Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.ššš Thanks, I ā¤ļøu. Kalian ada di hati author Sunny.
Sebelum Fayvel dikirim ke kerajaan Crysozh, sempat terjadi dialog antara Afanas dan Fayvel. Pemuda itu merasa tidak puas dengan keputusan sang ayah. "Apa Tuan yakin akan mengirimku ke kerajaan Crysozh?" Kegalauan menyelimuti pemuda itu. Fayvel hanya tidak menyangka selama hampir empat tahun menjadi anjing Afanas, ternyata dia berakhir dengan dilemparkan ke luar dari wilayah Margaritaryzh. Dia merutuki dirinya sendiri di dalam hati. "Tentu saja, aku hanya khawatir kepada putra mahkota dengan keberadaanmu di tempat ini." 'Khawatir dengan pangeran mahkota? Bukankah aku juga putranya? Apakah ayah pikir aku akan sepicik itu mengenai kedudukan?' batin Fayvel tidak puas. Bagai belati yang menghujam di tengah jantung. Ucapan Afanas begitu menyakitkan terdengar di telinga Fayvel. Pemuda itu segera sadar, dia memang bukan anak dari garis keturunan yang sah. Akan tetapi, melengserkan pangeran mahkota demi kedudukan bukan hal yang pernah terpikirkan olehnya. Fayvel yang dulu sangat lugu ingi
Sepulang dari jalan-jalan, Alisya dan Dafandra berjalan bersama menuju kamar mereka masing-masing. Rasa canggung di antara mereka sudah mulai berkurang. "Terima kasih untuk jalan-jalannya hari ini." Alisya tersenyum sesaat. Pancaran kebahagiaan bisa terlihat dari mimik wajahnya. Sementara Dafandra hanya terdiam meski dalam hati dia juga senang mendengar ucapan Alisya. Tidak sia-sia waktunya terbuang untuk menyusuri jalanan kota yang padat. Langkah Dafandra terhenti begitu sampai di depan pintu kamarnya. Pangeran itu menoleh memandang Alisya. Padahal seharian mereka telah menghabiskan waktu bersama, tetapi rasanya pangeran tidak ingin berpisah. Entah apa alasannya. Jika memungkinkan pangeran itu ingin mengulang waktu, menikmati kebersamaan bersama sang putri. "Alisya, maukah kamu memeriksa lukakku?" Dafandra meminta kepada Alisya dengan sopan. Sejujurnya Alisya merasa aneh dengan tingkah Dafandra yang tiba-tiba menjadi begitu sopan. "Tentu saja, Yang Mulia." Alisya kembali terseny
Seorang utusan memasuki ruang belajar Rifian. Lelaki berjenggot hitam lebat itu memberi hormat dengan takzim. Sepertinya akan ada hal penting yang disampaikan oleh raja. "Raja meminta kehadiran Pangeran Mahkota dan Pangeran Kedua ke aula kerajaan sekarang." Ternyata sebuah perintah sederhana yang raja berikan. Akan tetapi, untuk apa? Kedua putra raja itu segera menyanggupi permintaan raja dan menuju ke aula kerajaan. "Kakak, apa kamu tahu apa yang akan raja sampaikan?""Entahlah. Semoga bukan hal buruk." Sesampainya di depan singgasana raja, kedua pangeran itu memberikan hormat, juga siap mendengarkan perintah atau arahan dari raja. Ratu yang dudk di samping raja terlihat tersenyum menatap kedua putranya yang telah menjadi dewasa. Sekilas ratu melirik raja, memberikan kode kepada raja untuk segera menyampaikan permintaan dan keputusannya. "Bagaimana kabar kalian?" tanya raja berbasa-basi."Kami dalam keadaan baik," Jawab kedua putra raja serempak. Raja tersenyum dan mengangguk-an
"Yang Mulia, hamba bersedia menikah, akan tetapi tolong berikan waktu. Hamba tidak ingin menjalani pernikahan dengan tergesa-gesa." Selagi memungkinkan, Rifian berusaha mengulur waktu. Dia tahu penguluran waktu tidak akan terus berlaku. Pangeran itu harus mengatur rencana untuk mengambil hati keluarga gadis pujaannya. Sebagai calon raja kerajaan Crysozh, takdirnya sudah ditentukan akan dikelilingi banyak wanita. Akan tetapi, rasa cinta Rifian pada gadis itu seperti membelenggu hatinya. "Tidak bisa! Kamu sudah terus mengulur waktu. Apa yang sebenarnya terjadi denganmu? Apakah ada seorang gadis yang menolak untuk hidup bersamamu? Betapa kurang ajarnya dia!" Nada bica raja sedikit meninggi. Pria tua itu sudah cukup bersabar dengan sikap Rifian yang terus menunda pernikahannya. "Kamu seorang calon raja. Prioritas utama dalam hidupmu adalah kerajaan dan rakyat. Apa kamu tidak mengerti?""Hamba mengerti." Ekspresi wajah Rifian terlihat datar. Perasaan Rifian sedang tidak menentu. Mungkin
"Hentikan!" Seorang gadis bermata biru dengan gaun berwarna merah menatap gadis bergaun biru dengan tajam. Kedua mata biru itu beradu sengit."Dasar bodoh! Apa kamu ingin menghancurkan pesta ini?"Para gadis dalam rombongan menahan tawa ketika gadis bergaun biru berhadapan dengan putri kesayangan Raja Diamantyzh. Mereka menduga Putri Orlin itu akan menghukum adik tirinya dengan kejam."Mereka menggangguku terlebih dahulu!" sangkal gadis bergaun biru."Aku tidak peduli. Perbaiki sikap liarmu, minta maaflah kepada gadis yang telah kamu sakiti!""Minta maaf? Cih!" Seolah tidak memperdulikan apa pun, gadis bergaun biru pergi meninggalkan kerumunan gadis bangsawan. Setelah itu, si gadis bergaun biru tidak pernah tampak kehadirannya hingga pesta berakhir. Pada tahun berikutnya, Rifian kembali berkesempatan untuk berkunjung ke kerajaan Diamantyzh untuk peringatan hari berdirinya kerajaan itu. Sebelum pesta dimulai, pangeran itu menyempatkan diri untuk melihat turnamen bela diri yang juga t
Menyadari mangsanya telah kabur, bak serigala kelaparan Rifian segera mengejar laju sang pendekar misterius. Selain gerakannya yang lincah, kecepatan kaki sang pendekar juga sangat mengagumkan. Pendekar itu melompat ke pagar istana, karena tidak ingin kehilangan jejak, Rifian pun melakukan hal yang sama. Dengan hati-hati pendekar itu menyelinap ke dalam istana yang tengah ramai menyambut pesta yang akan berlangsung malam ini. Saat segerombolan prajurit melintas, pendekar itu menyembunyikan tubuh rampingnya di balik tiang istana yang besar. "Mau lari ke mana?" kata Rifian mengejutkan pendekar bertopeng yang tengah bersembunyi. Tanpa bersuara, lagi-lagi pendekar itu menghindar. Akan tetapi, kali ini Rifian bisa bergerak lebih cepat dan mendapatkan tangan pendekar itu. "Kemarilah sebentar, ada patroli di depan sana. Kalau kamu bergerak sekarang, kamu bisa ketahuan." Pendekar itu terdiam menyetujui ucapan Rifian. Diam-diam Rifian menarik napas dalam dan membaui aroma parfum pendekar i
Perlahan tapi pasti langkah Rifian semakin mendekati meja gadis berambut hitam. Sialnya gadis itu menutupkan kipas di depan wajahnya. Rifian kembali memperhatikan wajah orang-orang yang ada di dalam ruangan. Tiba-tiba gadis berambut hitam telah berdiri di depannya. Untuk sesaat Rifian beradu pandang dengan gadis itu. Wajahnya memang terlihat mirip dengan gadis yang menabraknya tahun lalu, matanya juga terlihat sama birunya . Hanya saja postur tubuh gadis itu sedikit lebih berisi dan alisnya lebih tipis. Selain itu warna bibirnya juga lebih mencolok. "Ada yang bisa kubantu, Tuan?" sapa gadis itu dengan ramah."Aku ingin ke kamar kecil. Apakah jauh dari sini?" dusta Rifian. Pangeran itu tidak mungkin mengatakan maksud yang sebenarnya."Tidak jauh, Tuan. Anda tinggal melangkah ke luar ruangan, kemudian belok ke arah kanan melalui taman. Di ujung jalan ada gambar prajurit berkuda yang terpahat di dinding. Kamar kecil ada di balik tembok itu." Gadis itu kembali berkata dengan ramah dan se
Betapa terkejutnya Orlin ketika mendapati seorang gadis berada dalam cengkeraman Rifian. Meski Orlin tidak dapat melihat dengan jelas apa yang mereka lakukan. Yang pasti, pangeran itu menundukkan kepalanya, sedangkan gadis itu terhalang dari pandangan Orlin karena tubuh pria itu. 'Apa yang mereka lakukan? Apakah mereka berciuman?' Kedua tangan Orlin mengepal kuat. Tubuh sang putri seolah membeku dan jantungnya berhenti berdetak. Berkali-kali putri itu mengatur napas, untuk meyakinkan jantungnya masih berfungsi seperti semestinya. Akan tetapi, siapakah gadis itu? Benarkah itu Faina? Mungkinkah? Sejak dulu dia tidak pernah terlihat mempunyai minat untuk memperbincangkan para pangeran atau pria bangsawan. Entah, apa yang ada dalam pikirannya. Yang jelas, gadis itu menyebalkan di mata Orlin. Rambut merah dan juga postur tubuh pangeran mahkota itu tidak akan Orlin lupakan. Putri itu tidak akan salah dalam mengenali sosok pria itu. Bahkan belum lama ini mereka bercakap-cakap di dalam rua
Saat makan malam tiba. Dalam satu meja makan terdapat Dafandra, Alisya dan ibu suri. Suasana di meja makan sangat hening, sampai ibu suri angkat bicara. "Aku dengar kamu telah mengalami perdarahan. Apakah ketubanmu telah pecah?" "Belum, Ibu Suri." Alisya menjawab sopan. "Makanlah yang banyak agar tubuhmu lebih kuat menghadapi persalinan! Mungkin nanti malam atau besok pagi anakmu akan lahir. Semoga persalinanmu berjalan lancar." Ibu suri menatap Alisya yang terlihat sedikit malas menyendok makanan. "Terima kasih atas perhatiannya, Ibu Suri." Alisya membalas ucapan ibu mertuanya dengan senyuman. Sepertinya ibu raja juga turut bahagia karena akan menyambut cucu pertamanya. Setelah acara makan malam usai ibu suri meninggalkan ruang makan. Di ruang makan Alisya masih terduduk di kursinya. Sang ratu kembali menahan sakit dengan tangan mengelus perut yang menegang. Pada saat yang sama janin Alisya juga bergerak seakan mengabarkan dirinya tidak sabar untuk segera terlahir. "Ayo, Alisya!
"Benarkah?" Alisya bangkit untuk melihat secara langsung darah yang Dafandra maksud. Sang raja menelan ludahnya sendiri. Alisya bukan lagi gadis perawan. Kenapa kewanitaannya mengeluarkan darah? Seketika wajah pria nomor satu di Kosmimazh berubah pucat. Sang raja tidak habis pikir jika perbuatannya dapat mengakibatkan sang istri mengalami perdarahan. "Aku akan segera memanggil dokter!" tangan raja segera meraih baju di sisi ranjang. "Yang Mulia!" Alisya menahan lengan kekar Dafandra. "Darah ini pertanda aku akan segera melahirkan, Yang Mulia." Alisya tersenyum lebar. "Benarkah?" Alis raja melengkung ke atas seakan tidak percaya dengan ucapan yang baru saja dia dengar. Entah karena Hujaman raja yang terlalu keras atau karena efek peleasan hormon cinta di tubuh ratu, yang jelas usia kehamilan Alisya sudah lebih dari cukup untuk melahirkan bayi. "Jika kontraksinya bagus, mungkin nanti sore atau malam, bayimu akan lahir." Senyuman di bibir merah delima Alisya merekah indah, membuat
Malam yang dingin menyelimuti kota Asteryzh. Ibu kota kerajaan Kosmimazh. Dingin yang seakan menusuk tulang membuat siapa pun ingin meringkuk di bawah selimut tebal. Akan tetapi, malam ini Alisya menyibak selimut dengan rasa gusar. Bintik-bintik keringat menghiasi dahi wanita nomor satu di Kosmimazh. "Ada apa?" Gerkaan kasar ratu membuat raja terbangun dari mimpi. "Aku hanya merasa gelisah, Yang Mulia." Alisya Menjawab segera pertanyaan suaminya seraya duduk di ranjang. Merapatkan tubuh pada wanita berambut merah, Dafandra berbisik di telinga putri Crysozh. "Kenapa?" Tangan raja mengelus perut bulat wanita dalam dekapan. "Seharusnya, bayi ini sudah lahir. Tetapi, aku belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan." Alisya menundukkan wajah sehingga wajah tertutup rambut merah bagaikan tirai. Raja berpindah posisi tepat di hadapan ratu. Tangan menyibak rambut, Dafandra memegang kedua sisi wajah sang putri Crysozh. Pria nomor satu di Kosmimazh sangat mengerti kegundahan hati istrinya.
Terima kasih kepada segenap pembaca yang telah mengikuti kisah Alisya sampai akhir. Bagi saya, Alisya adalah cinta pertama saya dalam dunia novel, karena dia dalah original character pertama buatan saya. Dengan kata lain, novel ini adalah novel pertama saya. Mohon maaf jika karya ini masih jauh dari kata sempurna. Maaf juga jika ada yang kurang puas dengan akhir dari jovel ini. Yang jelas, saya berusaha menulis novel ini dengan sepenuh hati. Sudah tidak terhitung banyaknya waktu dan revisi yang saya lakukan untuk novel ini. Semua itu saya lakukan untuk mencoba memberikan yang terbaik bagi pembaca. Ikuti juga novel-novel author Sunny Zylven selanjutnya, Ya! Salam sayang, Sunny Zylven ā¤ļøā¤ļøā¤ļø
Memasuki kamar Raja Rifian, Alisya tidak menyangka akan bertemu ibu suri. Meski canggung, adik kandung penguasa Crysozh tetap berusaha tenang dan tersenyum. "Hormat kepada Ibu Suri," ucap Alisya, selanjutnya memberikan hormat kepada raja yang masih terbaring di ranjang. "Syukurlah, akhirnya kakak sadar juga!" Seulas senyuman terlukis di bibir sang putri Crysozh. Setelah dokter menemukan penyebab utama raja tidak kunjung sadar, perawatan ekstra diberikan kepada pria normor satu di kerajaan Crysozh. Kesehatan Raja Rifian memang belum pulih sempurna. Wajah kakak Alisya juga masih terlihat pucat. Akan tetapi, itu masih lebih baik dari pada terus terpejam tidak sadarkan diri. "Ya, semua ini berkat suamimu," balas Rifian. "Suamiku?" Alis sang ratu Kosmimazh melompat bersamaan. "Tentu saja, jika tidak karena pertolongannya, baik aku, kamu, ibu, dan rakyat tidak berdaya pasti sudah mati di tangan Paman Ega. Aku sangat berterima kasih kepadanya. Kamu sangat beruntung Alisya, mempunyai seo
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Dafandra kepada pria berambut putih. Dengan wajah cerah Iason berkata, "Yang Mulia tenang saja, kondisi janin Ratu Alisya baik-baik saja." Setelah sekian lama di Crysozh, baru kali ini Alisya mendapatkan pemeriksaan medis oleh dokter kerajaan Crysozh. Keadaan sebelumnya yang memaksa sang ratu Kosmimazh untuk menyembunyikan kehamilan. Spontan senyuman di bibir pria nomor satu Kosmimazh melebar, "Terima kasih, Dokter." "Sebaiknya Yang Mulia beristirahat terlebih dahulu di Crysozh, jangan buru-buru kemabli ke Kosmimazh. Biarkan Ratu Alisya beristirahat setelah hari-hari yang buruk menimpanya." Kepala dokter kerajaan memandang Alisya dan Dafandra bergantian. "Tentu, Dokter! Aku akan memberikan waktu istirahat yang banyak untuk ratuku," jawab Dafandra segera. "Guru, ngomong-ngomong bagaimana keadaan kakakku?" tanya Alisya dengan kedua alis melengkung ke atas. Rasa di hati putri Crysozh belum lega jika sang kakak belum pulih kembali. "Yang Mulia b
Layang-layang di angkasa terlihat berpencar. Lysias dan beberapa penyihir lain menembakan sihir ke langit. Saat fokus para penyihir tertuju pada puluhan layang-layang dan terjadi ledakan berkali-kali di ketinggian, sekumpulan pria entah dari mana menggiring pengunjung alun-alun menjauhi pusat keributan melalui jalan yang sepertinya telah disiapkan. Pertempuran di darat dan udara pun pecah. Setelah semua penduduk di pesta berhasil dievakuasi, ratusan panah api turun dari langit bagaikan hujan deras. Prajurit sihir yang kehilangan kemampuan sihir karena tangan dan mulut tidak bisa digerakkan lari kocar-kacir. Tidak membutuhkan waktu lama kobaran api membakar beberapa sisi alun-alun yang terbuat dari kayu. "Mungkinkah mereka pasukan Yang Mulia ..?" gumam sang ratu Kosmimazh. Para gadis di dalam sangkar mulai panik, mereka berteriak dan menangis. Melirik ke sisi kiri, Alisya mendapati ibu kandungnya menatap keributan dengan santai. Begitu juga dengan Gelsi, si Mentri pertahanan. Keduan
"Apa ada di antara kalian yang ingin mengikuti jejak Gelsi? aku akan menerimanya dengan senang hati" tanya Ega dengan salah satu alis terangkat. Semua orang di dalam aula kerajaan terdiam. Para menteri yang tamak tentu saja akan lebih memilih nyawa mereka masing-masing. *** "Yang Mulia, tiga hari lagi kerajaan akan mengadakan upacara pengangkatan raja. Pada malam pengangkatan raja, akan diadakan upacara pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga orang bangsawan." Arys memberikan laporan kepada pria berambut pirang yang tengah duduk termenung memandang peta ibu kota Stemmazh. "Apa? Pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga bangsawan? Apa maksudnya?" tanya Dafandra dengan kedua alis melompat bersamaan. Pria nomor satu di Kosmimazh tidak dapat menyembunyikan keterkejutan. "Mereka akan menggelar ritual sihir!" jelas Arys. "Sial!" umpat pria nomor satu di Kosmimazh sambil mengepalkan tangan di atas meja. "Menurut informasi dari intelejen, Pangeran Ega akan mengorbankan para pe
"Kasihan sekali raja baru kita, belum lama menjabat kini harus merelakan diri turun dari tahta," ucap seorang wanita bergaun biru di salah satu gang ibu kota. "Benar sekali. Akan tetapi, aku rasa itu yang terbaik demi kemajuan kerajaan. Kita tidak bisa terus-terusan menunggu orang yang tertidur untuk bangun, sedangkan rakyat setiap hari bangun pagi untuk mencari sepotong roti," saut wanita bergaun cokelat. "Setuju! Apalagi yang akan menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Ega. Bukankah dia pejabat yang bijaksana?" Wanita bergaun ungu turut angkat bicara. "Benar ... Benar sekali!" Jawab wanita bergaun biru dan cokelat serempak. Suasana di ibu kota benar-benar kondusif untuk segera melengserkan Raja Crysozh yang berkuasa. Segala lini kehidupan telah memberikan dukungan kepada calon raja baru. Bahkan, pada lapisan masyarakat paling bawah. Penduduk kota telah menyambut pengangkatan raja baru dengan mendekorasi kota sedemikian rupa. Siapa sangka, di saat yang sama pasukan penyihir yan