Share

151. Garis Samar

Author: Indy Shinta
last update Last Updated: 2024-02-07 13:03:06

Lisa tercekat, tangannya gemetar saat dia mencoba mengingat kembali tanggal-tanggal terakhir menstruasinya. Pendarahan yang seharusnya datang tapi tak kunjung muncul, membuatnya merasa gelisah. "Apa iya aku hamil?" gumamnya, rasa panik mulai merayapi pikirannya.

Lisa menggigit bibir dengan wajahnya yang pias, ketika dia menghubungkan kondisi aneh yang dialaminya belakangan ini dengan kemungkinan kehamilan. Rasa mual yang datang tanpa alasan yang jelas, seringnya muntah yang mengganggunya setiap pagi, semua itu menjadi gejala yang menakutkan bagi Lisa. “Apa jangan-jangan … aku sedang mengalami yang namanya morning sickness?” Dia menggigil, menolak untuk mempercayai pikirannya yang meresahkan itu.

"Tidak. Tidak mungkin!" gumamnya dengan suara yang gemetar, meskipun hatinya tidak bisa menghilangkan ketakutannya. Lisa meremas rambutnya dengan perasaan frustrasi, mencoba menenangkan dirinya sendiri meskipun jantungnya berdegup tak karuan dalam ketakutannya yang semakin memuncak.

Lisa buru-
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Sophia Setiawan
hidup harus realistis yaa Lis, dan bukan berarti kita harus berhenti utk berbuat baik..
goodnovel comment avatar
Nychinta
semua berharap testpacknya ditemuin babang vin.. g taunya plot twist lisa pingsan dibawa ke RS ketauan deh.. wkwkwkw
goodnovel comment avatar
Gemma Naraya cipta
lagi kaaa plisss ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   152. Hari-Hari yang Sibuk

    Setiap pagi, sebelum matahari bahkan sempat menampakkan sinarnya, Vincent Alessio sudah duduk di meja kerjanya. CEO Sutomo Land Corporation itu kerap menyibukkan diri dengan membaca laporan keuangan dan berita terkini yang memengaruhi industri properti.Pagi ini, sambil menikmati kopinya, Vincent berbincang via zoom dengan tim ahlinya yang sedang berada di luar kota. "Pak Vin. Kami memperkirakan proyek pembangunan hotel baru akan memakan biaya sekitar dua puluh persen lebih tinggi dari perkiraan awal," ujar seorang tim ahlinya, sementara itu Vincent mengamati angka-angka di layar komputer dengan serius."Apakah kita bisa mencari opsi lain untuk mengurangi biaya tanpa mengorbankan kualitas bangunan?" Vincent mengkritisi masalah anggaran yang muncul."Sepertinya kita memang perlu melakukan evaluasi ulang terhadap rencana anggaran dan mencari solusi yang lebih efisien, Pak Vin.”Vincent mengangguk, menunjukkan bahwa dia mendengarkan dengan cermat. “Baiklah. Kita akan lakukan evaluasi la

    Last Updated : 2024-02-07
  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   153. Menemani Si Bos Makan Siang

    Lisa mengantarkan makan siang untuk Vincent ke ruangannya, capcay dan salad sayur sesuai permintaan sang CEO. Dia juga menyertakan beberapa potong buah segar sebagai hidangan penutup. Seperti biasa, CEO Sutomo Land Corporation itu sedang fokus dengan layar datar komputer di depannya. Keningnya mengerut, di balik kacamata bacanya, sorot mata Vincent yang tajam tampak serius meneliti sebuah tabel laporan.“Permisi, Pak. Makan siang sudah siap. Ini sudah hampir jam satu siang, sudah saatnya Bapak makan.”Vincent mengalihkan perhatiannya dari layar komputer ke arah Lisa, yang sebagian wajahnya masih ditutupi masker. “Terima kasih, Lisa,” ucap Vincent sambil membuka kacamata dan meletakkannya di meja.“Lisa, tunggu,” cegahnya saat melihat Lisa bergerak menuju pintu, ingin meninggalkan ruangan sang CEO.Lisa menoleh. “Ada apa, Pak?”“Temani saya makan. Kamu juga belum makan, kan?” ajak Vincent sambil beranjak dari kursinya menuju sofa, di mana Lisa telah menghidangkan makanan di atas meja

    Last Updated : 2024-02-07
  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   154. Impian Kosong

    Saat lift meluncur turun, suara ponsel yang berdenting memecah keheningan. Lisa menghela napas, mengeluarkan ponselnya dari tas dan melihat panggilan masuk dari Niken. Lisa segera menyentuh layar “answer”.“Halo, Ken?”"Mbak Lisa, maaf kalau telepon saya mengganggu," ujar Niken dengan nada ragu-ragu di ujung teleponnya."Ada apa, Ken?" Niken terdiam sesaat, dia tidak enak terlalu sering merepotkan mantan kakak iparnya itu. Lisa sudah banyak sekali membantu proses perawatan Ardi, terutama dari segi biaya, juga turut menjaganya di rumah sakit. Ketika Niken ingin mencicil biaya yang sudah Lisa keluarkan, mantan kakak iparnya itu menolak. Lisa bilang uang itu bukan dari kantong pribadinya, melainkan dari sumbangan pribadi sang pimpinan perusahaan di mana Ardi bekerja saat ini. Niken merasa bersyukur bahwa di tengah kesulitan yang sedang dihadapi oleh keluarganya, Tuhan memberikan banyak kemudahan lewat Lisa dan juga lewat kemurahan hati CEO perusahaan real estate ternama di Indonesia itu

    Last Updated : 2024-02-08
  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   155. Panik

    Lisa mengetuk pintu kamar perawatan Ardi. Niken dan Naura menoleh serentak. “Masuklah, Mbak. Mas Ardi sudah menunggu di dalam,” sambut mereka. “Kami keluar dulu, ya.” Kedua adik Ardi itu segera meninggalkan kamar, memberikan Ardi dan Lisa sebuah ruang privasi.Lisa tersenyum melihat Ardi yang tampaknya sudah menunggunya. Pria itu baru saja selesai melakukan terapi fisik, duduk di atas kursi roda. “Halo, Ar?” sapa Lisa sambil berjalan mendekat.Ardi membalas senyuman Lisa dengan lemah. Matanya berkaca-kaca saat melihat Lisa mendekat, kehadirannya memberi sedikit sinar dalam kegelapan yang sempat mengelilinginya. Lisa tampak begitu cantik, jauh lebih cantik daripada yang pernah dilihat Ardi selama ini. "Lisa, terima kasih sudah datang," katanya dengan suara yang rapuh.Lisa duduk di sebuah sofa, berhadapan dengan Ardi yang tetap duduk di kursi roda. “Kamu sudah siap pulang?” ucap Lisa memecah keheningan. Ardi terlihat gugup dan Lisa tertawa pelan. “Dih. Kaku begitu? Seperti bukan Ardi?

    Last Updated : 2024-02-08
  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   156. Sebuah Kepastian

    Lisa memasuki ruangan dokter spesialis penyakit dalam dengan langkah gemetar, hatinya dipenuhi kegelisahan yang tak tertahankan. Ruangan itu terasa sejuk, dengan perabotan yang teratur dan bersih. Di sudut ruangan, terdapat meja kerja dokter yang dilengkapi dengan komputer dan berkas-berkas medis, serta beberapa tanaman hias yang memberikan nuansa menyegarkan. Dokter pria berkacamata itu tampan sekali, mungkin dia adalah dokter spesialis gastroenterologi-hepatologi tertampan yang pernah Lisa lihat sepanjang hidupnya. Lisa melirik papan nama si dokter yang tercetak jelas di meja kerjanya “dr. Timotius Jinot, Sp.PD-KGEH.” Orang-orang di rumah sakit dan pasiennya biasa memanggilnya: “dokter Jinot”. Usia dokter Jinot memang sudah mencapai 50-an tahun, namun kebugaran tubuhnya tampak setara dengan orang-orang yang jauh lebih muda darinya. Dokter Jinot tersenyum ramah saat melihat Lisa memasuki ruangan. Namun, senyum itu tak mampu meredakan kegelisahan yang menghantui Lisa. "Selamat sore

    Last Updated : 2024-02-09
  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   157. Harus Dipalak

    Dokter Viona merasakan kesedihan yang mengalir dalam setiap tetes air mata pasiennya. Dia tahu bahwa tangisan Lisa bukanlah tangisan bahagia; ada beban besar yang Lisa bawa dalam hatinya. Bukan pertama kalinya dokter Viona menghadapi pasien yang justru merasa terguncang begitu mengetahui bahwa dirinya positif hamil, seperti Lisa saat ini. Si dokter paham, ada alasan yang melatarbelakangi setiap perasaan negatif pasiennya. Dengan penuh empati, dokter Viona membiarkan Lisa menuntaskan tangisnya, dipeluknya dengan lembut saat Lisa duduk di tepi ranjang dengan wajah yang sembab. "Anda tidak sendiri, Bu Lisa," bisik dokter Viona penuh kehangatan. "Ibu bisa menghubungi saya jika ingin berkonsultasi sewaktu-waktu, bila merasa bingung atau butuh teman bicara.” “Saya memang bingung, Dok.” Lisa menyedot ingus dengan tisu yang diulurkan oleh suster. “Dokter pasti tahu kalau status saya belum bersuami. Bahkan yang meniduri saya juga bukan kekasih saya,” dia kembali tersedu-sedu, ”tetapi seoran

    Last Updated : 2024-02-09
  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   158. Tak Semudah Itu

    Lisa menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri saat melangkah ke ruang kerja Vincent Alessio. Meskipun gelisah masih menggelayut di hatinya, dia bertekad untuk menjalani sisa hari kerjanya dengan setenang mungkin. Sudah menjadi rutinitas baginya untuk menyembunyikan rasa tidak nyaman setiap kali harus bertemu dengan pria itu, terutama ketika mencium aroma tubuhnya yang masih menimbulkan rasa mual di perutnya."Nak, dia itu kan daddy kamu, kok kamu segitu antinya sih mencium aroma tubuhnya? Tapi, iya sih ... daddy kamu itu emang ngeselin!" gumam Lisa dalam hatinya sambil membelai perutnya yang masih rata, tersembunyi di balik blus longgar yang dia pakai. Sementara itu, Vincent sedang tenggelam dalam pekerjaannya. Lisa melihat betapa fokusnya pria itu saat menangani tumpukan pekerjaan di mejanya. Kehadirannya di sekitarnya bahkan tak disadari oleh Vincent, yang tampaknya larut dalam dunianya sendiri. Lisa menerima kenyataan ini dengan lapang dada, berusaha tidak te

    Last Updated : 2024-02-10
  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   159. Salah Sangka

    Lisa memasuki presidential suite sebuah hotel bintang lima yang terletak di jantung kota Jakarta. Ia menyapu pandangannya ke sekeliling ruangan yang mewah. Cahaya gemerlap lampu kristal memantulkan kilauan yang memenuhi ruangan, menciptakan aura kemewahan kelas atas. Dia mencari-cari keberadaan Dennis yang seharusnya berada di sini.Lisa segera menelepon Bona dan melaporkan ketiadaan Dennis, “Mas Bona, kok Mas Dennis nggak ada, ya? Saya nyampe ruangan tapi nggak ada siapa-siapa nih.”“Oh, saya lupa bilangin kamu. Mas Dennis lagi keluar sama anak-anaknya Bu Yuna. Kamu beresin aja tugasmu siapin barang-barangnya Bapak.”“Oh, oke kalau begitu.” Lisa pun menutup telepon. Lisa langsung bergerak, memfokuskan perhatiannya pada tugas-tugas lain yang menantinya.Lisa mulai sibuk menata barang-barang Vincent, memperhatikan setiap detail: kerapihan pakaian, sepatu, dan aksesori lainnya. Setiap item diposisikan dengan hati-hati, agar siap pakai begitu Vincent memasuki ruang ganti.Ketika semuanya

    Last Updated : 2024-02-10

Latest chapter

  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   TAMAT

    Dennis mengucapkan “selamat” pada Vincent dan Lisa melalui telepon. Vincent merasa bahagia mendengar ucapan putranya yang terasa betul-betul tulus kali ini. Bahkan Dennis secara khusus bicara pada Lisa untuk minta maaf padanya. "Tante, maaf atas semua sikap burukku selama ini," ucapnya dengan rendah hati. "Aku tahu ayah dan Tante saling mencintai, ayah pasti akan bahagia dengan Tante.” Dennis terdiam sejenak. “Tante Lisa memang layak bersanding dengan ayah, sebab aku tahu... ayah tidak mungkin sembarangan memilih orang yang akan mendampinginya seumur hidupnya. Aku percaya pada pilihan ayah," tambah Dennis dengan suara yang penuh dukungan. Lisa tersenyum, meskipun Dennis tidak bisa melihat senyumnya di telepon. "Terima kasih, Dennis. Kamu anak yang luar biasa, dan Tante bahagia bisa menjadi bagian dari keluargamu." “Aku juga bahagia memiliki ayah Vincent dan Tante Lisa.” Lisa dan Vincent saling berpandangan mendengar ungkapan Dennis yang terasa tulus. Setelah selesai menelepon, Vin

  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   199. Ayah yang Membanggakan

    Jaka menghela napas, mencoba menenangkan diri di tengah tekanan yang dirasakannya. Tatapannya terpaku pada dinding putih ruangan yang pucat. Wajah pria tampan itu mencerminkan perasaan yang selama ini sulit untuk diungkapkan."Saya masih merasa bersalah, Pak," ucapnya dengan suara lirih. Tatapannya kemudian turun pada genggaman tangannya pada tangan Dennis yang masih tak bergerak. Setiap sentuhan, setiap simpul jemari, terasa penuh makna baginya.Pak Priyo memandang Jaka, siap mendengarkan apapun yang ingin diungkapkan oleh anak menantu yang sangat disayanginya itu."Saya menyesal telah menikahi Erna, padahal Nuning sedang mengandung Dennis, anak kami," lanjut Jaka perlahan, suaranya semakin rendah, hampir tersendat oleh rasa sesak di dadanya. "Andai waktu bisa diulang, saya tidak akan menikahi Erna saat itu." Matanya kembali naik menatap dinding pucat di depan sana. "Saya ingin tetap bersama Nuning, harusnya saya mengambil keputusan tegas dan tak perlu larut dalam situasi yang membua

  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   198. Unconditional Love

    Di antara para tamu undangan, Mei yang merupakan mantan kekasih Vincent juga tampak hadir di sana, dia datang bersama suaminya, Juna, dan putranya, Vi. Rambut panjang Mei disanggul cantik berhiaskan aksesori yang serasi dengan gaun rancangan desainer ternama berwarna pastel yang melekat indah di tubuh langsingnya. Wajahnya yang jelita terpancar dalam senyuman lembut, memberikan kesan hangat kepada siapa pun yang bertemu dengannya. Sementara itu, Juna terlihat tampan dan karismatik dengan setelan tuksedo hitamnya. Ekspresi wajahnya yang percaya diri menunjukkan bahwa dia adalah sosok yang menguasai situasi. Dia berbicara dengan sesama tamu yang dikenalnya sambil memperkenalkan sosok Vi, putranya yang berusia 7 tahun. Senyum bangga terukir di wajahnya setiap kali mendengar orang-orang memuji ketampanan Vi yang sangat mirip dengan dirinya. Dalam setelan tuksedo kecilnya, Vi memang terlihat begitu memesona dengan senyuman polosnya. Postur tubuhnya yang tinggi menjadikannya tampak gagah

  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   197. Until I Found You

    Lisa sebenarnya ingin resepsi pernikahannya dengan Vincent bisa diadakan di tepi pantai yang cantik di Bali. Namun, pada trimester pertama kehamilannya ini, Lisa masih mengalami mual, muntah, dan mudah lelah, sehingga bakal menyulitkan dirinya sendiri saat harus melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Bali dan sebaliknya. Selain itu, risiko keguguran juga lebih tinggi pada trimester pertama. Vincent pun menolak keinginan Lisa dan menetapkan agar resepsi digelar di Jakarta saja. “Bersabarlah, Sayang. Setelah anak kita lahir nanti dan kalian berdua dalam kondisi sehat untuk melakukan perjalanan, bukan hanya ke Bali…, aku akan membawa kalian pergi ke tempat-tempat indah manapun yang kamu sukai,” janji Vincent sambil mencium kening Lisa. Dia tak ingin melihat wanita yang dicintainya itu merasa kecewa menjalani resepsi pernikahan mereka nanti. Dan Vincent merasa lega setelah melihat Lisa mengangguk.“Nggak apa-apa, kok. Sebenarnya nggak terlalu jadi soal bagiku resepsinya nanti mau diada

  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   196. Akan Baik-Baik Saja

    Jaka menggenggam erat gagang kursi pesawat, tatapan kosongnya menatap ke luar jendela yang menampilkan pemandangan langit biru dan awan putihnya yang berderak. Pemandangan yang indah, tetapi dia tak bisa menikmati pemandangan itu karena pikirannya terus melayang ke rumah sakit tempat Dennis dirawat. "Dennis kecelakaan," dua kata yang terlontar lewat telepon dari Bambang seperti palu yang membelah dadanya. Beban yang menghantamnya terasa begitu berat, seakan-akan dunianya runtuh dalam sekejap. Meskipun hanya dua kata, namun rasanya dua kata itu menjelma seperti dua ton beban yang meremukkan hati Jaka sebagai seorang ayah. Dia sengaja tidak memberitahu Nuning tentang kecelakaan Dennis. Kondisi Nuning yang belum begitu baik membuatnya khawatir akan dampak stres yang bisa mempengaruhi kandungan Nuning yang lemah. Jaka tidak ingin menambah masalah baru di tengah situasi yang sudah sulit.Pesawat terbang melaju dengan kecepatan tinggi, namun perjalanan yang dilaluinya terasa begitu lamba

  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   195. Janji Suci

    Suasana gereja dipenuhi dengan aroma harum dari bunga-bunga segar yang menghiasi setiap sudut. Sinar matahari pagi membelai lembut melalui jendela-jendela gereja, menciptakan permainan cahaya yang mempercantik momen sakral ini. Seperti berkah dari langit, cahaya itu memberikan sentuhan hangat pada momen ini, menambahkan keindahan pada detik-detik yang tak terlupakan.Gaun putih Lisa mengalir indah di belakangnya, mengikuti setiap langkahnya dengan lembut. Rambutnya dihiasi dengan sebuah tiara yang manis. Setiap langkah yang diambilnya terlihat begitu anggun dan memikat.Di sekeliling gereja, keluarga besar Alessio dan keluarga Lisa berkumpul, penuh dengan senyuman dan kegembiraan. Sorot mata yang penuh cinta dari kedua belah pihak keluarga mencerahkan suasana, menunjukkan dukungan dan kasih sayang yang mereka miliki untuk pasangan yang akan menikah.Daniel Sutomo juga tampak hadir di sana. Keberadaan sosok konglomerat itu memberikan aura kebijaksanaan dan kemuliaan yang tak terbantahk

  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   194. Pertanyaan yang Mengganggu

    Bambang duduk di samping Dennis, merangkulnya dengan lembut sambil memandang jauh ke laut yang tenang di depan mereka. "Dennis, janganlah sedih karena pernikahan ayah Vincent dengan tante Lisa," ucapnya dengan suara lembut.Dennis menoleh ke arah Bambang, tatapan matanya masih penuh dengan kesedihan. "Tapi, Om, aku merasa sedih. Aku merasa seperti kehilangan sesuatu yang penting," gumamnya sambil memandang ke lautan di hadapannya.Bambang tersenyum lembut, memahami perasaan keponakannya. "Dennis, kamu harus tahu bahwa pernikahan adalah bagian dari takdir yang telah diatur oleh Gusti Allah. Ayah Vincent selama ini belum aja ketemu sama jodohnya, makanya nggak nikah-nikah sejak cerai sama bundamu. Jangan kamu sesali juga perceraian bundamu sama ayah Vincent. Itu namanya nggak jodoh.”Dennis mendengarkan, sesekali ia menghela napasnya yang terdengar berat. sepertinya bocah remaja itu berusaha mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Bambang. "Nggak usahlah kamu repot-repot mikir kenapa

  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   193. Cinta yang Tulus

    Suasana makan malam antara keluarga Vincent dan keluarga Lisa dari Italia berlangsung dalam atmosfer kekeluargaan yang hangat dan penuh keakraban. Dante masih terkesima setelah mengetahui tentang kesuksesan Tuan Rain di Indonesia, begitu pula dengan putranya yang akan segera menikahi cucunya, Lisa."Putramu sangat tampan, Rain," puji Dante yang masih merasa terpukau melihat ketampanan Vincent sejak awal mula mereka bertemu. Vincent pun hanya tersenyum mendengar pujian dari calon mertuanya."Cucumu juga sangat cantik, Dante. Mereka sepadan," balas Tuan Rain dengan rendah hati, tersenyum bangga pada Lisa, calon menantunya."Selain cantik, Lisa juga cerdas. Dia bahkan menguasai 6 bahasa asing. Bukankah itu luar biasa?" timpal Nyonya Rose, mengumumkan bakat dan kecerdasan Lisa di hadapan semua orang.Tuan Rain menoleh kepada istrinya, "Sayangku, perlu kamu tahu,” ucapnya seraya mengerling pada Dante yang duduk berhadapan dengan mereka. “Kemampuan Dante menguasai bahasa asing sangat menonj

  • Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku   192. Ternyata Bukan Kebohongan

    Hari-H pernikahan Vincent dan Lisa semakin dekat, dengan hitungan hari yang semakin berkurang. Kedatangan keluarga Lisa dari Italia telah menjadi momen yang sangat dinantikan. Di tengah suasana persiapan yang kian sibuk, Nyonya Rose telah menyusun rencana untuk menyambut mereka dengan sebuah jamuan makan malam di sebuah hotel mewah terbaik di Jakarta. Di sana pula tempat menginap bagi para tamu dari keluarga Lisa yang telah tiba dari Italia. Ketika Nyonya Rose dan Tuan Rain memasuki restoran di hotel itu, sorot mata mereka segera tertuju pada seorang pria tua yang duduk di sebelah Lisa. Tuan Rain, yang pertama kali melihatnya, mendesis pelan. “Dante?” gumamnya dengan suara rendah, matanya menyipit saat mencoba mengidentifikasi sosok tersebut. Semua orang memandang kehadiran Nyonya Rose dan Tuan Rain dengan tatapan hormat disertai senyuman hangat di mata mereka, termasuk pria berambut putih di sana. Pada saat itulah, Tuan Rain mengamati lagi pria tua yang ada di sebelah Lisa itu denga

DMCA.com Protection Status