Falri memilih pulang setelah puas mengelilingi taman kota. Falri menaiki bus dengan tujuan halte dekat gedung apartemen-nya.
Falri memasang ear phone di telinganya kemudian menyetel musik bergenre pop. Di tengah menikmati musik, bahu kiri Falri ditepuk.
Falri melepas earphone seraya menoleh ke kiri. Falri tersenyum canggung. "Ada apa, ya?"
"Falri, kan? Aktor film yang lagi booming di media sosial, kan? Yang katanya udah punya anak?"
Dari mana dia tau?
Falri mengernyit halus. "Maksudnya?"
"Lho, gak liat postingan terbaru dari akun Si Turah?"
Falri menggeleng sekilas.
"Liat aja, Mas. Saya permisi, mau turun dari bus duluan. Mari."
Falri mengangguk seraya tersenyum. Kemudian, jemari tangannya kembali berselancar di akun Si Turah. Falri tercengang saat melihat postingan foto terbaru dari situ.
Foto yang menampilkan kebersamaannya dengan Deslyn saat di restoran tadi siang. Falri menahan nafas sejenak, kemudian meneliti foto itu.
Saya bukan Papa-mu.Kalimat singkat itu mampu membuat Falri termangu sejenak. Dia yakin, seyakin-yakinnya jika pria di hadapannya itu adalah Papanya, Bram."Papa, nggak lucu, deh," kata Falri."Saya nggak ngelawak," sahutnya.Falri menggelengkan kepala berkali-kali. "Lantas kalau bukan Papa saya. Bapak ini siapa?""Saya, Gian."Falri tersentak mendengar nama itu. Nama yang saat ini dia benci. Karena orang dari pemilik nama itu, Mama dan Kakaknya berdusta kepadanya.Falri menggeram marah. Dia mencoba menetralkan degup jantungnya. Malam ini, Falri tidak boleh emosi. Demi mencari kebenaran tentang Papanya."Om Gian?""Ya, saya Gian. Kembaran Papa-mu."Falri tersenyum tipis seraya berkata, "Om, sudah sehat?"Om Gian mengernyit. "Saya memang selalu sehat. Memang saya sebelumnya sakit apa?"Yang di video itu? Agh!Jawaban dari Om Gian membuat Falri tercengang. Dia tertampar kasar oleh kenyataan penuh drama ini.
Falri terbangun dari tidurnya saat dibangunkan oleh seorang nelayan. Falri mengucek matanya seraya bangkit duduk. Dia menatap sekitar yang sudah dilauti teriknya matahari.Falri menatap nelayan di hadapannya. Kemudian, menghembuskan nafas panjang."Mas, kalau tidur di rumah saja." Nelayan itu memberi saran.Falri mengangguk. "Iya, Pak. Terima kasih sudah membangunkan saya. Saya pamit dulu."Nelayan itu hanya tersenyum.Falri kemudian berdiri dan mulai melangkahkan kaki. Dia tidak membawa kendaraan. Gedung apartemen dengan tempat ini berjarak sekitar dua kilometer.Setidaknya Falri masih kuat berjalan sampai sejauh itu. Dulu saja dia berjalan kaki dari rumah ke sekolah yang berjarak lima kilometer. Hanya saja berbeda orang di sampingnya.Jika kini tidak ada siapa-siapa. Maka, dulu ada Jeslyn. Jeslyn, cintanya.***Falri sudah berada di depan pintu apartemen. Dia menghembuskan nafas kasar, bertubi-tubi drama datang. Tetapi ap
Fani dan Dira memilih bungkam daripada menjawab pertanyaan Falri. Mulut dua wanita itu seperti terkunci rapat-rapat."Ma, Kak, kenapa kalian tega?" Falri meneteskan air matanya usai mengucapkan pertanyaan ini.Tetesan air mata disusul dengan tetesan air mata lagi. Wajah Falri sudah memerah dan basah karena menangis."Kenapa kalian tega? Kenapa semua orang tega?"Tubuh Falri merosot jatuh ke lantai. Dia menangis tersedu-sedu di bawah lutut Fani dan Dira.Berbeda dengan Falri, Dira dibuat menegang ketika Falri bersujud lutut di hadapannya sembari terus menyerukan kalimat lirih. Fani tak kuasa menahan tangis, dia mendekati Falri lalu memeluk adik semata wayangnya itu."Maaf." Hanya kata 'maaf' yang diucapkan Fani secara berulang-ulang. Fani merasa gagal sebagai seorang Kakak.Dira masih diam. Tetapi air matanya tidak turut mengikuti egonya. Sebagai seorang Ibu, hati Dira merasa tercabik-cabik melihat keadaan anak putranya."Ka
Falri melirik ke arah sumber suara. Dia terperangah ketika tau siapa yang meneriaki namanya.Falri menghentikan kegiatannya. Glen sendiri sudah babak belur habis-habisan karena Falri."Ngapain Kak Fani ke sini?" tanya Falri.Ya, yang barusan meneriaki namanya adalah Fani.Fani diam, tidak menjawab. Dia malah menghampiri Glen dengan air mata yang terus membanjiri.Falri membeku. Tidak mengerti maksud semua ini apa.Tiba-tiba Fani membelai lembut pipi Glen. Dia terus memanggil Glen dengan sebutan ---"Sayang, kamu nggak apa-apa?" tanya Fani, lirih.Glen mengangguk lemah. "Gak papa."Fani masih menangis. Dengan tenaga yang masih tersisa, Glen mengusap air mata Fani."Jangan nangis," kata Glen seraya memamerkan senyuman meskipun itu terasa sakit.Fani meredakan tangisnya. Dia menoleh ke arah Falri yang masih diam membeku. Fani menatap nyalang adiknya itu."Apa yang lo lakuin, Fal?! Lo mau matiin pacar gue!"
Teriakan memanggil Falri mampu mengalihkan atensi semua orang di kantin tanpa terkecuali kakak beradik itu. Falri membelalakkan matanya terkejut karena tatapan semua orang tertuju padanya.Tak lama dari itu, si peneriak tidak ada di kerumunan orang yang menghampiri Falri. Belasan orang mendekati Falri dengan mengarahkan kamera ponselnya.Falri berdecak geram. "Siapa, sih, yang tadi manggil gue?""Falri, tunggu!" teriak orang-orang itu saat Falri mulai beranjak melangkah.Falri mendengkus malas saat Fani malah melongo seperti orang kurang waras. Falri menarik Fani untuk mengikuti langkah larinya.Jadilah kakak beradik itu berlari, menghindarkan belasan orang yang pasti akan melontarkan banyak pertanyaan tentang gosip-gosip yang tertuju pada Falri.Masih ingat gosip-gosipnya apa aja?"Fal ..., pelan-pelan, dong. Sakit, nih, kaki gue," rengek Fani dengan nafas terengah-engah."Kak, gak kasian lo sama adik sendiri?" tanya Falri mendramatis
**"Lo gak salah, Fal!" Fani mengulangi ucapannya tetapi dengan nada tinggi.Falri mengernyit bingung. Dia melirik sekilas ruangan Glen lantas menatap Fani dengan penuh tanda tanya."Maksudnya apa, Kak?" tanya Falri, melirihkan nadanya.Perlahan Fani menitikkan air matanya. Tercetak jelas guratan penyesalan dalam raut wajahnya. Itu yang membuat Falri semakin tidak mengerti."Kak," panggil Falri.Fani menghembuskan nafas berat. Ia menarik lengan Falri supaya menjauh dari ruangan rawat inap Glen.Fani mengusap air matanya. Lalu memeluk Falri seraya menyampaikan kata "maaf.""Kak," ucap Falri seraya melepaskan pelukan Fani.Dia mencengkram pelan kedua bahu Fani. Menatap Fani dengan tatapan penuh tanda tanya."Kak, jelasin." Falri mengucapkan itu dengan nada jengah."Gu-gue yang selama ini salah. Semua kelakuan brengsek lo itu harusnya nggak akan terjadi kalau bukan karena gue," ucap Fani, tanpa ingin menatap Falri. Fani mem
Fani duduk diam. Menatap bunga-bunga di taman belakang rumah sakit dengan pandangan kosong. Sudah sejam lamanya, dia duduk diam di sini."Maafin gue, Fal." Fani bergumam lirih. Sungguh, dia merasa tidak berguna sebagai seorang Kakak.Jika saat itu dia tidak memaksa Falri meminum minuman alkohol. Pasti adiknya tidak akan merasa sengsara hingga saat ini. Ditambah lagi ada 'tokoh tambahan' yang menjadi dalang dari drama bodoh yang dilakoni Falri.Omong-omong, soal pertemuan Fani dengan Glen itu secara tidak sengaja. Kala itu, Fani sedang berada di halte. Menunggu bus yang katanya datang terlambat karena hujan deras. Di saat itu pula, Glen berada di sampingnya seusai memakirkan motor ninjanya di depan halte bus.Bruk ...Glen secara tak sengaja menabrak Fani sehingga tubuh Fani hampir terjatuh jika tidak segera ditahan oleh Glen. Posisi mereka seperti sedang berpelukan ala orang India. Mereka bertatapan cukup lama.Fani tersentak pelan. "Lo kalau jala
Falri tengah duduk di bawah pohon beringin. Di depannya ada sebuah danau jernih sedalam lima meter lebih. Tatapan Falri masih kosong sedari tadi.Hatinya hampa. Pikirannya berkecamuk. Ingin menangis, tetapi terhalang gengsi sebagai seorang lelaki. Tidak pernah menyangka jika drama ini dimulai dari tiga gelas minuman yang baru saja ia tau apa jenisnya.Minuman alkohol tak hanya merusak Falri sendiri. Tetapi juga merusak masa depan Jeslyn. Karena Falri, Jeslyn harus menanggung dosa berat sebagai seorang perempuan. Dan, lebih brengseknya lagi, Falri pergi tanpa alasan."Bodoh! Bodoh! Gue bodoh!" umpat Falri yang tertuju pada dirinya sendiri.Di sekitar danau sepi. Tidak ada orang lain kecuali Falri sendiri. Bersama senyap yang menemani, teriakan berisi umpatan yang terus-menerus terlontar dari mulut Falri.Seandainya dia tidak meminum minuman itu. Mungkin saat ini dia masih baik-baik saja. Begitu juga dengan Jeslyn yang dulu ia rusak kehormatannya.
Falri, Glen, Satya, Fani, dan Jessica sontak berlari masuk ke rumah. Mereka terkejut mendengar suara teriakan dari Jeslyn dan Deslyn di dalam rumah.Jeslyn dan Deslyn menghampiri mereka. Membuat Falri, Glen, Satya, Fani, dan Jessica menatap khawatir keduanya."Jes, tadi kenapa?" tanya Falri.Jeslyn dan Deslyn saling tatap. Kemudian mereka berdua tertawa renyah. Hal itu lagi, lagi membuat mereka berlima menatap bingung keduanya."Kok ketawa?" cengo Jessica."Kita nggak apa-apa," ulas Jeslyn, "kita tadi cuma mau ngagetin aja. Eh taunya bener-bener kaget."Deslyn tertawa kecil. "Muka kalian lucu kayak Shaun The Sheep, hihi ....""Kita dikerjain?" culas Glen yang diangguki semangat oleh Deslyn dan Jeslyn."Pengen ngomong kasar tapi ada bocil," ucap Satya mengelus dada."Bocil siapa, Papa?" tanya Deslyn bingung."Bocil ya lo, Deslyn," ceplos Glen."Bocil emang apa, Om?" tanyanya lagi.Glen mendesah frustasi. "Bocil y
Seminggu kemudian ...Jeslyn sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Sontak hal itu membuat Falri dan Deslyn begitu antusias membawa pulang Jeslyn.Dibantu Satya, Glen, Fani, dan Jessica, Jeslyn akhirnya keluar dari rumah sakit. Falri masih menggendong Deslyn sampai di depan mobil.Glen duduk di kursi pengemudi. Fani di sebelah sisi Glen. Sedangkan Falri, Jeslyn, dan Deslyn duduk di bangku tengah. Hanya Satya yang duduk di belakang bersama Jessica."Lo bener udah sehat, Jes?" tanya Satya."Iya, Kak.""Jes, pokoknya ntar harus makan banyak ya!" seru Jessica begitu semangat, "ntar gue masakin, deh. Serius!""Gue ikutan masak, dong," timpal Fani ikut nimbrung."Skuy, lah. Yang penting bahannya udah ada di dapur. Ya, nggak, Yara?" Jessica menaik-turunkan kedua alisnya sembari menatap Satya."Gue belum belanja, astaga.""Gampang, Sat. Lo tinggal beli aja ntar sama Glen." Fani memberi solusi.Kedua lelaki yang dititah
Falri menatap gundukan tanah di hadapannya. Hatinya terasa sakit. Seperti ditikam beribu belati tajam.Falri menangis. Meratapi nasibnya. Ia direngkuh hangat oleh Fani, kakaknya.Falri mengecup pelan batu nisan. Tak lupa ia memanjatkan beribu doa."Fal," panggil Fani mencoba menahan isak tangis.Falri menghentikan tangisnya. Ia menatap sang kakak, kemudian memeluknya begitu erat."Fal, kita harus sabar," lirih Fani."Tapi kenapa harus Mama dan Papa yang tiada?" tanya Falri. Ia menitikkan air mata untuk kesekian kalinya. "Gue ngerasa kalau gue ...." Falri menjeda ucapannya sebab terhalang oleh suara isakan tangisnya."Gue nggak bisa banggain Mama dan Papa. Gue nyesel, Kak."Memang benar, Dira dan Bran dinyatakan meninggal dunia akibat kecelakaan. Kemarin, tepat di saat usai Jeslyn tertembak. Dira dan Bram berinisiatif membawa mobil sendiri, karena mobil ambulance sudah penuh.Naas, di jalan menuju rumah sakit, mobil ya
Falri diambang kebingungan. Di satu sisi, ia tidak ingin menerima tawaran Alda. Namun, di sisi lainnya ia tidak bisa berlama-lama menyelamatkan orang-orang yang dikenali.Falri mengusak rambutnya frustasi. Ia menatap Alda dengan tatapan lelah bercampur gusar."Lo udah buat drama banyak banget di hidup gue. Apa lo nggak cape juga?" Falri berujar, seolah-olah ia ingin bernegoisasi dengan Alda.Alda menggeleng cepat. "Aku nggak akan pernah cape! Sebelum kamu jadi pacarku, Fal.""Lo cinta sama gue?" Alda menggeleng sekali lagi. Membuat Falri mengernyit heran."Aku nggak cinta sama kamu.""Terus kenapa lo seolah-olah maksa gue untuk jadi pacar lo?""Kepo! Jadi, cowok gak usah kepo!" tukas Alda.Falri berdecih pelan. "Ngeselin lo jadi cewek!""Gak ngejek aku buta lagi?" tantang Alda.Falri menggeram marah. Bagaimana ia mengejek Alda buta jika Alda sendiri saja sudah bisa melihat. Ada-ada saja perempuan sialan itu!"Fal, per
***Dengan perasaan mantap, Falri menaiki satu per satu anak tangga. Ia harus berhati-hati karena lantai tangga juga tak kalah licin. Nyatanya rasa penasaran Falri masih mampu mengalahkan rasa takutnya.Celana Falri sudah basah kuyup. Diakibatkan oleh genangan air dan air ngompol yang tanpa disengaja. Falri tetap berteriak, meneriaki si perempuan misterius. Namun, semakin waktu berjalan sudah tidak lagi terdengar suara perempuan menggema."Duh, ini gue milih pilihan yang tepat, kan?" tanya Falri jadi bimbang sendiri.Falri menggeleng seraya berdecak. "Bodo, ah. Siapa tau ntar di lantai dua ada harta karun gitu. Kan, nggak ada yang tau."Falri terus menggerutu. Begitu juga dengan hatinya yang terus meneriaki kalimat, "Demi gue, Jeslyn, dan Deslyn!"Falri menghela nafas lelah saat sudah berada di lantai dua. Matanya menelisik sekitar, banyak pintu kamar di sepanjang tembok hingga ujung tangga.Falri mengusap kasar keringat. Ia kembali berteriak,
Falri memutuskan untuk masuk ke gedung seram itu. Mau bagaimana lagi? Ini sudah cara terakhir mendapatkan petunjuk tentang drama di hidupnya.Saat Falri membuka pintu utama gedung. Tiba-tiba air dari dalam gedung meluruh keluar, sehingga kedua kakinya terpaksa basah karena air itu. Falri hanya bisa berdecak kesal.Matanya berkeliaran melihat sisi-sisi di dalam gedung. Tidak ada yang spesial. Hanya ada lorong-lorong gelap di sisi kanan, kiri, depan. Tak hanya itu, lorong-lorong itu digenangi banyak air.Bahkan juntaian rumput liar ikut menghiasi pemandangan dalam gedung. Falri bergidik ngeri. Dia menatap kedua kakinya, takut ada ular yang tiba-tiba melilitkan diri di kakinya. Jangan sampai, deh!Falri mencoba maju tiga langkah. Di saat itu juga sibakan air menggema di seluruh gedung. Falri mengumpulkan keberanian. Meskipun dia lelaki, tetapi jangan salah jika ia juga punya takut. Apa lagi kegelapan adalah salah satu phobianya."Please, ya ... di sini ada
Tak ingin menyiakan kesempatan, Falri sudah duduk di hadapan Jeslyn dan Deslyn dalam sebuah restoran privat. Falri gugup sekaligus malu. Sedangkan Jeslyn masih tidak berani menatap Falri. Begitu juga dengan Deslyn yang masih menangis terisak dalam pelukan Jeslyn."Jeslyn, Deslyn." Falri memanggil keduanya.Jeslyn dan Deslyn memberanikan diri menatap Falri."A-aku minta maaf." Falri mengucapkan itu dengan penuh sesal."Pa-Papa, Deslyn mau peluk Papa," pinta Deslyn yang langsung diangguki senyuman oleh Falri.Tubuh Deslyn yang berada di gendongan Jeslyn pun beralih ke gendongan Falri. Falri mengusap lembut air mata Deslyn.Jeslyn tak bisa menyembunyikan senyum harunya."Papa, marah, ya sama Deslyn?" tanya Deslyn, lugu.Falri menggeleng. "Maafin Papa, ya."Deslyn mengangguk. "Iya, Deslyn maafin Papa. Kata Mama, anak baik harus maafin kesalahan setiap orang."Mendadak seperti ada ribuan belati menikam jantung Falri.
Jeslyn diam tidak menyahut. Falri bergegas menghampiri Satya dan Deslyn. Tatapan Falri menyiratkan kekecewaan juga kemarahan."Kak Satya." Falri tertawa sumbang usai itu."Papa! Dia Papa Deslyn," seru Deslyn kepada Falri.Falri menatap kosong ke arah Deslyn. "Jangan panggil saya Papa lagi."Di detik itu juga, Deslyn menangis. Tubuhnya kemudian diambil alih oleh Jeslyn. Jeslyn membawa pergi Deslyn. Setidaknya cukup jauh dari dua lelaki itu.Di sisi lain, Satya tertegun. Suara datar Falri kepada Deslyn seharusnya tidak seperti itu. Sebab Satya tau apa yang terjadi antara Jeslyn dan Falri di masa lalu."Kak, kenapa lo tega sama Jeslyn?" tanya Falri, kecewa."Maksud lo apa?" Satya balik bertanya. Dia merasa bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan Falri. "Seharusnya gue yang tanya kenapa nada bicara lo kayak gitu sama Deslyn."Falri terkekeh pelan. "Gak ada sadarnya, ya, lo!" Falri memberikan satu bogeman mentah kepada Satya.
Perlahan Falri menitikkan air mata. Dia menatap Jeslyn dengan tatapan yang sulit diartikan. Berbeda dengan Falri, Jeslyn kini tengah diam menunduk."Jes, kamu bercanda, 'kan?" tanya Falri dengan nada lirih.Jeslyn masih diam. Hal itu membuat Falri semakin kalang kabut."Jeslyn, ini semua bercanda, 'kan? Deslyn itu anak aku, 'kan? Iya, 'kan? Anak kita berdua?" Falri melontarkan berbagai pertanyaan tetapi tak ada satu pun yang dijawab Jeslyn."Jeslyn!" seru Falri seraya mencengkram kedua bahu Jeslyn hingga si empu meringis sakit."Aw!" ringis Jeslyn. Dia menengadahkan kepala lantas menatap Falri. "Maafin aku karena baru kasih tau kamu," ucap Jeslyn dengan bibir bergetar.Falri melepaskan cengkraman itu. Dia menatap Jeslyn dengan tatapan yang menyedihkan. Tersirat kekecewaan yang membelenggu hatinya."Jeslyn," panggil Falri, pelan.Jeslyn menggelengkan kepalanya. "A-aku minta maaf.""Jeslyn, jelasin semuanya! Pasti Deslyn anak kita,