***“Kamu tidak akan pernah bisa membawa Sarah! Tempat ini bukan daerah kekuasaanmu,” tandas Hansen, meremehkan Sean.“Benarkah?” ledek Sean, tawanya meledak lagi. “Kamu sepertinya tak mengerti dengan bahasaku. Kamu lupa dengan ancamanku waktu itu? Kali ini aku tak akan main-main. Kamu telah mengusik kebahagiaan adikku, maka aku pastikan akan merusak berkali-kali lipat kebahagiaanmu!” ancam Sean.“Kau tak akan pernah merusak kebahagiaanku karena saat ini kau ada dalam jebakanku,” Hansen menggertak.Sean tak pernah takut dengan ancaman siapa pun.Tanpa pikir panjang, Hansen mengeluarkan senjata api dan mengarahkannya pada Sean. “Jika kamu ingin selamat dari tempat ini, maka serahkan Sarah padaku!”Sean tertawa mendengarnya. Dengan sorot mata yang tajam, ia berkata, “Menyerahkan adikku padamu? Sampai matipun, aku tak akan pernah ikhlas. Adikku terlalu berharga untuk kau dapatkan.”“Kamu bicara omong kosong!” geram Hansen, lalu ia menarik pelatuk senjata api itu. Dengan cekatan, Sean mel
Jika memang Tuhan melukis garis takdir seperti ini, aku tak akan pernah bisa menentang kehendak-Nya. Aku tak akan pernah melupakan segala cinta yang mereka hadiahkan untukku. Bagiku, cinta mereka adalah kado paling indah dari Sang Maha Kuasa. Jika memang, aku harus pergi. Izinkan aku untuk terakhir kalinya memberi senyuman perpisahan agar mereka baik-baik saja tanpaku.***Sean melihat Sarah sedang tertidur di belakang kemudi, kepala wanita itu disandarkan ke bahu kanan Kevin. Sean tersenyum melihat Sarah kembali pada lelaki yang dicintainya. Ia akan memberikan segalanya untuk kebahagiaan Sarah.“Sean, besok aku ingin melakukan akad pada pagi hari dengan cepat, aku tak mau menunggu terlalu lama,” perintah Kevin.Sean tertegun sejenak. Seharusnya ia yang menikahkan dan menjadi wali untuk adiknya karena ia masih hidup dan merupakan kakak kandungnya. Sean ingin sekali menjadi saksi dan mengantarkan adiknya ke gerbang akad. Tapi, apa daya. Ia harus menutupi identitasnya. Ia tak mau jika p
***“Kak, nanti kalau Harumi sudah besar, apa bisa secantik ibu?""Kamu akan secantik Ibu. Nanti Kakak akan melindungimu sampai dewasa dan Kakak akan menghajar siapa saja yang menyakitimu.""Harumi, Yuta! Ayo, kalian bersiap-siap. Sebentar lagi kita berangkat," pekik Ibu."Ayah, Ibu. Bagaimana kalau Yuta besok saja menyusul?" tanya Yuta."Kenapa?" tanya Ayah."Rahasia," jawab Yuta sambil tertawa. "Biar Bryan yang ikut," lanjutnya.Di dalam mobil, mereka terus saja bernyanyi dan bersenda gurau. Saat melewati jalanan yang sepi, fungsi rem tidak berfungsi, membuat sang pengemudi panik.Mobil menabrak pembatas. Mereka yang ada di dalam mobil berteriak. Ibu yang duduk di belakang bersama Harumi, langsung membuka pintu mobil dan mendorong Harumi keluar. Seketika itu juga, mobil meledak, membuat Harumi yang berguling berteriak memanggil nama Ayah, Ibu, dan Kakaknya.Kejadian flashback itu membuat Sarah, yang saat ini juga sedang mengalami hal serupa, menangis. Ia mengingat kenangan itu—ia ad
***Sudah dua hari Sarah masih di ruang ICU. Dokter yang menanganinya menjelaskan bahwa terdapat cedera berat di kepala Sarah. Isamu terus meminta dokter di sana agar memberikan perawatan terbaik untuk Sarah. Ia bahkan tidak peduli dengan biaya yang harus dikeluarkan. Berapapun biayanya, ia tidak peduli. Sarah harus segera sadar!Isamu berbincang dengan Bastian, dan Kevin yang kebetulan sedang berjalan-jalan ke luar ruangan bersama Zeline mendengar kondisi Sarah yang sebenarnya. Kevin langsung menghampiri Isamu. “Apa benar yang Ojisan katakan barusan? Apa Sarah sampai saat ini belum sadarkan diri?” tanyanya berusaha tenang.Isamu tidak bisa menjawabnya langsung, hanya melirik ke arah Bastian, menyiratkan bahwa Bastian lah yang harus menjelaskan semuanya pada Kevin.“Tapi Dokter sudah melakukan yang terbaik. Pasti Sarah akan segera sadar,” balas Bastian menenangkan.“Kalian membohongiku!” Kevin kecewa dan pergi begitu saja meninggalkan mereka.Kevin terus menatap dengan tatapan kosong
***Nisa menatap Sean dengan lembut dan menuntunnya untuk berbaring di atas ranjang rumah sakit. Sean hanya terdiam, tidak banyak bicara. Matanya terlihat sayu. Nisa baru menyadari, bahwa di balik wajah lelaki yang dingin itu tersimpan banyak kerapuhan.“Mau makan?” tawar Nisa dengan lembut.Sean menggeleng lemah, tetapi Nisa tidak menyerah. Dia mengambil piring berisi nasi dan lauk, duduk di tepi ranjang, lalu menyodorkan sendok ke arah mulut Sean.Sean kesal, “Aku sudah bilang, aku tidak mau makan.”“Kapan kamu bilang begitu? Aku tidak mendengar apa-apa,” balas Nisa dengan santai.Sean menghela napas pendek. Perempuan itu benar, dia memang tidak bicara tadi. Mau tidak mau, akhirnya dia membiarkan Nisa menyuapinya.Nisa tersenyum puas ketika makanannya habis tanpa sisa. Dia kemudian menyodorkan segelas air putih pada Sean. “Kamu sudah makan. Nanti lima belas menit lagi minum obat. Kamu harus istirahat setelah minum obat. Aku harus pergi,” ucap Nisa.“Kamu mau ke mana?” tanya Sean.“A
***"Sarah sudah sadar dari koma," ucap Zeline dengan wajah bahagia."Benarkah? Kakak mau lihat dia," kata Kevin berusaha turun dari ranjang rumah sakit."Belum boleh dijenguk, Kak. Sarah masih dipindahkan ke ruang intensif dulu. Masih dalam pengawasan dokter," cegah Zeline."Benar, dia harus diperiksa dulu. Akhirnya dia bangun, menepati janjinya," kata Kevin dengan senyum.Sementara itu, di kamar perawatan Sean, lelaki itu sangat bahagia ketika mendengar berita bahwa Sarah sudah sadar dari koma. Ia menangis haru dan Nisa memeluknya dengan hangat."Aku sudah bilang kan, dia itu gadis hebat dan sekarang dia sudah bangun," ujar Nisa lembut, menahan rasa haru."Nanti setelah dia diizinkan untuk dijenguk, kita ke sana untuk melihatnya," ucap Nisa."Jangan beri tahu dia dulu tentang masalah ini," perintah Sean."Kenapa? Bukankah kamu bilang saat Sarah sadar akan langsung memeluknya erat dan mengatakan bahwa kamu adalah Kakaknya?" tanya Nisa."Sementara ini jangan dulu. Aku tidak mau membua
***Sean menatap Sarah dengan lembut. Dia menangkup wajah gadis itu dengan lembut dan membelainya perlahan. Air mata Sarah jatuh perlahan dan tidak terbendung. Sean menghapusnya dengan jemarinya.“Jangan menangis,” ucap Sean pelan.“Apa aku tidak boleh menangis di depanmu? Apa kamu tidak ingin aku bermanja di depanmu lagi?” protes Sarah sambil terisak.Sean tersenyum lembut. “Kau bebas melakukannya. Kakak suka dan Kakak rindu rengekanmu ataupun sifatmu yang kekanak-kanakan itu,” balasnya.Sean merengkuh tubuh adiknya dan membelai rambut Sarah dengan penuh haru. “Maafkan Kakak,” lirihnya terisak, menahan air mata agar tidak jatuh di wajahnya.“Aku yang minta maaf, Kak, karena aku tidak mengingat masa kecil kita dulu. Aku tidak ingat aku punya Kakak yang luar biasa di kehidupanku ini.”“Harumi,” panggilnya pelan. “Akhirnya Kakak bisa merasakan bahagia lagi. Kakak tidak menyangka bahwa kamu masih bertahan demi Kakak. Maafkan Kakak, karena kamu selalu mengalami masa sulit dan Kakak tidak
***Suasana di kamar rawat inap sudah ramai. Pagi ini akan diadakan akad nikah Kevin dan Sarah. Acara pernikahan yang tidak terduga ini hanya dihadiri keluarga dan para sahabat saja yang bertindak sebagai saksi pernikahan. Sarah hanya memakai piyama rumah sakit dan tidak memakai make-up sedikitpun, terlihat sangat gugup. Berbeda dengan Kevin, lelaki itu lebih tenang.Setelah proses ijab qobul selesai dan mereka dinyatakan sah sebagai suami istri di mata agama dan negara, semua orang yang hadir dan menyaksikannya terharu. Mereka sangat bahagia karena pada akhirnya Kevin dan Sarah telah resmi menikah.“Alhamdulillah, akhirnya kalian sudah sah ya. Tinggal tunggu launching mini Sarah atau mini Kevin,” celetuk Nisa.“Meski sudah sah, tapi kamu harus bisa menahan diri. Tidak ada malam pertama dulu,” ujar Bastian terkekeh.“Benar, kamu harus tahan ya. Jaga adik kecilmu itu, jangan sampai tersiksa,” kelakar Christian dan disambut tawa meledak oleh mereka yang hadir di sana.“Memangnya adik ke