Suara ponsel Bryan berdering di pukul 2 pagi dan membuat Bunga terbangun. Ia pun hendak beranjak dari tidurnya, tetapi Bryan tiba-tiba terbangun dan meraih ponselnya.
"Halo, Sayang," ujar Bryan sambil mengucek kedua matanya. "Kenapa kamu telepon aku di jam-jam segini? Kamu gak tidur kah?"'Kamu gak suka ya kalau aku telepon?' tanya Cassandra dengan suara yang terdengar ngambek. 'Apa jangan-jangan kamu habis melakukan malam pertama sama babu itu?' cecarnya dengan banyak pertanyaan. 'Ayo ngaku!'Dahi Bryan pun langsung mengernyit mendengarnya. "Malam pertama apa maksud kamu sih?" tanya Bryan sambil mengucek kedua matanya. "Aku lagi tidur sendirian kok di ranjang aku. Sementara, dia di sofa. Lagian, siapa juga yang mau menyentuhnya? Dia saja bau bawang gitu."Bunga yang mendengar ucapan Bryan secara refleks mencium bau tubuhnya. 'Apa aku sebau itu, ya?' batinnya. 'Padahal aku sudah pakai tawas di ketiak dan sering minum jamu. Aku bahkan sering ganti pakaian dan pakai parfum.''Bohong!' ucap Cassandra kepada Bryan yang terdengar sangat ngambek kepadanya. 'Kamu pasti bohong sama aku!'Bryan pun menarik nafas panjang. "Ngapain aku bohong sama kamu sih?" tanya Bryan. "Kamu butuh bukti kah?" lanjutnya.'Iya!'Bryan pun segera mengganti metode telepon menjadi video call. Lalu, dia menunjukkan video call-nya ke arah Bunga yang tengah tidur pulas di atas sofa. "Tuh, lihat saja babu itu. Dia saja tidur di sana. Sekarang kamu percaya kan sama aku?"Raut wajah Cassandra pun berubah ceria. Pipinya mengembang dan bibirnya tersenyum lebar. 'Iya, aku sekarang percaya sama kamu,' ucapnya. 'Awas aja ya kalau kamu sampai suka sama babu itu dan selingkuhin aku,' ancamnya kepada Bryan."Iya, tenang saja, Sayang, mana mungkin sih aku suka sama gadis yang jelek itu. Mana dia bau bawang, bodoh, dan yang pasti tidak selevel sama aku," ucap Bryan meyakinkan Cassandra meski dengan cara menghina Bunga. "Aku itu cintanya sama kamu doang."'Iya, aku percaya kok sama kamu.'Tiba-tiba, pandangan Bryan teralihkan pada gagang pintu kamarnya yang seperti sedang dibuka paksa dari luar. Ia pun segera beranjak dari tidurnya dan mengeceknya dari ranjangnya.'Sayang? Kamu kenapa?' tanya Cassandra."Sayang ...," ujar Bryan. "Aku matikan dulu telepon kita ya, sepertinya ada orang yang hendak masuk ke kamarku." Ia lalu menunjukkan bukti itu kepada Cassandra. "Aku takut itu adalah maling. Iya kalau beneran maling, kalau ternyata kakek, bisa berabe kita!"Cassandra pun mengangguk. 'Iya, Sayang.'"Oke, nanti aku telepon kamu lagi ya."Sambungan telepon pun langsung terputus. Bryan segera mematikan ponselnya dan meletakkannya di atas laci kamarnya. Dengan perlahan dia beranjak dari ranjangnya dan menuju ke arah pintu kamarnya. Lalu dia mulai berjongkok dan melihat isi luar kamarnya dari celah bawah pintunya. Ia melihat sandal yang biasa dipakai oleh Baskoro. Bahkan, kakinya pun mirip seperti milik Baskoro. 'Itu kan kaki kakek. Ngapain kakek di depan kamarku? Terus satunya punya siapa?' batinnya yang dipenuhi dengan banyak pertanyaan. Lalu, Bryan mendekatkan telinganya ke arah celah pintu itu dan mencoba menguping pembicaraan di luar.'Waduh, gimana ini Tuan? Kunci duplikatnya banyak banget, dari tadi gak ketemu-ketemu mana kuncinya,' ucap Wiyoko kepada Baskoro. 'Kalau kayak gini mana bisa kita tahu kalau mereka sedang berpura-pura?''Iya, Tuan Wiyoko, maaf,' jawab Baskoro. 'Soalnya jumlah kamar dan ruangan di sini banyak. Masih belum yang di luar rumah.'Kedua mata Bryan membelalak lebar. Sebab, ternyata sang kakek curiga kalau dia dan Bunga hanya berpura-pura.Bryan pun langsung beranjak menuju ke arah Bunga. "Bangun! Bangun!" ucapnya pelan sambil menarik tangan Bunga agar Bunga segera terbangun.Bunga pun berpura-pura mengucek kedua matanya karena baru bangun tidur. "Ada apa, Tuan?" tanyanya yang masih memilih untuk rebahan."Ayo, bangun! Ada kakek di luar sana!"Kedua mata Bunga langsung membelalak lebar. "A-Apa?" Kali ini, Bunga tak berpura-pura lagi. Ia panik bukan kepalang. Ia pun segera beranjak dari tidurnya. "Aduh, bagaimana ini, Tuan?"Bryan tak kalah paniknya. Ia mencoba cari segala macam cara agar saat pintu itu terbuka, kakeknya yakin kalau mereka sedang tidak berpura-pura. Lalu, ide nyeleneh langsung terbersit di kepalanya. "Buka baju Anda!" perintah Bryan yang juga turut melepaskan bajunya. "Ayo!""Hah?" Tubuh Bunga seketika terasa membeku saat melihat tubuh Bryan yang begitu sempurna nan atletis."Heh! Babu ini malah diem!"Bunga pun segera tersadar saat Bryan menggoyangkan tubuhnya."Cepat Anda buka baju Anda!"Sontak, Bunga pun langsung menolak perintah Bryan. Meski dia berstatus istri yang sah secara hukum, tetap saja dia tetaplah istri sewaan Bryan . "Tidak mau, Tuan. Di perjanjian tidak ada seperti itu."Bryan pun mulai tak sabaran melihat penolakan Bunga. Ia langsung meraih dagu Bunga dengan segera dan menatapnya dengan tajam. "Anda harus ingat, saya sudah menyewa Anda. Dan Anda harus ingat isi kontrak larangan nomor dua yang berbunyi 'Dilarang menyentuh Tuan Bryan Bahuwirya, begitupun sebaliknya, kecuali di depan banyak orang dan saat terdesak'," ucapnya yang sangat ingat dengan detail isi surat perjanjian itu.Pintu kamar Bryan pun mulai terbuka. Pandangan Bryan dan Bunga langsung teralihkan pada pintu kamar mereka. Mereka pun semakin panik. Buru-buru, Bryan menarik tangan Bunga dan membawanya ke kamar mandi dan segera menutupnya."Bodoh sekali Anda!" maki Bryan."M-maaf, Tuan.""Andai Anda mengikuti perintah saya, kita sekarang pasti sudah berpura-pura tidur di ranjang saya dan kita aman."Bryan tiba-tiba mendengar suara percakapan Baskoro lagi. 'Waduh, sepertinya mereka tidak ada di kamar.''Loh, ini selimut dan bantal siapa di sofa?' tanya Wiyoko.Bryan pun menarik nafas panjang. Ia berusaha untuk tenang. "Oke, aku tak boleh panik," ucapnya kepada dirinya sendiri. Ia kemudian langsung mengacak-acak rambut Bunga."Tuan, jangan berantakin ....""Diamlah!" perintah Bryan kepada Bunga. "Ikuti saja perintah saya.""B-baiklah Tuan."Bryan kemudian mengacak-acak rambutnya juga. Ia kemuian beralih ke arah rok yang dipakai oleh Carla. "Oke,baiklah, sekarang naikkan rok Anda sedikit ke atas."Bunga pun menaikkan roknya hingga ke lututnya."Sial! Bukan itu yang saya mau." Bryan langsung menarik rok Bunga hingga mencapai pahanya. Seketika, Bryan terhenti melihat betapa mulusnya kedua paha Bunga. "Sorry, saya turunkan lagi." Ia kemudian menurunkan rok Bunga lagi karena terlalu pendek. "Begini saja, taruh kedua tangan Anda di kepala saya."Bunga pun nampak malu-malu, tapi tidak dengan Bryan.Bryan langung meraih kedua tangan Bunga dan meletakkannya di kepalanya sambil memegang telinganya. Ia kemudian mendekatkan tubuhnya ke arah Bunga.Deg!Deg!Deg!Bryan bisa merasakan dengan jelas detak jantung Bunga yang begitu kencang. Bahkan, ia bisa dengan jelas melihat kedua pipi Bunga yang memerah."Kenapa dada Anda berdetak kencang?""T-Tidak, Tuan.""Nanti, kita akan keluar bersama-sama dari sini. Anda harus tetap memeluk saya seperti ini dan jangan sampai terlepas. Mengerti?"Bunga pun mengangguk meski beberapa kali tak mengikuti perintah Bryan. Ia masih sangat malu sekaligus canggung. Apalagi sebelumnya dia tidak pernah melakukan hal seperti itu dengan pria manapun."Saya hitung sampai tiga ya."Bunga pun mengangguk. Sementara, Bryan meraih gagang pintu kamar mandi dan bersiap-siap membukanya."Satu ...." Bryan mulai berhitung. "Dua ... tiga ...."Kriet!Pintu kamar mandi terbuka dengan lebar. Sayangnya, pegangan Bunga kurang mesra. Di saat bersamaan, Bryan melihat sang kakek yang mendadak mematung. Tanpa aba-aba, dia langsung mencium bibir Bunga dan berpura-pura tak melihatnya.Bunga pun langsung tersentak. Ia pun berusaha menolak dengan cara mendorong tubuh Bryan. Akan tetapi, Bryan menahan tangannya. Baru kali ini dia bisa merasakan ciuman pertamanya pada bibirnya dengan begitu lembut.Bunga pun merasa terbang ke awang. Melambung tinggi, meninggalkan bumi. Kedua matanya bahkan sampai terpejam dan tak mampu menolaknya lagi.***Wiyoko dan Baskoro langsung menunduk malu saat melihat Bryan terlihat beringas mencium bibir Bunga. Mereka sama-sama mendadak salah tingkah karena adegan itu.Tanpa berkata sepatah kata, Baskoro menarik tangan Wiyoko keluar agar tak mengganggu kedua cucunya yang sedang menghabiskan malam pertama mereka berdua.Setelah itu, Baskoro segera menutup pintu kamar Bryan lagi dengan pelan.***Baskoro segera mengusap keringat di dahinya. Lalu, dia melirik ke arah Wiyoko. Dan secara bersamaan, mereka tersenyum lebar. Lalu, diikuti dengan tawa yang langsung lepas begitu saja."Benar kan apa kata saya?" tanya Wiyoko kepada Baskoro. Mereka itu tak mungkin berpura-pura, Tuan. Rumor yang mengatakan Bryan menyukai Cassandra tidaklah benar. Buktinya Bryan tadi mesra sekali dengan istrinya.""Iya, Tuan," ucap Baskoro yang dibuat kesemsem saat mengingat ciuman itu. "Sumpah, saya benar-benar kaget saat melihat mereka berciuman seperti itu."Wiyoko kemudian menepuk pundak kanan Baskoro. Lalu, dia menatap
"Wih, ini dapur apa gimana?" tanya Bunga pada dirinya sendiri yang dibuat takjub dengan dapur di rumah Bryan. "Luas banget dapurnya." Bunga terlihat takjub sekaligus kebingungan dengan isi dapur rumah Bryan yang begitu luas. Bahkan, luasnya hampir sama dengan luas rumahnya yang ada di kampungnya. Bahkan, peralatannya juga sangat lengkap dan bersih. "Di mana ya aku cari susu coklat?" tanya Bunga tiba-tiba yang teringat dengan tujuan awalnya. Sebab, dia sendiri belum pernah masuk ke dapur itu. Bahkan, rumah yang ia datangi awal-awal bekerja bukanlah rumah yang ia tempati sekarang. Sebab, rumah sebelumnya lebih kecil dan tak memiliki dapur seluas itu. Bunga pun berjalan ke arah kulkas dua pintu yang begitu besar. "Ini apa ya?" tanyanya pada dirinya sendiri. Ia pun segera menarik pintu kulkas itu. Sejenak, Bunga dibuat takjub dengan kulkas yang begitu besar dan isinya sangat lengkap. "Waaah, ternyata ini kulkas. Masyaallah, ada banyak bahan makanan di sini!" Kedua pipinya langsung meng
Bryan semakin melambung tinggi. Ia merasa semua orang memang harus tunduk padanya, tak terkecuali babu tua di hadapannya.Bunga pun langsung meraih tangan Darsih agar Darsih tidak bersimpuh di kaki Bryan. "Bibi, tolong jangan lakukan itu!" ucapnya kepada Darsih.Akan tetapi, Darsih justru langsung menolak permintaan Bunga. "Tidak, Nyonya. Tolong jangan cegah saya," ucapnya yang terus bersimpuh di kaki Bryan. "Ini adalah kesalahan saya.""Astaghfirllah, Bi, Bi Darsih tak pantas melakukannya," ucap Bunga. "Ini gak boleh. Ini gak sopan. Bi Darsih ini lebih tua dari kami berdua.""Tidak, Nyonya. Tetap saja, saya harus bersimpuh di kaki Tuan Bryan sebagai bentuk permintaan maaf saya."Bunga pun segera beralih kepada Bryan. "Mas Bryan, aku mohon, tolong hentikan Bi Darsih," ucapnya dengan sungguh-sumgguh.Akan tetapi, Bryan nampak tak peduli. "Bodo amat!" ucap Bryan. Tiba-tiba, secara bersamaan, Bryan mendengar suara Baskoro yang terbatuk-batuk dari balik pintu dapur. Lantas, pandangannya
Baskoro langsung melirik ke arah Wiyoko. Lalu, tak lama setelah itu tersungginglah bibirnya dengan lebar. Ia seakan seperti baru mendapatkan durian runtuh."Sepertinya, obat per4ngsang yang saya taruh di minuman mereka terlalu banyak, Tuan," ucap Baskoro yang tertawa cekikikan kepada Wiyoko. "Sampai-sampai mereka berdua berteriak kencang kayak tadi."Wiyoko yang turut menguping teriakan Bryan langsung menutupi bibirnya saking menahan tawa. Sebab, akhirnya apa yang mereka inginkan kejadian juga. "Iya, Tuan. Lain kali satu kapsul cukup kali, ya. Jangan kebanyakan kayak tadi."Baskoro mengangguk kegirangan. "Iya, Tuan," ucapnya. "Mari, Tuan, kita kembali lagi ke kamar saya. Jangan ganggu mereka yang lagi malam pertama."***Bunga langsung menutup kedua matanya dan memutar tubuhnya membelakangi Bryan. Ia sangat kaget karena Bryan yang hanya memakai handuk. Dia bisa dengan jelas melihat betapa six packnya perut Bryan. "Astaghfirullah, tadi itu apa?" tanyanya kepada dirinya sendiri. Detak ja
"Jika kekasih saya bertanya mengenai apa yang kita lakukan setelah kita menikah, katakan kalau kita hanya berpura-pura. Termasuk saat kita tidur bareng. Intinya saya mau Anda berbohong jika dia tanya tentang apa yang terjadi, termasuk ciuman kita dan ... ya pokoknya Anda harus pinter-pinter ngeles."Bunga mengangguk tanda mengerti. "Baik, Tuan," ucapnya. Meski sebenarnya, hal itu sangat jauh dari hati nuraninya. Namun, apalah daya dia yang hanya bisa mematuhi segala permintaan tuannya."Bagus, ini yang memang saya mau dari Anda!" ujar Bryan kepada Bunga. Ia kemudian memajukan tubuhnya ke depan. "Lalu ... ini yang tak kalah pentingnya," ucap Bryan yang nampak serius."Apa, Tuan?" tanya Bunga.Bryan kemudian menatap dengan lekat kedua mata Bunga. "Orang-orang tahunya Anda adalah istri saya. Otomatis, akan banyak yang akan mengincar dan menyakiti Anda. Saya mau selama masa kontrak, Anda tetap dikawal oleh pengawal saya jika Anda mau keluar rumah. Sebab, sangat berbahaya buat Anda.""Saya
"Tuan, bolehkah saya izin keluar hari ini?" tanya Bunga sebelum Bryan berangkat ke kantornya. Sebab, walau bagaimanapun, Bryan adalah majikannya sekaligus suaminya. Meski status mereka hanyalah sebagai pasangan kontrak."Anda memangnya mau ke mana?" tanya Bryan yang sudah siap-siap pergi. Bunga pun menjawab, "Saya mau ke pasar."Dahi Bryan langsung mengernyit. "Pasar? Apa itu?" tanya Bryan. "Apakah maksud Anda pasar saham?"Bunga langsung menahan tawa mendengar pertanyaan Bryan. 'Apakah Tuan Bryan gak pernah ke pasar ya?' batinnya."Kenapa Anda malah diam?""Maaf, Tuan," ucap Bunga. Ia kemudian mulai menjelaskan apa itu pasar. "Jadi, pasar itu tempat jual beli, seperti beli sayuran, buah, daging, dan masih banyak lagi.""Kayak mall gitu kah?""Iya.""Oh, emang Anda mau ngapain?""Belanja kebutuhan dapur."Kedua mata Bryan pun langsung berbinar-binar. "Apakah Anda mau masak rawon lagi?" tanyanya yang belum bisa move on dengan rasa rawon yang begitu pas di lidahnya."Tidak," ucap Bunga.
'Sialan! Aku tak bisa kabur lagi kalau begini,' batin Calvin yang benar-benar tak bisa kabur lagi. Sebab, pada akhirnya dia hanya bisa pasrah. Pelariannya selama 4 bulan untuk menghindari perjodohan dengan sepupunya rasanya sia-sia saja.Di saat bersamaan, Calvin tiba-tiba mendengar suara ponsel berdering. Lalu, salah satu orang pengawalnya berbicara. "Halo, Tuan Clayton," ucapnya.Kemudian terdengarlah suara Clayton–papa Calvin– di balik telepon. 'Apakah Anda sudah menemukan putera saya?' tanyanya yang terdengar sangat berat."Sudah, Tuan Clay," ucap pengawal itu. "Sesuai laporan dari mata-mata kita, Tuan Calvin memang menyamar sebagai tukang pengemis."'Apa? Pengemis?' tanya Clayton yang terdengar kaget di balik telepon."Betul, Tuan."'Di mana dia sekarang?' tanya Clayton."Sekarang putera Anda bersama dengan kami," ucap sang pengawal. "Lebih tepatnya Tuan Calvin berada di samping saya."'Bagus! Segera bawa dia ke sini.'***Seorang pria paruh baya dengan rokok di tangannya menuju
"Sampai kapan Anda mengikuti saya?" tanya Calvin kepada pengawalnya yang terkena tambak. Meski pelurunya tak sampai bersarang di lengan sang pengawal, tetap saja darah segar terus mengucur deras di sana. "Apakah Anda tak ada niatan untuk mengobati luka Anda dulu?"Calvin tiba-tiba terhenti saat dia sudah sampai di depan kamarnya. Lalu, dia memutar tubuhnya ke belakang. Menatap kedua mata pengawalnya yang sudah berada dalam posisi sikap siap. "Lebih baik Anda obati dulu luka Anda," ucapnya. "Sepertinya luka Anda lebih parah daripada luka saya.""Siap, tidak, Tuan," ucap sang pengawal. "Saya tak akan mengobati luka saya sebelum luka Anda diobati terlebih dahulu.""Whatever!" ucap Calvin yang langsung masuk ke kamarnya. "Yang penting saya sudah memberi tahu Anda."***Makanan sudah tersaji di depan Calvin. Ada ayam goreng madu yang menjadi makanan utamanya. Sudah lama, dia tak makan makanan mewah itu. Sebab, selama dia berada di luar, dia lebih banyak makan nasi padang yang kini telah me
"Dengarkan saya baik-baik. Ini penting sekali," ucap Bryan kepada Bunga dengan sungguh-sungguh."Apa hal penting yang ingin Tuan bicarakan dengan saya?" tanya Bunga. "Kenapa Tuan Bryan nampak gelisah begitu?"Bryan pun menarik nafas panjang. Lalu, dia berkata, "maafkan saya, sebab tadi saya tidak ikut dengan Anda," ucapnya. "Harusnya saya ikut serta dengan Anda agar Calvin tak menyakiti Anda."Dahi Bunga langsung mengernyit. Ia tak paham dengan maksud Bryan. "Calvin? Siapa dia, Tuan?" tanyanya."Dia adalah salah satu anggota keluarga Abraham," ucap Bryan. "Dan keluarga Abraham sendiri dikenal sebagai keluarga yang bengis dan tak punya hati. Mereka tak akan segan-segan menyakiti orang-orang yang bersinggungan langsung dengan mereka."Bunga nampak manggut-manggut tanda mengerti."Nah, bicara tentang Calvin, dia sendiri adalah anak dari Tuan Clayton," jawab Bryan. "Dia dan papanya sangat jahat, terutama papanya. Makanya, saya mau Anda berhati-hati dengan mereka. Sebab, saya tak mau merek
"Sampai kapan Anda mengikuti saya?" tanya Calvin kepada pengawalnya yang terkena tambak. Meski pelurunya tak sampai bersarang di lengan sang pengawal, tetap saja darah segar terus mengucur deras di sana. "Apakah Anda tak ada niatan untuk mengobati luka Anda dulu?"Calvin tiba-tiba terhenti saat dia sudah sampai di depan kamarnya. Lalu, dia memutar tubuhnya ke belakang. Menatap kedua mata pengawalnya yang sudah berada dalam posisi sikap siap. "Lebih baik Anda obati dulu luka Anda," ucapnya. "Sepertinya luka Anda lebih parah daripada luka saya.""Siap, tidak, Tuan," ucap sang pengawal. "Saya tak akan mengobati luka saya sebelum luka Anda diobati terlebih dahulu.""Whatever!" ucap Calvin yang langsung masuk ke kamarnya. "Yang penting saya sudah memberi tahu Anda."***Makanan sudah tersaji di depan Calvin. Ada ayam goreng madu yang menjadi makanan utamanya. Sudah lama, dia tak makan makanan mewah itu. Sebab, selama dia berada di luar, dia lebih banyak makan nasi padang yang kini telah me
'Sialan! Aku tak bisa kabur lagi kalau begini,' batin Calvin yang benar-benar tak bisa kabur lagi. Sebab, pada akhirnya dia hanya bisa pasrah. Pelariannya selama 4 bulan untuk menghindari perjodohan dengan sepupunya rasanya sia-sia saja.Di saat bersamaan, Calvin tiba-tiba mendengar suara ponsel berdering. Lalu, salah satu orang pengawalnya berbicara. "Halo, Tuan Clayton," ucapnya.Kemudian terdengarlah suara Clayton–papa Calvin– di balik telepon. 'Apakah Anda sudah menemukan putera saya?' tanyanya yang terdengar sangat berat."Sudah, Tuan Clay," ucap pengawal itu. "Sesuai laporan dari mata-mata kita, Tuan Calvin memang menyamar sebagai tukang pengemis."'Apa? Pengemis?' tanya Clayton yang terdengar kaget di balik telepon."Betul, Tuan."'Di mana dia sekarang?' tanya Clayton."Sekarang putera Anda bersama dengan kami," ucap sang pengawal. "Lebih tepatnya Tuan Calvin berada di samping saya."'Bagus! Segera bawa dia ke sini.'***Seorang pria paruh baya dengan rokok di tangannya menuju
"Tuan, bolehkah saya izin keluar hari ini?" tanya Bunga sebelum Bryan berangkat ke kantornya. Sebab, walau bagaimanapun, Bryan adalah majikannya sekaligus suaminya. Meski status mereka hanyalah sebagai pasangan kontrak."Anda memangnya mau ke mana?" tanya Bryan yang sudah siap-siap pergi. Bunga pun menjawab, "Saya mau ke pasar."Dahi Bryan langsung mengernyit. "Pasar? Apa itu?" tanya Bryan. "Apakah maksud Anda pasar saham?"Bunga langsung menahan tawa mendengar pertanyaan Bryan. 'Apakah Tuan Bryan gak pernah ke pasar ya?' batinnya."Kenapa Anda malah diam?""Maaf, Tuan," ucap Bunga. Ia kemudian mulai menjelaskan apa itu pasar. "Jadi, pasar itu tempat jual beli, seperti beli sayuran, buah, daging, dan masih banyak lagi.""Kayak mall gitu kah?""Iya.""Oh, emang Anda mau ngapain?""Belanja kebutuhan dapur."Kedua mata Bryan pun langsung berbinar-binar. "Apakah Anda mau masak rawon lagi?" tanyanya yang belum bisa move on dengan rasa rawon yang begitu pas di lidahnya."Tidak," ucap Bunga.
"Jika kekasih saya bertanya mengenai apa yang kita lakukan setelah kita menikah, katakan kalau kita hanya berpura-pura. Termasuk saat kita tidur bareng. Intinya saya mau Anda berbohong jika dia tanya tentang apa yang terjadi, termasuk ciuman kita dan ... ya pokoknya Anda harus pinter-pinter ngeles."Bunga mengangguk tanda mengerti. "Baik, Tuan," ucapnya. Meski sebenarnya, hal itu sangat jauh dari hati nuraninya. Namun, apalah daya dia yang hanya bisa mematuhi segala permintaan tuannya."Bagus, ini yang memang saya mau dari Anda!" ujar Bryan kepada Bunga. Ia kemudian memajukan tubuhnya ke depan. "Lalu ... ini yang tak kalah pentingnya," ucap Bryan yang nampak serius."Apa, Tuan?" tanya Bunga.Bryan kemudian menatap dengan lekat kedua mata Bunga. "Orang-orang tahunya Anda adalah istri saya. Otomatis, akan banyak yang akan mengincar dan menyakiti Anda. Saya mau selama masa kontrak, Anda tetap dikawal oleh pengawal saya jika Anda mau keluar rumah. Sebab, sangat berbahaya buat Anda.""Saya
Baskoro langsung melirik ke arah Wiyoko. Lalu, tak lama setelah itu tersungginglah bibirnya dengan lebar. Ia seakan seperti baru mendapatkan durian runtuh."Sepertinya, obat per4ngsang yang saya taruh di minuman mereka terlalu banyak, Tuan," ucap Baskoro yang tertawa cekikikan kepada Wiyoko. "Sampai-sampai mereka berdua berteriak kencang kayak tadi."Wiyoko yang turut menguping teriakan Bryan langsung menutupi bibirnya saking menahan tawa. Sebab, akhirnya apa yang mereka inginkan kejadian juga. "Iya, Tuan. Lain kali satu kapsul cukup kali, ya. Jangan kebanyakan kayak tadi."Baskoro mengangguk kegirangan. "Iya, Tuan," ucapnya. "Mari, Tuan, kita kembali lagi ke kamar saya. Jangan ganggu mereka yang lagi malam pertama."***Bunga langsung menutup kedua matanya dan memutar tubuhnya membelakangi Bryan. Ia sangat kaget karena Bryan yang hanya memakai handuk. Dia bisa dengan jelas melihat betapa six packnya perut Bryan. "Astaghfirullah, tadi itu apa?" tanyanya kepada dirinya sendiri. Detak ja
Bryan semakin melambung tinggi. Ia merasa semua orang memang harus tunduk padanya, tak terkecuali babu tua di hadapannya.Bunga pun langsung meraih tangan Darsih agar Darsih tidak bersimpuh di kaki Bryan. "Bibi, tolong jangan lakukan itu!" ucapnya kepada Darsih.Akan tetapi, Darsih justru langsung menolak permintaan Bunga. "Tidak, Nyonya. Tolong jangan cegah saya," ucapnya yang terus bersimpuh di kaki Bryan. "Ini adalah kesalahan saya.""Astaghfirllah, Bi, Bi Darsih tak pantas melakukannya," ucap Bunga. "Ini gak boleh. Ini gak sopan. Bi Darsih ini lebih tua dari kami berdua.""Tidak, Nyonya. Tetap saja, saya harus bersimpuh di kaki Tuan Bryan sebagai bentuk permintaan maaf saya."Bunga pun segera beralih kepada Bryan. "Mas Bryan, aku mohon, tolong hentikan Bi Darsih," ucapnya dengan sungguh-sumgguh.Akan tetapi, Bryan nampak tak peduli. "Bodo amat!" ucap Bryan. Tiba-tiba, secara bersamaan, Bryan mendengar suara Baskoro yang terbatuk-batuk dari balik pintu dapur. Lantas, pandangannya
"Wih, ini dapur apa gimana?" tanya Bunga pada dirinya sendiri yang dibuat takjub dengan dapur di rumah Bryan. "Luas banget dapurnya." Bunga terlihat takjub sekaligus kebingungan dengan isi dapur rumah Bryan yang begitu luas. Bahkan, luasnya hampir sama dengan luas rumahnya yang ada di kampungnya. Bahkan, peralatannya juga sangat lengkap dan bersih. "Di mana ya aku cari susu coklat?" tanya Bunga tiba-tiba yang teringat dengan tujuan awalnya. Sebab, dia sendiri belum pernah masuk ke dapur itu. Bahkan, rumah yang ia datangi awal-awal bekerja bukanlah rumah yang ia tempati sekarang. Sebab, rumah sebelumnya lebih kecil dan tak memiliki dapur seluas itu. Bunga pun berjalan ke arah kulkas dua pintu yang begitu besar. "Ini apa ya?" tanyanya pada dirinya sendiri. Ia pun segera menarik pintu kulkas itu. Sejenak, Bunga dibuat takjub dengan kulkas yang begitu besar dan isinya sangat lengkap. "Waaah, ternyata ini kulkas. Masyaallah, ada banyak bahan makanan di sini!" Kedua pipinya langsung meng
Wiyoko dan Baskoro langsung menunduk malu saat melihat Bryan terlihat beringas mencium bibir Bunga. Mereka sama-sama mendadak salah tingkah karena adegan itu.Tanpa berkata sepatah kata, Baskoro menarik tangan Wiyoko keluar agar tak mengganggu kedua cucunya yang sedang menghabiskan malam pertama mereka berdua.Setelah itu, Baskoro segera menutup pintu kamar Bryan lagi dengan pelan.***Baskoro segera mengusap keringat di dahinya. Lalu, dia melirik ke arah Wiyoko. Dan secara bersamaan, mereka tersenyum lebar. Lalu, diikuti dengan tawa yang langsung lepas begitu saja."Benar kan apa kata saya?" tanya Wiyoko kepada Baskoro. Mereka itu tak mungkin berpura-pura, Tuan. Rumor yang mengatakan Bryan menyukai Cassandra tidaklah benar. Buktinya Bryan tadi mesra sekali dengan istrinya.""Iya, Tuan," ucap Baskoro yang dibuat kesemsem saat mengingat ciuman itu. "Sumpah, saya benar-benar kaget saat melihat mereka berciuman seperti itu."Wiyoko kemudian menepuk pundak kanan Baskoro. Lalu, dia menatap