Satria berteriak meminta tolong saat Haya merasakan napas yang sesak. Pundak istrinya turun naik dengan cepat, serta wajah kaku karena hanya sedikit sekali mampu menyerap oksigen.
"Ada apa, Satria?" tanya salah satu warga yang datang menghampiri Satria di depan rumahnya.
"Pak Slamet, tolong saya, Pak, istri saya sesek napas, saya mau membawanya ke rumah sakit," jawab Satria panik.
"Bu Mae mana? Itu ambulan masih parkir," tunjuk si Bapak di halaman rumah Satria.
"Ibu ke pasar, gak bawa HP juga, ketinggalan HP-nya," jawab Satria tak sabar.
"Wah, pagi gini orang semua pada repot, Sat, kamu bawa aja istri kamu ke rumah sakit, kunci ambulan ada'kan?" Satria mengangguk cepat. Kenapa ia baru sadar bisa membawa istrinya sendiri ke rumah sakit? Lalu Samudra? Balita itu masih tertidur.
"Samudra saya titip siapa ya?"
"Tuh, Mak Piah lagi jemur giginya! Eh, maksud saya lagi jemur cucian. Titip Mak Piah aja, nanti juga ibu kamu pu
Satria sudah berada di bengkel utamanya; peninggalan almarhum ayahnya yang telah habis dilahap si Jago merah. Bukan hanya bengkelnya, tetapi juga tiga ruko di samping kanan dan kirinya, serta satu rumah warga. Tidak ditemukan adanya korsleting listrik setelah dicek oleh petugas. Pihak berwajib masih menyelediki penyebab utama kebakaran.Lelaki itu terduduk lemas dengan lima orang stafnya yang lain. Tak ada yang bisa diselamatkan dan tersisa dari bengkelnya. Semua hangus terbakar. Ingin sekali ia menangis, tetapi tidak bisa. Air matanya tertahan dengan keadaan hati yang seperti tengah dihantam batu besar.Entah apa yang harus ia katakan pada ibunya perihal ludesnya usaha utama keluarganya. Ia berharap ibunya tidak sakit dan syok mendengar kemalangan mereka saat ini."Jadi bagaimana, Bos?" tanya Sapto pada Satria."Gue bingung, To. Maaf ya teman-teman, kalian terpaksa saya rumahkan dulu, sampai saya dapat lokasi bengkel baru atau, mu
Mendengar nama Satria yang disebut istrinya, tentu saja membuat Fajar berang. Lelaki itu berhasil dikuasai oleh setan, sehingga kini ia berusaha untuk menanggalkan pakaian tidur Salsa. Wanita itu tidak melawan, ia hanya diam saja walau tubuhnya tersentak ke sana-kemari karena perbuatan suaminya."Berani sekali kamu menyebut nama pria lain di depan suamimu? Heh? Kamu belum tahu kalau aku marah seperti apa?!"SrekSrekBaju piyama Salsa berhasil dirobek oleh Fajar. Lelaki itu melemparkan bagian atas piyama ke lantai dengan kasar. Matanya membulat sempurna saat melihat tubuh mulus Salsa yang sangat sempurna. Payuda*Anya padat berisi di balik bra yang tidak memakai busa itu. Tanpa busa pun, payuda*a Salsa sudah sangat menggodanya.Fajar semakin kalap, ia mendorong tubuh Salsa hingga terhentak di ranjang. Ia paksa kedua kaki istrinya untuk lurus dan dengan tak sabarnya, Fajar menarik celana panjang itu dengan kuat. Salsa pun kini hanya memakai
Satria merasa perlu merenung sejenak sebelum ia mengatakan hal yang sebenarnya pada ibunya. Lelaki itu duduk di warung kopi sambil mengisap rokok. Sudah dua jam Satria di sana dan tidak ingin beranjak. Kopi sudah berganti dengan gelas yang lain, tetapi ia belum juga menemukan cara yang tepat untuk menceritakan pada ibunya. Satria tak sanggup jika ibunya harus ikut-ikutan sakit memikirkan usaha yang dirintis suami tercintanya hangus terbakar."Bang, tambah kopi lagi," ujar Satria pada penjaga warung."Oke," jawab pemuda itu dengan senyuman. Tentu saja ia senang jika ada pelanggan yang nambah bergelas-gelas kopi di warungnya.Satria bahkan sudah menghabiskan satu bungkus rokok untuk menenangkan pikirannya, tetapi ia belum juga menemukan jalan keluar. Pikirannya buntu dan tidak tahu harus berbuat apa. Membayangkan bagaimana reaksi ibunya nanti membuat dirinya tak sanggup berpikir.Satria mengambil ponselnya. Sudah jam sepuluh malam dan ia t
Satria terpaksa melarikan ibunya ke rumah sakit akibat serangan jantung. Penyakit lama yang sudah tidak pernah kambuh, kini kembali menyerang ibunya tercinta setelah mendengar kabar usaha almarhum suaminya ludes terbakar.Lagi-lagi Samudra dititipkan di Mak Piah karena Bu Fitri sedang pulang kampung. Satria tidak punya pilihan lain, selain menitipkan anak sambungnya di sana. Dengan menggunakan mobil yang sudah lama berdiam diri di garasi, Toyota Vellfire putih, Satria membawa ibunya ke rumah sakit.Syukurlah Bu Mae ditangani dengan cepat karena Satria membawanya ke rumah sakit terdekat. Beda dengan rumah Sakit Haya yang jaraknya cukup jauh dari rumah.Bep! Bep!Ponselnya berdering dan kontak istrinya yang muncul di sana.["Halo, assalamualaikum."]["Bang, ke mana? Kok belum ke rumah sakit? Saya takut sendirian tidur di sini. Kalau saya disuntik mati sama orang jahat gimana? Abang kapan datang?"]["Haya, maafin Abang,
Mak Piah menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga sambil duduk di kursi ruang tamu. Satria yang tadi sempat datang, sudah menghilang, tetapi motornya masih parkir di depan rumahnya. Wanita tua itu yakin Satria pasti akan kembali untuk melihat Samudra. Ini kesempatan yang tepat untuknya mengambil kesempatan.Mak Piah memandang gelas air minum yang sudah ia bubuhi obat perangsang. Gelas itu akan ia berikan pada Satria saat pemuda itu bertamu nanti. Ia sudah meletakkan gelas itu persis di depannya agar ia hapal mana gelas bagiannya mana gelas bagian Satria.Tok! Tok!"Mak, buka pintunya!" seru Pak RT dari depan pintu. Mak Piah bangun dari duduknya, lalu menyambar sweeter yang ada di kursi. Ia harus menutupi kulit keriput di bawah ketiaknya saat panggilan di depan sana bukanlah suara Satria.Cklek"Eh, ada apa ini lame-lame?" tanya Mak Piah terheran melihat ada lima orang dewas
Satria yang terlalu asik bermain bersama Samudra di kamarnya, tidak tahu menahu bahwa Mak Piah baru saja dilarikan ke rumah sakit. Riuh-ramai dari halaman rumah Mak Piah sama sekali tidak terdengar oleh lelaki itu karena sambil menemani Samudra main, ia menyetel musik.Semua yang ia lalui sebulan belakangan ini benar-benar menguras emosi, tenaga, pikiran, serta tabungannya. Ia perlu santai sejenak sambil memikirkan ucapan Mak Piah tentang kutukan yang mengikutinya.Tok! Tok!Suara ketukan di jendela kamarnya membuat Satria tersentak dari lamunannya. Samudra sibuk dengan mainan bunyi-bunyian yang sengaja ia tebar di atas tempat tidur.Tok! Tok!"Ya, sebentar!" kata Satria yang bergerak cepat turun dari tempat tidur sambil menggendong Samudra."Eh, Pak RT, ada apa, Pak?""Wah, gawat Mas Satria, begini, Mak Piah ditemukan tidak sadarkan diri di kamar mandi de
Satria baru saja berhasil menidurkan Samudra lima menit yang lalu. Kini, ia tengah merapikan rambutan Aceh yang baru saja ia panen dari pohon di depan rumahnya. Besok ia akan membawanya ke tukang buah langganan untuk ditaruh di sana. Harga rambutan Aceh berbeda dengan rambutan biasa, harganya lebih mahal dan Satria bisa mendapat untung lebih banyak.Tok! Tok!"Assalamualaikum, Satria, ini Mpok Mimi," suara wanita yang tidak asing terdengar dari balik pintu rumahnya."Wa'alaykumussalam, Bu, sebentar," sahut Satria yang bergerak cepat bangun dari duduknya, lalu berjalan untuk membukakan pintu."Eh, Mpok Mimi, ada apa?""Ini loh, Ibu kamu telpon!" Mpok Mimi menyerahkan ponselnya pada Satria."Ya, halo, Bu? Ada apa? Udah deket?""Udah deket kepala lu! Ke mana aja lu gue telponin kagak bisa?""Ada di rumah lagi metikin rambutan. Ini lagi saya j
Haya masuk ke dalam kamar mandi, diikuti oleh Satria. Pintu sengaja tidak ditutup rapat karena Samudra ada di atas karpet; depan televisi. Satria yang melarang Haya untuk menutup rapat pintu kamar mandi, karena khawatir akan bayi delapan bulan di depan sana."Bang, sini saya bukain!" bisik Haya dengan suara mendayu. Satria pun mengangguk. Kamar mandi yang sempit, membuat gerak Satria dan Haya terbatas.Keduanya sudah tanpa busana. Satria melancarkan serangan pada Haya dan disambut penuh sukacita oleh wanita itu."Pelan, Bang, dengkul saya kebentur bak," bisik Haya dengan mata terpejam."Memang sempit, Ya, t-tadi Abang bilang apa?"Bugh!"Aw! Sakit!" rintih Haya saat lagi-lagi dengkulnya terbentur dinding bak.Satu jam tiga puluh menit pun berlalu. Asep belum juga sampai, begitu pun Haya. Konsentrasinya terpecah karena dengkulnya yang nyeri.
Bep! Bep!Suara dering ponsel membuat konsentrasi Satria terpecah. Ia mencoba abaikan, tetapi dering itu tak juga berhenti hingga memekakkan telinga."Angkat dulu saja, Bang," kata Salsa pada suaminya."Ya udah deh!" Satria turun dari tubuh Salsa, lalu tangannya memanjang untuk meraih ponsel."Ibu Suri," kata Satria pada Salsa."Halo, assalamualaikum, Bu, ada apa telepon?""Eh, songong lu! Emangnya gue gak boleh telepon? Lu ada di sana juga kalau bukan gue ngeden banget, gak bakalan lu keluar, Satria. Jadi yang sopan sama orang tua."Ha ha ha ha ... Salsa tertawa mendengar ocehan ibu mertua pada suaminya. Ia bisa mendengarnya dengan jelas karena Satria menyalakan loudspeaker."Iya, Bu, maksudnya ada apa? Apa Ibu sakit?""Bukan gue yang sakit, tapi Bagus lu! Gimana dia kabarnya? Udah mendingan belum?""Ini baru mau dijajal lagi, Bu.""Oh, berarti udah lu obatin?""Udah, Bu.""Begini, kata
Salsa berhasil mengeluarkan biji durian yang tersangkut di tenggorokan Satria, walau dengan penuh perjuangan. Segelas teh hangat ia buatkan dengan penuh cinta kasih untuk suami tercinta, agar rasa pedih di tenggorokannya hilang."Abang tahu gak, kalau yang Abang lakukan tadi berisiko membuat saya menjadi janda untuk kedua kalinya?" Salsa menatap suaminya dengan wajah iba. Satria membuang pandangannya, tak sanggup untuk membalas tatapan Salsa. Ia sangat malu dengan kekuatan serta perbuatannya yang konyol."Jangan diulangi ya, Bang. Cukup Abang berolah raga rutin dan jangan stres. Tiket yang waktu itu saya berikan sebagai kado ulang tahun Abang dan Mbak Haya sudah diberikan Ibu pada saya. Karen jangka waktu berlakunya untuk satu tahun, maka kita bisa menggunakannya untuk kita berbulan madu.Salsa tahu Abang pasti stres berat. Ingin memberikan yang terbaik untuk Salsa, malah keadaan sebaliknya yang terjadi. Jadi, besok sore kita berangkat ya? Sekarang S
Satria merasa sangat menderita dengan kekuatannya yang menghilang. Ia bahkan sangat malu pada istrinya karena hal memalukan ini."Bang, sudah, jangan dipikirkan, apa Abang mau ke dokter? Kita periksa ke dokter, gimana?" tanya Salsa sambil menyandarkan kepalanya di lengan suaminya. Satria hanya bisa mendesah penuh penderitaan."Ayo, kita ke dokter, konsultasi, siapatahu dokter ada solusi untuk kita," bujuk Salsa lagi dengan lemah lembut."Melamun seperti ini tidak akan memberikan solusi. Kalau Abang sayang sama Salsa, berarti Abang harus ikut saran Salsa." Kali ini suara istrinya terdengar serius."Ya sudah, ayo, kita ke dokter." Salsa tersenyum senang, lalu melayangkan satu ciuman di pipi kekasih halalnya.Keduanya berangkat ke rumah sakit dengan menaiki motor besar Salsa yang memang berada di lobi parkir hotel."Ya ampun, motor ini berat banget, Sa. Kamu kuat sekali bisa wara-wiri dengan kendaraan seperti ini,"
"Ya sudah, Bang, jangan sedih gitu! Gak papa kok cuma sebentar. Salsa maklum." Salsa mengusap rambut suaminya dengan penuh sayang."Abangnya yang gak terima, Sa. Masa sebentar banget? Belum juga keringetan, belum sesak napas, baru tiga kali tarik ulur napas, masa udahan sih? Duh, gimana ini?" Satria meremas rambutnya dengan kesal. Ia terduduk sambil bersandar di punggung ranjang. Sangat malu untuk menatap wajah Salsa yang sebenarnya tidak terlihat menderita."Nanti dia coba lagi, Bang. Kata Ibu waktu itu, Abang bisa tujuh kali dalam sehari, kalau memang Abang sudah sembuh Alhamdulillah, paling tidak bisa berkurang sedikit. Salsa juga masih sakit ininya, pedih," kata Salsa lagi dengan wajah malu-malu."Maafin Abang ya, Sa. Kita mandi lagi yuk, setelah itu sarapan. Oh, iya, siapatahu di kamar mandi nanti Bagus bisa satu kali lagi." Satria tersenyum sangat lebar. Ia teringat pernah habis-habisan melakukannya dengan Haya waktu itu karena kamar mand
"Mae, kemalin acala Satlia untung gak hujan ya? Emangnya lu jadi lempalin sempak ke genteng hotel?" komentar Mak Piah yang menghampiri Bu Mae di tukang sayur keliling.Si Abang tukang sayur dan beberapa ibu-ibu yang ada di sana tertawa mendengar pertanyaan Mak Piah."Ha ha ha ... Mak, nama saya Maesaroh, bukan Spidermae, ha ha ha ... Gimana caranya saya lemparin sempak bekas pakai ke genteng hotel? Naiknya gimana? Ha ha ha ....""Gue kilain jadi, Mae, soalnya gak hujan," timpal Mak Piah."Harusnya lempal sempak gue ya, bial panas sehalian. Semalam jam sebelas malah hujan, jadinya becek deh ini," kata Mak Piah lagi."Kalau sempak Emak yang dilempari, hujan kagak, longsor ia, ha ha ha ... Dah, ah, saya mau rebahan dulu, cape semaleman ngitungin amplop dari ibu-ibu. Soalnya isinya dua ribuan semua. Satria, walau udah nikah, tetap aja nyusahin gue.""Bener, Bu, saya ampe nukerin uang dua ribuan ke pom bensin unt
"Eh, Abang kenapa bangun? Sudah pagi ya?" Salsa menggosok kedua matanya dengan kuat sambil menoleh ke kanan untuk melihat jam dinding. Keningnya mengerut dalam saat melihat jarum pendek masih ada di angka tiga. "Masih subuh, Bang, tidur lagi aja," kata Salsa malah berbalik memunggungi Satria. Istrinya nampak sangat mengantuk, hingga suara dengkurannya kembali terdengar jelas. Satria mendekat untuk mengecup kepala Salsa, lalu ia membetulkan letak selimut istrinya."Bagus, nasib kamu sedang kurang bagus malam ini. Kita tidur lagi saja ya, besok sehabis salat subuh kit aja Puspa main petak umpet," bisik Satria pada media tempurnya.Satria kembali memeluk Salsa dari belakang dan ikut memejamkan mata. Rasanya sangat nyaman bisa tidur memeluk kekasih halalnya.Sementara itu, wanita single parent yang bernama Haya, tidak bisa tidur sepanjang malam. Hari ini adalah hari pernikahan Satria dan ia tahu itu dari Wahyu. Walau sudah tinggal ber
Seorang dokter yang dipanggil Salsa ke kamar, tengah memeriksa kedua kaki Satria. Dokter menyarankan Satria untuk beristirahat malam ini tanpa ada aktifitas yang menguras tenaga. Dokter juga memberikan vitamin yang bisa langsung diminum Satria agar esok hari kakinya bisa sembuh dan tenaganya kembali pulih."Terima kasih atas bantuannya, Dok," kata Salsa saat mengantar dokter wanita itu keluar dari kamarnya."Sama-sama, Mbak, semoga suaminya lekas sembuh ya," jawab dokter itu sambil tersenyum.Salsa kembali masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah dihias sangat sempurna dan terkesan begitu gagah, karena ada banyak barbel di setiap sudut ruangan. Barbel warna-warni miliknya yang sengaja dicat agar tidak terlalu kelihatan seperti barbel.Taburan kelopak mawar merah dan putih di sepanjang karpet beludru hingga sampai di atas ranjangnya, menambah kesan romantis di dalam kamar."Sa, maafkan Abang ya, gara-gara kaki laknat ini gak
"Mae, lu punya nomol HP penghulu yang tadi nikahin Satlia gak?" tanya Mak Piah saat keduanya duduk bersampingan tengah menikmati puding."Kagaklah, adanya nomor HP Malaikat Izrail? Mau?" Bu Mae terkikik geli mendengar jawabannya untuk Mak Piah."Lu mah, gue nanya benelan juga. Kalau ada, gue mau, Mae. Siapatahu aja penghulunya duda, ya kali gue bisa daftar, he he he ....""Jadi apanya, Mak?""Jadi istelinya dong, masa jadi penunggu pohon, ha ha ha ...." Bu Mae terus saja tertawa saat berbincang dengan Mak Piah. Sikap suudzonnya terhadap Mak Piah sudah benar-benar pergi setelah kebenaran yang dikatakan oleh Mak Piah.Sebuah kejutan yang belum sempat ia katakan secara detail pada Satria. Ia ingin membuktikan bahwa ucapan Mak Piah itu benar, sehingga ia tidak mau memberitahukan pada Satria terlebih dahulu."Bu Mae, selamat ya," ucap para tamu undangan yang datang menghampirinya yang tengah asik berbincang dengan Mak Piah. 
"Satria ... Lu mau bangun kagak?" bisik Bu Mae gemas sambil mencubit pinggang anaknya. Namun Satria tak gentar, ia masih terus menunduk tidur."Maaf ya, Pak, tadi saat didandani, Satria minum antimo, udah gitu semalam dia jaga lilin, gak tidur, jadinya anak saya ngantuk berat," kata Bu Mae tak enak hati pada dua petugas KUA yang sedang menahan tawa memperhatikan Satria."Oh, pantes aja, Bu. Harusnya diminumin vitamin, madu, atau jamu, biar kuat saat resepsi dan malam pengantin. Jangan antimo, Bu," sahut salah satu petugas sambil tertawa. Bu Mae hanya bisa tersenyum tipis; karena merasa tidak enak hati dengan semua mata yang menatap ke arahnya.Sebuah ide muncul di kepalanya, jika dengan mantra ini anaknya tidak bangun juga, terpaksa ia akan melakukan hal yang lebih nekat."Satria, kalau lu gak mau bangun, pengantin lu gue tuker Mak Piah ya?"KrekSontak Satria terbangun dengan mata segarisnya. Ia menoleh ke kanan dan