Seperti apa yang dikatakan Mahessa pada Wildan di rumah sakit sekitar satu bulan yang lalu, tepatnya setelah Mahessa berhasil membuat Vanessa menandatangani surat perjanjian kontrak pernikahan dengannya, kini, hari ini, pernikahan itu pun benar-benar terealisasikan.Pernikahan Mahessa dan Vanessa berjalan lancar setelah keduanya mengikrar janji suci di hadapan Tuhan dan seluruh keluarga yang hadir.Resepsi mewah pun digelar di sebuah aula hotel berbintang lima di pusat Jakarta dengan ribuan tamu undangan yang datang, di mana kebanyakan dari mereka adalah warga negara asing karena sebelum ini Mahessa memang menetap di Amerika dalam waktu yang cukup lama.Itulah sebabnya, kebanyakan orang terdekat Mahessa adalah warga negara Amerika asli.Dan satu kejanggalan yang terjadi tampak jelas dalam pernikahan tersebut adalah, ketika banyak orang mempertanyakan mengenai keberadaan kedua orang tua mempelai pria. Bahkan saat itu, orang terdekat dari pihak lelaki yang datang hanyalah lelaki bernama
Malam pertama dalam sebuah pernikahan adalah hal terindah yang pastinya ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan.Menunjukkan rasa cinta melalui sentuhan jemari lembut, pagutan mesra di bibir, pelukan hangat hingga akhirnya mencapai titik klimaks bersama.Sungguh akan menjadi hal baru bagi semua pasangan yang tengah dimabuk asmara.Sayangnya, hal tersebut tidak dirasakan oleh Vanessa dan Mahessa yang memang menikah dengan tujuan lain yang sudah mereka sepakati bersama.Bunga mawar merah yang bertaburan di atas seprai putih di dalam kamar pengantin keduanya menambah kesan romantis yang menggairahkan. Belum lagi lilin-lilin kecil aromatherapy yang terletak di beberapa titik ruangan. Menambah harum semerbak ruangan bernuansa putih gading itu.Balon-balon berbentuk hati bergelantungan bebas di langit-langit kamar membentuk sebuah tulisan "Selamat Menempuh Hidup Baru".Melihat semua itu, seketika hati Vanessa terenyuh.Dirinya yang langsung menduduki sis
"Cepat mandi! BERSIHKAN TUBUH KOTORMU ITU!" Perintah Mahessa dengan nada marah.Lelaki itu melangkah cepat keluar menarik pintu kamar mandi dan menutupnya dengan sebuah bantingan keras.Tak sampai di situ, Mahessa terus saja melangkah hendak keluar dari dalam ruangan yang menjadi kamar pengantinnya dengan Vanessa itu, namun saat selangkah lagi kakinya itu benar-benar keluar dari kamar tersebut, Mahessa menahan gerakannya.Tak ingin memancing kecurigaan orang lain jika sampai melihat dirinya wara-wiri di luar padahal ini adalah malam pertama pernikahannya dengan Vanessa.Alhasil, Mahessa hanya bisa mengesah pasrah dan kembali masuk ke dalam kamar setelah lagi-lagi dia membanting pintu dengan sangat keras.Melepas pakaiannya satu persatu hingga dia tak mengenakan atasan apapun lagi. Meraih sebuah botol minuman di dalam lemari pendingin lalu menenggaknya dengan cepat.Sebisa mungkin Mahessa berusaha menetralkan emosi yang kian menyiksa setiap kali otaknya harus dipaksa berputar membayang
"Jika memang dia bukan Yasa, lalu kenapa dia mengatakan bahwa dia adalah Yasa padaku? Apa kamu yang menyuruhnya Mahes?" Tanya Vanessa dengan segelintir amarah yang tersisa."Ya, aku yang menyuruhnya," jawab Mahessa tegas."Apa alasannya?""Karena aku hanya ingin tahu, apakah seorang Vi, benar-benar masih mengingat kejadian itu, atau tidak,""Brengsek!" Vanessa memaki dan melayangkan satu tamparan kuatnya di pipi Mahessa, sementara Mahessa hanya bergeming. Sama sekali tak berniat untuk melawan. Dan hal ini akan terjadi pada Mahessa jika memang Mahessa merasa dirinya bersalah.Ya, Mahessa sadar bahwa dirinya sudah bersalah dengan membiarkan orang lain menyamar sebagai Yasa hanya demi sebuah pembuktian.Sungguh konyol bukan?"Jadi selama ini kamu telah mempermainkan aku? Mempermainkan perasaanku? Hidupku?" Jerit Vanessa lagi penuh kemurkaan. "Memangnya kamu pikir dirimu itu siapa, hah? Tuhan? Kamu bahkan tidak pantas disebut sebagai lelaki karena kenyataannya kamu hanya seorang pecundang
"Sebenarnya, Vi itu adalah aku, Mahes. Bukan Vanilla!"Seketika wajah datar Mahessa menegang meski hanya sepersekian detik, hingga setelahnya, sebuah senyuman melebar di wajah tampannya. Memperlihatkan deretan gigi-gigi putihnya yang rapi dan bersih, tawa Mahessa yang semula pelan menjadi terdengar lebih keras.Lelaki itu tertawa seolah-olah Vanessa baru saja mengucapkan kalimat yang sangat lucu.Dan hal itu jelas membuat Vanessa bingung.Perilaku Mahessa memang aneh.Terkadang bengis, terkadang dingin, terkadang lembut, sungguh lelaki yang sulit ditebak."Mahessa, aku serius! Aku tidak berbohong kali ini. Vi itu aku, aku lah bocah perempuan yang sudah menolong Yasa di lapas! Aku lah orang yang seringkali membantu Pak Dirham di kantin lapas, bersama Yasa. Dan akulah, bocah perempuan yang sering menemani Yasa bermain kelereng di lapas. Menikmati waktu senja di pekarangan taman lapas dan...""Dan apa? Lanjutkan?" Ucap Mahessa sinis ketika tawanya sudah surut sejak tadi."Dan aku yang su
"Jangan! Jangan bunuh aku! Nessa tolong... Nessa tolong aku... Aku mohon, Mahes jangan bunuh aku!" Gavin terus merintih bahkan lelaki itu kini menangis.Saat itu, Vanessa hanya bergeming.Terdiam dengan pikiran kalut.Hati nuraninya jelas tak menginginkan ini terjadi, hanya saja, dia sudah terlampau muak dengan apa yang sudah Gavin lakukan terhadapnya selama ini.Bahkan bisa-bisanya lelaki itu kini menjadikan nama Aro sebagai ancaman.Dasar lelaki sialan!Maki Vanessa dalam hati."Bunuh saja dia, Mahes!" Ucap Vanessa tanpa disangka-sangka."Nessa! Aku mencintaimu Nessa! Tolong aku Nessa! Bukankah kamu juga mencintaiku Nessa? Kita akan menikah Nessa? Maafkan aku Nessa... Maafkan aku..." Jerit Gavin memohon. Lelaki itu kembali menghentak-hentakkan kursi yang dia duduki. Air matanya bercucuran tanpa henti. Benar-benar takut jika ajal akan menjemputnya hari ini."Kamu tidak pernah mencintaiku! Karena yang kamu inginkan hanya harta ayahmu kan? Harusnya, sejak kamu pergi meninggalkan aku ke
Hari berlalu bagaikan hembusan kapas yang beterbangan.Dunia masih berputar pada porosnya, namun kehidupan Vanessa seakan berhenti di tempat saat hari-hari yang dia lalui terus dibayangi rasa takut akan kehancuran rumah tangga Vanilla saudara kembarnya akibat ulah Mahessa.Vanessa terus berpikir apa yang harus dia lakukan agar Mahessa menghentikan ide gilanya untuk merebut Vanilla dari Wildan, hingga akhirnya, Vanessa pun terpaksa mengatakan hal yang sebenarnya pada saudara kembarnya tersebut, tentang apa yang sebenarnya terjadi di antara dirinya dengan Mahessa selama ini."Apa? Pernikahan kontrak?" Pekik Vanilla terkejut saat Vanessa baru saja memberitahunya bahwa pernikahan yang terjalin antara dirinya dan Mahessa hanyalah sebuah pernikahan kontrak yang akan berakhir jika Mahessa sudah berhasil mendapatkan apa yang dia mau.Itulah sebabnya, hidup Vanessa sekarang benar-benar bergantung pada Vanilla. Vanessa tak mungkin berdiam diri saja menjalani kehidupannya yang suram di masa depan
"Nggak! Sekali nggak ya tetap nggak!" Tegas Wildan untuk ke sekian kali ketika Vanilla terus memepetnya untuk mau ikut serta dalam rencana konyol Vanilla dalam menjebak Mahessa."Tapi Vanessa butuh bantuan kita, Wil! Kamu nggak kasihan sama dia? Dia itu tertekan menikah dengan Mahessa!""Ya kalau memang dia tertekan, ngapain sejak awal dia menerima lamaran Mahessa?" Bantah Wildan yang masih kekeuh dengan pendiriannya.Vanilla yang kesal menarik tangan suaminya, lalu menggigitnya sampai Wildan berteriak kesakitan dan terpaksa berbalik ke arah Vanilla di tempat tidur."Kamu gila ya? Sejak kapan jadi zombie? Sakit tau!" Maki Wildan sambil meringis meraba tangannya yang memerah."Kamu yang gila! Jelas-jelas aku lagi ngomong malah di kasih pantat!" Balas Vanilla kesal."Ya habis omongan kamu malam ini tuh nggak bermutu! Males aku dengernya!""Nggak bermutu gimana? Kamu aja yang daritadi nggak mau dengerin! Lepasin dulu headsetnya!" Vanilla menarik headset yang masih menyumpal telinga sang