaligus marah andai Pak Akhtara semalam benar-benar menyentuh bagian tubuhku saat aku terlelap. Itu sama saja dengan menodaiku! "Harusnya Bapak bangunin saya meski saya masih tidur! Saya jijik sama apa yang terjadi semalam, Pak!" Pak Akhtara menatapku sungguh-sungguh tanpa senyum sama sekali seperti tadi. "Kita nggak melakukan apapun, Han." "Tapi saya nggak mau!" ucapku keras. Lalu air mataku memenuhi kelopak mata. Menunjukkan betapa sedih dan merasa hinanya aku merapat ke arah Pak Akhtara secara tidak sengaja untuk mencari kehangatan semalam. Siapa yang salah? Kami b

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Bapak Mau Coba?

    "Saya dan Rani mau izin pulang kampung, Mbak Jihan." Jika Bik Wati dan Rani pulang kampung, lalu siapa yang akan mengurus rumah ini? "Berapa lama, Bik?" Bik Wati tidak segera menjawab, melainkan berpikir sejenak dengan melipat kedua bibirnya ke dalam. "Kira-kira satu sampai dua bulanan, Mbak Jihan." Aku menaikkan kedua alis mendengar ucapannya. Bukankah itu artinya aku dan Pak Akhtara akan berada di rumah ini berdua saja selama itu? Membayangkan satu atap berdua dengan Pak Akhtara mendadak bayanganku persis dengan apa yang kami alami kemarin di Puncak. Tapi .... Ah .... aku terlalu buruk menilai Pak Akhtara yang buktinya kini merasa terhina dengan dugaannku yang tak terbukti. Seharusnya aku tidak perlu takut bersama beliau karena ia bukan lelaki penggoda. "Kok lama, Bik?" "Emaknya Bibik sakit keras, Mbak. Saudara-saudara Bibik yang lain udah pada angkat tangan. Jadi Bibik harus pulang. Dan Rani pengen ikut pulang sekalian." Kepalaku hanya mengangguk pelan. "Rencananya pul

Bab terbaru

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Beri Saya Maaf

    POV AKHTARA“Maaf katamu?” Tanya Farhan dengan suara sinis.“Waktu Jihan merawat Akhtira sendirian, dihina orang lain perempuan nggak benar karena melahirkan tanpa suami, lalu Akhtira dihina anak haram, siapa yang jadi tameng untuk mereka heh?!”Aku tidak menjawab dan hanya menatap Farhan. Membiarkan dia menyelesaikan ucapannya. “Aku!” Dia menepuk dadanya dengan wajah benar-benar kesal.“Bukan kamu! Yang tiba-tiba datang ngambil semua yang aku usahakan!” ucapnya dengan menunjuk dadaku.“Kamu memang ayah kandung Akhtira, tapi aku yang lebih banyak berjasa ke mereka! Aku menyayangi mereka itu tulus!”“Dan Jihan nggak mungkin berpaling kalau bukan karena kamu pakai acara pura-pura mau mati! Biar apa, heh?! Dapat simpati Jihan dengan cara pintas? Iya?!”Kepalaku menggeleng dengan menatap Farhan yang begitu kecewa dan sakit hati.“Munafik!”“Saya nggak perlu menjelaskannya ke kamu karena saya tahu kamu nggak butuh itu, Far.”Tanpa berkata lagi, Farhan kemudian menaiki motornya dengan eksp

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Lebih Baik Selesai

    POV AKHTARA [Pesan dariku : Han, saya mau ke rumahmu malam ini. Apa boleh?]Aku menunggu jawaban Jihan dengan sangat tidak sabaran. Menit demi menit itu terasa sangat lama sekali. Kemana dia? Mengapa sedang tidak online?Setelah lima menit dan mondar-mandir sendiri di dalam apartemen, aku kembali melihat ponsel yang masih saja belum menunjukkan ada notifikasi dari Jihan.Baru kemarin Jihan bertamu ke apartemenku, dan hari ini aku langsung bergerak cepat. Memangnya mau menunggu apa?Ting …Aku segera meraih ponsel yang ada di meja dengan harap-harap cemas semoga saja itu dari Jihan.Dan ...[Pesan dari Jihan : Maaf, Pak. Mau apa memangnya?]Kemudian aku langsung menekan gambar telfon dan terhubung ke nomer Jihan. Aku merasa berbicara langsung itu lebih jelas dan gamblang dari pada mengatakannya melalui pesan singkat.“Halo?”“Saya mencintai kamu, Han.”Ini mungkin terlihat sangat frontal dan tidak sabaran. Karena aku langsung mengatakan isi hatiku kepada Jihan tanpa ada basa basi sama

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Sisa Cinta

    POV AKHTARAJihan kemudian menoleh dengan mata berkaca-kaca kemudian dia berdiri tanpa membawa paper bag. Lalu dia berjalan ke arahku hingga terlihat jelas ekspresi wajahnya.Kecewa, sedih, dan marah bercampur menjadi satu.“Ketika Bapak mau pergi meninggalkan saya dan Akhtira, setelah nyuruh Faris datang ke rumah dengan memberikan deretan surat berharga beserta rekening berisi uang yang nggak main-main banyaknya, kenapa Bapak nggak angkat telfon saya?”“Kenapa Bapak main pergi aja waktu itu?”Lalu air matanya kembali jatuh setetes membasahi pipi.“Bapak ngasih saya dan Akhtira harta sebanyak itu lalu pergi gitu aja, saya kayak merasa semuanya bisa Bapak hargai pakai uang!”Kemudian air mata Jihan makin deras membasahi pipinya. Bahkan bibirnya ikut bergetar menahan isak tangis.“Saya tahu Bapak itu kaya, tapi kenapa semuanya selalu Bapak putuskan sendiri tanpa dengerin saya dulu! Kenapa Bapak selalu menilainya pakai uang?! Bapak punya hati dan cinta kan?! Kenapa nggak mencoba menggunak

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kalian Tetap Bahagia Tanpa Saya

    POV AKHTARATujuh hari aku berada di tanah suci untuk benar-benar menghambakan diri pada Tuhan. Segala urusan duniawi kukesampingkan.Aku benar-benar mengharap ampunan turun bersama dengan kesungguhanku saat bersujud, menengadahkan tangan, dan tetesan air mata penyesalan.Kugunakan waktu itu sebaik mungkin dengan memperbanyak ibadah. Aku hanya pulang ke hotel jika benar-benar mengantuk.Aku tidak tahu apakah pemeriksaan keseluruhan terhadap kesehatanku itu lolos ataukah tidak. Bila lolos dan dinyatakan cocok, setidaknya aku telah membasuh jiwaku di tanah suci sebelum kembali pada sang Khaliq.Tapi bila tidak lolos, aku harap Tuhan memberi jalan kehidupan yang lebih baik. Karena aku sudah tidak lagi muda dan waktunya lebih fokus pada ibadah serta keluarga.Faris melambaikan tangannya begitu aku keluar dari pintu kedatangan penerbangan luar negeri. Dengan menggeret koper, aku menghampirinya yang menatapku dengan pandangan berkaca-kaca.Dia sudah kuanggap seperti adik dan langsung merangk

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kehilangan Kamu Yang Pernah Sangat Mencintaiku

    POV AKHTARA Faris yang berdiri di samping itu kemudian menatapku penuh keterkejutan. Pun dengan dokter yang kuajak berbicara dan masih memegang hasil laboratorium pasien yang menderita sakit keras itu. "Pak, apa ... maksudnya?" Tanya dokter itu. "Maksud saya seperti yang dokter pikirkan."Dokter itu kemudian menatap Faris dengan penuh keterkejutan. Pasalnya mana ada orang yang sudi mendonorkan hatinya dengan terang-terangan seperti aku?Mungkin mereka pikir aku sedang main-main dengan hal ini. Padahal aku benar-benar merasa bahwa ini adalah titik balik untuk memperbaiki diri dan mendapatkan ampunan dari Tuhan atas semua kesalahanku. "Pak Akhtara, maaf. Ini bukan perkara sederhana, Pak. Mendonorkan hati itu tidak sama dengan mendonorkan ginjal. Manusia punya dua ginjal dan masih bisa bertahan hidup dengan satu ginjal. Tapi kalau hati ... manusia hanya punya satu, Pak. Kalau itu diambil, maka --- ""Saya mati. Begitu kan alurnya?" Jawabku tenang. Dokter dan Faris saling bertatapan d

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Terima Kasih Untuk Segalanya

    POV AKHTARA“Mas, mau gendong Tira nggak?” Tanya Abid dengan suara sangat lirih.Aku yang tengah duduk di bangku belakang sambil menatap keluar jendela mobil pun beralih atensi pada adikku itu.Dia tengah memangku putraku, Akhtira, yang sudah tertidur dengan lelap. Sedang kedua anaknya masing-masing dipangku istrinya dan Papa. Hanya aku saja yang tidak memangku anak kecil.Kemudian aku melongok ke arah putraku itu. Dia benar-benar damai terlelap di atas pangkuan adikku. Dan selalu enggan untuk berdekatan denganku.“Apa dia nanti nggak kebangun, Bid?” Tanyaku dengan suara sama lirihnya.“Pelan-pelan aja, Mas.”Lalu aku mengusap pipi halusnya itu dengan ibu jari untuk memastikan apakah Akhtira benar-benar sangat terlelap. Ternyata putraku itu tetap tidur dengan sangat pulas.“Kayaknya dia kecapekan habis main air terus perutnya kenyang. Jadi deh ngorok.”Aku menahan tawa karena guyonan Abid lalu mengangguk dengan mengulurkan kedua tangan untuk menerima putraku.Galau di hati yang sedari

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Apa Kamu Tidak Ada Waktu?

    POV AKHTARAAku harus tetap professional dengan tidak mencampuradukkan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan. Meski terasa sulit dengan tidak memikirkan penolakan Jihan saat aku sedang bekerja seperti ini.Permintaan Jihan yang tidak bersedia rujuk adalah sebuah keputusan yang tidak boleh kupaksa. Dia memiliki hak yang harus kuhormati sekalipun itu melukai hatiku.Cintaku pada sesama manusia telah habis di Jihan.Meski Humaira begitu baik secara sifat dan iman, tetap saja aku selalu terbayang Jihan. Bukankah akan makin menyakiti Humaira jika dia mengerti jika hatiku masih tertambat pada Jihan?“Mungkin jika Bu Jihan sudah menikah lagi, Bapak akan benar-benar bisa melepas dan melupakannya. Karena pintu untuk mendapatkannya benar-benar telah tertutup,” ucap Faris.Aku menghela nafas panjang dengan menatap gelas minumku yang mengembun. Kami sedang makan malam bersama karena aku tidak mau makan malam sendirian. Kebetulan tempat tinggal Faris tidak jauh dari apartemen tempatku berteduh.“M

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Tetap Memilih Dia

    POV AKHTARAKarena putraku, Akhtira, sedang duduk di pangkuan seorang lelaki dengan menghadap wajah orang itu. Bahkan senyum putraku terlihat mengembang penuh tawa apalagi saat lelaki itu menyerukkan kepalanya ke arah dada putraku.Tira kembali tertawa terpingkal karena geli dan mencengkeram rambut lelaki itu. Semakin Tira terpingkal, dia semakin menyerukkan kepalanya ke dada putraku hingga tawa keduanya menguar bebas dan membuatku … iri.Lelaki yang masih memakai kemeja putih dan celana kain hitam khas pakaian ASN itu, apakah dia yang bernama Farhan?Seorang aparatur sipil negara yang berstatus duda dan sedang mendekati Jihan.Karena lelaki itu sibuk menyerukkan kepalanya di dada putraku, dia tidak menyadari kehadiranku yang menatap ke arahnya dengan penuh rasa iri dan sedih.Iri karena putraku bisa seakrab itu dengannya. Padahal aku ini ayah biologisnya.Dan sedih karena aku belum pernah sekalipun menggendong putraku sama sekali.Sudah berapa lama mereka bersama? Sudah berapa lama le

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Seperti Lupa Cara Bernafas

    POV AKHTARA“Saya panggilin Papa biar Tira dipangku Papa. Jadi Bapak bisa menyentuh Tira.”Aku sedikit mengerutkan kening mendapati jawaban Jihan.“Kenapa harus sama Papamu?”“Kita ini udah bukan suami istri secara agama, Pak. Kalau kita berdekatan, nanti jadi dosa.”Mulutku terkunci ketika Jihan berkata seperti itu. Satu kenyataan yang hampir kulupakan bahwa wanita yang sangat kucintai ini sebenarnya telah terlepas dari genggamanku secara agama.Statusnya hanya istri secara hukum negara.Tapi aku ingat perkataan Papa bahwa masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan Jihan kembali dengan rajin mengunjungi Tira.Ketika Jihan hendak berdiri, aku berkata …“Tolong kamu dudukkan aja Tira di kursi. Nggak usah panggil Papamu.”Karena aku yakin jika Papanya Jihan akan membuat pembatas antara aku dan Tira. Apalagi jika putraku itu menangis karena baru pertama kali bertemu denganku.Jihan mengangguk lalu membujuk Tira untuk duduk di kursi. Putraku itu nampak tidak kooperatif namun Jihan terus m

DMCA.com Protection Status