Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.😍😍😍 Thanks, I ❤️ U. Dukungan kalian sangat berarti buat author Sunny 😍
Tiba-tiba saja perasaan tidak tenang menghinggapi hati ibu suri. Sudah beberapa hari putra tertuanya tidak sadarkan diri. Berinisiatif untuk menjenguk, Amaira berjalan menuju ruangan pribadi penguasa Crysozh. Akan tetapi, pemandangan aneh menyapa pengelihatan ibu suri. Sekumpulan pengawal menjaga ketat kamar raja. 'Apa yang sedang terjadi?' Melangkahkan kaki lebih cepat, Ibu Suri berusaha masuk ke dalam ruangan raja. Lebih aneh lagi, penjaga mencegah ibu pria nomor satu di Crysozh untuk masuk. "Ada apa ini?" tanya ibu suri dengan mata melotot. Sayangnya, tanya ibu suri tidak mendapatkan jawaban, melainkan para penjaga yang hanya saling memandang. "Apakah raja mati?" Langsung saja ibu suri mengajukan pertanyaan yang sangat menggangu pikirannya. Akan tetapi, lagi-lagi tidak ada jawaban. "Minggir!" teriak ibu suri hingga otot leher terlihat jelas. Dengan tekat kuat seorang ibu, wanita yang bergelar permaisuri di masa lalu menerobos blokade para penjaga. Lagipula, para penjaga itu
"Apa? Pasukan Jenderal Besar habis terbakar di Evidizh?" Mata Alisya terbeliak. "Benar, Yang Mulia," Jawab seorang pria berbaju rakyat biasa. Siapa sangka dia salah satu pasukan elit yang ditugaskan raja Kosmimazh di wilayah Crysozh selama keberadaan ratu di kampung halamannya. Tiba-tiba tubuh sang ratu Kosmimazh tumbang. Untung saja Efim dengan sigap menangkap tubuh ramping wanita nomor satu di Kosmimazh. "Efim, letakkan ratu di ranjang!" Perintah Kay. Pria berambut putih segera melakukan intruksi tanpa bertanya lagi. Untuk beberapa saat semua orang dalam penginapan yang Alisya sewa terdiam. Sebagai pelayan berkeahlian medis, Kay memeriksa keadaan ratu Kosmimazh. "Untunglah tidak tidak terjadi apa-apa. Yang Mulia hanya terkejut." Kay menghela napas panjang. "Kamu boleh pergi! Sampaikan kabar terbaru ratu kepada raja!" perintah Efim. "Siap!" jawab pengawal elit tegas, kemudian menghilang di balik pintu. Setelah cukup lama menunggu, Alisya tersadar dengan raut wajah terkejut. "
Perkelahian pun pecah. Efim menendang meja bundar ke arah para penjaga. Melompati dengan gesit, para penjaga mengayunkan pedang kepada Efim dan Kay. Memandang keributan dengan rasa cemas, tangan sang ratu mengeluarkan pisau lipat beracun. Ketika seorang pengawal istana mendekati Alisya, Efim melemparkan belati ke arah penyerang. "Argggh!" Jerit pengawal tumbang. Untuk kali ini Alisya selamat dari anak buah Ega. Suasana semakin tidak terkendali karena jumlah pengawal yang datang bertambah banyak. Dari raut wajah dan peluh di dahi, Efim dan Kay terlihat kuwalahan. Seorang pengawal mencekik Kay dengan sepasang lengan dari belakang. Tangan Kay menggenggam erat lengan sang pria, kemudian membanting tubuh pria di belakang. Pengawal lain tidak tinggal diam, ayunan pedang semakin brutal menyerang. Menyadari Kay dalam kesulitan, Efim juga ingin turut membantu. Akan tetapi, dirinya juga tengah dikepung penjaga. Sampai akhirnya, sebilah baja tipis menembus perut Kay hingga punggung. "Kay!"
"Efim!!" jerit Alisya. Satu-satunya pengawal yang ada di sisi Alisya telah mati. Padahal, sebenarnya penyihir berkulit pucat juga bisa meninggalkan Alisya. Sang ratu menduga, jika tidak karena sumpah darah yang telah dibuat, mungkin Efim akan lebih memilih bergabung bersama kaumnya. Puas karena telah membunuh Efim, Neelam tersenyum lebar seraya berjalan mendekati Alisya. Sang ratu yang masih terkejut karena kematian pengawal pribadinya, hanya bisa duduk di lantai. Tubuh istri penguasa Kosmimazh terasa begitu berat untuk digerakkan. Berjongkok menyetarakan wajah, tangan Neelam meremas pipi Alisya. Sorot mata Neelam tak ubahnya seperti anjing betina yang menemukan mangsa. "Aku tidak menyangka bisa melihatmu hidup sampai sejauh ini," ucap Neelam lembut, tapi begitu menyayat hati. Menyingkirkan tangan Neelam dengan kasar, Alisya membalas tatapan sengit Neelam. "Neelam, semua ini benar-benar renacana jahatmu?" tanya sang putri Crysozh berharap dugaannya salah. "Ya, semua itu ulahku
"Tapi tidak apa-apa, aku akan mengatakanya supaya kamu tidak mati penasaran. Selain skandalmu Tetu saja orang-orangku yang menyerang Pangeran Mahkota Fasya sepulang dari bulan madu. Sejujurnya aku tidak menyangka putri dari Samarghdizh akan nekat berzina dengan pengawal suaminya. Itu diluar kendaliku. Tujuanku hanya ingin membuat istri pangeran mahkota tahu kalau suaminya mandul," jelas Neelam seraya tersenyum lebar. "Selanjutnya, sihir yang kukirim membuat suasana hati suamimu kacau, dia tidak mempercayaimu. Kamu sudah melihat sendiri, Kan?" lanjut Neelam kemudian tertawa keras. "Kamu benar-benar setan, Nelam!" "Tidak perlu kamu perjelas, itu hanya akan membuatku semakin tersanjung." Senyuman di bibir merah Neelam melebar. "Sayang, jangan terlalu pedulikan Alisya! Dia hanya anak kecil yang tidak mempunyai perlindungan sekarang," ucap Ega membuyarkan ketegangan di antara mantan selir mendiang Raja Nandri dan putri Crysozh. Pria berjubah merah memeluk Neelam dari belakang sambil m
"Kasihan sekali raja baru kita, belum lama menjabat kini harus merelakan diri turun dari tahta," ucap seorang wanita bergaun biru di salah satu gang ibu kota. "Benar sekali. Akan tetapi, aku rasa itu yang terbaik demi kemajuan kerajaan. Kita tidak bisa terus-terusan menunggu orang yang tertidur untuk bangun, sedangkan rakyat setiap hari bangun pagi untuk mencari sepotong roti," saut wanita bergaun cokelat. "Setuju! Apalagi yang akan menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Ega. Bukankah dia pejabat yang bijaksana?" Wanita bergaun ungu turut angkat bicara. "Benar ... Benar sekali!" Jawab wanita bergaun biru dan cokelat serempak. Suasana di ibu kota benar-benar kondusif untuk segera melengserkan Raja Crysozh yang berkuasa. Segala lini kehidupan telah memberikan dukungan kepada calon raja baru. Bahkan, pada lapisan masyarakat paling bawah. Penduduk kota telah menyambut pengangkatan raja baru dengan mendekorasi kota sedemikian rupa. Siapa sangka, di saat yang sama pasukan penyihir yan
"Apa ada di antara kalian yang ingin mengikuti jejak Gelsi? aku akan menerimanya dengan senang hati" tanya Ega dengan salah satu alis terangkat. Semua orang di dalam aula kerajaan terdiam. Para menteri yang tamak tentu saja akan lebih memilih nyawa mereka masing-masing. *** "Yang Mulia, tiga hari lagi kerajaan akan mengadakan upacara pengangkatan raja. Pada malam pengangkatan raja, akan diadakan upacara pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga orang bangsawan." Arys memberikan laporan kepada pria berambut pirang yang tengah duduk termenung memandang peta ibu kota Stemmazh. "Apa? Pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga bangsawan? Apa maksudnya?" tanya Dafandra dengan kedua alis melompat bersamaan. Pria nomor satu di Kosmimazh tidak dapat menyembunyikan keterkejutan. "Mereka akan menggelar ritual sihir!" jelas Arys. "Sial!" umpat pria nomor satu di Kosmimazh sambil mengepalkan tangan di atas meja. "Menurut informasi dari intelejen, Pangeran Ega akan mengorbankan para pe
Layang-layang di angkasa terlihat berpencar. Lysias dan beberapa penyihir lain menembakan sihir ke langit. Saat fokus para penyihir tertuju pada puluhan layang-layang dan terjadi ledakan berkali-kali di ketinggian, sekumpulan pria entah dari mana menggiring pengunjung alun-alun menjauhi pusat keributan melalui jalan yang sepertinya telah disiapkan. Pertempuran di darat dan udara pun pecah. Setelah semua penduduk di pesta berhasil dievakuasi, ratusan panah api turun dari langit bagaikan hujan deras. Prajurit sihir yang kehilangan kemampuan sihir karena tangan dan mulut tidak bisa digerakkan lari kocar-kacir. Tidak membutuhkan waktu lama kobaran api membakar beberapa sisi alun-alun yang terbuat dari kayu. "Mungkinkah mereka pasukan Yang Mulia ..?" gumam sang ratu Kosmimazh. Para gadis di dalam sangkar mulai panik, mereka berteriak dan menangis. Melirik ke sisi kiri, Alisya mendapati ibu kandungnya menatap keributan dengan santai. Begitu juga dengan Gelsi, si Mentri pertahanan. Keduan