“Sean, apa hari ini kau akan pulang malam?” Stella bertanya seraya membantu Sean memasangkan dasi. Tepat di saat dasi sudah terpasang sempurna, Stella memilihkan arloji untuk sang suami lalu membantu memakaikannya.“Aku belum tahu, tapi aku akan mengusahakan untuk pulang lebih awal.” Sean mengecup kening Stella. “Bagaimana dengan kuliahmu? Apa ada kesulitan yang kau alami?” tanyanya.Stella tersenyum mendengar pertanyaan Sean. Kemudian, dia mengecupi rahang sang suami dan berkata, “Kau tenang saja. Meski aku mengalami kesulitan sekali pun, aku mampu mengatasinya. Aku begitu menikmati kuliahku, Sean.”Ya, dunia fashion sejak dulu adalah mimpi Stella. Meski terkadang Stella mengami kesulitan dalam mata kuliah tertentu namun pada akhirnya Stella selalu mampu mengatasinya. Pelan dan pasti Stella yakin segela sesuatu yang hebat selalu bermulai dari sesuatu kerja keras yang membuahkan keberhasilan.Sean tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Stella. “Yasudah, kita berangkat sekarang. N
“Alika? Di mana Stella? Kenapa sampai detik ini Stella belum juga datang?” tanya Chery seraya menatap Alika. Sesekali Chery melirik arloji, sudah satu jam tapi Stella tak kunjung datang. Padahal tadi Stella mengatakan akan tiba di kampus dalam waktu dua puluh menit.“Aku tidak tahu. Coba aku akan menghubunginya.” Alika mengambil ponsel dari dalam tas. Lalu menghubungi nomor Stella. Namun, tiba-tiba kening Alika berkerut kala nomor ponsel Stella tidak aktif.“Bagaimana, Alika?” tanya Chery seraya menatap Alika serius.“Ponsel Stella tidak aktif,” jawab Alika dengan wajah cemas. “Tadi Stella mengatakan akan langsung ke kampus, kan?” tanyanya memastikan.Chery mengangguk. “Iya, tadi Stella mengatakan akan langsung ke kampus. Tapi kenapa ponselnya tidak aktif? Apa mungkin ponselnya lowbet?”“Aku tidak tahu, Chery. Dia membuatku cemas saja,” ujar Alika dengan helaan napas dalam.“Hm, Alika. Apa kau memiliki nomor ponsel Sean? Kalau kau punya, kau bisa menghubungi Sean dan menanyakan kebera
“Tuan, kondisi luka istri anda cukup parah. Nyonya Stella mengalami benturan keras di perut bagian bawahnya. Tubuhnya terlempar mengakibatkan luka dalam serius di bagian rahim Nyonya Stella. Dalam kasus seperti ini kami akan berusaha menyelamatkan agar rahim Nyonya Stella tidak perlu harus diangkat. Namun, kemungkinan untuk Nyonya Stella memiliki keturunan akan sulit. Kerusakan jaringan rahim yang fatal, memberi peluang sangat kecil bagi Nyonya Stella untuk memiliki keturunan.”Bagai tersambar petir Sean membeku mendengar apa yang dikatakan oleh sang dokter. Sean berharap apa yang didengar ini adalah salah. Namun tidak. Apa yang didengarnya ini begitu jelas. Napas Sean memburu. Kemarahan melingkupi dirinya. Sorot mata tajam Sean tampak begitu menyeramkan.“Shit! Aku tidak peduli dengan omongan sialanmu!” Sean langsung menerjang dokter, menarik kerah baju dokter itu. “Selamatkan istriku. Aku ingin istriku baik-baik saja tanpa ada luka sedikit pun!” desisnya penuh dengan ancaman.“Sean,
Alika dan Chery berlari di koridor rumah sakit. Mereka langsung datang ke rumah sakit kala melihat pemberitaan di media istri dari Sean Geovan mengalami kecelakaan parah. Ya, pemberitaan di media mengenai kecelakaan itu telah menyebar luas. Banyak teman-teman kuliah Stella hendak menjenguk Stella. Namun saat ini Sean masih menolak untuk teman-teman Stella datang menjenguk. Sean hanya mengizinkan Alika dan Chery yang datang karena Sean sudah mengenal Alika dan Chery. Pelaku sebenarnya belum tertangkap membuat Sean memerketat keamanan Stella. Sean tidak mau kecolongan lagi sampai ada penyusup menyelinap.Saat Alika dan Chery telah tiba di depan ruang ICU, mereka terdia sesaat kala melihat Kelvin duduk tepat di depan ruang ICU. Dengan cepat, mereka langsung menghampiri Kelvin yang tak menyadari kehadiran mereka.“Kelvin, bagaimana keadaan Stella?” tanya Alika yang membuat Kelvin tersadar dirinya telah melamun sejak tadi.“Alika?” Senyum di bibir Kelvin terukir melihat Alika berada di had
Alika dan Chery menatap Stella yang terbaring dengan mata yang terpejam. Dalam hati mereka begitu miris melihat keadaan Stella. Wajah yang lebam. Serta beberapa jahitan di wajah Stella membuat Alika dan Chery menteskan air matanya. Mereka masih mengingat sebelum kejadian kecelaakaan itu; mereka masih berbicara dengan Stella.“Alika, Stella akan baik-baik saja, kan?” tanya Chery dengan bulir air mata yang tak henti menetes membasahi pipinya. Dia terisak pelan melihat keadaan Stella.Alika menyeka air matanya. “Stella, baik-baik saja. Aku yakin, Stella pasti baik-baik saja. Dia akan bersama dengan kita lagi.” Chery membawa tangannya menyentuh tangan Stella dan berucap sambil terisak sesegugukan, “Stella, kami menunggumu. Cepatlah sadar, Stella. Baru saja satu hari kau tidak bersama dengan kami; kami sudah begitu merindukanmu.”Alika merengkuh bahu Chery. “Stella akan berjuang untuk tetap hidup. Aku tahu itu. Stella tidak akan pernah meninggalkan kita.”Chery mengangguk pelan. “Iya, Ste
“Hm, tapi kenapa kau memberikan obat untuk Stella di malam hari? Seingatku tadi perawat sudah memberikan obat untuk Stella. Apa ini permintaan dokter untuk kembali memberikan obat pada Stella?” Suara Alika bertanya dengan tatapan lekat pada perawat pria di hadapannya yang tampak seolah tenang.Sang perawat pria itu tersenyum penuh arti. “Ya, ini semua karena perintah dokter. Jika bukan, aku tidak mungkin datang untuk memberikan obat untuk Nyonya Stella, bukan?”“Ah, iya kau benar.” Alika mengangguk paham. Sesaat raut wajah Alika tampak mencurigai sesuatu. Tadi sore yang datang adalah perawat wanita. Kenapa sekarang perawat pria? Mengingat sifat Sean begitu possessive tentu saja Sean pasti melarang perawat pria memberikan obat untuk sang istri. Ribuan pertanyaan muncul dalam benak Alika. Mungkin Sean memiliki alasan sendiri membiarkan perawat pria yang memberika obat.“Baiklah, Nona. Aku harus memberikan obat lebih dulu,” kata perawat pria itu lagi dengan wajah yang berusaha tenang dar
Sean dan Kelvin berlari menuju ruang ICU Stella. Ya, sebelumnya Sean meminta Tomy membawakan rekaman CCTV itu padanya. Hanya saja, Sean menggunakan ruangan lain di rumah sakit karena tidak mau mengganggu Stella. Namun, kini ketakutan melingkupi diri Sean kala mendengar suara teriakan Alika. Jantung Sean nyaris berhenti. Pikiannya tak henti membayangkan apa yang terjadi pada sang istri.“Sean, tunggu.” Kelvin menahan lengan Sean ketika sepupunya itu hampir mendekat ke ruang ICU Stella. Dia menarik Sean, membuat langkah Sean terhenti.“Sialan! Kenapa kau menahanku!” seru Sean dengan tatapan begitu tajam pada Kelvin.Kelvin mengembuskan napas kasar. Dia menarik tangan Sean ke balik dinding dan berkata, “Pesan suara yang diberikan oleh Alika itu tiga menit yang lalu. Besar kemungkinan mereka ada di dalam. Jika mereka bisa masuk ke dalam ruang rawat Stella artinya mereka berhasil mengelabui dua pengawalmu yang berjaga di depan. Aku menahanmu karena mengingatkan agar kita berhati-hati! Kau
“Ah,” Alika meringis perih saat Kelvin mengompres luka lebam di wajahnya. Ya, kini Alika sudah diantar oleh Kelvin pulang ke rumahnya. Awalnya Alika ingin menginap, namun karena kejadian yang menimpanya membuat Alika tidak mungkin mungkin menginap.“Apa sangat sakit?” tanya Kelvin yang tak tega. Pipi Alika sembab, ditambah dengan sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Membuat Kelvin ingin sekali menghajar pria yang berani melukai Alika. Jika saja dia tidak menahan dirinya, maka dia sudah pasti melenyapkan pria yang melukai Alika.“Sakit sedikit, Kelvin. Aku tidak apa-apa,” jawab Alika pelan. “Terima kasih sudah datang tepat waktu. Jika bukan karena dirimu, kau tidak tahu bagaimana nasibku tadi. Sekali lagi terima kasih.”“Jangan mengucapkan terima kasih. Harusnya aku yang meminta maaf kerena tidak menjawab teleponmu.” Kelvin membelai lembut pipi Alika. “Sekarang aku ingin bertanya padamu, kenapa bisa kau tahu nama obat itu? Dan kau bilang pernah menjadi calon dokter, bagaimana bisa?