Ku hentikan mobilku tepat di depan pintu utama lobi, begitu melihatku datang para staf keamanan langsung berdiri di tegap dan membungkukkan badan dengan hormat. Aku tidak memperdulikan mereka, aku merangsek masuk dan langsung menuju lantai tiga. Kucari dia di ruang pribadinya tapi tidak ada, berarti dia sudah melakukan rapat dengan para karyawan dan bawahannya. Aku menggebrak pintu dan masuk ke sana sambil membuat semua orang menoleh kepadaku. "Aku tidak percaya kau melakukan ini!" Mariana yang duduk di kursi pemimpin rapat langsung berdiri dan melotot ke arahku. "Apa yang kau lakukan di sini!""Apa yang kau lakukan pada Iriana. Kenapa kau begitu tega menyewa penjahat untuk mengikuti dan menghajarnya!" Suara staf Mariana terkejut dan melirik kepada wanita itu. Dia yang merasa dipermalukan oleh perkataanku langsung meminta mereka untuk meninggalkan ruang rapat. "Tinggalkan kami!""Siap Bu." Para karyawan dan asisten pribadinya keluar hingga menyisakan aku dan dia saja."Aku tidak
Udara pagi seperti kulkas yang terus menghembuskan hawa sejuk, gerimis turun membasahi kelopak bunga sedang mentari terlihat malu-malu di balik awan timur, sementara aku masih duduk di kursi rotan dan sibuk dengan ponselku. Kuhubungi Tuan Hardy pengacara kami, memintanya untuk segera menghubungi kantor pengadilan agama agar proses perjalanan kami dipercepat. Aku tidak akan menghadiri sidang mediasi karena itu akan membuang waktu, tidak ada yang akan berhasil dalam hubungan kami kecuali perceraian itu sendiri. "Ya, Pak, Saya mau semuanya berjalan dengan cepat dan tuntas.""Anda sudah memikirkannya dengan baik.""Sudah, dan saya yakin." "Baik Tuan akan kami proses secepatnya.""Saya yakin mantan istri saya tidak akan menuntut banyak hal sebab dia sudah merampas segalanya jadi, saya yakin gugatan saya akan dikabulkan dengan cepat.""Baik Tuan, saya mengerti." Tak lama kemudian Iriana datang dengan senampan sarapan yang di tata estetik seperti sarapan ala Eropa, empat potong roti g
Dengan tatapan mata yang melotot dan surat yang dipenuhi dengan amarah yang terpendam Mariana mengedarkan pandangannya. Dia terus menangis dan berteriak menyanggah."Itu tidak benar yang mulia. Andaipun saya membuat kesalahan itu adalah bagian dari cara saya untuk mempertahankan dia sebagai suami dan ayah anak-anak saya. Saya ingin bertahan sebagai satu keluarga dan menjamin masa depan anak-anak kami dalam keluarga yang harmonis."Tuan Hakim tercengang mendengar perkataan Mariana."Meri tolong hentikannya ini, biarkan aku dan kamu berpisah dengan cara baik-baik!""Kau mempermalukanku dan sengaja membesar-besarkan semua ini demi membuatku tersudut di ruang sidang, kau hanya ingin mencari alasan untuk menyingkirkanku!" Mariana berteriak sambil menunjuk ke arahku, kebiasaannya yang sering tantrum di ruang sidang akan membuat dia kesulitan, karena Hakim dan para anggotanya, tidak akan menerima perbuatan arogan semacam itu. "Sejak awal saya tidak pernah ingin menyingkirkan kamu. Tapi saya
Aroma roti hangat yang kukembangkan dari kultur terbaik mulai mekar sempurna dan menciptakan aroma yang mengundang selera. Loyang cake pisang dan roti keju tertata rapi di dalam oven, dipanggang dalam suhu sempurna yang akan tandas begitu toko dibuka dan orang-orang menyerbunya untuk sarapan. Sembari menunggu roti matang dengan sempurna, aku menata kue-kue di etalase dan membersihkan bagian yang berdebu. Mas Arham sendiri, dengan cekatan membantuku membersihkan meja dan lantai, sementara Kayla mendekorasi cake pesanan pelanggan. Suasana toko hening dan menenangkan, hanya ada alunan musik yang disetel dengan volume rendah di latar belakang. Jujur saja, kami sedang menikmati fase menenangkan setelah konflik berkepanjangan dengan Mariana dan drama perceraian antara dia dan Mas Arham. Aku ingin membuka lembaran baru dan menutup kenangan pahit di hari kemarin, Aku ingin saling bergenangan tangan dengan suamiku dan menata kehidupan kami menjadi lebih baik menuju kesuksesan yang sudah
Tangisan itu semakin menjadi dan tidak kunjung reda, kami menenangkan kedua Putri Mas Arham Aku kemudian turun tangan dan mendekati mereka. "Anak anak, saya minta maaf atas situasi ini, tapi, inilah yang terjadi."Anak-anak itu memandangku dengan tatapan mereka masih ada sedikit kebencian, Mas Arham masih merangkul mereka dan kedua anak itu mau mendengarkanku. "Kenapa kami harus kehilangan papa, apa salah kami?""Kalian tidak bersalah tapi kadang situasi orang dewasa begitu rumit.""Tapi kami tidak terlibat tante, kenapa kami yang jadi korban?" "Aku minta maaf anak anak, percayalah Kami semua sangat menyayangi kalian, tapi, beginilah adanya, keadaannya tidak mendukung agar kamu dan ayahmu bisa serumah.""Tapi Tante bahagia punya ayah!" Cassandra menjawabku dengan tatapan yang tajam, hatiku sakit sekali tapi aku tidak mampu mengelak, betapa mereka sangat kecewa dan benci pada kami. "Ini memang sulit tapi percayalah bahwa kami sangat menyayangi kalian. Kalian harus kuat, kalian masi
Selagi wanita berusia 38 tahun itu menyeret langkahnya untuk meninggalkan stan toko kami, Mas Arham terlihat memperhatikan mantan istrinya tanpa berkedip. Malam mulai merangkak dengan alunan lagu kenangan di latar belakang, cahaya lampu dan kedap-kedip LED di komidi putar seperti pusaran warna yang membawa seseorang pada lamunan dan ingatan yang akan kenangan masa lalu. Saat kupandangi Mariana, wanita itu juga memandang Mas Arham, dengan senyum tipis tapi tatapan mata yang getir, wanita itu saya akan menyembunyikan luka yang belum sembuh. Luka yang disebabkan oleh perpisahan yang menyakitkan juga merenggut kebahagiaannya. "Jika kamu mau bicara padanya, aku tidak masalah!" ucapku sambil menyentuh bahu Mas Arham, seakan tersadar bahwa menatap Mariana membuat dia tak sengaja menghentikan tangannya mengiris buah, lelaki itu segera gugup dan melanjutkan tugasnya dengan kikuk. "A-aku, tidak, aku hanya....""Aku mengerti bahwa kau masih prihatin pada wanita itu. Tak mungkin juga kau tak
Cahaya matahari pagi seperti akar yang menebarkan rona keemasan di cakrawala biru. Begitu aku bangkit dari tempat tidur, kusadari bahwa aku terlambat, seluruh anggota keluarga telah berangkat menuju kegiatan masing-masing, meninggalkanku dan keheningan di dalam rumah ini. Jejak sarapan, sepotong roti yang teronggok di piring juga kopi yang tinggal ampasnya menunjukkan bahwa Mas Arham telah makan sebelum meninggalkan rumah. Udara dingin di bulan November serta tanah basah yang bukan lagi berupa tanah keras, tapi sudah berlumpur, seolah mengingatkanku untuk segera bergegas dan bersiap-siap ke toko. Selesai mencuci piring dan menyapu rumah, aku mengganti pakaian lalu berdandan dan berangkat ke toko. Seperti biasa, menutupi pintu lalu menguncinya kemudian meletakkan kunci itu di bawah pot bunga. Aku berjalan melewati jalanan peping di antara deretan toko aksesoris, bunga dan kedai kedai cantik. Beberapa pemiliknya yang kebetulan papasan denganku, menyapaku dengan ramah."Hei, ceria sek
Malam menjelang dengan langit yang berselimutkan awan hitam tanpa bintang, sedikit mendung dengan cahaya bulan yang terlihat samar di balik kabut kelabu. Mas Arham baru kembali tepat saat kami menyelesaikan makan malam, menunggunya pulang tanpa kepastian membuatku memutuskan untuk makan bersama anak-anakku. Saat kami membereskan meja dia datang dan membuka pintu rumah. "Kau darimana?""Banyak urusan, Bund." Lelaki itu menghela napas sambil melepas sepatu dan jaketnya. "Apa kau bertemu dengan orang penting?""Uuhm," gumamnya pelan. Pria itu menuju ke kamar, melepas pakaian dan mengambil handuk untuk mandi, aku mengikuti langkahnya dan ingin bertanya tapi aku menahan diriku dan membiarkan dia membersihkan badannya. Usai mandi dan kembali ke meja makan, kupersiapkan makan malam untuknya, kulayani dia seperti biasa dan kutemani dia menghabiskan makanannya. "Kau bertemu siapa?""Temanku.""Mariana?""Bukan!""Tapi aku melihat namanya di layar ponselmu, apa dia menelponmu?""Kalaupun
Melihat mereka saling menerima kembali, ada keharuan yang membasahi sudut mata ini, aku ikhlas dan bahagia untuk mereka. Bahagia melihat mereka bahagia. "Alhamdulillah, kalian sudah saling menerima kembali, Kalau begitu akan kubiarkan keadaan bicara dan aku berpamitan.""Mau ke mana Mbak?" Tanya Mariana."Aku harus kembali ke toko," jawabku sambil mengangguk tulus padanya. "Tapi, mbak ga bisa pulang sendirian, kami harus mengantar mba," ujar Mariana."Tidak usah." Aku menggeleng sambil mengisyaratkan kedua tanganku agar mereka tetap bersama di tempat itu."Tapi Mbak mau pulang dengan siapa?""Denganku!" Suara berat di belakangku menyadarkan bahwa yang datang adalah Mas Arkan. Pria tampan dengan jas marun dan sapu tangan biru yang terselip indah di dada kirinya membuat pria itu terlihat tampan dan keren.Ya, langkahnya, gestur kedatangannya, dan cara dia membuka kacamata hitamnya itu membuat semua orang terpana. "Pak Arkan," ujar Mas arham menyapa lelaki itu dengan senyum hangat da
Aku ceritakan pada anak-anak bahwa semalam aku bicara pada ayah mereka, di meja makan saat kami sarapan pagi, kedua putriku terdengar menyimak semua cerita yang kuutarakan. "Apa Ayah bisa menerima dengan baik semua perkataan Bunda?""Iya, sepertinya pikirannya sedang jernih, jadi aku bisa masuk ke alam bawah sadar dan memberinya afirmasi bahwa dia harus kembali pada keluarganya." "Apa Bunda berhasil?""Bunda rasa Ayahmu mulai terpengaruh dan mau tergerak untuk menemui istrinya.""Sebenarnya ini bukan tugas kita untuk bersikap sejauh itu, tapi kita melakukannya karena kepedulian. Apa kalian setuju?" tanyaku pada anak-anak. "Ya, kami setuju Bunda."*Anak-anak telah berangkat ke kampus dan sekolahnya saat masa Arham tiba-tiba mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk menemaninya menemui Mariana. (Aku tahu ini canggung tapi hanya kau yang bisa kuandalkan untuk menengahi kami.)Aku terdiam sambil membaca pesan tersebut, agak ragu perasaanku karena aku tidak ingin mengambil langkah
Senja menyapa kota ini dengan langit jingga yang memudar meninggalkan jejak warna jingga di cakrawala. Aku terduduk di teras rumahku sambil menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dari kejauhan. Di antara semua gedung itu ada gedung Mariana dan tempat yang dulu dikelola Mas Arham dengan begitu bangganya. Karirnya bagus sebagai direktur, hubungan dengan keluarga istrinya juga baik karena secara teknis ia suami yang sempurna. Beberapa bulan lalu ia sangat bangga berada di sana, menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencurahkan pikiran dan ide-ide dalam bisnis, tapi kini semuanya tertinggal dalam kesunyian.Pikiranku tenggelam membayangkan apa yang terjadi antara Mariana dan Mas Arham, dia yang selalu terobsesi untuk kembali padaku dan kecemburuan Mariana telah memicu pertengkaran hebat dan perpisahan di antara mereka. Mungkin Mas arham merasa seperti terdampar di Pulau terpencil, sendirian tak memiliki siapapun. Tak ada kawan atau keluarga yang bisa diajak untuk mencura
Angin berhembus dengan sejuk di antara siang menjelang sore. Berbincang dengan Mas Arkan sampai 3 jam lamanya sama sekali tidak terasa seakan baru lima menit berlalu. Karena aku harus menutup toko, maka aku mau minta beliau untuk mengantarku kembali ke cafe delta. Kami meluncur dengan mobil BMW milik Mas Arkan. Menyusuri jalanan kota yang terasa mulai sesak di sore hari, juga terik matahari yang langsung jatuh ke kaca depan mobil. Begitu berhenti di lampu merah yang di sebelah kirinya ada toko ritel aku terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di bangku depan toko tersebut. Aku berusaha menajamkan pandangan mata padahal lelaki yang menggunakan celana jeans sobek di bagian lutut, baju kaos hitam dan topi., cambangnya nampak lebat, mungkin lebih bagus disebut jenggot. Dia duduk dengan sebotol kopi kemasan. Dia Mas Arham.Tatapannya kosong, duduk sambil menatap lalu lalang orang di jalanan, Dia terlihat sedih dan sesekali meneguk kopi dari botol tersebut. Melihatku ada di dalam semu
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Mustahil dia adalah inspirasiku, inspirasi sesungguhnya adalah dendam dan luka di hatiku. Aku tidak mau kemurungan menghancurkan hidupku jadi kepedihan yang ada akan kuubah sebagai cambuk yang akan membuatku melejit jauh ke atas dan membuatnya menyesal menyakitiku. Aku tidak membalas pesannya, sekalipun dia mengirimkan spam chat sampai puluhan jumlahnya. Dia bilang dia mencintaiku, dia mohon agar aku memaafkannya. Juga dia bilang bahwa hubunganku dan Mas Arkan tidak ada pengaruhnya untuk dia, dia mau bersaing dengan sehat pada lelaki itu. Konyol sekali. Idiot!"Aku yakin kau belum tidur karena centangnya sudah biru." "Aku terbangun karena denting ponselku. Kau telah mengganggu tidurku," balasku."Dengar sayangku, aku akan memaafkan perbuatan Tuan Arkan dan bagaimana sikap kau dan anak-anak. Aku mau berlapang dada dan bersabar. semoga itu membuatmu paham bahwa aku benar-benar masih menyayangi kalian.""Omong kosong itu... Sudah ratusan kali aku mendengarnya dan aku tidak tertarik me
Mas Arham bergeming begitu kening yang mendapatkan tinjuan yang sangat keras. Dia terkapar di paving lokasi parkir depan toko Delta. Orang-orang memandang kejadian diantara kami dengan decak terkejut dan komentar mereka mulai riuh.Anak-anak dan Kayla yang tadinya sibuk melayani pelanggan akhirnya juga ikut keluar dan menyaksikan semua itu."Anak-anak maafkan kami, maaf karena kalian harus melihat ini semua," ucap Mas Arkan pada Delia."Nggak apa-apa Om beliau memang harus diberikan pengertian," jawab Delia sambil memeluk nampan di tangannya.Mas Arkan terkulai dan berusaha bangkit tapi kurasa kepalanya sakit, kondangannya berkunang-kunang dan pukulan telak itu mungkin nyaris mengambil kesadaran dan membuatnya hampir pingsan."Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap seorang wanita yang sudah lama kenal denganku dia nyonya Telia, pemilik toko pakan kucing di seberang jalan."Tidak ada, Bu. Lelaki yang sudah bercerai denganku kini terus datang dan memberikan terornya.""Astaga, kuharap sekar
Matahari menjulang di langit dengan terik yang terasa nyata di kulit. Aku berjalan perlahan menuruni puluhan anak tangga dari gedung pengadilan agama. Akta perceraian yang kugenggam di tangan menjadi bukti dan titik balik bahwa sekarang aku telah menyandang status sendirian. Aku janda dan aku harus melawan stigma.Mulai sekarang aku akan berjuang sendirian tanpa keyakinan dan penegak jiwa bahwa aku memiliki suami. Orang yang kucintai dan kutunggu selalu bertahun-tahun ternyata bukan jodohku, bukan sama sekali.Sekarang langkah kaki terasa ringan meski hati sedikit sedih. Kutegarkan perasaanku sambil berdoa dan bertekad pada diri sendiri bahwa aku akan kuat menjalani hidupku. P*"Apa semuanya lancar Bu?""Akta cerai mana!""Di tasku.""Ibu tidak ketemu Pak Arham kan?""Dia bisa ambil akta cerainya sendiri.""Oh, syukurlah semuanya sudah selesai.""Ya, dan hakim juga memutuskan perintah untuk menjaga jarak. Mas Arham tidak akan mendekati Kita selamanya.""Syukurlah Bu, tinggal jalani s