Share

Bab 174

Penulis: Aina D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mama Indah kehilangan kata-kata saat Mas Adam menyampaikan maksud kedatangan kami. Meski sudah tak ada lagi bantahan seperti dulu, namun air mata yang mengalir tanpa kata cukup menggambarkan kekecewaan yang mendalam. Begitu pun Papa, pria paruh baya yang penuh wibawa itu hanya menepuk-nepuk bahu putranya sambil sesekali menyeka mata.

Aku dan Mas Adam berkali-kali memohon maaf atas ketidakmampuan kami menyelamatkan rumah tangga kami. Berkali-kali memohon ampun atas luka dan kecewa yang telah kami torehkan. Lalu ketika Mama Indah memelukku dengan sangat erat, aku menyadari jika keputusan yang kami ambil ini sudah tepat. Tak dapat kubayangkan sedalam apa lagi kehilangan mama jika kami masih bertahan dengan topeng masing-masing, jika kami masih berusaha baik-baik saja demi membahagiakan mereka. Padahal kami berdua hanya sedang menyimpan bom waktu, yang makin lama disimpan ledakannya akan semakin dahsyat.

“Mama nggak nyangka bakal seperti ini. Maafin Adam ya, Nak. Maafin anak Mama jika sel
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (11)
goodnovel comment avatar
Uly Muliyani
senang akhirX cerai dri pda msh bersma tp saling menyakiti..tp koq nangis jg yah...sedih jg rasaX mereka akhirX cerai...semoga Ivan gak jdi nikah ...heh
goodnovel comment avatar
cheepychan
Adam ngajak cerai biar bisa ngejar Nindya ya biar direstui ibunya klo udah jadi duda jadi anaknya gak dianggap pelakor......
goodnovel comment avatar
kristina situmorang
semoga adam sombong dapat karma & penyesalan setelah melepaskan istrinya. semangat terus thor, cepet2 dilanjut yah ceritanya......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DOSA TERINDAH   Bab 175

    “Aku akan daftarkan gugatan.”“Kalau ada panggilan dari pengadilan, kamu nggak usah datang.”“Kata pengacaraku itu trik nya agar cepat putusan.”Aku hanya mendengarkan dia berbicara.“Mungkin beberapa kejadian tak menyenangkan akan dibahas dalam sidang nanti.”“Tak perlu membantah, toh kita memang sudah sepakat untuk berpisah.”Aku mengangguk.“Aku masih akan menanggung nafkahmu sampai masa iddahmu.”“Tidak perlu, Mas. Aku bisa ....”“Aku tidak akan lepas dari tanggungjawabku, Aya.” Dia memotong kalimatku.Akhirnya aku kembali mengangguk.Lalu pria itu meraih tanganku, mengenggamnya dengan sedikit meremas.“Maaf tak pernah bersikap romantis padamu selama ini, walau hanya dengan menggenggam tanganmu seperti ini.” Ia masih meremas tanganku sebelum kemudian melepasnya.“Terima kasih sudah pernah mencintaiku.”“Terima kasih sudah pernah mengandung anakku.”Kalimatnya yang terakhir berhasil membuat mataku menganak sungai. Ingatan dan kenanganku akan kehamilan yang hanya sekejap kurasakan m

  • DOSA TERINDAH   Bab 176

    Aku kembali mengabaikan butikku dan berkonsentrasi merawat ibu, meski ibu masih enggan berkomunikasi dengan baik padaku. Sayangnya, di saat-saat seperti ini, Iin justru menyampaikan kabar jika butik menerima orderan dalam jumlah yang banyak dan desain yang berbeda-beda. Maka karena tak ingin mengecewakan pelanggan, aku mengerjakan beberapa desain dan tetap mengontrol butik melalui Iin disela-sela menjaga ibu di rumah sakit, bergantian dengan adik-adikku yang juga sibuk dengan urusan masing-masing.Aku bahkan tak sempat lagi mengurus diriku sendiri. Beberapa kali Mas Adam mengirimiku pesan mengabarkan perkembangan sidang cerai. Beberapa kali pula Candra membawa berkas-berkas yang katanya keperluan sidang untuk kutandatangani. Aku tak sempat lagi menyimak semuanya. Hingga pagi ini, saat akan mengurus kepulangan ibu dari rumah sakit. Mas Adam menelponku.“Iya, Mas.”“Kita ... sudah resmi bercerai, Aya. Sidang putusan baru saja selesai.”Mas Adam masih bicara namun telingaku dan otakku ta

  • DOSA TERINDAH   Bab 177

    “Kenapa bisa ada di sini?”Ini sudah pertanyaanku yang kesekian kalinya, namun pria di hadapanku ini tetap tak menanggapi. Itu membuatku serasa ingin bangkit dari tempat tidur rumah sakit dan memukulinya sampai puas. Ah, bukan. Kurasa bukan ingin memukulnya, tapi ingin memeluknya.Mataku mulai berkabut saat dia hanya memandangiku setelah tadi memperbaiki letak selang infus di tangan kananku. Suara pintu terbuka membuat kami berdua menoleh, seorang dengan jubah dokter masuk diikuti dua orang perawat di belakangnya. Sepertinya ini waktu visit pasien. Dokter yang memeriksa menjelaskan beberapa hal padaku, dan sekali lagi menekankan agar aku banyak beristirahat dan menghindari stress karena ternyata asam lambungku naik sementara tekanan darah menurun. Itu yang menyababkanku jatuh pingsan waktu itu.Salah seorang perawat meletakkan obat-obatan di atas nakas lalu menjelaskan dosisnya pada Ivan yang berdiri di samping. Aku ingin protes agar perawat menjelaskan padaku saja, tapi dokter pun ma

  • DOSA TERINDAH   Bab 178

    Bukannya menjauh, dia justru bangkit dari kursinya dan ikut duduk di ranjang pasien. Aku menunduk, hanya untuk menghindari tatapan matanya. Lalu tangan itu tiba-tiba saja sudah berada di daguku, membuatku terpaksa mendongakkan kepala.Oh, ya Tuhan! Tak sanggup rasanya bertatapan mata dengan pria yang sudah berbulan-bulan pergi dari hidupku ini.“Makan, ya,” ucapnya lembut.Aku menggeleng, lalu kembali menunduk. Dan lagi, dia kembali meraih daguku, memaksaku kembali menatap tepat di manik matanya.“Mau nanya apa? Mau nanya kenapa aku bisa ada di sini? Kamu sendirian, Aya. Dengan kondisi kesehatanmu seperti ini. Aku nggak mungkin membiarkanmu sendiri. Jangan tanya aku tau dari mana, aku tau semua tentangmu.”Dia menekankan kalimat terakhirnya, seolah ingin menegaskan jika dia memang tau segalanya tentangku. Mungkin juga tau tentang perceraianku. Dia masih menatap mataku, aku pun begitu. Kami saling menatap dengan isi kepala masing-masing. Lalu, kusadari tatapannya turun ke bibirku. Kuli

  • DOSA TERINDAH   Bab 179

    “Pergilah. Jangan mempermainkan perasaanku lagi.”Matanya memejam sesaat.“Aku tak pernah berniat mempermainkanmu, Aya. Aku tak tau kalau Adam akhirnya menyerah dan melepasmu. Aku justru melakukan ini demi kamu.”Senyumnya mengembang menjadi lebih lebar.“Maaf, aku harus mengatakan ini. Aku senang mendengar kabar perceraianmu!”Dia menggerakkan alisnya naik turun dengan ekspresi nakalnya.“Jangan main-main, Van! Aku sudah nggak mau menantang bahaya.”“Tapi aku senang bermain-main denganmu, Ay.”Dia terkekeh. Lalu, sebelum sempat kutepis, tangannya bergerak mengaca-acak rambutku. Tapi, bukan hanya rambut. Karena kini dia telah kembali mengacak-acak hatiku.“Aku akan mengurus semuanya. Kamu nggak usah mikir yang berat-berat. Cepatlah pulih. Kamu sakit gini hanya bikin hatiku sakit.”Aku menautkan alisku.“Kamu jatuh sakit setelah tau hubunganmu dengan Adam berakhir, Aya. Tadinya itu membuatku berpikir kalau kamu menyesali perpisahanmu dengannya. Tapi ....”Aku menunggunya bicara.“Tapi

  • DOSA TERINDAH   Bab 180

    “Aya, kalau aku tak menghubungimu, kalau aku tak muncul di hadapanmu, kamu jangan menganggap aku pergi atau aku menghindar. Tidak. Aku tak akan pernah pergi darimu lagi. Aku hanya ingin memberi ruang padamu, juga memberi jarak waktu, agar orang lain tak menilai buruk padamu.”Aku masih diam.“Kamu masih percaya aku kan?”Tangannya terjulur, kurasa hendak memegang pipiku. Tapi, aku menepisnya.“Aya ....”“Kamu akan menikah, Van. Kenapa masih memberi harapan padaku? Jangan lagi mempermainkan perasaanku.”Ada sesak yang menyeruak saat aku mengatakannya.“Iya. Kamu benar, Aya. Persiapannya bahkan sudah sembilan puluh persen.”Netraku memanas.“Lalu untuk apa semua ini? Please, Van. Jangan lagi. Aku udah nggak sanggup sakit hati.”Dia memegang pipiku, kali ini aku tak dapat pagi menepis tangannya.Sentuhan telapak tangannya di pipi sungguh membawa rasa hangat, membuatku melayang sejenak. Sebelum akhirnya aku berusaha menepisnya. Namun tangannya bertahan di sana, tak bergerak oleh tanganku

  • DOSA TERINDAH   Bab 182

    Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Kini sudah sebulan kujalani hidupku dengan status janda. Beruntung butik sedang ramai-ramainya, jadi aku bisa menghabiskan waktuku di sana, melakukan hal-hal yang kusukai tanpa beban pikiran apa pun lagi. Mas Adam masih mengirimkan sejumlah uang di rekeningku di awal bulan, meski aku sudah menolak melalui pesan yang kukurim padanya.[Ini masih tanggung jawabku, Ay. Kalau nggak mau dipakai kamu boleh sumbangin ke mana aja terserah kamu, tapi jangan memintaku untuk berhenti hingga masa iddahmu selesai.]Itu jawaban yang diberikan Mas Adam padaku. Bagiku, pria itu justru menjadi lebih baik dan lebih sopan setelah kami bercerai. Tak pernah lagi ada caci maki yang selama tiga tahun hidup bersamanya selalu menjadi makananku sehari-hari. Jawabannya pun selalu sopan ketika membalas pesan ku, karena aku selalu memilih berkomunikasi hanya lewat pesan padanya. Sangat berbeda dengan perlakuannya saat aku masih menjadi istrinya, dia tak pernah membalas

  • DOSA TERINDAH   Bab 183

    Mas Adam ke sini? Untuk apa? Apa masih ada urusan yang belum selesai? Ini pertama kali dia menelponku sejak kami berpisah, karena biasanya kami hanya berkomunikasi melalui pesan singkat. Kuhela napas dalam-dalam. Sungguh aku tak mengharapkan untuk kembali bertemu dengannya, itu akan membuat lukaku akan kegagalan pernikahan kami semakin sulit untuk kusembuhkan.Terus terang saja, saat ini aku lebih mengharapkan orang lain yang datang padaku. Seperti janjinya saat terakhir kali kami bertemu.“Kalau begitu cukup diam di sana, Aya. Lepaskan semua lelahmu, tinggalkan semua tangismu, pulihkan semua lukamu. Aku yang akan datang padamu.”Tapi, dia tak pernah memenuhi janjinya setelah itu. Dia tak pernah datang, bahkan tak pernah lagi menghubungiku setelah kami berpisah di parkiran rumah sakit waktu itu. Mas Adam datang beberapa menit setelah meneleponku tadi. Aku sedikit gugup ketika membuka pintu kaca butik untuknya.“Hai, gimana kabarmu?” sapanya dengan seulas senyum.Hatiku menghangat. Du

Bab terbaru

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 2

    “Kalian ini ya ... sama aja dua-duanya! Bucin gak ada obat emang!” Tak kupedulikan suara Kak Dian. Aku segera memeluk Aya sebisaku, membuatnya senyaman mungkin.“Untung bayimu nggak kembar, Ay. Kamu bayangin deh kalo dapat bayi kembar, punya tiga bayi kamu di rumah. Sanggup?” Kak Dian kembali bicara. “Kurasa yang paling ngerepotin sih bayi raksasamu yang ini, Ay.” Telunjuk Kak Dian mengarah padaku.“Jangan bikin Aya ketawa, Kak! Kakak nggak tau kan gimana rasanya ketawa pasca operasi lahiran?” Aku mengulangi kata-kata Kak Dian.“Oiya, sanggup puasa nggak lu, Bro! Empat puluh hari loh.” Kak Dian menekankan kata empat puluh. “Nggak bisa bikin anak orang keramas tiap hari lagi lu.” Suara kekehan Kak Dian terdengar mengejek.“Nak Dian dan Ivan di sana. Biar Ibu yang di sini.” Sebuah perintah lain membuatku dan Kak Dian tak bisa membantah lagi. Ibu mengambil alih posisiku, mengusap lembut kening putri sulungnya dan memberi bisikan-bisikan yang kurasa berisi banyak makna, sebab setelahnya k

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 1

    PoV IvanAku seperti berada di sebuah ruangan sempit, terkunci rapat dan membuatku tak bisa bernapas. Kilasan-kilasan kebersamaan selama lima tahun lebih pernikahanku dengan Aya berputar kembali di kepala seperti adegan film yang membuat dadaku semakin sesak terhimpit.Tahun-tahun bersama Cahaya adalah tahun-tahun terbaik dalam kehidupanku. Tentu saja jika ini adalah film, seharusnya ini adalah film romantis, bukan film sedih yang membuat dadaku sesak seperti ini. Akan tetapi, sesak ini semakin tak dapat kutahan saja. Tak kupeduikan lagi bagaimana rupaku sekarang. Aku terisak ketika sudah tak dapat menahan sesak, lalu kembali menghirup udara ketika merasa sudah hampir kehilangan napasku.Ruangan ini tentu saja bukanlah ruangan yang sempit mengingat aku sedang berada di ruang VIP salah satu rumah sakit ternama. Di ruangan ini aku juga tak sendirian, ada ibu, Candra dan kembarannya, Kak Dian dan Bang Malik, namun meski banyak orang di ruangan ini, tak ada satu pun di antara kami yang be

  • DOSA TERINDAH   Bab 191

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 190

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 189

    Lima tahun bersamanya, lima tahun penuh bahagia meski tak sedikit pula ombak kecil yang menghantam. Lima tahun bisa menjadi diriku sendiri setelah tahun-tahun sebelumnya terjebak dalam hubungan yang membuatku nyaris kehilangan kepercayaan diri. Malam ini Twin House ditutup untuk umum demi merayakan lima tahun pernikahan ku dan Ivan.Dekorasi anniversary sudah menghiasi Twin House, deretan-deretan makanan pun sudah tertata rapi di sana. Aku sendiri tak terlibat sedikit pun mempersiapkan malam ini, aku hanya memperhatikan kesibukan Iin yang berlalu lalang mengatur venue, lalu Byan yang mondar mandir menyusun catering. Sepasang kekasih itu kini benar-benar menjadi orang kepercayaanku dan Ivan.Aku juga sama sekali tak terlibat mengatur siapa saja undangan malam ini, sebab beberapa hari terakhir aku benar-benar hanya fokus pada diriku sendiri. Setelah siang itu di mana aku berbincang dengan Nindya dan baru menyadari ada yang aneh pada diriku, aku benar-benar melakukan pemeriksaan demi mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 188

    “Emang akunya yang kecepatan sih, Ay. Sebenarnya janjinya agak sorean, tapi karena tadi kebetulan Mas Adam juga pas mau keluar, ya udah aku ikut aja. Aku nggak apa kan nunggu di sini?”“Nggak apa, Nin.”“Oiya, Aya. Aku tadi bareng Mas Adam,” katanya lagi tepat di saat sosok yang dibicarakannya itu muncul dari arah parkiran.“Hai, Aya. Gimana kabarmu?” Kaku sekali, pria itu menyapa.“Baik, Mas. Mas Adam gimana kabarnya?” Akupun menjawab sama kakunya. Kini aku mengerti mengapa Ivan berusaha menghindarkan pertemuan seperti ini. Aku dan dia pernah punya cerita, dan meski selalu berusaha untuk saling biasa saja, namun tak bisa dipungkiri akan ada kekakuan seperti ini saat berinteraksi.“Aku juga baik. Oiya, Ivan ada?”Kembali kujelaskan bahwa suamiku baru saja keluar.“Kalo gitu aku titip Nindya ya, Ay. Dia ada urusan dikit sama Ivan untuk urusan pekerjaan.” Mas Adam menjelaskan dengan detail urusan pekerjaan antara Nindya dan Ivan padaku.Aku kembali mengangguk setuju.“Ya udah, kutinggal

  • DOSA TERINDAH   Bab 187

    “Hari ini ikut ke Twin House, ya.”Ini sudah sebulan sejak kami kembali dari Bali setelah seminggu menikmati kebersamaan di sana. Dan untuk memenuhi permintaannya waktu itu agar aku mengurangi waktuku di butik, aku juga sudah mulai beradaptasi. Tentu tak ada alasan bagiku untuk tak mengikuti inginnya, apalagi alasan yang mendasari keinginannya sangat masuk akal.“Adam akan lebih sering datang ke kantorku, dan tentu saja akan lebih sering bertemu kamu juga. Bagaimanapun juga, kalian pernah memiliki cerita, aku hanya ingin menjagamu lebih baik lagi.”“Aku juga bakalan banyak pekerjaan, Aya. Dan keberadaanmu di sekitarku hanya akan membuatku tak bisa berkonsentrasi. Yang ada bukannya kerja, tapi malah ngerjain kamu.”Itu dua alasan yang membuatku menerima keingingannya, karena sejujurnya memang seperti inilah kebersamaan yang sejak dulu kuinginkan. Bertukar pendapat dengan pasangan, saling mendengarkan isi hati, saling memahami apa yang pasangan inginkan. Pernikahanku dengan Ivan adalah

  • DOSA TERINDAH   Bab 186

    “Dari mana, Pi?” Rasanya tak dapat kutahan kekesalanku hari ini. Bagaimana tidak? Kami tiba di villa sejak beberapa jam yang lalu, dan beristirahat sebentar. Lalu saat aku terjaga, tak kutemui pria itu di sudut mana pun sementara ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.“Udah bangun, Sayang? Gimana istirahatnya udah cukup belum?”Dan kesalnya lagi, Ivan justru menanggapi santai dengan kecupan di keningku.“Dari mana aja? Ponsel ditinggal nggak bisa dihubungi, tadi kan cuma mau istirahat bentar abis itu kita jalan-jalan. Kenapa malah ditinggalin berjam-jam gini?” Aku benar-benar kesal kali ini. Yang ada dalam pikiranku tadi, setelah tiba di villa, kami hanya perlu beristirahat sebentar lalu keluar dan menikmati liburan ini.Villa yang disewa Ivan kurasa bukan villa sembarangan. Lokasinya tepat menghadap ke pantai Jimbaran yang terkenal dengan keindahan sunset-nya. Bukan hanya aku, Kia dan Mbak Ri pun terlihat begitu antusias ketika tiba di villa ini tadi. Pemandangan pantai yang

  • DOSA TERINDAH   Bab 185

    Dari sini aku bisa melihat seperti apa hubungan kekeluargaan mereka di masa lalu yang sering Kak Dian ceritakan. Mungkin seperti inilah hubungan akrab mereka dulu di masa lalu sebelum semua hancur karena sebuah kesalahan. Tak ada yang perlu disesali, karena jika menyesali masa lalu, maka mungkin kehadiran Wira juga akan menjadi penyesalan. Padahal bocah yang memiliki banyak keisitimewaan itulah yang menjadi pemersatu kebersamaan kami ini.Tangan Ivan pun tak lagi selalu tertaut padaku. Kurasa dia juga sudah mulai menyadari bahwa Tari sudah berubah, setidaknya berusaha sangat keras untuk berubah.Dan hingga kebersamaan itu berakhir, kami semua seperti sedang menemukan kebahagiaan baru. Aku, Ivan dan Kia serta pengasuhnya melanjutkan liburan kami ke Bali, meninggalkan Tari dan anak-anaknya di rumah Kak Dian.“Aku bangga punya kamu, Aya.” Dan genggaman tangan itu kembali tertaut saat kami dalam perjalanan melanjutkan trip liburan. “Kalo bukan karena kebesaran hatimu, nggak akan ada keber

DMCA.com Protection Status