"Na, kamu tau gak kalau Abi di pecat pagi ini?" Liona yang baru saja duduk di kursinya langsung bereaksi saat mendengar kabar dari teman kerjanya."Bagaimana bisa? Tadi malam aku bahkan datang ke pestanya dan dia baik- baik aja. Dia bahkan nembak temen aku di hari ulang tahunnya." semuanya tak mungkin terjadi, jelas- jelas malam masih berjalan lancar di pesta ulang tahun Abi."Nembak temen kamu?" Desi penasaran."Iya, kamu tau aku punya teman yang namanya Livy kan? Ternyata Abi sama Livy lagi PDKT dan berhasil jadian tepat di ulang tahunnya tadi malam. Aku aja sampe kaget kenapa mereka bisa kenal." Liona semakin yakin bahwa berita yang ia dengar hanya bualan semata."Tapi Abi beneran di pecat Na, aku gak tau apa kesalahannya yang pasti pagi tadi aku liat dia di panggil ke ruangan management kita dan ke luar dengan semua barangnya. Liat, meja dia kosong Na." Wajahnya berubah serius, tidak mungkin apa yang ia pikirkan menjadi kenyataan."Na, kamu mau kemana?" Liona sudah berlari menjauh
"Dulu, seseorang selalu membawaku ke taman setiap kali akhir pekan." pandangannya di lempar ke danau yang luas, Liona merasa itu lebih baik daripada melihat mata Arka yang bersinar penasaran di pangkuannya."Mantan pacarmu?" dan Liona mengangguk."Apa yang biasa dia lakukan untuk membuat kamu senang?" tanya Arka lagi."Kenapa kamu tanya hal itu?" "Jawab saja." pungkas Arka tak sabar."Saat aku lelah setelah berkeliling taman, dia akan menggendongku di pundaknya seperti anak kecil." Liona seperti memutar beberapa lembar memorinya, tak sadar ternyata ingatan itu masih lengkap di pikirannya."Kalian pasti saling mencintai." Arka otomatis bangun dari posisi tiduran dan segera berdiri."Mau kemana?" tanya Liona yang juga ikut berdiri mengejar langkah Arka."Pulang." "Tapi ini baru sebentar""Aku gak mood untuk berada lebih lama di sini." Langkahnya begitu cepat sampai Liona kepayahan mengejarnya."Ada apa denganmu, kenapa tiba- tiba seperti ini. Tunggu aku." Liona masih susah payah terta
"Na, makasih karena kamu aku gak jadi di pecat." Abi bicara di antara ruangan yang masih sepi pagi ini."Itu- itu bukan karena aku-""Aku tau semuanya, Pak Arka sudah mengatakan semuanya tentang kalian. Aku minta maaf Na, aku gak tau kalau kalian.. pacaran." Jadi Arka mengatakan semuanya pada teman kantornya ini? Liona benar- benar panik sekarang, bagaimana kalau ternyata tidak hanya Abi yang tahu tentang hubungannya dengan Arka."Kamu tenang aja, aku gak akan bilang pada siapapun kalau kamu masih ngotot untuk backstreet. Semuanya aman. Ngomong- ngomong tentang triple date, aku yakin Livy udah bilang ke kamu. Pak Arka bersedia untuk ikut kan? Sekalian aku ingin minta maaf secara resmi padanya." Abi berujar lagi, itu hanya sebuah salah paham tapi Abi merasa dirinya juga terlalu ceroboh. "Bi, kamu gak perlu sejauh itu. Arka cuma cemburu, kamu memang gak salah apapun. Untuk rencana itu Arka setuju untuk ikut." "Hah? Iya? Wahh ini sangat langka, mana mau dia pergi ke acara semacam itu k
“Ini aku Bil, hey lihat aku, ini aku.” Liona memaksa Bily untuk melihat wajahnya.“Liona? Benar ini lo? gue gak lagi mimpi kan?” Bily meraba wajah Liona dengan tangan besarnya, kemudian rangkulan yang begitu erat di terima Liona saat itu juga. Bily meracau tak jelas, menyebut namanya berulang kali yang tak bisa ia terjemahkan. Dengan susah payah, Liona meminta tolong bartender untuk membawa Bily ke mobil. “Astaga ini berat banget, aku bahkan gak kuat bawa setengah lengannya.” Liona ambruk di langkah keduanya membopong Bily. Dia menyerah dan meninggalkan tubuh Bily yang sekarang tertidur di lantai dan berlari mencoba mencari security yang berpatroli.Keberentungan sedang berpihak padanya, dia dibantu seorang pria yang berada di lantai yang sama dimana unit Bily berada. Liona berhasil masuk dengan kartu akses yang dia dapat setelah menggeledah dompet Bily. Hanya tinggal beberapa langkah lagi ia akan sampai di kasur temannya ini. Liona limbung dan ikut terjatuh bersama dengan tubuh Bily
"Aku tidak tau apa yang aku lakukan sekarang, yang pasti aku tidak rela melihatmu bersamanya." jemarinya begitu erat mencengkram kemudi.Ferarri kuning yang melaju tanpa suara terparkir di sebuah rumah dengan gaya modern tropis, desain yang elegant yang cocok dengan iklim Indonesia. Bisa ditebak bahwa pemilik rumah suka dengan suasana nyaman dengan dominasi hijau di dalam rumahnya.Bily melenggang santai, entah berapa lama ia tak pernah pulang ke rumah orang tuanya setelah melepas diri untuk lebih mandiri.“Den Bily pulang, mau bibi buatkan teh” Salah satu pelayan paruh baya bertanya sopan kepada Bily, tahu betul bahwa anak majikannya tersebut jarang berada di rumah.“Gak perlu, aku bukan tamu disini.” Nada itu tepat seperti biasanya, dia tidak pernah bermuka ramah selama berada di rumah. Langah kakinya menaiki tangga menuju suatu ruangan yang dia kenal betul, semua tertata persis sebelum dia pergi dari rumah ini.“Nak, kamu pulang. Sayang, Mama kangen banget.” Suara seseorang dari a
"Siapa yang memberitahumu?" Arka ikut duduk di samping Liona, mengambil alih tangan dari pahanya."Siapa yang menelpon tadi?" tanya Arka lebih lembut."Calon tunanganmu, Tania. Ahh bukan, harusnya dia sudah menjadi tunanganmu malam ini." Liona tersenyum kecut."Apa saja yang dia katakan?" Lihat, bahkan Arka tak menyangkal saat Liona mengatakan kalimat itu, membuat Liona tambah tak karuan."Semuanya. Dia juga mengataiku bahwa aku hanya seorang selingkuhan." Ia melepas tangannya dari genggaman Arka dan duduk lurus ke depan.Arka mengambil tangan itu lagi sambil mengubah kembali arah Liona duduk agar menghadapnya. "Kita sudah pernah membahasnya bukan? Itu hanya cinta sepihak, ini hanya rencana mereka dan aku tidak pernah setuju. Itulah kenapa aku memilih ikut bersama kalian di sini karena aku lebih memilihmu. Kamu yang aku inginkan sayang, kamu jelas tahu itu." pelukan segera berhampur menenggelamkan tubuh mungil itu di balik kekarnya bobot tubuh Arka."Ini kencan kita, jangan pikirkan
"Ayo makan dulu nanti kamu sakit." Liona yang murung membuat Arka malah tambah khawatir jauh dari sebelumnya."Aku suapin ya, dikit aja nanti langsung tidur." Bujukan itu tak berhasil, Liona menggeleng kecil dan mengeratkan pelukan pada tubuhnya sendiri. "Yaudah sekarang kamu tidur, aku temenin di sini sampai kamu benar- benar terlelap." Tangannya menepuk bantal dan menuntun Liona untuk merebahkan tubuhnya disana. Untuk kali ini Liona menurut, ia tidur di samping Arka yang duduk di pinggiran ranjang."Jangan pikirkan hal lain, kamu bisa tinggal di sini sampai kapanpun, aku akan selalu memastikan kamu baik- baik saja." Di elus kepala Liona dengan tangan lembut Arka, sampai perlahan mata yang khawatir itu terpejam dengan kehangatan yang menghipnotisnya."Bagaimana? Semuanya selesai?" Kursinya di putar saat seseorang datang ke ruangannya."Sudah pak, saya sudah memastikan bahwa tidak ada satupun yang tersisa di dalamnya. Semua hangus terbakar." Pria dengan masker hitam itupun pulang saa
"Orang kaya memang selalu menyebalkan, mentang- mentang dia anak pemilik perusahaan kita harus nunggu dia selama ini. Nyebelin." Desi mengomel di samping Liona yang sebenarnya juga sudah bosan duduk lama di kursinya.Rapat kali ini dihadiri oleh Wijaya sendiri sebagai pemilik perusahaan. Meski kabar sudah tercium sejak lama namun kedatangan anak tunggal yang secara resmi bergabung ke perusahaan membuat banyak karyawan kebingungan, karena kabar bahwa anak wijaya tersebut memang tidak tertarik dengan perusahaan pada awalnya. Posisi yang diberikan juga sangat jauh dari perkiraan para karyawan, karena wijaya justru malah memberi Marko posisi lebih baik dari pada putranya tersebut.Menghindari banyaknya kesalahpahaman yang terjadi seiring gosip yang berhembus, pimpinan meluangkan waktu untuk memimpin berlangsungnya rapat dan secara khusus mengundang karyawannya untuk datang ke acara penyambutan bergabungnya putra Wijaya.“Maaf untuk kesan pertama yang kurang sopan, saya mengalami keterlamb
"Cerai?" Kosa kata itu sangat berat ke luar dari mulut Liona."T-tapi kenapa Arka? A-aku melakukan kesalahan?" Liona seperti pengemis ulung yang memohon agar Arka menatap matanya untuk setidaknya bersuara. Tapi tidak, suaminya itu bahkan memalingkan wajahnya menghadap tembok."Apa kamu bosan denganku? A-apa--""Cukup" satu kata tidak membuat Liona berhenti mempertanyakan arti secarik kertas dalam genggamannya."Apa ada wanita lain? Apa kamu menyesal kita bersama? Kita--"Kalimat selanjutnya hanya menggantung di tenggorokan Liona setelah Arka menyumpal mulut itu dengan lidahnya. Ciuman itu membuat Liona pusing dan kewalahan, seakan isi mulutnya di jelajah dengan semua kehangatan. Ia perlu bicara lebih banyak tapi bibir Arka di bibirnya terasa begitu menggairahkan. Liona lumpuh oleh cumbuan suaminya. "Huhh hnggh" suara itu lolos dari celah bibirnya.Tapi, ada sesuatu yang salah dalam ciuman ini. Liona merasa pipinya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Saat ia membuka matanya, ia me
"Arka, apa kamu serius?" Ini pertanyaan ke tiga kalinya dari Adit semenjak Arka menelponnya beberapa menit yang lalu."Kerjakan saja dan berikan padaku kalau sudah selesai" cengkraman di ponselnya kini semakin erat."Tapi--"Arka menutup sepihak panggilan telpon tanpa repot- repot mendengar kelanjutan dari suara asistennya.Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berbalik menuju kamarnya dan Liona."Ar--""Vio sudah tidur?" Arka mendahului kalimat Liona yang menggantung di udara."Ya." Liona mengangguk meski Arka tak sedang melihatnya.Liona mengunyah bibir bawahnya saat merasa Arka tak akan melanjutkan kalimat apapun."Sayang, Adit bilang kamu belum sempat makan malam. Mau aku masak sesuatu sebelum tidur?" Liona bergerak selangkah lebih maju dan duduk di ujung kasur miliknya berdua."Aku lelah sekali, aku akan langsung tidur" Liona menatap jarinya yang tertaut di pangkuannya, ini lebih menakutkan melihat Arka menjadi pendiam seperti sekarang. Bahkan Arka tak bereaksi seperti bi
"DI MANA KALIAN SEMUA?! CEPAT DATANG!"Arka berteriak di seluruh ruangan, tanpa sadar bahwa tak ada orang lain selain pembantu rumah tangga yang baru saja datang baru- baru ini. Dirinya lupa bahwa itu adalah rumahnya dan Liona yang terisolasi, bukan di rumah Mamanya yang penuh dengan security."I-iya tuan." Melihat wanita paruh baya itu hanya membuat kemarahannya semakin meledak."SIALAN, CEPAT PANGGIL AMBULANCE!!"Dengan nafas yang sepuluh kali lebih cepat, wanita itu mengangkat gagang telpon dengan suara bergetar. Ia melakukan apa yang di minta tuannya."Akhh.. A- Arka.. S-sakit" Mata khawatir Arka jatuh kembali ke pangkuannya dimana sang istri yang tengah meringis memegangi perutnya membuat pria berbadan tegap itu kelimpungan."Sayang, bertahan sedikit lagi. Ambulance akan segera datang. Tolong sayang, bernafas dengan baik. Jangan panik, pegang tanganku. Aku akan ada di sampingmu. H-hanya tolong bertahan.." Arka menyuarakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar melihat kon
"A-apa yang terjadi Dokter, kenapa- k-kenapa dia menutup matanya?" Liona lolos masuk di antara celah tubuh yang berbaring dan Dokter di sampingnya. Gavin, sang mantan kekasih sekaligus jiwa penolongnya kemarin tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban, mata halusnya tertutup membuat Liona benar- benar ketakutan dengan pikirannya."Tenang nyonya, dia hanya tidur setelah lukanya di jahit. Semuanya baik- baik saja" Terdengar helaan nafas lega dari mulut Liona, ia mengelus dadanya sedikit merasa tenang. Dia tidak yakin lagi apa yang akan dia lakukan jika sesuatu terjadi dengan orang lain demi menyelamatkan dirinya."Terima kasih Dokter" kepalanya menunduk sopan, berterima kasih terhadap kerja keras Dokter yang menangani Gavin.Hatinya terus merasa bersalah, karena beberapa jam yang lalu dirinya bahkan hampir melupakan Gavin karena sibuk menangis di kamar suaminya yang juga sama- sama terluka."Aku selalu membuat orang- orang di sekitarku terluka, kenapa aku
Cekitttt... Pedal rem bergesekan dengan aspal di parkiran basement apartment."CASIE.. TUNGGU.." Gavin melakukan hal yang sama dengan mobilnya, ia memarkir dengan sembarang dan langsung mengejar wanita setengah mabuk itu yang tengah masuk ke dalam lift apartment."Dia gila, astaga" dia terus mengutuk sepanjang kakinya berlari. Setelah memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengurusi beberapa hal mengenai pekerjaannya, Gavin di datangi Casie yang menuntut padanya tentang dirinya yang di nilai tidak kompeten terhadap kesepakatan mereka. "Bagaimana kamu bisa membiarkan Arka membawa Liona? Kamu tahu aku sedang mencoba mendapat Arka kembali. Apa kamu lupa?" Kalimat itu yang terlempar dari bibir setengah mabuk wanita itu. Setidaknya sebelum dirinya hilang kendali saat Gavin menjelaskan tentang kehamilan Liona yang baru di ketahui oleh Casie."D-dia hamil? dia hamil anak Arka? Tidak. Tidak.. aku tidak akan membiarkan mereka bersama apapun yang terjadi, aku tidak rela. Liona mengamb
Lenguhan samar tak tertahankan saat sarafnya di ambil alih. Lidah Arka menjelajah ke area yang sudah di kenali, melesak mencari celah untuk menggedor kewarasan Liona yang sedang berperang dengan egonya."Aku.. rindu.. mendengar suaramu, jangan menahannya sayang.."Liona terus menggeliat sambil membungkam bibirnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berusaha memberikan dorongan yang sama sekali tak berarti pada tubuh Arka yang menempel begitu mengikat."Keluarkan.. aku ingin mendengarnya.." Arka menggusur lidahnya semakin dalam, jarinya dengan tanpa di instruksi membantunya membuka jalan untuk membuka dua kancing baju Liona untuk memudahkan aksesnya sampai lidahnya bertemu dengan kedua puting yang merekah seakan siap menjadi hidangan."Hhnggghhh.. akhh..mmff" suara lenguhan dari bibir istrinya membuat Arka tersenyum di sela- sela aktifitas sedangkan Liona justru mengutuk diri karena jebol dari pertahanannya. Tubuhnya rindu dengan sentuhan hangat Arka yang memabukan. Gelen
Kepalanya menoleh ke jendela pesawat, ia tak peduli bahwa lehernya mungkin akan patah karena saking lamanya. Dirinya hanya tidak ingin melihat sosok yang duduk di sampingnya, kesal dan benci saling mendominasi di hatinya saat ini."Sayang.." Pria yang terduduk itu dengan leluasa menyentuh tangan yang mengepal di pangkuan istrinya, namun semua itu tak lain hanya mendapat penolakan dan menjatuhkan tangannya ke sisi lain.[Beberapa jam lalu di rumah Gavin]"Kalau kamu tidak ikut aku pulang sekarang maka aku akan membawa hal ini ke ranah hukum, kamu masti istriku secara sah" Liona mengunyah kulit pipi bagian dalam, menahan semua tekanan yang sedikit membuat nyalinya ciut. Gavin juga tidak menyalak seperti sebelumnya, kalimat Arka barusan cukup membuatnya berpikir ulang untuk menahan Liona untuk tinggal bersamanya."Tapi aku.. tapi aku tidak mau hidup denganmu lagi" cicit Liona meredam semua keinginannya untuk marah.Liona bersikeras untuk cerai, tapi jangan lupakan Arka yang akan jauh l
"Kamu mantan Liona kan?" Gavin menghentikan langkahnya, membalik tubuh tegapnya penuh ke arah wanita berambut coklat terang di belakangnya."Kamu lagi, selain arogan dan pemarah kamu juga ternyata suka mengusik kehidupan orang rupanya." balas Gavin masih di tempat."Apa itu adalah jawaban YA untuk pertanyaanku? Aku gak mungkin salah, kamu mantan Liona." senyum mencurigakan dengan alisnya yang tidak lagi presisi setelah yang satunya terangkat dengan sengaja."Aku punya penawaran yang bagus dan saling menguntungkan" Gavin tak tertarik dengan kalimat wanita yang sekarang menangkap langkahnya dengan berdiri di depan dirinya itu."Apa yang kamu mau? anakku menungguku di mobil." Sekali lagi Casie menghentikan langkah Gavin."Percaya padaku bahwa dalam hitungan hari mantanmu itu akan tersakiti, dan itulah saatnya kamu mengambil posisi untuk mendapatkan kembali hatinya. Lebih tepatnya, bawa dia jauh dari Arka, selamanya" kalimat terakhirnya sengaja ditekankan ke telinga Gavin yang merasa ke
"Mama bilang apa Sya?" Bily memecah keheningan di antara tarikan nafas berat di sampingnya."Kenapa dengan Arka?" Kini Liona angkat suara, tapi Tasya terlihat kesulitan menyusun kalimat yang tepat.Memangnya kenapa dengan suaminya, jelas dia pasti bahagia kembali bersama dengan mantan kekasihnya kan. Apalagi saat dirinya pergi, Arka bisa lebih leluasa kembali bersama tanpa ada penghalang, itulah yang coba Liona pikirkan untuk mengusir ke khawatirannya."Kakak di bawa ke rumah sakit lagi" terang Tasya yang bagai kilatan petir untuk Liona di sampingnya."Lagi? Apa maksudnya? A- arka sakit?" Liona tidak tahu kalimat itu ke luar begitu saja dari bibirnya, seperti semua serat di tubuhnya bekerja keras untuk melawan pikirannya sendiri, dia mulai khawatir saat ini."Itu yang mau aku bilang sama kamu Na, Kakak gak baik- baik aja selama kamu pergi. Dia sakit bahkan sampai kecelakaan-""Sya.." itu suara Bily yang menghentikan kalimat Tasya, lalu melihat Liona yang perlahan menekan jantungnya de