Share

3. Diusir Mama

Penulis: Roe_Roe
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Bagaimana kau bisa?” Suara sang Ibu menggantung di udara dan tak selesai. “Bagaimana kau bisa melakukan ini kepadaku? Teganya dirimu, Niken!”

Sang Ibu berdiri dari kursi. Dia meletakkan satu tangan di pinggang dan tangan lainnya pada kening yang terasa berdenyut.

“Mom,” bisik Niken dengan ketakutan.

Dia melihat ibunya mondar-mandir di depan meja makan tanpa bisa Niken hentikan. “Ini hanya sebuah kecelakaan. Kami tak sengaja melakukannya. Ini hanya sebuah kesalahan.”

Alasan yang dilontarkan Niken seketika membuat ibunya terhenti. Dia berbalik pada Niken dengan sepasang mata terbuka lebar penuh dengan kemarahan.

“Ini bukan kecelakaan! Ini memang kesalahan, ya, kesalahanku karena terlalu percaya dan membebaskanmu. Tapi, ini juga kesalahanmu karena kau tak pernah mendengarkan kata-kataku! Hah, dasar anak brengsek! Untuk apa aku membesarkan dan melahirkanmu dengan susah payah? Untuk apa aku mempertahankan kehidupanmu hingga harus bekerja membanting tulang sekeras ini? Dan sekarang kau menghianatiku? Kau telah menghianatiku!” teriak ibunya dengan histeris.

“Mom,” Niken memohon. Dia tidak percaya ibunya akan begitu marah. Niken yakin ibunya sangat mencintai dan menyayanginya. Ibunya pasti bisa menerimanya meski hanya sedikit.

“Keluar dari rumahku!” teriak sang Ibu tanpa menoleh ke arah Niken.

“Mom, kenapa kau lakukan ini padaku? Aku tahu kau marah tapi tidak harus seperti ini.”

“Aku katakan padamu keluar dari rumahku, Bajingan Cilik!” teriak sang Ibu. “Aku tak ingin melihatmu di sini! Aku tak ingin menyia-nyiakan waktu dan tenagaku lagi untuk menghidupimu jika akhirnya kau hanya mengkhianati usahaku.”

“Mom....” Niken tak bisa berkata-kata lagi selain memohon dan merengek pada ibunya.

“Kupikir aku sudah cukup bodoh karena terpikat dengan seorang pemuda sampai hamil dan menikah dengannya. Aku pikir bisa hidup bahagia dengan kehidupan kami berdua, meski orang tuaku menentang. Pada akhirnya, orang tuaku selalu benar. Pria itu—ayahmu—tiba-tiba dia mengaku telah menemukan pasangan yang telah ditakdirkan untuknya dan meninggalkan kita begitu saja. Dasar pria bajingan! Aku bertaruhkan seluruh waktu dan hidupku padamu dan kini kau juga menghianatiku, Niken? Kau tak pernah mendengarkan aku. Pergi dari rumahku sekarang juga keparat!”

Niken terlonjak kaget mendengar teriakan dan kemarahan ibunya. Seumur hidup, Niken tak pernah tahu jika ayahnya pergi meninggalkan mereka hingga membuat sang ibu menggila seperti ini. Niken menggigil dan tidak punya pilihan lain selain pergi dari rumah.

“Aku akan pergi,” ujar Niken.

Dia berjalan menuju ke kamarnya. “Mungkin pergi untuk beberapa hari akan membuat emosi ibu mereda. Itu lebih baik daripada kami terus bertengkar seperti ini,” pikir Niken.

“Mau ke mana kau?” teriak sang Ibu.

Niken terhenti dan berpikir bahwa mungkin ibunya menyesal telah mengusirnya lalu berubah pikiran. Dengan wajah sedikit lega, Niken menoleh pada ibunya. “Aku hanya ingin ke kamar.”

“Pintu keluar ada di sebelah sini!” ujar sang ibu dengan tegas. Tangannya menunjuk pintu depan.

Kaki Niken semakin lemas. Sang Ibu berjalan ke arah pintu dan membukanya dengan lebar. Angin dingin musim gugur berembus dari luar tepat menerpa wajah Niken dan ibunya.

“Mom benar-benar memintaku untuk pergi?”

“Kau tidak mendengar kata-kataku, bajingan? Pergi sekarang juga atau kau kutendang dengan kakiku sendiri!” teriak sang ibu. “Dan jangan pernah mencoba menyentuh satu pun barang-barang di rumah ini. Semuanya aku dapatkan dengan hasil kerja kerasku. Pikirkan sendiri tentang hidupmu karena kau tidak pernah mendengarkanku. Kau bukan lagi bagian dari hidupku. Pergi!” teriak sang ibu.

Niken berjalan menuju pintu dan berhenti tepat di tengah-tengahnya. Dia menoleh pada sang ibu dengan muka memelas dan berharap sang Ibu memiliki belas kasihan untuknya.

“Saat aku hamil dengan ayahmu, orang tuaku juga mengusirku. Sekarang, kenapa aku tak bisa melakukan hal yang sama padamu? Pergilah dan cari pria yang telah menghamilimu. Suruh dia bertanggung jawab dan besarkan anakmu sendiri dengannya. Karena aku sudah cukup lelah harus bertanggung jawab dengan hidupku sendiri. Sekarang aku tidak ingin ditambah dengan masalahmu.”

Niken tak kunjung beranjak dari ambang pintu. Sang Ibu terlihat kesal dan mendorong punggung Niken hingga dia terjungkal ke teras.

Brak!

Pintu membanting tertutup. Niken tersungkur di teras dengan air mata yang berderai. Dia tak membawa apa-apa. Dia hanya mengenakan celana panjang dan sweater tipis untuk melindunginya dari dingin malam itu. Dia benar-benar terusir dari rumah dan tak memiliki apa-apa, juga tak memiliki tempat untuk dituju.

Malam itu begitu dingin. Niken tak memiliki tempat untuk dituju. Dia bahkan Tak memiliki ponselnya saat ini. Gadis itu berjalan dengan sepatu ketsnya menuju ke salah satu telepon umum di pinggir jalan.

Niken merogoh-rogoh kantung celananya jika ada uang yang tersisa di sana. Dia tak mendapatkan apa pun. Di kotak telepon umum yang baru saja ditinggalkan oleh seseorang, Niken melihat beberapa koin yang terjatuh. Dia memungutinya dengan cepat.

Perut gadis itu perih. Dia bahkan belum makan malam saat ibunya mengusir. Niken tidak ingat nomor kontak teman-temannya. Hanya ada satu sahabat dekatnya yang bisa Niken hubungi. Setidaknya dia ingin numpang untuk malam ini saja sebelum memikirkan langkah selanjutnya.

Dengan uang koin yang Niken temukan, dia mencoba menghubungi Katty.

Katty mengangkat ponselnya cukup lama karena mungkin sedikit khawatir karena Niken menghubunginya melalui telepon umum.

“Ya, halo?” ucap Katty.

Niken terdiam cukup lama. Dia tidak tahu harus mengatakannya mulai dari mana.

“Halo? Siapa ini? Kalau kau hanya ingin bermain-main, aku akan matikan teleponnya!” ujar Katy dengan malas.

Niken tak punya koin lagi untuk menghubungi orang lain. Dia pun menjawab dengan cepat. “Ini aku!” ujar Niken.

Begitu mengenali suara Niken, Katty langsung terdiam. Ada Jeda panjang yang kosong dalam sambungan telepon mereka.

“Katty, kau masih di sana?”

“Yah, aku mendengarkanmu. Niken, kau terdengar kacau. Apa kau ada masalah?” tanya Katty.

Niken tidak menceritakan kondisi sebenarnya bahwa dia sedang ada masalah dan diusir dari rumah.

“Apa kau sedang sibuk, Katty? Aku sedang bosan di rumah. Bisakah aku menginap di tempatmu malam ini dan besok? Sudah lama kita tidak berbincang dan menginap bersama,” ujar Niken dengan nada seceria mungkin.

Terdengar suara Katty yang mendesah dari seberang telepon. “Apa ibumu marah? Kau diusir dari rumah?”

Niken terkejut. “Bagaimana kou bisa tahu?”

“Yah, siapa yang tidak tahu? Seluruh percakapan Discord sekolah kita membicarakan tentang kehamilanmu. Salah satu sumber mengatakan bahwa kau berkeliling dengan seluruh anak laki-laki di sekolah kita. Siapa yang tahu siswa mana yang menjadi ayah dari janinmu?” ujar Katty dengan nada menyindir.

Wajah Niken memerah. “Bagaimana kabar itu bisa beredar di sekolah?” pikir Niken.

Pikiran Niken bekerja cepat dan langsung tertuju kepada Andrew. Karena hanya Niken dan Andrew yang tahu tentang kondisi kehamilannya. Diam-diam Niken menggenggam kabel telepon dengan sangat kuat sampai jari-jarinya memutih.

“Bagaimana bisa kau percaya dengan gosip murahan itu, Katty? Kau adalah sahabatku, kan? Kau tahu bahwa hanya dengan Andrew aku berhubungan intim selama ini. Jelas ini adalah anak Andrew tapi dia tak mengakuinya.”

“Dasar kau pelacur!” umpat Katty.

Niken terkejut karena kata-kata kasar itu meluncur dari mulut sahabatnya. “Apa maksudmu Katty?”

“Apa kau tidak sadar? Sudah lama Andrew tidak menginginkanmu. Bukankah dia sudah mengatakan ingin putus darimu? Kami sudah berpacaran sejak dua bulan yang lalu. Pada malam kejutan di hotel, aku yang berhubungan seks dengannya saat kau entah berada di mana setelah kucekoki obat tidur dalam kaleng sodamu. Sebaiknya kau jangan mengganggu Andrew lagi. Dia milikku saat ini!”

Sakit hati Niken semakin menjadi-jadi. Dia banting telepon umum itu kembali ke gagangnya dan duduk bersandar di dalam bilik telepon. Tubuh Niken menggigil hebat. Air mata benar-benar membasahi wajahnya.

“Malam itu... aku masuk ke kamar hotel dan melakukan hubungan seks dengan siapa?” pikiran Niken semakin kacau. “Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku hamil, diusir oleh orang tuaku, dan sekarang aku dikenal sebagai pelacur di seluruh sekolah bahkan mungkin kota ini. Apa yang harus aku lakukan?”

Bab terkait

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   4. Jadi Gelandangan

    Beberapa minggu kemudian, Niken sudah meninggalkan kota kecil tempat dia dan ibunya tinggal selama ini. Tak ada apa pun yang bisa dia bawa selain pakaian yang melekat di tubuh dan janin yang ada di dalam rahimnya.Bulan itu sudah mendekati akhir musim gugur. Niken berkelana dari satu kota ke kota yang lain. Dia hanya akan tinggal di satu tempat tak lebih dari tiga hari. Dia benar-benar menjauhi kota tempat ibu dan teman-temannya tinggal. Dia tak ingin dikenali oleh siapa pun.“Aku sekarang resmi menjadi seorang tunawisma dan remaja yang sedang hamil,” gumam Niken ketika meringkuk di salah satu emperan toko yang sudah tutup.Dia tidak tahu sedang berada di mana saat ini. Dia baru saja melintasi negara bagian yang masih ada banyak hutan di sana. Dia menumpang truk pengangkut bahan pokok hingga tiba di rest area.Setelah mengucapkan terima kasih pada sang sopir truk, Niken berpura-pura masuk ke dalam swalayan tak jauh dari tempat pengisian bahan bakar. Niken membeli air mineral dan beber

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   5. Serangan Seekor Serigala

    Niken berusaha melarikan diri secepat kakinya bisa melangkah.“Aku tak ingin terlibat dengan masalah apa pun. Aku tak melihat mereka. Aku harus pergi dari sini.”Niken terlalu kehilangan banyak energi hari itu karena terlalu sering mual dan muntah. Dia bahkan belum memakan roti dan air yang baru dia beli dari minimarket. Ketika dia pikir dirinya benar-benar menjauh dan menuju ke jalan raya untuk mencari pertolongan, tiba-tiba seorang pria sudah mengadangnya dengan belati teracung di tangan.“Hai, gadis kecil!” ujar pria itu sambil membawa belati yang masih dilumuri darah. “Apa yang kau lakukan sendirian di sini malam-malam begini?”Niken hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan wajahnya. Mereka memang berada di area yang gelap tanpa penerangan. Tapi, beberapa pantulan lampu dari kendaraan yang lewat cukup untuk Niken bisa melihat bahwa belati itu memang dilumuri darah.Dia sangat ketakutan dan tidak tahu harus berkata apa. Saat ini hanya kejujuran yang bisa dia lakukan. Niken berharap

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   6. Ranjang Rumah Sakit

    Niken tersentak sadar seolah-olah terbangun dari mimpi yang panjang ketika membuka mata. Niken merasakan tubuhnya sakit di semua bagian. Bahkan tangannya tak bisa bebas digerakkan. Niken melirik pada tangannya yang terasa berdenyut.“Di mana aku?” pikir Niken sambil berusaha duduk tegak.“Anda sudah bangun, Nona? Anda bisa mendengar suara saya?” Seorang perawat tiba-tiba mendekat dan memeriksa denyut nadi Niken serta pupil di kedua matanya.Niken merasa waspada dan ketakutan. Dia tepis tangan sang perawat dan beringsut menjauh. “Katakan di mana aku? Apa yang terjadi padaku? Dan serigala itu? Lalu bagaimana dengan dua pria di rest area?”Gambaran potongan-potongan kulit dan daging yang dikoyak serigala besar seketika membuat Niken mual. Dia masih bisa melihat dengan jelas wajah kesakitan pria yang menodongkan belati padanya mati diterkam serigala.Sang perawat berusaha tenang saat mendengar pernyataan Niken yang melompat-lompat dan sangat tidak jelas. Sang perawat maklum dengan kondisi

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   7. Dikuntit

    Niken muak mendengar bisikan dan nada bicara pria asing yang tak dikenalnya itu. Dia juga muak pada tatapannya yang merendahkan dan melecehkan. Niken muak pada semua laki-laki yang hanya menginginkan tubuhnya.Tanpa sadar, Niken sudah mendorong pria itu hingga hampir terpelanting jatuh dari anak tangga. Stasiun bawah tanah dalam keadaan sepi. Niken panik. Dia hampir menjerit ketika menyadari perbuatannya bisa mengakibatkan pria itu cedera jika dia benar-benar jatuh dari tangga.Untungnya pria itu segera mengendalikan diri. Dia tak sampai menggelinding ke dasar tangga yang mungkin akan membuat tulangnya patah. Hanya biola pria itu yang terjatuh dan dia sangat marah. pria itu segera bangkit untuk mengambil biolanya dan menuju ke arah Niken yang masih mematung dengan wajah pucat.“Pelacur cilik sialan!” umpat pria itu. “Kau sudah merusak biolaku satu-satunya. Kau harus bertanggung jawab. Tak peduli apa pun yang terjadi kau harus membayarnya dengan tubuhmu malam ini.”Sambil memegang biol

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   8. Aku Ingin Menolongmu

    “Nona, ini aku!” tegur Axel yang sudah berdiri di ujung gang sambil memasang wajah khawatir.“Jauhi aku!” teriak Niken. “Jangan mendekat! Aku akan berteriak jika kau melakukan sesuatu yang buruk padaku. Aku tahu sejak awal bahwa kau tak benar-benar tulus menolongku. Tak ada manusia yang benar-benar baik di dunia ini.”Niken terengah-engah.“Itu kusadari setelah aku menjadi gelandangan,” pikir Niken kemudian.“Tunggu, Nona. Kau pasti salah paham padaku. Aku tak bermaksud menyakiti atau ingin mengambil keuntungan darimu. Tapi, ya, aku memang mengikutimu dengan satu alasan.”“Apa yang kau inginkan dariku? Aku tak memiliki apa pun, Tuan. Aku bahkan tak memiliki sepeser pun uang untuk makan. Aku tak mampu. Aku tak memiliki apa-apa. Jika yang kau inginkan adalah tubuhku, kupastikan sebelum membuat keputusan itu, kau akan menyesal.”Suara Niken bergetar lirih. Dia benar-benar ketakutan. Sekuat tenaga dia menahan air mata agar tak tumpah. Niken sampai harus berpegangan ke dinding di antara du

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   9. Berikan Hidupmu Padaku

    Niken tak punya pilihan dan dia menerima ajakan Axel untuk makan malam. Mereka duduk berhadapan di salah satu bangku dengan pemandangan sungai yang indah di malam hari. Niken merasa sedikit aman karena tak sendirian. Ada beberapa orang lain lagi yang juga duduk menikmati pemandangan sungai di malam hari.Sudut mata Niken terus waspada memperhatikan sekitar. Dia mendapati dua pria berpakaian serba hitam yang sebelumnya membuat Niken pingsan karena ketakutan. Mereka berdiri tak jauh dari tempat Axel berada.“Siapa mereka?” tanya Niken. “Tukang pukulmu?”“Mereka hanya asistenku,” ujar Axel dengan tenang. Dia buka kantung makanan dan menyerahkan roti lapis kepada Niken. “Maaf jika mereka membuatmu ketakutan sebelumnya.”Niken menggeretakkan rahang. Dia masih mengingat jelas bagaimana dua pria menodongkan belati padanya di rest area karena menyaksikan sebuah pembunuhan. Saat ini, kedua asisten Axel juga mengingatkan Niken pada kedua penjahat itu.“Kau tak bisa menipuku, Tuan Marais. Kataka

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   10. Saudara yang Hilang

    “Apa?” teriak Niken dengan sangat terkejut. Dia ingin memastikan bahwa apa yang dia dengar tidak salah.Axel masih duduk nyaman di bangkunya. Dia menumpukan satu kaki di atas kaki yang lain sambil bersandar dengan penuh percaya diri.“Kou bisa tinggal denganku.” Axel berkata dengan sangat tenang dan penuh keyakinan.“Apa kau gila?”Niken menelan ludah dan menatap tak percaya pada Axel.“Bagaimana dia bisa berkata mengajak orang asing tinggal serumah dengan begitu santainya?” pikir Niken.“Apa kau sebenarnya menginginkan sesuatu dariku? Aku yakin tuntutan untuk membayar utang itu hanya alasan untuk meminta sesuatu yang lebih dariku. Apa sebenarnya tujuanmu?”Niken benar-benar ketakutan. Dia tidak siap mendengar pengakuan pria kaya di hadapannya. Niken tidak ingin terlibat dengan siapa pun saat ini, apalagi orang yang berpengaruh.“Aku bisa hidup di jalanan dan bertahan untuk diriku sendiri dan calon bayi di dalam perutku. Aku bisa bekerja apa saja; menyanyi, bermain musik, atau apa pun

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   11| Kehilangan Ransel

    “Carlos, biarkan dia pergi.”Axel memerintahkan kedua anak buahnya untuk menyingkir dan membiarkan Niken pergi. Niken yang sudah siap untuk melawan akhirnya hanya berjalan tenang meninggalkan Axel. Sebelum pergi, Niken sempat menoleh pada Axel dan mengangguk untuk memberikan ucapan terima.“Ranty, tunggu!” sergah Axel. Dia terlihat sangat berat hati membiarkan Niken pergi malam itu. “Aku mohon pertimbangkanlah lagi tawaranku. Simpanlah kartu namaku jika suatu saat kau berubah pikiran atau membutuhkan bantuan. Jangan ragu untuk menghubungiku kapan pun kau membutuhkannya.”“Yah, aku pasti akan menghubungimu ketika uangku sudah cukup untuk melunasi utang-utang itu, pasti.”Axel terlihat muram memandangi punggung Niken yang berjalan menjauh. Kedua pengawalnya berdiri di dekat Axel dan menggumamkan sesuatu.“Perlukah kami mengawasi gadis itu seperti sebelum-sebelumnya, Bos?”“Tidak. Malam ini biarkan dia sendirian. Aku khawatir dia akan curiga dan semakin tidak percaya jika tahu kalian ter

Bab terbaru

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   EPILOG

    Di antara desahan napas mereka yang saling memburu, Axel membisikkan sesuatu ke telinga Niken. “Menikahlah denganku, Niken. Jadilah istriku. Jadilah ibu dari putri dan calon anak-anak kita nanti. Menikahlah denganku, cintaku…” *** Beberapa bulan setelah malam tersebut. Seorang perempuan paruh baya tengah membersihkan meja restoran usai pelanggan terakhir pergi. Wajahnya tampak lelah. Tapi dia masih begitu semangat bekerja. Pintu terbuka. “Maaf kami sudah tutup!” ujar pekerja restoran tersebut tanpa menoleh dan tetap mengelap meja. Seorang gadis kecil berusia tiga tahun yang sangat cantik dan menggemaskan berjalan mendekatinya. Perempuan itu menghentikan aktivitasnya mengelap meja. Dia kaget sekaligus terpukau dengan kecantikan gadis itu. “Hai, Nak! Kau datang dengan orang tuamu?” Perempuan itu menoleh ke pintu dan tidak melihat siapa pun. Dia pun berlutut di depan balita itu untuk menyejajarkan posisinya. “Kau datang sendirian? Siapa namamu? Restoran kami sudah tutup. Apa k

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   90| Berikan Hidupmu Padaku _ TAMAT

    Niken berhasil meloloskan diri dari pelukan Axel tanpa menjatuhkan harga dirinya. Dia mengembuskan napas lega usai mengusir pria itu. Tidak lagi terdengar suara Axel yang berteriak maupun mengetuk pintu. Niken kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan dan aktivitas merawat Angelie. Beberapa jam kemudian, Niken pun menuju ke pintu depan dan membukanya. Dia mengintip ke halaman dan tidak melihat Axel di mana pun. Ada rasa penyesalan sekaligus kehilangan di dalam hati kecilnya. Tapi Niken berusaha menepis semua kekhawatiran itu dan kembali fokus pada kehidupannya saat ini. Saat Niken akan menutup kembali pintu, sudut matanya menangkap sekelebat gerakan yang mengganggunya. Nikah pun keluar dan berjalan menuju ke halaman samping. Dia terkejut ketika melihat Axel tengah berbaring meringkuk di ayunan. “Astaga, apa yang sedang dia lakukan di sana? Benar-benar keras kepala. Kenapa dia tidak juga pergi dari sini?” Niken pun kembali kesal dan membanting pintu hingga menutup rapat. Niken p

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   89| Mantan Istriku Mengusirku

    Axel kembali ke rumah pantai dan berlari dengan tergopoh-gopoh. Dia membuka pintu rumah yang tidak terkunci dan berteriak memanggil nama Niken. “Niken! Niken Di mana kau?” Axel tidak menemukan Niken di manapun. “Angelie? Ini papa!” Axel pun berlari menuju ke lantai dua. “Angelie? Kalian di mana? Niken?” Rumah itu benar-benar kosong. Axel tidak menemukan Niken dan putrinya di mana pun. Axel nekat pergi ke kamar Niken. Tempat itu juga kosong. Dia mencari ke ruangan yang lain dan melihat sebuah kamar bayi. Langkah Axel melambat begitu melihat banyak sekali perlengkapan bayi di sana. Axel berlutut di depan ranjang bayi. Dia mengambil salah satu sepatu rajut kecil milik putrinya dan menciumnya dengan air mata berderai. “Di mana kalian berada? Apa sesuatu yang buruk menimpa Angelie? Ke mana aku harus mencari kalian?” Axel tidak tahu lagi harus ke mana. Dia pun kembali keluar dan berdiri di halaman rumah dengan gelisah. Dia letakkan tas ranselnya ke tanah dan berdiri di sana sepert

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   88| Khawatir tapi Malu untuk Mengaku

    Niken berjalan-jalan di sepanjang pantai bersama dengan putri kecilnya. Dia meletakkan Angelie di dalam stroller. Niken terus bercerita sambil menunjukkan banyak hal kepada Angelie. “Maafkan mama, Angelie. Saat seperti ini, aku benar-benar menyesal pada diriku sendiri karena tidak bisa memberikanmu seorang ayah yang bisa kau banggakan di hadapan teman-temanmu kelak.” Niken berlutut di depan stroller sambil menatap sepasang mata bening bayi itu. Angelie tersenyum ceria sambil sesekali memasukkan tangannya ke mulut. Niken mengulurkan telunjuknya untuk membelai pipi Angelie. Bayi kecil itu pun meraih jari Niken dan menggenggamnya erat. “Aku benar-benar merindukan Mama di saat seperti ini. Apa yang dia lakukan sekarang? Apa dia sehat di sana? Betapa berat rasanya harus membesarkan seorang anak sendirian tanpa didukung oleh suami dan keluarga. Kini, aku tahu betapa marahnya Mama malam itu, ketika tahu aku sedang hamil. Aku bisa mengerti jika dia mengusirku dari rumah. Aku benar-benar la

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   87| Axel di Dalam Persembunyiannya

    Niken pulang ke rumahnya yang sepi dan gelap. Tempat pertama yang dia tujuh adalah bekas kamar Axel. Dia buka pintu kamar itu dengan pelan. Di dalam hati kecilnya, Niken berharap ada keajaiban. “Apa yang sedang aku lakukan di sini? Mustahil dia tiba-tiba muncul di sini, kan? Aku bahkan tidak tahu di mana dia saat ini. Setelah kutolak lamarannya, dia pergi begitu saja meninggalkan segalanya.” Niken akan menutup kembali pintu kamar Axel yang kosong. Lalu tatapannya terhenti pada potret Axel berukuran besar dan masih terpasang di dinding. Axel bertelanjang dada dan berpose dengan begitu memikat dalam foto itu. “Hanya foto itu satu-satunya yang masih tertinggal.” Niken mengingat betapa Axel sangat membanggakan foto itu. Saat itulah Niken benar-benar mulai merasakan kesepian. Dia menepis kenangan manis tentang Axel dan lekas menutup kembali pintu kamarnya. Niken pun bergegas menuju ke kamar Angelie. Gadis kecil itu satu-satunya pelipur kesepian Niken saat ini. *** Louis pergi ke pa

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   86| Niken, Aku Melamarmu!

    Enam bulan kemudian… “Kau tidak perlu membawakanku bunga dan mainan untuk Angelie setiap kali berkunjung ke sini, Louis.” Niken mempersilakan Louis masuk ke rumah pantai yang kini menjadi miliknya. Louis duduk di ruang tamu. Dia menatap ke arah stroller bayi tempat di mana Niken meletakkan Angelie yang sedang tidur lelap di sana. “Kau sepertinya suka bunga. Dan aku juga sama sekali tidak keberatan jika harus membelikan lebih banyak mainan untuk Angelie. Lihatlah dia tidur dengan sangat lelap. Gadis kecil ini tumbuh begitu cepat.” Niken membawakan minuman untuk Louis. “Maaf jika rumah ini berantakan. Karena aku benar-benar harus mengerjakan semuanya sendiri termasuk mengurus Angelie.” “Kau selalu menolak tawaranku untuk memberikan Angelie pengasuh.” “Tidak apa Louis. Aku tidak ingin kehilangan momen berharga menemani masa-masa pertumbuhan emas putriku.” “Oh, aku datang ke sini untuk mengabarkan padamu bahwa kami sudah memilih sutradara untuk film yang akan kita produksi.” “Ben

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   85| Gadis yang Ditakdirkan Untukku

    Sang pengacara membacakan isi surat wasiat yang kedua. “Tuan Marais mengatakan bahwa Tuan Axel bisa memilih antara surat wasiat pertama atau kedua. Tuan Axel juga bisa menolak perjodohan dengan Nona Clarissa Jordan. Tapi, dia harus bisa menemukan jodoh lain yang telah ditentukan untuknya pada surat wasiat yang kedua.” “Apa?” Celine dan Louis benar-benar terkejut. “Apa maksudmu dengan jodoh lain yang sudah ditentukan? Berapa jodoh yang ditakdirkan untuk Axel?” “Tuan Axel ditakdirkan menjadi pasangan dari dua orang gadis. Gadis pertama memang Nona Clarissa Jordan. Gadis yang kedua adalah putri dari perempuan yang pernah dicintai oleh Tuan Marais.” “Omong kosong!” teriak Celine. Sang pengacara pun menceritakan semuanya pada Celine dan juga Louis dengan disaksikan oleh Carlos. “Tuan Marais memiliki cinta pertama dari kalangan manusia. Tepat sebelum dia menikah dengan ibunya Axel. Karena perempuan ini dari ras manusia, maka Tuan Marais tidak bisa melanjutkan hubungannya. Dia pun memi

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   84| Kelahiran Sang Bayi Alpha

    Celine dan Louis sudah menunggu di kantor notaris yang ditunjuk oleh Tuan Marais. Mereka berkumpul di sana untuk mendengarkan pembacaan surat wasiat oleh pengacara. “Kenapa tidak kita mulai saja?” ujar Celine. “Kami sudah menunggu cukup lama di sini.” Sang notaris berdeham. Beberapa kali dia melirik ke arah pintu dan juga jam tangan. “Tuan Axel belum datang. Saya tidak bisa membacakan surat wasiat ini jika seluruh anggota yang berkepentingan belum hadir.” “Dia tidak akan datang,” seru Louis. “Dia sudah menyerah dan sadar posisinya tidak akan mampu mendapatkan kepemimpinan di perusahaan. Axel sudah gagal memenuhi surat wasiatnya.” Seseorang membuka pintu. Semua yang ada di dalam ruangan sang notaris terkejut. Mereka pikir yang datang adalah Axel. Begitu melihat Carlos yang masuk ke ruangan tersebut, mereka pun mengembuskan napas lega kecuali sang notaris. “Di mana Tuan Axel?” tanya sang notaris. “Tuan Axel sedang dalam perjalanan ke sini. Bukankah batas waktu pemenuhan surat wa

  • Dalam Genggaman CEO Alpha   83| Terbongkarnya Pernikahan Kontrak

    Sebulan pun berlalu usai terbongkarnya status pernikahan kontrak Niken dan Axel. Selama itu pula pemberitaan di media semakin kuat menerpa. Beragam gosip dan fitnah terus bermunculan. Kondisi perusahaan di bawah kepemimpinan Axel semakin menghadapi guncangan. Kerugian terus-menerus terjadi. Proyek-proyek lain yang dipegang oleh Axel pun semakin berguguran dan ditinggalkan oleh para investornya. Perusahaan manajemen artisnya pun mulai ditinggalkan. Pagi itu, Niken terbangun dengan perasaan yang begitu kesepian dan tidak nyaman. Semalaman, dia sibuk mempersiapkan seluruh perlengkapan untuk persalinan. “Seharusnya aku akan melahirkan tepat di hari ulang tahunku yang ke-18. Tapi, belum ada tanda-tanda kontraksai sampai saat ini.” Dan di hari itu pula, masa depan Axel akan ditentukan. Surat wasiat sang ayah jatuh tempo pada hari itu. Axel akan mewarisi seluruh perusahaan Marais atau sebaliknya, dia akan dikeluarkan dari perusahaan dan posisinya digantikan oleh Louis. Niken keluar dari

DMCA.com Protection Status