Share

Bab 226

Penulis: Aina D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bayang Masa Lalu

“Tapi mereka saling mencintai, Ma,” ucapku.

Mama menatapku.

“Adam bilang gitu?” tanyanya.

Aku mengangguk. “Iya, Ma. Bahkan Mas Adam pernah menangis pada Aya karena Nindya nolak dia. Mama ingat kan waktu Mas Adam ninggalin Aya ke Jogja?”

Entah mengapa aku terdorong untuk menjelaskan ini. Apalagi selama ini semua mengira perselingkuhanku dengan Ivan lah yang membuat kami berpisah.

“Iya. Mama ingat, waktu Adam nitipin kamu ke Ivan kan? Mama nggak nyangka itu semua menjadi pertanda Adam benar-benar nyerahin kamu ke sahabatnya itu.” Mama menggumam.

“Waktu Mas Adam pulang dari Jogja waktu itu, dia nangis meluk Aya, karena ditolak Nindya dan keluarganya. Nindya juga waktu itu pernah ngakuin langsung kalau dia suka sama Mas Adam, Ma.”

Meski itu adalah saat-saat menyakitkan bagiku, tapi aku memilih mengungkapkannya pada Mama Indah. Semoga saja dengan begini mereka bisa mengikhlaskanku. Aku tau, apa yang kukatakan tadi membuat Mama Indah terkejut.

“Aya? Itu benar?” Tatapan Mama
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Prapto Vera
aq juga ikutan terharu, aya.hiks..ivan sayang banget sama kamu, sampe segitunya dia khawatirin kamu pas gk ngrespon chat/panggilannya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DOSA TERINDAH   Bab 227

    Bayang Masa Lalu“Kalau begitu kamu harus siap nangis setiap saat, Sayang. Karena aku akan merindukanmu setiap saat.”Ah, sayang sekali dia tak ada di hadapanku. Karena jika saja saat ini sedang berhadapan langsung, aku pasti akan segera mencium lelaki kesayanganku itu.“Pasti pengen nyium, kan?”Aku terkejut. “Ih, kok tau sih?”“Karena aku juga sama. Rasanya pengen nyium kamu sekarang juga.”Kami tertawa bersama, dan kurasa kami sedang berada dalam kerinduan yang sama. Rindu yang begitu indah.🍁🍁🍁Minggu pagi, aku sedang berkutat dengan peralatan berkebun. Jika di rumahku yang dulu, kebun mungilku terletak di depan rumah, maka di rumah ini letak kebunnya di bagian belakang rumah, dan juga berukuran lebih luas. Aku sendiri baru mengetahui jika lahan di belakang yang dibatasi oleh dinding dan pintu kaca yang lebar ini sangatlah luas. Di sebelah kiri ada beberapa ruangan lagi, yang kesannya terpisah dari rumah utama karena berbatas dinding kaca. Di sana ada gudang dan juga ruang gym,

  • DOSA TERINDAH   Bab 228

    Bayang Masa Lalu“Sayang, kamu lihat lahan di belakang rumah tadi, kan?”Kami masih di bathup, memainkan buih-buih sabun dengan sesekali saling menatap dan saling bertaut. Aku mengangguk.“Aku sengaja menyisakan lahan luas di belakang. Nanti mau bikin kolam renang.”“Oiya? Kenapa nanti? Kenapa nggak dari dulu?”“Sengaja. Nggak seru renang sendirian. Maunya nanti kalau sudah punya istri dan anak-anak.” Dia mengelus perutku.“Dulu ... ngebayangin siapa yang bakal jadi istri?” tanyaku iseng.“Nggak ngebayangin siapa-siapa. Yang jelas suatu hari akan punya istri.”“Beneran nggak ngebayangin siapa-siapa?”“Iya, nggak punya bayangan. Tapi mulai punya bayangan sejak ....”“Sejak apa?”“Sejak nyium kamu di villa. Sejak itu aku selalu bayangin kamu. Ingin kamu yang jadi pasanganku kelak, entah bagaimana caranya.”Aku tersipu.“Kapan kita ke villa lagi?” tanyaku.“Tergantung perintah anda, Nyonya!”Aku tertawa, dan tawaku menular padanya. Dia kembali memeluk.“Mau ngulangi ciuman di perkebunan

  • DOSA TERINDAH   Bab 229

    Bayang Masa Lalu“Malamnya, abis liat kamu pakai piyama tipis. Aku mimpi making love sama kamu. Jadi aku udah hapal semua lekukmu sebelum benar-benar melihatnya langsung.”Astaga! Dasar suami mesum!Selama berkeliling pusat perbelanjaan, Ivan tak pernah sekali pun melepaskan tanganku. Sementara tangannya yang lain menenteng beberapa paper bag berisi barang-barang belanjaanku. Ah, aku benar-benar menikmati saat-saat bersamanya. Semua terasa seperti mimpi bagiku, belum pernah ada yang memperlakukanku seperti ini. Bersamanya selalu membuat waktu terasa sangat cepat berlalu. Langkahku terhenti ketika menangkap sorang gadis yang terlihat berjalan sendirian.“Nindya!” Aku menyapa.“Eh ... Aya. Di sini juga?”Meski di rumah sakit ruangan ibu kami berdampingan, namun belakangan ini aku jarang bertemu Nindya. Karena dia sudah pergi saat aku datang, dan Ivan sudah kembali menjemputku sebelum dia kembali ke rumah sakit.“Sendirian, Nin?” Aku mencari-cari seseorang yang bisa saja bersamanya.Dia

  • DOSA TERINDAH   Bab 230

    [Udah ngobrolnya?]Pesan dari nomor Ivan masuk saat aku dan Nindya masih mengobrol.[Udah. Aku dan Nindya di sini.]Kukirim sebuah foto untuk menginformasikan kami sedang di mana. Tak lama pria yang itu terlihat di pintu masuk restoran franchise, kulambaikan tangan agar ia melihat kami.“Kamu kelihatannya bahagia banget sekarang, Ay,” kata Nindya. Aku kembali menatapnya, sambil menunggu Ivan berjalan ke arah kami.“Iya, aku bahagia.”“Kamu nggak merasa bersalah?”“Untuk?”“Hubungan kalian terjalin saat kamu masih sama Mas Adam.”Aku menarik napas. “Bohong kalau kubilang nggak merasa bersalah, Nin. Ada rasa bersalah pada keluargaku dan juga keluarga Mas Adam. Tapi aku sudah tak mau lagi melihat ke belakang. Aku hanya ingin fokus memperbaiki diri, agar kesalahan-kesalahan yang kemarin terjadi bisa kujadikan pelajaran hidup untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Tuhan pasti punya rencana mempertemukanku dengan suamiku, dia orang yang bisa mengembalikan apa yang sudah rusak di hubunganku

  • DOSA TERINDAH   Bab 231

    Aku hanya memandanginya dari jauh, membiarkannya larut dalam kesenangannya. Kunikmati memandang wajah dan ekspresi bahagianya dari sudut kafe. Tak pernah kusangka pria pemilik senyum manis itu kini menjadi milikku. Aku mencari pria itu dalam ingatan masa laluku, namun sama sekali tak menemukannya di sana selain sebatang cokelat silver queen dan setangkai bunga yang waktu itu nyasar padaku. Ah, seperti apa dia di masa itu? Kenapa pria semenarik itu luput dari perhatianku? Puas memandanginya dari jauh, aku memilih melipir ke samping kafe, di mana terdapat taman kecil dengan air mancur di sana, membuatku kembali mengingat malam saat pertama kali bertemu dengannya di grand opening kafe ini. Begitu cepat waktu berlalu, saat itu aku berada di sini sebagai tamu undangan menemani Mas Adam dan kini aku berada di sini sebagai istrinya. Di tempat ini pula lah dia pertama kali melihatku menangis.“Hei, dicari ke mana-mana ternyata di sini.” Pria yang sedang ada di dalam pikiranku itu tiba-tiba s

  • DOSA TERINDAH   232

    Lelah menunggunya, aku pun memilih berbaring di sofa, lalu kembali mengingat saat aku tertidur di sofa ini. Saat kami berdua menginap di kafe ini karena dia memilih tak membangunkanku. Itu pertama kalinya aku berbohong pada Mas Adam, karena padanya aku mengaku menginap di rumah Imelda.Aku tersenyum mengingat semuanya. Ivan orang pertama yang membuatku sanggup melawan ketidakadilan bahkan membuatku mampu keluar dari tekanan untuk memulihkan diri dan hatiku. Terima kasih, Tuhan, sudah mengirim pria itu dalam hidupku. Terima kasih, Tuhan, sudah mempertemukan kami di tempat ini pada malam itu.Aku menggeliat lalu membuka mata ketika merasakan ada lengan yang memelukku, juga deru napas hangat dan teratur yang menerpa leherku. Rupanya aku tertidur di sofa dan ternyata Ivan pun memilih ikut tidur bersamaku. Perlahan kulepaskan tangannya, lalu turun dari sofa. Nampaknya sudah tengah malam karena kafe sudah sunyi, tak ada kegiatan apa pun lagi.Itu artinya, kejadian yang dulu di mana aku tert

  • DOSA TERINDAH   233

    Tak Bisa ke Lain Hati“Aku memang sudah merencanakan menyuruhmu menutup butikmu, hanya saja aku masih mencari waktu yang tepat agar tidak menyinggung perasaanmu. Aku tak menyangka jika kamu justru meminta pendapatku untuk hal ini.” Dia tersenyum.“Kenapa senyum?” Aku menyelidik.“Entah kenapa aku merasa kamu selalu datang meyerahkan dirimu padaku, dalam hal apa pun. Termasuk untuk urusan yang tadi.” Ekspresinya menyebalkan.“Tinggalkan semua yang diberikan Adam. Jika dia memaksa, paling tidak kalian bisa membagi dua, dan jatahmu boleh kamu sumbangin ke kegiatan-kegiatan sosial. Kamu ingat kan aku tak memperbolehkanmu membawa apa pun ke dalam rumah kita. Selain dirimu dan cintamu. Tinggalkan semua yang ada di belakang.”Aku mengangguk setuju.“Kalau boleh membuka butik lagi, silakan pilih lokasinya, nanti Tiara yang urus semuanya,” katanya lagi. Tapi, kali ini aku menggeleng.“Nggak mau. Aku mau beristirahat saja. Dulu, aku membuka butik untuk membantu biaya sekolah adik-adikku. Tapi s

  • DOSA TERINDAH   Bab 234

    Kusapukan sentuhan make up terakhir di wajahku, lalu berdiri melihat penampilanku sendiri lewat pantulan cermin. Kurasa cukup puas dengan gaun malam berwarna biru navy model turtleneck yang kukekanakan. Rambutku kuikat tinggi dan hanya menambahkan kalung sebagai aksesoris. Malam ini kami berdua akan menghadiri resepsi Supri. Ivan duduk di sofa ruang depan menungguku berdandan. Pria yang mengenakan mengenakan setelan tuxedo berwarna hitam itu terlihat sedang serius menatap layar ponsel di tangannya. Dia mengangkat wajahnya saat mendengar langkahku, lalu kutangkap matanya yang berbinar-binar menatapku tak berkedip.“Wow! Aya!” serunya tertahan.“Kenapa?” Aku mengeryitkan kening sambil memperhatikan penampilanku sendiri. Mungkin saja ada yang salah dengan penampilanku.Pria itu berdiri, lalu berjalan menghampiriku. Tangannya melingkari pinggangku.“Wow! Cuma dandan sebentar dan hasilnya seperti ini, Aya? Kamu memang mengagumkan, Sayang.” Dia mencium pipiku sekilas.Aku terdiam, lalu mena

Bab terbaru

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 2

    “Kalian ini ya ... sama aja dua-duanya! Bucin gak ada obat emang!” Tak kupedulikan suara Kak Dian. Aku segera memeluk Aya sebisaku, membuatnya senyaman mungkin.“Untung bayimu nggak kembar, Ay. Kamu bayangin deh kalo dapat bayi kembar, punya tiga bayi kamu di rumah. Sanggup?” Kak Dian kembali bicara. “Kurasa yang paling ngerepotin sih bayi raksasamu yang ini, Ay.” Telunjuk Kak Dian mengarah padaku.“Jangan bikin Aya ketawa, Kak! Kakak nggak tau kan gimana rasanya ketawa pasca operasi lahiran?” Aku mengulangi kata-kata Kak Dian.“Oiya, sanggup puasa nggak lu, Bro! Empat puluh hari loh.” Kak Dian menekankan kata empat puluh. “Nggak bisa bikin anak orang keramas tiap hari lagi lu.” Suara kekehan Kak Dian terdengar mengejek.“Nak Dian dan Ivan di sana. Biar Ibu yang di sini.” Sebuah perintah lain membuatku dan Kak Dian tak bisa membantah lagi. Ibu mengambil alih posisiku, mengusap lembut kening putri sulungnya dan memberi bisikan-bisikan yang kurasa berisi banyak makna, sebab setelahnya k

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 1

    PoV IvanAku seperti berada di sebuah ruangan sempit, terkunci rapat dan membuatku tak bisa bernapas. Kilasan-kilasan kebersamaan selama lima tahun lebih pernikahanku dengan Aya berputar kembali di kepala seperti adegan film yang membuat dadaku semakin sesak terhimpit.Tahun-tahun bersama Cahaya adalah tahun-tahun terbaik dalam kehidupanku. Tentu saja jika ini adalah film, seharusnya ini adalah film romantis, bukan film sedih yang membuat dadaku sesak seperti ini. Akan tetapi, sesak ini semakin tak dapat kutahan saja. Tak kupeduikan lagi bagaimana rupaku sekarang. Aku terisak ketika sudah tak dapat menahan sesak, lalu kembali menghirup udara ketika merasa sudah hampir kehilangan napasku.Ruangan ini tentu saja bukanlah ruangan yang sempit mengingat aku sedang berada di ruang VIP salah satu rumah sakit ternama. Di ruangan ini aku juga tak sendirian, ada ibu, Candra dan kembarannya, Kak Dian dan Bang Malik, namun meski banyak orang di ruangan ini, tak ada satu pun di antara kami yang be

  • DOSA TERINDAH   Bab 191

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 190

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 189

    Lima tahun bersamanya, lima tahun penuh bahagia meski tak sedikit pula ombak kecil yang menghantam. Lima tahun bisa menjadi diriku sendiri setelah tahun-tahun sebelumnya terjebak dalam hubungan yang membuatku nyaris kehilangan kepercayaan diri. Malam ini Twin House ditutup untuk umum demi merayakan lima tahun pernikahan ku dan Ivan.Dekorasi anniversary sudah menghiasi Twin House, deretan-deretan makanan pun sudah tertata rapi di sana. Aku sendiri tak terlibat sedikit pun mempersiapkan malam ini, aku hanya memperhatikan kesibukan Iin yang berlalu lalang mengatur venue, lalu Byan yang mondar mandir menyusun catering. Sepasang kekasih itu kini benar-benar menjadi orang kepercayaanku dan Ivan.Aku juga sama sekali tak terlibat mengatur siapa saja undangan malam ini, sebab beberapa hari terakhir aku benar-benar hanya fokus pada diriku sendiri. Setelah siang itu di mana aku berbincang dengan Nindya dan baru menyadari ada yang aneh pada diriku, aku benar-benar melakukan pemeriksaan demi mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 188

    “Emang akunya yang kecepatan sih, Ay. Sebenarnya janjinya agak sorean, tapi karena tadi kebetulan Mas Adam juga pas mau keluar, ya udah aku ikut aja. Aku nggak apa kan nunggu di sini?”“Nggak apa, Nin.”“Oiya, Aya. Aku tadi bareng Mas Adam,” katanya lagi tepat di saat sosok yang dibicarakannya itu muncul dari arah parkiran.“Hai, Aya. Gimana kabarmu?” Kaku sekali, pria itu menyapa.“Baik, Mas. Mas Adam gimana kabarnya?” Akupun menjawab sama kakunya. Kini aku mengerti mengapa Ivan berusaha menghindarkan pertemuan seperti ini. Aku dan dia pernah punya cerita, dan meski selalu berusaha untuk saling biasa saja, namun tak bisa dipungkiri akan ada kekakuan seperti ini saat berinteraksi.“Aku juga baik. Oiya, Ivan ada?”Kembali kujelaskan bahwa suamiku baru saja keluar.“Kalo gitu aku titip Nindya ya, Ay. Dia ada urusan dikit sama Ivan untuk urusan pekerjaan.” Mas Adam menjelaskan dengan detail urusan pekerjaan antara Nindya dan Ivan padaku.Aku kembali mengangguk setuju.“Ya udah, kutinggal

  • DOSA TERINDAH   Bab 187

    “Hari ini ikut ke Twin House, ya.”Ini sudah sebulan sejak kami kembali dari Bali setelah seminggu menikmati kebersamaan di sana. Dan untuk memenuhi permintaannya waktu itu agar aku mengurangi waktuku di butik, aku juga sudah mulai beradaptasi. Tentu tak ada alasan bagiku untuk tak mengikuti inginnya, apalagi alasan yang mendasari keinginannya sangat masuk akal.“Adam akan lebih sering datang ke kantorku, dan tentu saja akan lebih sering bertemu kamu juga. Bagaimanapun juga, kalian pernah memiliki cerita, aku hanya ingin menjagamu lebih baik lagi.”“Aku juga bakalan banyak pekerjaan, Aya. Dan keberadaanmu di sekitarku hanya akan membuatku tak bisa berkonsentrasi. Yang ada bukannya kerja, tapi malah ngerjain kamu.”Itu dua alasan yang membuatku menerima keingingannya, karena sejujurnya memang seperti inilah kebersamaan yang sejak dulu kuinginkan. Bertukar pendapat dengan pasangan, saling mendengarkan isi hati, saling memahami apa yang pasangan inginkan. Pernikahanku dengan Ivan adalah

  • DOSA TERINDAH   Bab 186

    “Dari mana, Pi?” Rasanya tak dapat kutahan kekesalanku hari ini. Bagaimana tidak? Kami tiba di villa sejak beberapa jam yang lalu, dan beristirahat sebentar. Lalu saat aku terjaga, tak kutemui pria itu di sudut mana pun sementara ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.“Udah bangun, Sayang? Gimana istirahatnya udah cukup belum?”Dan kesalnya lagi, Ivan justru menanggapi santai dengan kecupan di keningku.“Dari mana aja? Ponsel ditinggal nggak bisa dihubungi, tadi kan cuma mau istirahat bentar abis itu kita jalan-jalan. Kenapa malah ditinggalin berjam-jam gini?” Aku benar-benar kesal kali ini. Yang ada dalam pikiranku tadi, setelah tiba di villa, kami hanya perlu beristirahat sebentar lalu keluar dan menikmati liburan ini.Villa yang disewa Ivan kurasa bukan villa sembarangan. Lokasinya tepat menghadap ke pantai Jimbaran yang terkenal dengan keindahan sunset-nya. Bukan hanya aku, Kia dan Mbak Ri pun terlihat begitu antusias ketika tiba di villa ini tadi. Pemandangan pantai yang

  • DOSA TERINDAH   Bab 185

    Dari sini aku bisa melihat seperti apa hubungan kekeluargaan mereka di masa lalu yang sering Kak Dian ceritakan. Mungkin seperti inilah hubungan akrab mereka dulu di masa lalu sebelum semua hancur karena sebuah kesalahan. Tak ada yang perlu disesali, karena jika menyesali masa lalu, maka mungkin kehadiran Wira juga akan menjadi penyesalan. Padahal bocah yang memiliki banyak keisitimewaan itulah yang menjadi pemersatu kebersamaan kami ini.Tangan Ivan pun tak lagi selalu tertaut padaku. Kurasa dia juga sudah mulai menyadari bahwa Tari sudah berubah, setidaknya berusaha sangat keras untuk berubah.Dan hingga kebersamaan itu berakhir, kami semua seperti sedang menemukan kebahagiaan baru. Aku, Ivan dan Kia serta pengasuhnya melanjutkan liburan kami ke Bali, meninggalkan Tari dan anak-anaknya di rumah Kak Dian.“Aku bangga punya kamu, Aya.” Dan genggaman tangan itu kembali tertaut saat kami dalam perjalanan melanjutkan trip liburan. “Kalo bukan karena kebesaran hatimu, nggak akan ada keber

DMCA.com Protection Status