"Maksud kalian, Rocky?" tanya Dante."Benar, Tuan." Mereka berempat membenarkan kata-kata pengakuan rekannya.Marco tersenyum simpul karena orang-orangnya sangat bisa diandalkan untuk berbohong. Ia bisa bernapas lega karena kali ini dirinya bisa dipastikan lolos dari hukuman Dante."Rocky yang melakukan pengkhianatan?" tanya Dante sekali lagi."I-itu benar sekali.""Oh ternyata penghianat di sini adalah orang yang paling dekat denganku." jawab Dante yang mulai semakin dingin kata-katanya."Tomi!" teriak Dante."Ya, Tuan.""Ambil cambuk besi kemari.""Baik, Tuan." Tomi berjalan ke belakang sisi podium lalu mengambil sebuah cambuk besi."Rocky, berlutut!" teriak Dante."Tuan, bukan saya." Rocky bingung dengan sikap Dante."Aku tidak peduli! Ternyata kau yang selama ini mengkhianatiku. Pantas saja berbagai kemalangan sering menimpaku, termasuk percobaan pembunuhan kemarin.""Tapi, Tuan. Sungguh saya tidak mengerti dengan kata-kata, Tuan.""Masa bodoh!""Tar!" Dante mengayunkan cambuknya h
Dante langsung mendidih darahnya. Setelah mendengar pengakuan Marco yang mengatakan membunuh Martha gara-gara dia mencintainya.Dante langsung memukul kepala Marco dengan keras. "Kenapa kau membunuhnya kalau kau mencintainya?!" tanya Dante. Marco diam tidak menjawab."Ayo jawab atau aku pecahkan kepalamu sekarang juga!" Dante menarik rambut Marco ke belakang hingga dia mendongak, menatap wajah Dante yang sangat mengerikan."Karena dia memilih Tuan, padahal sebelumnya dia menerima saya dengan baik. Namun setelah kenal dengan Tuan, dia berpaling dan memilih Anda, karena kedudukan Anda lebih tinggi dari saya.""Bohong, kau bohong. Kau hanya ingin mengelabuhiku, membuat nama Martha menjadi jelek di depanku.""Saya bertaruh, Tuan. Saya tidak berbohong. Sebelum kenal dengan Tuan, saya sudah bertemu dengan Martha terlebih dahulu. Satu tahun sebelum Anda kenal dengan Martha. Saat saya menjalankan misi dan terkena luka tembakan. Ketika berobat di rumah sakit itu, saya mengenal Martha. Karena s
"Tuan," panggil Rocky setelah menutup panggilan ponselnya."Ayo kita ke sana!" titah Dante."Jonathan, nanti kau turun di depan markas. Jangan ikut kami hari ini?""Kenapa, Paman?" protes Jonathan. Tadi ia sempat bersitegang dengan ibunya karena meminta izin keluar tanpa alasan."Tidak ada, kau dengarkan aku sekali ini saja." pinta Jonathan."Tidak, Paman. Saya harus ikut, bagaimanapun ini akan menjadi urusan saya. Sejak paman menunjuk saya sebagai pewaris Paman. Saya tidak akan melewatkan urusan penting yang menyangkut Paman dan Blackstone. Kecuali saya sedang sekolah atau menemani Ibu saya." tegas Jonathan."Tapi ini …." Rocky keberatan jika Jonathan ikut serta."Biarkan saja, Rocky. Jika dia bersikeras ingin ikut." potong Dante."Ayo kita susul Steve dan Tomi." ajak Dante."Baik, Tuan."Dante dengan terpaksa mengajak Jonathan untuk menemui Steve dan Tomi yang berhasil menangkap pelaku pembunuhan tunangannya. Entah nanti Jonathan akan syok atau tidak jika Dante mengamuk dan menghukum
Suara tembakan memecah keheningan. Semua mata terpaku melihat mayat Max tergeletak di lantai dengan luka tembakan di kepala. Lantai kosong itu kini telah banjir dengan darah.Dante menembak Max sesaat setelah laki-laki itu merebut pistol anak buahnya lalu mengacungkan ke arah Rocky. Dante tahu tujuan Max. Ingin mencelakai Rocky dan menggunakan laki-laki itu sebagai sanderanya. Mengancam Dante agar bisa melarikan diri. Namun, Dante sudah memutuskan untuk memberi Max hukuman mati karena ingin mencelakai Rocky. "Dia yang memilih takdirnya. Aku hanya mengabulkan keinginannya." ucap Dante sambil menggunakan kakinya membalikkan tubuh Max untuk memeriksa keadaannya.Tomi segera memeriksa nadi dan detak jantungnya. "Tuan," Tomi mengangguk, memberi kode jika Max telah tewas di tangan Dante."Kuburkan dia, tanggung biaya pengobatan kedua orangtuanya di rumah sakit. Jangan lupa, bantu keuangan adik perempuannya yang baru saja melahirkan. Aku dengar, selama ini dia lah tulang punggung keluarganya
Laki-laki berjas hitam itu berhasil mendekap Maria dengan satu tangannya. Satu tangannya yang lain mengacungkan pistol ke depan. Empat orang temannya berada di belakangnya membelakangi laki-laki itu dan melakukan hal yang sama, mengarahkan pistol dengan posisi siaga."Tolong … tolong aku." teriak Maria sekali lagi. Gadis itu meronta dan mulai menangis. Jonathan menatap Maria dengan sejuta pikiran. Haruskah ikut campur menolongnya? Jika iya, bagaimana caranya? Sedangkan ia tidak membawa senjata api dan kemampuan bela dirinya belum seberapa bagus.Seketika suasana pesta langsung lengang. Music dari band ternama dan lalu lalang para tamu undangan berhenti ketika mendengar suara keributan dan jeritan Maria."Jonathan," panggil Steve yang langsung mendekatinya ketika terdengar suara keributan dari tempat Jonathan berada."Paman Steve.""Kau baik-baik saja?""Aku baik, tapi dia …." Jonathan menunjuk Maria yang sedang berada dalam sekapan laki-laki tak dikenal."Tahan diri, aku paham dengan m
"Maria …!" Semua memandang ke arah Maria. "Dor!" salah satu anak buahnya Mark Soriano langsung menembak penyandera yang masih hidup. Dalam sekali tembakan, laki-laki itu terbujur tak bernyawa."Maria, kau baik-baik saja, Sayang." Jena menghambur memeluk Maria yang tergeletak di atas tanah. "Aku baik-baik saja, Ma." "Lalu? Darah siapa ini?" Jena menunjuk darah yang mengenai sebagian gaunnya Maria.Maria melirik seseorang yang menyelamatkannya. Dalam keadaan genting, laki-laki muda itu mendorongnya hingga peluru yang mengarah padanya, meleset dan mengenai Jonathan. Ya, laki-laki itu adalah Jonathan. Sekali lagi, ia berhutang nyawa kepada Jonathan. Laki-laki dingin yang dicintainya, tapi tidak sedikit pun ada tanda-tanda jika laki-laki itu membalas cintanya."Jonathan!" Dante berteriak mendekati Jonathan lalu membopongnya. Mereka lalai hingga kecolongan dengan aksi nekat Jonathan. Pemuda itu mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi putri Mark Soriano dengan dalih bayar budi."Rocky, s
"Nona, silakan masuk." Carlos membuka pintu sebuah mansion kecil yang berada di atas bukit."Terima kasih," ucap Magdalena. "Tapi, di mana ini?" Magdalena memperhatikan bangunan bangunan mansion yang terlihat sangat indah namun sepertinya lokasi ini sangat terpencil dari jangkauan orang di luar sana."Bukankah Anda ingin menenangkan diri? Tempat ini adalah yang terbaik untuk menenangkan hati Anda yang sedang kacau. Kalau Anda tidak suka, baiklah kita kembali ke kota. Saya akan memilih sebuah hotel atau apartemen untuk Anda tinggal.""Oh tidak perlu, tidak perlu. Bukan begitu maksud saya. Saya hanya belum terbiasa." Magdalena mengibaskan tangannya."Anda lihat-lihat dulu sebentar ke dalam. Apakah anda cocok atau tidak? Jika tidak, saya tidak memaksa. Saya bisa membawa anda mencari tempat yang lain." "Maaf merepotkan," ucap Magdalena."Bolehkah saya melihat-lihat sebentar?" "Tentu saja," tawar Carlos.Magdalena melihat-lihat keadaan bagian dalam dari mansion tersebut. Banyak barang ant
"Kau!" Jena semakin marah. Emosinya ingin meledak."Cari putri kesayanganmu dan tanyakan tentang hal ini. Dia memberiku obat perangsang dan merayuku. Sungguh sangat hina," cibir Jonathan.Mark menarik tangan Jena. Ia mencegah istrinya untuk berbuat hal yang lebih lanjut. "Panggil Maria dan suruh dia pulang ke mansion secepatnya.""Hhh… baiklah." Jena melepaskan tangan Mark."Diego, bersihkan pecahan guci ini." Mark melangkah masuk dalam ruang kerjanya. Ia ingin menghubungi Carlos karena penasaran dengan berita yang sudah disampaikan oleh Jonathan padanya.***"Tuan." panggil Adam."Sudah ditemukan lokasinya?""Sudah.""Ayo kita ke sana!""Baik, Tuan.""Bedebah itu harus menanggung akibatnya."Jonathan sudah sangat geram. ingin menghajar Carlos dan membunuhnya. Jika sesuatu terjadi dengan Magdalena. "Lokasinya cukup jauh, Tuan.""Di mana?""Di bukit Monte Gana.""Sejauh itu?" Jonathan mengetatkan rahangnya."Benar, Tuan.""Berengsek! Jika sampai Carlos menyentuh Magdalena. Aku tidak ak
“K-kenapa kau ada di sini?” Maria mundur beberapa langkah. Ia tidak mengira jika bukan Magdalena yang berada di dalam karung. Melainkan Jonathan Smith. Orang yang sangat dicintai dan sekaligus dibenci oleh Maria.“Karena saya ingin melihat orang yang mencoba mengganggu hidup saya, Maria.” Jonathan melepas wig yang diambil dari toko di mana Magdalena diculik.Ide menyamar menjadi Magdalena itu datang secara tiba-tiba. Saat Jonathan melihat seseorang membuntuti Magdalena lalu ikut masuk ke ruang ganti. Awalnya Jonathan ingin menghajar laki-laki yang berusaha menculik Magdalena. Tapi kemudian Jonathan mempunyai ide untuk berpura-pura menjadi Magdalena agar bisa mengetahui siapa dalang dibalik rencana penculikan Magdalena.Setelah menemukan karung yang berisikan Magdalena. Jonathan menyuruh anak buahnya untuk mengamankan Magdalena. Ia lalu mengambil sebuah wig berwarna pirang yang mirip dengan rambut Magdalena. Dengan bantuan anak buahnya, Jonathan masuk ke dalam karung lalu diikat seper
Jonathan waspada, ternyata ada seseorang yang sedang mengawasi Magdalena. Seseorang itu masuk ke ruang ganti. Jonathan sangat marah tapi ia menahan amarahnya demi senuah rencana yang sedang di susunnya.Jonathan mengambil sebuah wig lalu memanggil beberapa anak buahnya.Sementara itu di dalam ruang ganti, Magdalena terkejut di saat akan membuka kancing bajunya ada laki-laki yang masuk ke ruang di mana ia berada. “Siapa kau?”Laki-laki itu diam, tidak menjawab lalu membekap mulut Magdalena menggunakan sapu tangan.Magdalena meronta sebentar lalu pingsan. Laki-laki itu tersenyum karena sudah berhasil melumpuhkan korban. Ia kemudian mengambil sebuah karung lalu memasukkan Magdalena ke dalamnya. Selesai mengikat ujung karung, laki-laki itu keluar dari ruang ganti tanpa sepengetahuan pelayan toko.Lily yang melihat laki-laki itu berhasil membawa pergi Magdalena, langsung buru-buru meninggalkan toko. Ia berjanji akan neninggalkan negara Azdania agar Adam selamat dari intimidasi Jonathan dan
“Adam, hubungi anak buah kita untuk segera ke mansion Moris atau mencari keberadaan Magdalena.”Walaupun Adam bingung dengan maksud dari perintah Jonathan. Ia tidak banyak bertanya dan langsung melaksanakan apa yang Jonathan minta. Sudah berkali-kali Jonathan bereaksi seperti ini dan memang ada kejadian genting yang sedang terjadi.Jonathan berlari keluar ruangan diikuti oleh Adam.“Nona Rodriguez, ubah skedul jadwal pekerjaan saya hari ini. Ada kepentingan mendadak yang harus saya tangani bersama Adam.”“Baik, Pak.” Rebecca juga tidak banyak bertanya. Ia pun juga sudah hafal dengan gerak-gerik Jonathan yang sedang tertimpa masalah.Selesai memberi perintah kepada Rebecca, Jonathan masuk ke dalam lift bersama Adam. Ia menghubungi nomor ponsel Abraham. Tapi sayang ponsel Abraham tidak aktif. Jonathan menebak jika calon mertuanya itu sedang berada di kantor pemerintahan karena saat ini adalah jam kantor.“Sial,” desis Jonathan.“Halo, apakah Nona Moris tidak ada di mansionnya?” Jonathan
“Nona Moris,” Lily menyapa Magdalena.“Kau pasti kekasihnya Adam. Lily, kan, namamu?” tebak Magdalena.“Benar Nona.”“Ayo masuk.” Magdalena menarik tangan Lily. Namun ia berhenti setelah mengingat Adam.“Adam, aku bawa Lily ke dalam. Nanti jam lima sore kau bisa menjemputnya.”“Baik, Nona.”“Lily cantik, pantas kau memilihnya.” bisik Magdalena.Adam hanya tersenyum sambil menggaruk rambutnya.“Sudah, sana pergi. Nathan pasti sudah menunggumu di kantor.”“Baik, Nona.” Adam melambaikan tangan kepada Lily sebelum pergi ke kantor Smith Corp.***“Bagaimana? Kau sudah mengantarkan kekasihmu ke rumah Lena?” tanya Jonathan yang baru saja tiba di kantor.“Sesuai perintah dari Tuan.”“Bagus.”“Tuan tidak bertanya, bagaimana reaksi Nona Moris saat bertemu Lily?” Adam kesal karena Jonathan tidak mencari tahu reaksi tunangannya saat Adam membawa Lily.Jonathan tersenyum tipis, “Dia pasti sangat senang. Senyumnya sangat lebar dan dia tak henti-hentinya bersenandung.”Adam mengernyit, “Tanpa bertemu
“Tuan Adam.” Lily kaget melihat kedatangan Adam yang tiba-tiba.“Boleh, aku masuk?”Lily mempersilakan Adam masuk. “Tuan, ada apa?” Lily takut jika ibunya Adam akan marah jika Adam kembali berhubungan intens dengannya.“Lily, jangan panggil aku, Tuan. Panggil saja Adam.” Sebenarnya Adam rindu, tapi ia menahan diri untuk tidak menyentuh gadis itu karena takut jika Lily akan marah.“Tuan, saya tidak ingin melanggar apa yang sudah saya ucapkan kepada ibu Anda.”Adam menghela napas, sungguh sulit meluluhkan hati Lily semenjak ibunya dengan keras memberi peringatan kepada gadis itu agar menjauhi dirinya.“Tuan Smith ingin meminta bantuanmu.” Adam berharap dengan membawa nama Jonathan, Lily akan memperlakukannya sedikit hangat.“Tuan Smith?” Lily kaget karena Jonathan yang terkenal dingin dan tak tersentuh itu tiba-tiba ingin meminta bantuannya.“Boleh aku duduk?” tanya Adam.“Oh, silakan duduk.” Lily lupa mempersilakan Adam untuk duduk.“Terima kasih,” Adam duduk. Namun ia merasa tidak ena
Maria ingin menghubungi orang yang bisa menolongnya dari jeratan Ronald. Namun sayang ponselnya saat ini sedang mati karena baterainya kosong.“Ayolah Nona Soriano. Kau tidak bisa mengelak dari kemauanku.” Ronald tetap saja menarik Maria hingga masuk ke dalam mobilnya. Saat ini kemarahannya harus dilampiaskan. Apalagi Maria adalah partnernya untuk menghancurkan Jonathan Smith. Tentu saja keadaan hatinya yang sedang marah harus ia bagi adil dengan Maria.‘Sialan,’ Maria mengumpat dalam hatinya. Dalam keadaan setengah tidak sadar ia bersumpah akan menghancurkan Ronald. Ia juga tidak peduli jika laki-laki itu juga mempunyai misi yang sama untuk menghancurkan Jonathan.***“Ada apa? Kenapa sudah hampir seminggu ini kau di rumah dan tidak kemana-mana?” tanya Abraham kepada Magdalena.“Aku hanya ingin beristirahat, Pa. Sebelumnya aku sempat kelelahan dan badanku sedikit terasa pegal-pegal.” dusta Magdalena yang tidak ingin memberitahukan larangan Jonathan padanya.“Jangan berbohong, Lena. Pa
“Sialan, brengsek! Dia telah menghinaku,” umpat Ronald yang saat ini telah sampai di hotel yang ditempatinya. Ia mengamuk, mengobrak-abrik isi seluruh kamar hotel yang ditempatinya.“Tenanglah, Tuan.” ucap Alex, asisten pribadinya Ronald.“Tenang katamu?” Ronald langsung menarik kerah bajunya Alex. “Kau tidak melihat bagaimana wajah si keparat itu ketika menghinaku? Penolakannya sungguh sangat membuat wibawaku turun. Kau tahu, selama ini tidak ada satu pun orang yang pernah memandangku dengan sebelah mata. Namun si Jonathan Smith itu berani-beraninya merendahkanku di pertemuan pertama kami.”“Tenanglah, bukankah sebelumnya Nona Soriano sudah memperingatkan Anda akan kelebihan dari Tuan Smith?”“Sialan,” Ronald melempar tubuh Alex ke dinding. “Aargh,” Alex mengerang.“Kau memujinya?”“Saya hanya mengingatkan Anda, Tuan. Tentu saja saya ingin kebaikan di pihak Tuan. Saya bekerja untuk Tuan.” ucap Alex ketakutan.“Ke mana perginya wanita itu?” Ronald menanyakan keberadaan Maria.“Sepert
“Tuan Smith,” Ronald langsung menyambut kedatangan Jonathan yang baru saja keluar dari lift.“Silakan masuk,” ucap Jonathan dingin.“Nona Rodriguez, sediakan dua minuman dingin untuk kami.”“Baik, Tuan.” Rebecca langsung menuju ke pantry untuk membuatkan minuman yang diminta oleh Jonathan.Sedangkan itu Adam langsung mengikuti langkah dari Jonathan dan Ronald. Ia sudah merasa jika ada hal yang tidak beres dengan sikap Jonathan. Maka dari itu ia tidak mau meninggalkan Jonathan sendirian untuk berhadapan dengan Ronald. Adam takut jika emosi Jonathan tidak stabil dalam menghadapi musuh bisnisnya. Walaupun Jonathan belum mengatakan jika Ronald adalah musuhnya. Namun Adam bisa merasakan aura buruk yang dipancarkan oleh Jonathan terkait dengan kedatangan Ronald Robinson.“Tuan, silakan diminum.” Rebecca datang dengan membawa dua gelas cocktail dingin untuk Jonathan dan Ronald.“Terima kasih, Nona Rodriguez.” ucap Jonathan.“Terima kasih, Nona manis.” Ronald mengucapkannya dengan nada yang se
"Pantas saja Jonathan Smith sangat setia, putri Abraham Smith sangatlah cantik." puji Ronald saat menatap photo Magdalena di berita online."Ck," Maria berdecak kesal."Akui saja, Nona Soriano. Kalau pesonamu tidak bisa mengungguli Magdalena Morris. Kau tidak akan patah hati sehingga ditolak oleh Jonathan Smith." cibir Ronald."Cukup sudah aku mendengarkan ocehanmu. Sekarang apa rencana kita untuk menghancurkan Jonathan Smith?""Aku harus bertemu dulu dengan laki-laki itu sambil menunggu orang-orangku yang menyelinap untuk mencari informasi penting di Smith Corporation.""Heh," Maria kecewa. "Lalu kenapa kau mengajakku bertemu?" Maria berkacak pinggang."Sebagai tuan rumah, harusnya kau menjamu tamu penting sepertiku." Ronald mendekati Maria sambil mengelus pipinya."Lupakan itu, aku tidak akan menjual tubuhku." Maria ingin meninggalkan kamar hotel tempat pertemuannya dengan Ronald. Namun kedua penjaganya Ronald menghalangi kepergian Maria."Apa maksudnya ini?""Jangan berpura-pura bod