"Sat, setelah Ibu rembukan sama Haya, maka kami memutuskan Asep untuk di ... mm ... disunat lagi, gimana?" ujar Bu Mae serius pada putranya. Dengan gerak cepat Satria mengamankan aset terbaik hidupnya, menyembunyikan kembarannya dari dua orang wanita yang menatapnya dengan horor.
"Ya habis dong, Bu. Jangan ah! Gak rela saya." Satria menolak dengan tegas permintaan konyol ibunya.
"Terus bagaimana lagi caranya biar Asep gak hiperaktif, Sat? Lu harus usaha gimana caranya, biar istri lu gak bolak-balik masuk rumah sakit. Sekarang dia masih senyam-senyum, coba Minggu depan, bulan depan, tidak ada yang tahu kemampuan Haya. Ibu gak mau Haya celaka gara-gara penyakit kamu, Satria!" ujar Bu Mae dengan suara bergetar menahan tangis.
"Bu, maafin Satria. Satria juga bingung harus bagaimana? Asepnya gak bisa disuruh stop, kayak ada yang gerakin diluar kendali Satria," balas Satria sambil merangkul pundak ibunya yang sudah naik turun karena menangis.
Haya sudah kembali ke rumah setelah dirawat di rumah sakit selama tiga hari. Kondisinya sudah benar-benar pulih dan cara berjalannya juga sudah baik. Samudra terlihat sekali rindu dengan bundanya sehingga terus saja menyusu ASI tanpa henti. Ia akan menangis jika ASI terlepas. Samudra sangat manja dan Satria tidak mau mengganggu perhatian Haya pada putranya."Mana Haya?" tanya Bu Mae saat Satria tengah memakai sepatu di teras."Lagi menyusui Samudra, Bu," jawab Satria."Lu kagak? Biasanya lu malah duluan," timpal Bu Mae sambil mencebik. Satria tergelak, lalu menggelengkan kepalanya."Nanti malam aja, biar Samudra dulu yang puas main dan manja sama bundanya," jawab Satria lagi. Kini ia sudah berdiri hendak memakai jaket motornya, bersiap untuk ke bengkel cabang yang kedua."Oh, iya, lu beneran gak mau datang ke acara Salsa? Gak enak loh, dia baik banget. Waktu Haya dibawa sama Ibu pakai ambulan, Salsa kemari mengantar undangan dan B
Salsa, Fajar, kedua orang tua mereka, serta ibu, dan seorang perempuan muda yang mengaku hamil anak dari Fajar sudah berada di dalam satu ruangan tertutup. Acara resepsi dibatalkan oleh Devit secara sepihak karena ia tak sanggup menanggung malu atas perbuatan amat menyakitkan baginya, terutama bagi Salsa.Pengantin wanita itu masih terduduk dengan tubuh lemas sambil bersandar pada bundanya. Juwi menangis tersedu, sedangkan Salsa hanya terdiam dengan pandangan kosong."Katakan yang terjadi sebenarnya, Fajar, katakan!" Devit berteriak pada menantunya sambil meraih baju Fajar dan mencengkeramnya. Om dari Salsa yang menikahkan gadis itu hanya bisa mengepalkan tangannya, lalu dengan cepat menepis tangan Devit."Ini semua tanggung jawab kamu, Devit! Kamu yang menjodohkan Salsa dengan lelaki bajingan seperti ini dan sekarang, lelaki ini ... argh!" wajah Devit mengeras dengan mata yang berkaca-kaca. Benar sekali, ia yang harus dipersalahkan atas semua ini, k
Video siaran langsung akad yang di rekam oleh Ramlan tentu saja secara otomatis sempat tersebar ke media sosial, walau setelah itu Ramlan menghapusnya, tetap saja bagi sebagian orang yang terlanjur membagikan, peristiwa menggemparkan di hari pengantin Salsa mendadak jadi trending topik baik di Instagram maupun Twitter.Banyak yang mengiba pada Salsa dan mengutuk keras Fajar. Video berdurasi hampir tiga menit itu ternyata juga sampai pada akun media sosial Satria.Dua orang wanita datang dan berteriak pada pengantin lelaki yang tidak lain adalah Fajar dan saat itu baru saja sah menjadi suami dari Salsa. Pengakuan mengejutkan wanita itu dengan suara lantang dapat didengar cukup jelas dari video.Satria terdiam dan hatinya bagai diremas kuat. Ia memang tidak berjodoh dengan Salsa, tetapi ia mengenal cukup baik wanita itu dan ia menganggap Salsa sebagai saudara. Hatinya panas dan ingin sekali memukul telak wajah Fajar. Namun sekali lagi, ia tidak berhak
"Memangnya kamu minum berapa telur ayam kampung?" tanya Bu Mae pada menantunya."Dua butir, Bu," jawab Haya dengan suara lemah."Madunya?""Dua sendok.""Salah, harusnya telur dua kilo di dapur itu habiskan semua. Pagi setengah kilo, siang setengah kilo, sore setengah kilo, malam setengah kilo lagi. Madunya satu botol besar yang ada di dapur. Harus dihabiskan baru kamu kuat melawan penjajah yang bernama Asep itu," terang Bu Mae sambil melipat tangannya di dada.Tidur yang tidak tuntas karena harus membawa menantunya ke rumah sakit, membuat emosi Bu Mae sedikit tidak terkontrol. Ia mengantuk dan butuh istirahat, namun sejak Satria menikah, ia tidak pernah bisa tidur lelap dalam beberapa hari. Pasti ada saja yang harus ia kerjakan tengah malam buta seperti ini."Bu, kalau Haya kebanyakan makan telur dan minum madu, apa tidak over dosis. Haya takut bisa berkokok kalau makan telur sehari dua kilo. Nanti pas saya hamil, la
Satria berjalan dengan lunglai menuju kamar perawatan istrinya. Hatinya begitu pedih melihat keadaan Salsa yang sangat tidak baik-baik saja. Kemalangan yang menimpa Salsa sangat membuatnya syok sekaligus sedih. Salsa gadis baik, berprestasi, dan bisa dikatakan sukses, tapi ia harus dipertemukan dengan lelaki seperti Fajar yang belum satu menit sah menjadi suaminya sudah membuat Salsa depresi.Satria duduk bersandar di sofa sambil menutup wajahnya dengan lengan kanannya. Air hidungnya sesekali masih ia tarik sisa menangisi Salsa di ruang isolasi tadi. Bu Mae sampai terbangun mendengar suara Satria yang seperti tengah menangis.Ia memicingkan mata, lalu menggosok kedua matanya dengan kuat. "Satria, kenapa lu?" tanya Bu Mae penasaran. Ia duduk mendekat pada putranya, lalu memegang pundak Satria dengan lembut."Bu, Salsa ....""Iya, Salsa kenapa?" tanya Bu Mae dengan berbisik."Salsa dirawat di lantai 5 di rumah sakit ini.""Ya Allah
Menyesal juga percuma. Semua sudah terlambat dan tak ada yang bisa dilakukan Satria selain meminta kepada Sang Pencipta agar Salsa diberi kekuatan dan kesembuhan.Haya melihat suaminya yang banyak diam hari ini, biasanya ia selalu saja cerewet menanyakan ini dan itu, tetapi sampai magrib menjelang, Satria hanya berbincang seperlunya dengan dirinya. Apa yang terjadi pada suaminya? Apa ada kaitannya dengan Ramlan yang beberapa kali menelepon suaminya?Ponsel Satria yang sedang diisi daya, tengah tergeletak di meja dekat brangkarnya. Rasa penasaran membuat Haya memberanikan diri untuk membuka ponsel suaminya. Kode akses membuka ponsel pun sudah ia hapal, sehingga dengan mudah ia membuka perangkat itu.Matanya naik turun menjelajah pesan masuk terutama dari Ramlan. Tak ada nama Ramlan di sana, tetapi di kontak panggilan tertera nama temannya. Apa yang terjadi? Kenapa suaminya menghapus pesan dari Ramlan? Apa ada yang disembunyikan? Apa suaminya ten
Satria pulang ke rumah pukul sebelas malam. Ia sengaja pulang paling terakhir bukan karena pekerjaan yang banyak, tetapi karena ingin menenangkan pikirannya. Seorang karyawan yang sudah ia anggap suadara sendiri, harus pergi dari bengkelnya hanya karena salah paham. Jika saja Haya tidak cemburu dan menganggap Salsa adalah hanya bagian dari masa lalu suaminya ini, tentu tidak akan begini jalan ceritanya.Satria masuk ke dalam rumah dengan motornya. Lalu ia mengunci pintu kembali dengan perlahan. Ia tidak mau kepulangannya membangunkan ibunya dan juga Haya yang sudah terlelap.Satria tak lantas masuk ke dalam kamar. Ia membuka baju kausnya untuk menghilangkan rasa gerah dan keringat. Satria duduk di sofa depan televisi sambil memainkan gadgetnya. Semua kontak ia periksa, maksud hati ini melihat bagaimana keadaan Salsa yang sebenarnya. Jujur di hati kecilnya masih tersisa sedikit rasa khawatir. Bukan karena ia menyukai Salsa, tetapi lebih pada rasa empati.&nbs
Satria berteriak meminta tolong saat Haya merasakan napas yang sesak. Pundak istrinya turun naik dengan cepat, serta wajah kaku karena hanya sedikit sekali mampu menyerap oksigen."Ada apa, Satria?" tanya salah satu warga yang datang menghampiri Satria di depan rumahnya."Pak Slamet, tolong saya, Pak, istri saya sesek napas, saya mau membawanya ke rumah sakit," jawab Satria panik."Bu Mae mana? Itu ambulan masih parkir," tunjuk si Bapak di halaman rumah Satria."Ibu ke pasar, gak bawa HP juga, ketinggalan HP-nya," jawab Satria tak sabar."Wah, pagi gini orang semua pada repot, Sat, kamu bawa aja istri kamu ke rumah sakit, kunci ambulan ada'kan?" Satria mengangguk cepat. Kenapa ia baru sadar bisa membawa istrinya sendiri ke rumah sakit? Lalu Samudra? Balita itu masih tertidur."Samudra saya titip siapa ya?""Tuh, Mak Piah lagi jemur giginya! Eh, maksud saya lagi jemur cucian. Titip Mak Piah aja, nanti juga ibu kamu pu
Bep! Bep!Suara dering ponsel membuat konsentrasi Satria terpecah. Ia mencoba abaikan, tetapi dering itu tak juga berhenti hingga memekakkan telinga."Angkat dulu saja, Bang," kata Salsa pada suaminya."Ya udah deh!" Satria turun dari tubuh Salsa, lalu tangannya memanjang untuk meraih ponsel."Ibu Suri," kata Satria pada Salsa."Halo, assalamualaikum, Bu, ada apa telepon?""Eh, songong lu! Emangnya gue gak boleh telepon? Lu ada di sana juga kalau bukan gue ngeden banget, gak bakalan lu keluar, Satria. Jadi yang sopan sama orang tua."Ha ha ha ha ... Salsa tertawa mendengar ocehan ibu mertua pada suaminya. Ia bisa mendengarnya dengan jelas karena Satria menyalakan loudspeaker."Iya, Bu, maksudnya ada apa? Apa Ibu sakit?""Bukan gue yang sakit, tapi Bagus lu! Gimana dia kabarnya? Udah mendingan belum?""Ini baru mau dijajal lagi, Bu.""Oh, berarti udah lu obatin?""Udah, Bu.""Begini, kata
Salsa berhasil mengeluarkan biji durian yang tersangkut di tenggorokan Satria, walau dengan penuh perjuangan. Segelas teh hangat ia buatkan dengan penuh cinta kasih untuk suami tercinta, agar rasa pedih di tenggorokannya hilang."Abang tahu gak, kalau yang Abang lakukan tadi berisiko membuat saya menjadi janda untuk kedua kalinya?" Salsa menatap suaminya dengan wajah iba. Satria membuang pandangannya, tak sanggup untuk membalas tatapan Salsa. Ia sangat malu dengan kekuatan serta perbuatannya yang konyol."Jangan diulangi ya, Bang. Cukup Abang berolah raga rutin dan jangan stres. Tiket yang waktu itu saya berikan sebagai kado ulang tahun Abang dan Mbak Haya sudah diberikan Ibu pada saya. Karen jangka waktu berlakunya untuk satu tahun, maka kita bisa menggunakannya untuk kita berbulan madu.Salsa tahu Abang pasti stres berat. Ingin memberikan yang terbaik untuk Salsa, malah keadaan sebaliknya yang terjadi. Jadi, besok sore kita berangkat ya? Sekarang S
Satria merasa sangat menderita dengan kekuatannya yang menghilang. Ia bahkan sangat malu pada istrinya karena hal memalukan ini."Bang, sudah, jangan dipikirkan, apa Abang mau ke dokter? Kita periksa ke dokter, gimana?" tanya Salsa sambil menyandarkan kepalanya di lengan suaminya. Satria hanya bisa mendesah penuh penderitaan."Ayo, kita ke dokter, konsultasi, siapatahu dokter ada solusi untuk kita," bujuk Salsa lagi dengan lemah lembut."Melamun seperti ini tidak akan memberikan solusi. Kalau Abang sayang sama Salsa, berarti Abang harus ikut saran Salsa." Kali ini suara istrinya terdengar serius."Ya sudah, ayo, kita ke dokter." Salsa tersenyum senang, lalu melayangkan satu ciuman di pipi kekasih halalnya.Keduanya berangkat ke rumah sakit dengan menaiki motor besar Salsa yang memang berada di lobi parkir hotel."Ya ampun, motor ini berat banget, Sa. Kamu kuat sekali bisa wara-wiri dengan kendaraan seperti ini,"
"Ya sudah, Bang, jangan sedih gitu! Gak papa kok cuma sebentar. Salsa maklum." Salsa mengusap rambut suaminya dengan penuh sayang."Abangnya yang gak terima, Sa. Masa sebentar banget? Belum juga keringetan, belum sesak napas, baru tiga kali tarik ulur napas, masa udahan sih? Duh, gimana ini?" Satria meremas rambutnya dengan kesal. Ia terduduk sambil bersandar di punggung ranjang. Sangat malu untuk menatap wajah Salsa yang sebenarnya tidak terlihat menderita."Nanti dia coba lagi, Bang. Kata Ibu waktu itu, Abang bisa tujuh kali dalam sehari, kalau memang Abang sudah sembuh Alhamdulillah, paling tidak bisa berkurang sedikit. Salsa juga masih sakit ininya, pedih," kata Salsa lagi dengan wajah malu-malu."Maafin Abang ya, Sa. Kita mandi lagi yuk, setelah itu sarapan. Oh, iya, siapatahu di kamar mandi nanti Bagus bisa satu kali lagi." Satria tersenyum sangat lebar. Ia teringat pernah habis-habisan melakukannya dengan Haya waktu itu karena kamar mand
"Mae, kemalin acala Satlia untung gak hujan ya? Emangnya lu jadi lempalin sempak ke genteng hotel?" komentar Mak Piah yang menghampiri Bu Mae di tukang sayur keliling.Si Abang tukang sayur dan beberapa ibu-ibu yang ada di sana tertawa mendengar pertanyaan Mak Piah."Ha ha ha ... Mak, nama saya Maesaroh, bukan Spidermae, ha ha ha ... Gimana caranya saya lemparin sempak bekas pakai ke genteng hotel? Naiknya gimana? Ha ha ha ....""Gue kilain jadi, Mae, soalnya gak hujan," timpal Mak Piah."Harusnya lempal sempak gue ya, bial panas sehalian. Semalam jam sebelas malah hujan, jadinya becek deh ini," kata Mak Piah lagi."Kalau sempak Emak yang dilempari, hujan kagak, longsor ia, ha ha ha ... Dah, ah, saya mau rebahan dulu, cape semaleman ngitungin amplop dari ibu-ibu. Soalnya isinya dua ribuan semua. Satria, walau udah nikah, tetap aja nyusahin gue.""Bener, Bu, saya ampe nukerin uang dua ribuan ke pom bensin unt
"Eh, Abang kenapa bangun? Sudah pagi ya?" Salsa menggosok kedua matanya dengan kuat sambil menoleh ke kanan untuk melihat jam dinding. Keningnya mengerut dalam saat melihat jarum pendek masih ada di angka tiga. "Masih subuh, Bang, tidur lagi aja," kata Salsa malah berbalik memunggungi Satria. Istrinya nampak sangat mengantuk, hingga suara dengkurannya kembali terdengar jelas. Satria mendekat untuk mengecup kepala Salsa, lalu ia membetulkan letak selimut istrinya."Bagus, nasib kamu sedang kurang bagus malam ini. Kita tidur lagi saja ya, besok sehabis salat subuh kit aja Puspa main petak umpet," bisik Satria pada media tempurnya.Satria kembali memeluk Salsa dari belakang dan ikut memejamkan mata. Rasanya sangat nyaman bisa tidur memeluk kekasih halalnya.Sementara itu, wanita single parent yang bernama Haya, tidak bisa tidur sepanjang malam. Hari ini adalah hari pernikahan Satria dan ia tahu itu dari Wahyu. Walau sudah tinggal ber
Seorang dokter yang dipanggil Salsa ke kamar, tengah memeriksa kedua kaki Satria. Dokter menyarankan Satria untuk beristirahat malam ini tanpa ada aktifitas yang menguras tenaga. Dokter juga memberikan vitamin yang bisa langsung diminum Satria agar esok hari kakinya bisa sembuh dan tenaganya kembali pulih."Terima kasih atas bantuannya, Dok," kata Salsa saat mengantar dokter wanita itu keluar dari kamarnya."Sama-sama, Mbak, semoga suaminya lekas sembuh ya," jawab dokter itu sambil tersenyum.Salsa kembali masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah dihias sangat sempurna dan terkesan begitu gagah, karena ada banyak barbel di setiap sudut ruangan. Barbel warna-warni miliknya yang sengaja dicat agar tidak terlalu kelihatan seperti barbel.Taburan kelopak mawar merah dan putih di sepanjang karpet beludru hingga sampai di atas ranjangnya, menambah kesan romantis di dalam kamar."Sa, maafkan Abang ya, gara-gara kaki laknat ini gak
"Mae, lu punya nomol HP penghulu yang tadi nikahin Satlia gak?" tanya Mak Piah saat keduanya duduk bersampingan tengah menikmati puding."Kagaklah, adanya nomor HP Malaikat Izrail? Mau?" Bu Mae terkikik geli mendengar jawabannya untuk Mak Piah."Lu mah, gue nanya benelan juga. Kalau ada, gue mau, Mae. Siapatahu aja penghulunya duda, ya kali gue bisa daftar, he he he ....""Jadi apanya, Mak?""Jadi istelinya dong, masa jadi penunggu pohon, ha ha ha ...." Bu Mae terus saja tertawa saat berbincang dengan Mak Piah. Sikap suudzonnya terhadap Mak Piah sudah benar-benar pergi setelah kebenaran yang dikatakan oleh Mak Piah.Sebuah kejutan yang belum sempat ia katakan secara detail pada Satria. Ia ingin membuktikan bahwa ucapan Mak Piah itu benar, sehingga ia tidak mau memberitahukan pada Satria terlebih dahulu."Bu Mae, selamat ya," ucap para tamu undangan yang datang menghampirinya yang tengah asik berbincang dengan Mak Piah. 
"Satria ... Lu mau bangun kagak?" bisik Bu Mae gemas sambil mencubit pinggang anaknya. Namun Satria tak gentar, ia masih terus menunduk tidur."Maaf ya, Pak, tadi saat didandani, Satria minum antimo, udah gitu semalam dia jaga lilin, gak tidur, jadinya anak saya ngantuk berat," kata Bu Mae tak enak hati pada dua petugas KUA yang sedang menahan tawa memperhatikan Satria."Oh, pantes aja, Bu. Harusnya diminumin vitamin, madu, atau jamu, biar kuat saat resepsi dan malam pengantin. Jangan antimo, Bu," sahut salah satu petugas sambil tertawa. Bu Mae hanya bisa tersenyum tipis; karena merasa tidak enak hati dengan semua mata yang menatap ke arahnya.Sebuah ide muncul di kepalanya, jika dengan mantra ini anaknya tidak bangun juga, terpaksa ia akan melakukan hal yang lebih nekat."Satria, kalau lu gak mau bangun, pengantin lu gue tuker Mak Piah ya?"KrekSontak Satria terbangun dengan mata segarisnya. Ia menoleh ke kanan dan