Share

Bab 200

Penulis: Aina D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Candra, adik bungsu Aya yang kurekrut diam-diam untuk bekerja di perusahaanku. Pemuda tanggung yang masih kuliah semester awal, yang membuat bawahanku kebingungan saat aku memintanya merekrut Candra sebagai salah satu arsitek untuk beberapa proyek kecil bagaimana pun caranya. Yang membuat bawahanku protes karena ada banyak tenaga arsitek lain yang lebih berpengalaman yang menunggu panggilan bergabung dengan perusahaanku. Tapi aku tak peduli, aku punya misi memaksakan pemuda tanggung itu bekerja di perusahaanku, meski sampai sekarang mungkin dia belum tau bahwa aku atasannya.

Bukan tanpa sebab aku memaksa Candra bergabung, dan bahkan diam-diam memberi gaji yang sebenarnya tak masuk akal untuk arsitek pemula dan belum berpengalaman sepertinya. Tujuanku hanya satu, agar adik-adik Aya tidak lagi bergantung pada Adam, yang memang dari dulu loyal dan rutin mengirim uang pada Candra untuk keperluan sekolah mereka.

Diam-diam aku juga membuat butik Aya menjadi ramai, yang akhirnya membuatnya d
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Uly Muliyani
babx dah dikit...kata2X d ulang lg...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DOSA TERINDAH   Bab 201

    Ibu, membayangkan wanita paruh baya yang sudah melahirkan wanita pujaanku itu membuatku memiliki sedikit ketakutan. Jika saat menghadapi kedua orang tua Gina yang punya jabatan dan nama baik juga terkenal aku bisa sangat berani dan santai. Meski aku tau akan ada konsekuensi dari keberanianku membatalkan pernikahan secara sepihak waktu itu. Tapi tak ada sama sekali rasa gentar di dalam hatiku. Namun berbeda dengan menghadapi ibu Aya. Baru membayangkannya saja, sudah terselip rasa takut dalam hati ini.Aku sendiri tak mengerti ke mana perginya kepercayaan diriku yang selalu berlebihan. Membayangkan ibu Aya justru membuat hatiku gentar. Wanita itu pasti punya pandangan buruk terhadapku, karena beliau pernah memergokiku menyentuh putirnya, merapikan anak-anak rambut Aya yang pada saat itu masih terikat pernikahan dengan Adam.Di mata ibu Aya, aku pasti pria yang buruk. Di mata ibu Aya, aku pastilah penyebab utama perceraian putri sulungnya. Aku tak menyalahkan ibu Aya jika dia menilaiku s

  • DOSA TERINDAH   Bab 202

    Dan akhirnya apa yang kutakutkan pun terjadi, karena setelah semua keramahan dan senyum ibu Aya, setelah semua basa-basi yang dilontarkan. Wanita paruh baya yang duduk di kursi roda itu memperlihatkan wajah yang berbeda saat Bang Malik mengutakan maksud kedatangan kami yang kurasa pasti mereka semua pun sudah tau.“Maaf, ibu belum bisa menerima.”“Ibu bukannya tak tau jika putri ibu juga menyukaimu.”“Tapi ibu belum bisa berdamai dengan hati.”“Ibu pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana semua ini dimulai.”“Kalian memulainya dengan dosa.”“Bagaimana ibu bisa menyerahkan putriku pada lelaki yang memulainya dengan cara yang salah.”“Ibu sudah berkali-kali meminta pada petunjuk pada Pemilik Kehidupan.”“Tapi ibu belum menemukan rasa ikhlas untuk melepas Aya pada lelaki yang telah menyusup dengan curang ke dalam rumah tangganya, menghancurkan kristal-kristal yang indah di dalamnya menjadi berkeping-keping.”“Maafkan ibu.”“Ibu belum bisa merelakan Aya.”“Bayangan pengkhia

  • DOSA TERINDAH   Bab 203

    Kak Dian sekeluarga sudah kembali ke Surabaya setelah kegagalanku malam itu. Kakakku satu-satunya itu terlihat berubah setelah malam penolakan oleh ibu Aya. Dia tak pernah lagi bercanda padaku setelah itu, padahal aku sudah berusaha tetap seperti biasa setelah kembali ke rumah. Aku tau, Kak Dian masih sangat terbebani, dan aku kembali harus merasa bersalah atas semua beban yang menggantung di pundak kakakku itu. Dia selalu merasa bertanggung jawab atasku.“Jangan bertindak yang nggak-nggak, ya, Dek,” ucapnya saat berpamitan.“Maksudnya?”“Kakak takut kamu bunuh diri.” Kak Dian mengucapkannya dengan mimik serius.Aku terkekeh.“Nggak lah, Kak. Rugi dong. Belum ngerasain surga dunia masa bunuh diri.”Kak Dian memukulku dengan tas tangannya.“Kakak nggak bercanda!”“Aku juga nggak bercanda, Kak.”Dia memegang bahuku.“Usaha lagi. Dekati dengan hati, dengan ketulusan. Tetap lah dengan komitmen kalian, jangan buat dosa lagi. Jika kamu tak bisa mengambil hati orang yang sudah melahirkannya.

  • DOSA TERINDAH   Bab 204

    “Nindya!”Gadis itu mengangkat wajahnya, mencari sumber suara yang memanggil. “Aya!”“Ngapain di sini?” Suara keduanya bersamaan.“Ibuku dirawat di sini.” Lagi, keduanya bersamaan.Aya menunjuk ruang rawat ibunya, sementara Nindya menunjuk ruangan di sebelahnya. Aku hanya menatap keduanya bergantian.Aya mengikuti langkah Nindya ke ruangan sebelah, lalu sesaat kemudian kembali duduk di sebelahku.“Ibunya sakit apa?” tanyaku.“Kata Nindya ibunya histeris. Lagi tidur tadi. Abis diberi obat penenang.” Kalimat Aya terputus-putus.“Oh.”“Mas Adam ngelamar Nindya.”Aku menoleh.“Ibunya nggak suka. Terus histeris. Kata Nindya dulu memang punya riwayat histeris. Semacam gangguan mental, nggak bisa tertekan.” Kalimatnya masih putus-putus.“Oh.”“Van.”“Ya.” Aku menoleh.“Sadar nggak sih. Ibuku ngedrop karena masih menyesali perpisahanku dengan Mas Adam, yang juga membuatnya menolakmu. Dan ibunya Nindya harus diberi obat penenang karena histeris, mendengar Mas Adam meminang putrinya.”Dia menat

  • DOSA TERINDAH   Bab 205

    PoV CahayaSuara ketukan di pintu ruang perawatan ibu membuatku menoleh, netraku melebar ketika melihat sosok yang berdiri di sana.“Mas Adam!” seruku tertahan melihat sosok yang berdiri di sana. Padahal tadinya kupikir itu Ivan yang datang kembali setelah tadi berpamitan entah ke mana.“Aku masuk ya, Ay,” katanya.Aku mengangguk.Mas Adam melangkah masuk, dan langsung menghampiriku yang duduk di samping ranjang pasien.“Kasihan ibu,” ucapnya. Dia tak bertanya ibu kenapa, kurasa Nindya mungkin sudah mengatakan padanya, karena tadi aku menjelaskan kronologinya sewaktu Nindya bertanya tentang ibuku.Pria itu meraih tangan ibuku, lalu mengusap-usap punggung tangannya. Aku terenyuh melihatnya, Mas Adam memang terlihat tulus menyayangi ibu.“Kata dokter ibu sedang koma,” gumamku.Dia menoleh padaku. “Aku turut prihatin,” katanya.Aku mengangguk“Ivan mana?” tanyanya.Aku tak menjawab.“Tadi kebetulan lihat ada mobilnya di parkiran. Nindya juga cerita tadi ketemu kamu dan Ivan.”Aku masih

  • DOSA TERINDAH   Bab 206

    “Dek!” sapaku.Candra masuk, langsung menuju ke ranjang ibu. Lalu kulihat adik bungsuku itu membungkuk berbisik di dekat telinga ibu. Tadi memang sudah kusampaikan pada ketiga adikku mengenai kondisi ibu yang divonis sedang koma oleh dokter yang menangani. Kulihat Candra mengusap sudut matanya sekilas, kemudian berjalan ke arahku dan Ivan.“Kak Aya, Kak Ivan.” Ivan memang menyuruhnya memanggil Kak, sama seperti cara Candra memanggilku, katanya biar terdengar lebih akrab.“Aku adalah anak lelaki satu-satunya di keluarga kita, dan aku yang bertanggung jawab pada Kak Aya dan yang lainnya. Aku yang akan menggantikan peran ayah setelah ayah meninggal. Aku juga sudah bicara pada ibu tadi, kurasa ibu pasti mendengarnya karena menurut cerita yang kudengar, orang yang dalam kondisi koma tetap bisa mendengar apa yang kita ucapkan.” Lelaki muda itu menghela napas berkali-kali, seolah sedang mengumpulkan nyawanya, matanya berkilat-kilat menatapku dan Ivan bergantian.“Aku sudah memutuskan satu h

  • DOSA TERINDAH   Bab 207

    Air mataku luruh mendengar rentetan kalimat Candra. Dengan tubuh gemetar kupeluk tubuh adik bungsuku yang kini sudah tumbuh dewasa dengan pemikiran yang semakin matang itu. Tak ada kata-kata yang mampu kuucapkan, aku hanya menangis memeluk Candra sambil membayangkan ayahku. Ya, dia memang anak lelaki satu-satunya, dan dia tau bahwa di pundaknya ada beban berat yang dipikulnya, yaitu menggantikan peran ayah, termasuk mengantarkan ketiga saudarinya pada jodohnya masing-masing.“Kak Aya siapin berkas-berkas, ya. Candra yang akan bertanggung jawab, Kak Aya jangan merasa terbebani. Cukup siapkan diri Kakak untuk pernikahan. Kalau ibu masih dalam kondisi koma, kita bisa adakan ijab kabulnya di sini, di hadapan ibu.”Aku mengangguk, menyetujui ucapan candra.“Kamu benar-benar mirip Ayah, Dek. Kakak jadi kangen Ayah,” ucapku, masih sambil mendekap adik bungsuku itu.“Terima kasih, Bro! Terima kasih sudah mengerti dan memahami sampai sedalam ini.” Ivan menepuk-nepuk bahunya.“Kuharap ini keput

  • DOSA TERINDAH   Bab 208

    Pria itu langsung tersenyum saat beradu pandang denganku, aku membalas senyumnya dengan pipi yang merona. Melihatnya dalam balutan pakaian seperti itu sungguh sudah menjadi impianku. Setelah berbasa-basi sebentar, Ivan pun langsung duduk di depan Candra dan penghulu, sementara aku duduk di sofa, diapit kedua adik perempuanku. Semua harus dilaksanakan secepat mungkin karena pihak rumah sakit hanya memberikan izin satu jam untuk prosesi ini.Lalu, momen sakral yang menggetarkan hatiku itu berhasil membuat tangisku pecah, saat Ivan dengan percaya diri menyambut uluran tangan Candra yang memilih menikahkanku langsung. Ivan Nocholas menyebut nama lengkapku dalam ikrar ijab kabul yang diucapkannya dengan lantang dalam sekali tarikan napasnya.Air mata haru menyeruak dari kelopak mataku. Kini, aku sudah sah menjadi istrinya, dan dia menjadi pria yang berhak atasku. Menjadi pelindungku, menjadi orang yang akan menemaniku menjalani sisa hidupku, dan juga menjadi ayah dari anak-anakku kelak. Ki

Bab terbaru

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 2

    “Kalian ini ya ... sama aja dua-duanya! Bucin gak ada obat emang!” Tak kupedulikan suara Kak Dian. Aku segera memeluk Aya sebisaku, membuatnya senyaman mungkin.“Untung bayimu nggak kembar, Ay. Kamu bayangin deh kalo dapat bayi kembar, punya tiga bayi kamu di rumah. Sanggup?” Kak Dian kembali bicara. “Kurasa yang paling ngerepotin sih bayi raksasamu yang ini, Ay.” Telunjuk Kak Dian mengarah padaku.“Jangan bikin Aya ketawa, Kak! Kakak nggak tau kan gimana rasanya ketawa pasca operasi lahiran?” Aku mengulangi kata-kata Kak Dian.“Oiya, sanggup puasa nggak lu, Bro! Empat puluh hari loh.” Kak Dian menekankan kata empat puluh. “Nggak bisa bikin anak orang keramas tiap hari lagi lu.” Suara kekehan Kak Dian terdengar mengejek.“Nak Dian dan Ivan di sana. Biar Ibu yang di sini.” Sebuah perintah lain membuatku dan Kak Dian tak bisa membantah lagi. Ibu mengambil alih posisiku, mengusap lembut kening putri sulungnya dan memberi bisikan-bisikan yang kurasa berisi banyak makna, sebab setelahnya k

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 1

    PoV IvanAku seperti berada di sebuah ruangan sempit, terkunci rapat dan membuatku tak bisa bernapas. Kilasan-kilasan kebersamaan selama lima tahun lebih pernikahanku dengan Aya berputar kembali di kepala seperti adegan film yang membuat dadaku semakin sesak terhimpit.Tahun-tahun bersama Cahaya adalah tahun-tahun terbaik dalam kehidupanku. Tentu saja jika ini adalah film, seharusnya ini adalah film romantis, bukan film sedih yang membuat dadaku sesak seperti ini. Akan tetapi, sesak ini semakin tak dapat kutahan saja. Tak kupeduikan lagi bagaimana rupaku sekarang. Aku terisak ketika sudah tak dapat menahan sesak, lalu kembali menghirup udara ketika merasa sudah hampir kehilangan napasku.Ruangan ini tentu saja bukanlah ruangan yang sempit mengingat aku sedang berada di ruang VIP salah satu rumah sakit ternama. Di ruangan ini aku juga tak sendirian, ada ibu, Candra dan kembarannya, Kak Dian dan Bang Malik, namun meski banyak orang di ruangan ini, tak ada satu pun di antara kami yang be

  • DOSA TERINDAH   Bab 191

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 190

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 189

    Lima tahun bersamanya, lima tahun penuh bahagia meski tak sedikit pula ombak kecil yang menghantam. Lima tahun bisa menjadi diriku sendiri setelah tahun-tahun sebelumnya terjebak dalam hubungan yang membuatku nyaris kehilangan kepercayaan diri. Malam ini Twin House ditutup untuk umum demi merayakan lima tahun pernikahan ku dan Ivan.Dekorasi anniversary sudah menghiasi Twin House, deretan-deretan makanan pun sudah tertata rapi di sana. Aku sendiri tak terlibat sedikit pun mempersiapkan malam ini, aku hanya memperhatikan kesibukan Iin yang berlalu lalang mengatur venue, lalu Byan yang mondar mandir menyusun catering. Sepasang kekasih itu kini benar-benar menjadi orang kepercayaanku dan Ivan.Aku juga sama sekali tak terlibat mengatur siapa saja undangan malam ini, sebab beberapa hari terakhir aku benar-benar hanya fokus pada diriku sendiri. Setelah siang itu di mana aku berbincang dengan Nindya dan baru menyadari ada yang aneh pada diriku, aku benar-benar melakukan pemeriksaan demi mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 188

    “Emang akunya yang kecepatan sih, Ay. Sebenarnya janjinya agak sorean, tapi karena tadi kebetulan Mas Adam juga pas mau keluar, ya udah aku ikut aja. Aku nggak apa kan nunggu di sini?”“Nggak apa, Nin.”“Oiya, Aya. Aku tadi bareng Mas Adam,” katanya lagi tepat di saat sosok yang dibicarakannya itu muncul dari arah parkiran.“Hai, Aya. Gimana kabarmu?” Kaku sekali, pria itu menyapa.“Baik, Mas. Mas Adam gimana kabarnya?” Akupun menjawab sama kakunya. Kini aku mengerti mengapa Ivan berusaha menghindarkan pertemuan seperti ini. Aku dan dia pernah punya cerita, dan meski selalu berusaha untuk saling biasa saja, namun tak bisa dipungkiri akan ada kekakuan seperti ini saat berinteraksi.“Aku juga baik. Oiya, Ivan ada?”Kembali kujelaskan bahwa suamiku baru saja keluar.“Kalo gitu aku titip Nindya ya, Ay. Dia ada urusan dikit sama Ivan untuk urusan pekerjaan.” Mas Adam menjelaskan dengan detail urusan pekerjaan antara Nindya dan Ivan padaku.Aku kembali mengangguk setuju.“Ya udah, kutinggal

  • DOSA TERINDAH   Bab 187

    “Hari ini ikut ke Twin House, ya.”Ini sudah sebulan sejak kami kembali dari Bali setelah seminggu menikmati kebersamaan di sana. Dan untuk memenuhi permintaannya waktu itu agar aku mengurangi waktuku di butik, aku juga sudah mulai beradaptasi. Tentu tak ada alasan bagiku untuk tak mengikuti inginnya, apalagi alasan yang mendasari keinginannya sangat masuk akal.“Adam akan lebih sering datang ke kantorku, dan tentu saja akan lebih sering bertemu kamu juga. Bagaimanapun juga, kalian pernah memiliki cerita, aku hanya ingin menjagamu lebih baik lagi.”“Aku juga bakalan banyak pekerjaan, Aya. Dan keberadaanmu di sekitarku hanya akan membuatku tak bisa berkonsentrasi. Yang ada bukannya kerja, tapi malah ngerjain kamu.”Itu dua alasan yang membuatku menerima keingingannya, karena sejujurnya memang seperti inilah kebersamaan yang sejak dulu kuinginkan. Bertukar pendapat dengan pasangan, saling mendengarkan isi hati, saling memahami apa yang pasangan inginkan. Pernikahanku dengan Ivan adalah

  • DOSA TERINDAH   Bab 186

    “Dari mana, Pi?” Rasanya tak dapat kutahan kekesalanku hari ini. Bagaimana tidak? Kami tiba di villa sejak beberapa jam yang lalu, dan beristirahat sebentar. Lalu saat aku terjaga, tak kutemui pria itu di sudut mana pun sementara ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.“Udah bangun, Sayang? Gimana istirahatnya udah cukup belum?”Dan kesalnya lagi, Ivan justru menanggapi santai dengan kecupan di keningku.“Dari mana aja? Ponsel ditinggal nggak bisa dihubungi, tadi kan cuma mau istirahat bentar abis itu kita jalan-jalan. Kenapa malah ditinggalin berjam-jam gini?” Aku benar-benar kesal kali ini. Yang ada dalam pikiranku tadi, setelah tiba di villa, kami hanya perlu beristirahat sebentar lalu keluar dan menikmati liburan ini.Villa yang disewa Ivan kurasa bukan villa sembarangan. Lokasinya tepat menghadap ke pantai Jimbaran yang terkenal dengan keindahan sunset-nya. Bukan hanya aku, Kia dan Mbak Ri pun terlihat begitu antusias ketika tiba di villa ini tadi. Pemandangan pantai yang

  • DOSA TERINDAH   Bab 185

    Dari sini aku bisa melihat seperti apa hubungan kekeluargaan mereka di masa lalu yang sering Kak Dian ceritakan. Mungkin seperti inilah hubungan akrab mereka dulu di masa lalu sebelum semua hancur karena sebuah kesalahan. Tak ada yang perlu disesali, karena jika menyesali masa lalu, maka mungkin kehadiran Wira juga akan menjadi penyesalan. Padahal bocah yang memiliki banyak keisitimewaan itulah yang menjadi pemersatu kebersamaan kami ini.Tangan Ivan pun tak lagi selalu tertaut padaku. Kurasa dia juga sudah mulai menyadari bahwa Tari sudah berubah, setidaknya berusaha sangat keras untuk berubah.Dan hingga kebersamaan itu berakhir, kami semua seperti sedang menemukan kebahagiaan baru. Aku, Ivan dan Kia serta pengasuhnya melanjutkan liburan kami ke Bali, meninggalkan Tari dan anak-anaknya di rumah Kak Dian.“Aku bangga punya kamu, Aya.” Dan genggaman tangan itu kembali tertaut saat kami dalam perjalanan melanjutkan trip liburan. “Kalo bukan karena kebesaran hatimu, nggak akan ada keber

DMCA.com Protection Status