Satria berjalan dengan lunglai menuju kamar perawatan istrinya. Hatinya begitu pedih melihat keadaan Salsa yang sangat tidak baik-baik saja. Kemalangan yang menimpa Salsa sangat membuatnya syok sekaligus sedih. Salsa gadis baik, berprestasi, dan bisa dikatakan sukses, tapi ia harus dipertemukan dengan lelaki seperti Fajar yang belum satu menit sah menjadi suaminya sudah membuat Salsa depresi.
Satria duduk bersandar di sofa sambil menutup wajahnya dengan lengan kanannya. Air hidungnya sesekali masih ia tarik sisa menangisi Salsa di ruang isolasi tadi. Bu Mae sampai terbangun mendengar suara Satria yang seperti tengah menangis.
Ia memicingkan mata, lalu menggosok kedua matanya dengan kuat. "Satria, kenapa lu?" tanya Bu Mae penasaran. Ia duduk mendekat pada putranya, lalu memegang pundak Satria dengan lembut.
"Bu, Salsa ...."
"Iya, Salsa kenapa?" tanya Bu Mae dengan berbisik.
"Salsa dirawat di lantai 5 di rumah sakit ini."
"Ya Allah
Menyesal juga percuma. Semua sudah terlambat dan tak ada yang bisa dilakukan Satria selain meminta kepada Sang Pencipta agar Salsa diberi kekuatan dan kesembuhan.Haya melihat suaminya yang banyak diam hari ini, biasanya ia selalu saja cerewet menanyakan ini dan itu, tetapi sampai magrib menjelang, Satria hanya berbincang seperlunya dengan dirinya. Apa yang terjadi pada suaminya? Apa ada kaitannya dengan Ramlan yang beberapa kali menelepon suaminya?Ponsel Satria yang sedang diisi daya, tengah tergeletak di meja dekat brangkarnya. Rasa penasaran membuat Haya memberanikan diri untuk membuka ponsel suaminya. Kode akses membuka ponsel pun sudah ia hapal, sehingga dengan mudah ia membuka perangkat itu.Matanya naik turun menjelajah pesan masuk terutama dari Ramlan. Tak ada nama Ramlan di sana, tetapi di kontak panggilan tertera nama temannya. Apa yang terjadi? Kenapa suaminya menghapus pesan dari Ramlan? Apa ada yang disembunyikan? Apa suaminya ten
Satria pulang ke rumah pukul sebelas malam. Ia sengaja pulang paling terakhir bukan karena pekerjaan yang banyak, tetapi karena ingin menenangkan pikirannya. Seorang karyawan yang sudah ia anggap suadara sendiri, harus pergi dari bengkelnya hanya karena salah paham. Jika saja Haya tidak cemburu dan menganggap Salsa adalah hanya bagian dari masa lalu suaminya ini, tentu tidak akan begini jalan ceritanya.Satria masuk ke dalam rumah dengan motornya. Lalu ia mengunci pintu kembali dengan perlahan. Ia tidak mau kepulangannya membangunkan ibunya dan juga Haya yang sudah terlelap.Satria tak lantas masuk ke dalam kamar. Ia membuka baju kausnya untuk menghilangkan rasa gerah dan keringat. Satria duduk di sofa depan televisi sambil memainkan gadgetnya. Semua kontak ia periksa, maksud hati ini melihat bagaimana keadaan Salsa yang sebenarnya. Jujur di hati kecilnya masih tersisa sedikit rasa khawatir. Bukan karena ia menyukai Salsa, tetapi lebih pada rasa empati.&nbs
Satria berteriak meminta tolong saat Haya merasakan napas yang sesak. Pundak istrinya turun naik dengan cepat, serta wajah kaku karena hanya sedikit sekali mampu menyerap oksigen."Ada apa, Satria?" tanya salah satu warga yang datang menghampiri Satria di depan rumahnya."Pak Slamet, tolong saya, Pak, istri saya sesek napas, saya mau membawanya ke rumah sakit," jawab Satria panik."Bu Mae mana? Itu ambulan masih parkir," tunjuk si Bapak di halaman rumah Satria."Ibu ke pasar, gak bawa HP juga, ketinggalan HP-nya," jawab Satria tak sabar."Wah, pagi gini orang semua pada repot, Sat, kamu bawa aja istri kamu ke rumah sakit, kunci ambulan ada'kan?" Satria mengangguk cepat. Kenapa ia baru sadar bisa membawa istrinya sendiri ke rumah sakit? Lalu Samudra? Balita itu masih tertidur."Samudra saya titip siapa ya?""Tuh, Mak Piah lagi jemur giginya! Eh, maksud saya lagi jemur cucian. Titip Mak Piah aja, nanti juga ibu kamu pu
Satria sudah berada di bengkel utamanya; peninggalan almarhum ayahnya yang telah habis dilahap si Jago merah. Bukan hanya bengkelnya, tetapi juga tiga ruko di samping kanan dan kirinya, serta satu rumah warga. Tidak ditemukan adanya korsleting listrik setelah dicek oleh petugas. Pihak berwajib masih menyelediki penyebab utama kebakaran.Lelaki itu terduduk lemas dengan lima orang stafnya yang lain. Tak ada yang bisa diselamatkan dan tersisa dari bengkelnya. Semua hangus terbakar. Ingin sekali ia menangis, tetapi tidak bisa. Air matanya tertahan dengan keadaan hati yang seperti tengah dihantam batu besar.Entah apa yang harus ia katakan pada ibunya perihal ludesnya usaha utama keluarganya. Ia berharap ibunya tidak sakit dan syok mendengar kemalangan mereka saat ini."Jadi bagaimana, Bos?" tanya Sapto pada Satria."Gue bingung, To. Maaf ya teman-teman, kalian terpaksa saya rumahkan dulu, sampai saya dapat lokasi bengkel baru atau, mu
Mendengar nama Satria yang disebut istrinya, tentu saja membuat Fajar berang. Lelaki itu berhasil dikuasai oleh setan, sehingga kini ia berusaha untuk menanggalkan pakaian tidur Salsa. Wanita itu tidak melawan, ia hanya diam saja walau tubuhnya tersentak ke sana-kemari karena perbuatan suaminya."Berani sekali kamu menyebut nama pria lain di depan suamimu? Heh? Kamu belum tahu kalau aku marah seperti apa?!"SrekSrekBaju piyama Salsa berhasil dirobek oleh Fajar. Lelaki itu melemparkan bagian atas piyama ke lantai dengan kasar. Matanya membulat sempurna saat melihat tubuh mulus Salsa yang sangat sempurna. Payuda*Anya padat berisi di balik bra yang tidak memakai busa itu. Tanpa busa pun, payuda*a Salsa sudah sangat menggodanya.Fajar semakin kalap, ia mendorong tubuh Salsa hingga terhentak di ranjang. Ia paksa kedua kaki istrinya untuk lurus dan dengan tak sabarnya, Fajar menarik celana panjang itu dengan kuat. Salsa pun kini hanya memakai
Satria merasa perlu merenung sejenak sebelum ia mengatakan hal yang sebenarnya pada ibunya. Lelaki itu duduk di warung kopi sambil mengisap rokok. Sudah dua jam Satria di sana dan tidak ingin beranjak. Kopi sudah berganti dengan gelas yang lain, tetapi ia belum juga menemukan cara yang tepat untuk menceritakan pada ibunya. Satria tak sanggup jika ibunya harus ikut-ikutan sakit memikirkan usaha yang dirintis suami tercintanya hangus terbakar."Bang, tambah kopi lagi," ujar Satria pada penjaga warung."Oke," jawab pemuda itu dengan senyuman. Tentu saja ia senang jika ada pelanggan yang nambah bergelas-gelas kopi di warungnya.Satria bahkan sudah menghabiskan satu bungkus rokok untuk menenangkan pikirannya, tetapi ia belum juga menemukan jalan keluar. Pikirannya buntu dan tidak tahu harus berbuat apa. Membayangkan bagaimana reaksi ibunya nanti membuat dirinya tak sanggup berpikir.Satria mengambil ponselnya. Sudah jam sepuluh malam dan ia t
Satria terpaksa melarikan ibunya ke rumah sakit akibat serangan jantung. Penyakit lama yang sudah tidak pernah kambuh, kini kembali menyerang ibunya tercinta setelah mendengar kabar usaha almarhum suaminya ludes terbakar.Lagi-lagi Samudra dititipkan di Mak Piah karena Bu Fitri sedang pulang kampung. Satria tidak punya pilihan lain, selain menitipkan anak sambungnya di sana. Dengan menggunakan mobil yang sudah lama berdiam diri di garasi, Toyota Vellfire putih, Satria membawa ibunya ke rumah sakit.Syukurlah Bu Mae ditangani dengan cepat karena Satria membawanya ke rumah sakit terdekat. Beda dengan rumah Sakit Haya yang jaraknya cukup jauh dari rumah.Bep! Bep!Ponselnya berdering dan kontak istrinya yang muncul di sana.["Halo, assalamualaikum."]["Bang, ke mana? Kok belum ke rumah sakit? Saya takut sendirian tidur di sini. Kalau saya disuntik mati sama orang jahat gimana? Abang kapan datang?"]["Haya, maafin Abang,
Mak Piah menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga sambil duduk di kursi ruang tamu. Satria yang tadi sempat datang, sudah menghilang, tetapi motornya masih parkir di depan rumahnya. Wanita tua itu yakin Satria pasti akan kembali untuk melihat Samudra. Ini kesempatan yang tepat untuknya mengambil kesempatan.Mak Piah memandang gelas air minum yang sudah ia bubuhi obat perangsang. Gelas itu akan ia berikan pada Satria saat pemuda itu bertamu nanti. Ia sudah meletakkan gelas itu persis di depannya agar ia hapal mana gelas bagiannya mana gelas bagian Satria.Tok! Tok!"Mak, buka pintunya!" seru Pak RT dari depan pintu. Mak Piah bangun dari duduknya, lalu menyambar sweeter yang ada di kursi. Ia harus menutupi kulit keriput di bawah ketiaknya saat panggilan di depan sana bukanlah suara Satria.Cklek"Eh, ada apa ini lame-lame?" tanya Mak Piah terheran melihat ada lima orang dewas
Bep! Bep!Suara dering ponsel membuat konsentrasi Satria terpecah. Ia mencoba abaikan, tetapi dering itu tak juga berhenti hingga memekakkan telinga."Angkat dulu saja, Bang," kata Salsa pada suaminya."Ya udah deh!" Satria turun dari tubuh Salsa, lalu tangannya memanjang untuk meraih ponsel."Ibu Suri," kata Satria pada Salsa."Halo, assalamualaikum, Bu, ada apa telepon?""Eh, songong lu! Emangnya gue gak boleh telepon? Lu ada di sana juga kalau bukan gue ngeden banget, gak bakalan lu keluar, Satria. Jadi yang sopan sama orang tua."Ha ha ha ha ... Salsa tertawa mendengar ocehan ibu mertua pada suaminya. Ia bisa mendengarnya dengan jelas karena Satria menyalakan loudspeaker."Iya, Bu, maksudnya ada apa? Apa Ibu sakit?""Bukan gue yang sakit, tapi Bagus lu! Gimana dia kabarnya? Udah mendingan belum?""Ini baru mau dijajal lagi, Bu.""Oh, berarti udah lu obatin?""Udah, Bu.""Begini, kata
Salsa berhasil mengeluarkan biji durian yang tersangkut di tenggorokan Satria, walau dengan penuh perjuangan. Segelas teh hangat ia buatkan dengan penuh cinta kasih untuk suami tercinta, agar rasa pedih di tenggorokannya hilang."Abang tahu gak, kalau yang Abang lakukan tadi berisiko membuat saya menjadi janda untuk kedua kalinya?" Salsa menatap suaminya dengan wajah iba. Satria membuang pandangannya, tak sanggup untuk membalas tatapan Salsa. Ia sangat malu dengan kekuatan serta perbuatannya yang konyol."Jangan diulangi ya, Bang. Cukup Abang berolah raga rutin dan jangan stres. Tiket yang waktu itu saya berikan sebagai kado ulang tahun Abang dan Mbak Haya sudah diberikan Ibu pada saya. Karen jangka waktu berlakunya untuk satu tahun, maka kita bisa menggunakannya untuk kita berbulan madu.Salsa tahu Abang pasti stres berat. Ingin memberikan yang terbaik untuk Salsa, malah keadaan sebaliknya yang terjadi. Jadi, besok sore kita berangkat ya? Sekarang S
Satria merasa sangat menderita dengan kekuatannya yang menghilang. Ia bahkan sangat malu pada istrinya karena hal memalukan ini."Bang, sudah, jangan dipikirkan, apa Abang mau ke dokter? Kita periksa ke dokter, gimana?" tanya Salsa sambil menyandarkan kepalanya di lengan suaminya. Satria hanya bisa mendesah penuh penderitaan."Ayo, kita ke dokter, konsultasi, siapatahu dokter ada solusi untuk kita," bujuk Salsa lagi dengan lemah lembut."Melamun seperti ini tidak akan memberikan solusi. Kalau Abang sayang sama Salsa, berarti Abang harus ikut saran Salsa." Kali ini suara istrinya terdengar serius."Ya sudah, ayo, kita ke dokter." Salsa tersenyum senang, lalu melayangkan satu ciuman di pipi kekasih halalnya.Keduanya berangkat ke rumah sakit dengan menaiki motor besar Salsa yang memang berada di lobi parkir hotel."Ya ampun, motor ini berat banget, Sa. Kamu kuat sekali bisa wara-wiri dengan kendaraan seperti ini,"
"Ya sudah, Bang, jangan sedih gitu! Gak papa kok cuma sebentar. Salsa maklum." Salsa mengusap rambut suaminya dengan penuh sayang."Abangnya yang gak terima, Sa. Masa sebentar banget? Belum juga keringetan, belum sesak napas, baru tiga kali tarik ulur napas, masa udahan sih? Duh, gimana ini?" Satria meremas rambutnya dengan kesal. Ia terduduk sambil bersandar di punggung ranjang. Sangat malu untuk menatap wajah Salsa yang sebenarnya tidak terlihat menderita."Nanti dia coba lagi, Bang. Kata Ibu waktu itu, Abang bisa tujuh kali dalam sehari, kalau memang Abang sudah sembuh Alhamdulillah, paling tidak bisa berkurang sedikit. Salsa juga masih sakit ininya, pedih," kata Salsa lagi dengan wajah malu-malu."Maafin Abang ya, Sa. Kita mandi lagi yuk, setelah itu sarapan. Oh, iya, siapatahu di kamar mandi nanti Bagus bisa satu kali lagi." Satria tersenyum sangat lebar. Ia teringat pernah habis-habisan melakukannya dengan Haya waktu itu karena kamar mand
"Mae, kemalin acala Satlia untung gak hujan ya? Emangnya lu jadi lempalin sempak ke genteng hotel?" komentar Mak Piah yang menghampiri Bu Mae di tukang sayur keliling.Si Abang tukang sayur dan beberapa ibu-ibu yang ada di sana tertawa mendengar pertanyaan Mak Piah."Ha ha ha ... Mak, nama saya Maesaroh, bukan Spidermae, ha ha ha ... Gimana caranya saya lemparin sempak bekas pakai ke genteng hotel? Naiknya gimana? Ha ha ha ....""Gue kilain jadi, Mae, soalnya gak hujan," timpal Mak Piah."Harusnya lempal sempak gue ya, bial panas sehalian. Semalam jam sebelas malah hujan, jadinya becek deh ini," kata Mak Piah lagi."Kalau sempak Emak yang dilempari, hujan kagak, longsor ia, ha ha ha ... Dah, ah, saya mau rebahan dulu, cape semaleman ngitungin amplop dari ibu-ibu. Soalnya isinya dua ribuan semua. Satria, walau udah nikah, tetap aja nyusahin gue.""Bener, Bu, saya ampe nukerin uang dua ribuan ke pom bensin unt
"Eh, Abang kenapa bangun? Sudah pagi ya?" Salsa menggosok kedua matanya dengan kuat sambil menoleh ke kanan untuk melihat jam dinding. Keningnya mengerut dalam saat melihat jarum pendek masih ada di angka tiga. "Masih subuh, Bang, tidur lagi aja," kata Salsa malah berbalik memunggungi Satria. Istrinya nampak sangat mengantuk, hingga suara dengkurannya kembali terdengar jelas. Satria mendekat untuk mengecup kepala Salsa, lalu ia membetulkan letak selimut istrinya."Bagus, nasib kamu sedang kurang bagus malam ini. Kita tidur lagi saja ya, besok sehabis salat subuh kit aja Puspa main petak umpet," bisik Satria pada media tempurnya.Satria kembali memeluk Salsa dari belakang dan ikut memejamkan mata. Rasanya sangat nyaman bisa tidur memeluk kekasih halalnya.Sementara itu, wanita single parent yang bernama Haya, tidak bisa tidur sepanjang malam. Hari ini adalah hari pernikahan Satria dan ia tahu itu dari Wahyu. Walau sudah tinggal ber
Seorang dokter yang dipanggil Salsa ke kamar, tengah memeriksa kedua kaki Satria. Dokter menyarankan Satria untuk beristirahat malam ini tanpa ada aktifitas yang menguras tenaga. Dokter juga memberikan vitamin yang bisa langsung diminum Satria agar esok hari kakinya bisa sembuh dan tenaganya kembali pulih."Terima kasih atas bantuannya, Dok," kata Salsa saat mengantar dokter wanita itu keluar dari kamarnya."Sama-sama, Mbak, semoga suaminya lekas sembuh ya," jawab dokter itu sambil tersenyum.Salsa kembali masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah dihias sangat sempurna dan terkesan begitu gagah, karena ada banyak barbel di setiap sudut ruangan. Barbel warna-warni miliknya yang sengaja dicat agar tidak terlalu kelihatan seperti barbel.Taburan kelopak mawar merah dan putih di sepanjang karpet beludru hingga sampai di atas ranjangnya, menambah kesan romantis di dalam kamar."Sa, maafkan Abang ya, gara-gara kaki laknat ini gak
"Mae, lu punya nomol HP penghulu yang tadi nikahin Satlia gak?" tanya Mak Piah saat keduanya duduk bersampingan tengah menikmati puding."Kagaklah, adanya nomor HP Malaikat Izrail? Mau?" Bu Mae terkikik geli mendengar jawabannya untuk Mak Piah."Lu mah, gue nanya benelan juga. Kalau ada, gue mau, Mae. Siapatahu aja penghulunya duda, ya kali gue bisa daftar, he he he ....""Jadi apanya, Mak?""Jadi istelinya dong, masa jadi penunggu pohon, ha ha ha ...." Bu Mae terus saja tertawa saat berbincang dengan Mak Piah. Sikap suudzonnya terhadap Mak Piah sudah benar-benar pergi setelah kebenaran yang dikatakan oleh Mak Piah.Sebuah kejutan yang belum sempat ia katakan secara detail pada Satria. Ia ingin membuktikan bahwa ucapan Mak Piah itu benar, sehingga ia tidak mau memberitahukan pada Satria terlebih dahulu."Bu Mae, selamat ya," ucap para tamu undangan yang datang menghampirinya yang tengah asik berbincang dengan Mak Piah. 
"Satria ... Lu mau bangun kagak?" bisik Bu Mae gemas sambil mencubit pinggang anaknya. Namun Satria tak gentar, ia masih terus menunduk tidur."Maaf ya, Pak, tadi saat didandani, Satria minum antimo, udah gitu semalam dia jaga lilin, gak tidur, jadinya anak saya ngantuk berat," kata Bu Mae tak enak hati pada dua petugas KUA yang sedang menahan tawa memperhatikan Satria."Oh, pantes aja, Bu. Harusnya diminumin vitamin, madu, atau jamu, biar kuat saat resepsi dan malam pengantin. Jangan antimo, Bu," sahut salah satu petugas sambil tertawa. Bu Mae hanya bisa tersenyum tipis; karena merasa tidak enak hati dengan semua mata yang menatap ke arahnya.Sebuah ide muncul di kepalanya, jika dengan mantra ini anaknya tidak bangun juga, terpaksa ia akan melakukan hal yang lebih nekat."Satria, kalau lu gak mau bangun, pengantin lu gue tuker Mak Piah ya?"KrekSontak Satria terbangun dengan mata segarisnya. Ia menoleh ke kanan dan