Share

Bab 114

Penulis: Aina D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kenapa?” Ini sudah kesekian kalinya Ivan bertanya kenapa. Karena aku tak memesan makanan apa pun dan kini bahkan merasa mual mencium aroma tajam dari makanan yang kini tersaji di hadapanku.

“Nggak tau.”

“Kamu sakit, Ay? Wajahmu pucat.” Dia merapikan anak-anak rambut di keningku. Aku segera menepis tangannya.

“Jangan,” biskikku. “Kita sudah sepakat.”

Dia mengangguk.

“Maaf,” ucapnya, lalu melanjutkan kalimatnya, “Tapi kamu beneran nggak apa-apa kan, Aya?”

Aku menggeleng. Dari kemarin memang aku merasa aneh dengan tubuhku, dari kemarin aku merasa tak berselera makan. Bahkan roti yang kubuat untuk sarapanku dengan Mas Adam tadi pagi juga tak tersentuh olehku, dan membuat roti itu kubuang sia-sia karena Mas Adam pun tak mau menyentuhnya. Aku menatap pria di hadapan yang begitu menikmati makanannya sedangkan aku harus menahan rasa mual di perutku karena tajamnya aroma khas bumbu dapur di rumah makan ini.

Ivan makan sambil sesekali menjawab ponselnya yang sedari tadi tak berhenti berdering.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Chin Nafa
ivaaaan..aku jatuh cinta ma km
goodnovel comment avatar
Isabella
takutnya Aya hamil anak adam
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DOSA TERINDAH   Bab 115

    “Kamu mau kan ninggalin Adam?”Kalimat yang terlalu berani, tak beretika bahkan cenderung kurang ajar. Bagaimana bisa dia mendesakku untuk bercerai. Sungguh semua sudah berjalan tak pada tempatnya. Tapi pertanyaan kurang beretika itu justru kujawab dengan anggukan kepala yang tegas.“Aya.”“Hm.”“Jangan cari yang lain kalau udah lepas dari Adam. Segeralah berlari padaku.”Sekali lagi, tanpa rasa malu sedikit pun aku mengangguk.“Aku ninggalin dia karenamu. Kalau bukan karenamu aku pasti masih memilih bertahan disana, meski dengan luka.”“Wah, aku sangat tersanjung, Nona.”Kalimat yang lucu menurutku, tapi dia mengatakannya dengan ekspresi yang datar.“Kamu lucu, Van.”Dia mengedipkan mata.“Boleh nyium?”Aku menggeleng. “Jangan.”“Tapi matamu berkata lain.”“Jangan dibahas!”Aku mengikuti gayanya, meletakkan lenganku di dashboard dan menyadarkan kepalaku di sana menghadap padanya.“Jangan tatap-tatapan,” ucapnya dengan senyum tipis. “Aku nggak kuat,” lanjutnya.Tapi aku bergeming, mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 116

    “Ay.”“Aku sedang banyak masalah.”“Proyek jalan toll di Sulawesi bermasalah, sepertinya ada karyawanku yang bermain curang.”“Kak Dian minta aku jauhin kamu.”“Tak ada satu pun yang ngedukung kita.”“Tapi aku udah nggak bisa mundur.”Aku masih membiarkannya bicara. Meski hatiku teriris mendengarnya. Kak Dian nyuruh aku jauhin kamu.“Ay.”“Boleh peluk kamu?”Kali ini ada tetes bening yang jatuh di sudut matanya.Aku menggeleng, “Jangan.”Namun tanpa bisa kukendalikan tanganku sudah bergerak ke arahnya.“Kita hadapi bersama, kan?” Aku menyeka sudut matanya. Lalu tanganku dengan lancang turun ke rahangnya, mengusap rambut-rambut halus yang tumbuh liar di sana. Dia memejamkan mata sesaat, lalu membukanya kembali setelah aku menarik tanganku.“Aku turun, ya,” kataku.Berlama-lama di sini hanya akan membuat dadaku lebih sesak lagi. Dia mengangguk, lalu menyetel automatic lock ke mode buka.“Baik-baik, ya, Sayang.”Aku kembali menoleh. Kembali menatap matanya.“Semalam aku udah menghindarin

  • DOSA TERINDAH   Bab 117

    Dengan langkah tergesa aku menyusuri koridor rumah sakit, mengikuti petunjuk yang diberikan Candra padaku tadi. Ternyata adik lelakiku itu sudah menungguku di ujung koridor sebelum ruang perawatan ibu.“Gimana ibu, Dek?” tanyaku.“Ibu sudah sedikit baikan dari kondisi sebelumnya tadi, Kak. Tapi ....”Aku menghentikan langkah.“Kakak akan bicara baik-baik pada ibu, Dek. Kakak yakin ibu akan mengerti.” Aku tau apa yang sedang dikhawatirkan adik lelakiku itu.“Kak, boleh bicara sebentar?”Aku mengangguk, mengajaknya duduk di kursi taman yang ada di sekitar rumah sakit.“Candra sudah menduga dari awal, Kak. Selama ini, Candra bukan tak melihat keanehan hubungan Kak Aya dan Mas Adam. Tapi kenapa Pak Lukman dan Bu Indah taunya Kakak yang ....”Ia tak melanjutkan kalimatnya. Aku menarik napas, adik kecilku ini rupanya sudah mulai dewasa dan sudah mulai memahami situasi seperti ini.“Apa Kak Aya punya hubungan dengan laki-laki yang waktu itu ngantar Kak Aya ke dokter?”Aku mengangguk. “Kakak

  • DOSA TERINDAH   Bab 118

    “Maaf ya, Nak. Mama pikir ibu kamu sudah tau masalah kalian. Jadi Mama meminta pendapatnya. Ternyata Bu Mar langsung drop setelah mama meminta pendapat beliau mengenai keinginan kalian untuk berpisah.” Mama Indah menyebut nama ibuku, dan menjelaskan padaku kenapa ibu tiba-tiba drop.Sebenarnya aku tak ingin membahas itu di rumah sakit, karena khawatir kondisi ibu. Tapi Mama Indah sudah terlanjur membahasnya, dan kurasa ibuku pun mendengarnya, meski kami berjarak beberapa meter karena aku dan Mama Indah duduk berbincang di sofa.“Nggak apa, Ma,” jawabku.“Sudah ngomong berdua dengan Adam? Bicarakan dari hati ke hati mau dibawa ke mana hubungan kalian.”Mama Indah bertanya dengan mimik memohon padaku. Tapi entah mengapa mendengarnya menyebut nama Mas Adam tiba-tiba saja membuatku mual. Bayangan kebrutalannya malam itu dan jejak-jejak yang ditinggalkannya di sekujur tubuhku tiba-tiba saja membuat perutku bergejolak. Buru-buru aku berlari ke arah toilet dan memuntahkan semua isi perutku d

  • DOSA TERINDAH   Bab 119

    “Mau ambil apa, Bu? Biar Aya yang ambilkan.”Ibu menggeleng, terus berusaha menggapai.“Bu, nanti ibu jatuh,” kataku.Tapi ibu bergeming, tetap tak menanggapiku. Hatiku meringis pedih.“Bu ... Aya ngambil keputusan ini bukan hanya kerena pemikiran sesaat.”Aku berusaha bicara, meski ibu memilih tidur memunggungiku.“Maafkan Aya jika karena permasalahan rumah tangga kami membuat ibu jatuh sakit seperti ini. Maafkan Aya.”“Apa yang selama ini ibu lihat bukanlah gambaran keadaan kami yang sebenarnya, Bu.”“Dari awal menikah hubungan dan komunikasi Aya dan Mas Adam sudah sangat tidak normal.”“Hampir tiap hari selama tiga tahun pernikahan kami Aya menerima kekerasan verbal dari Mas Adam. Tapi Aya menyembunyikan semuanya dari ibu.”Aku terus saja bicara, menyambung kalimat demi kalimat. Meski ibu tak berpaling.“Selama ini Aya menyembunyikan karena berharap suatu saat Mas Adam bisa berubah dan komunikasi dan hubungan kami bisa normal sebagaimana layaknya hubungan suami istri.”“Tapi Mas Ad

  • DOSA TERINDAH   Bab 120

    “Tapi kamu membuka hubungan dengannya.”Aku mengangguk.“Benar, Bu. Aya tidak akan mengingkari itu, dan Aya juga mengakui kesalahan itu. Aya sendirian, Bu. Tak ada satu pun yang memahami, tak ada satu pun yang tau apa yang selama ini Aya alami, tak ada satu pun yang mengerti betapa mental Aya sudah sangat tertekan oleh kekerasan verbal Mas Adam.”Rasa mual menghinggapi ketika aku kembali mengingat perjalanan panjangku dalam tekanannya selama ini.“Cuma Ivan yang mengerti Aya, Bu.”“Begitulah cara kerja setan menghancurkan ikatan pernikahan.”Kalimat ibu menohok jantungku.“Dan Aya akan semakin banyak dosa jika masih melanjutkan pernikahan ini, Bu. Hubungan kami hanya akan mendatangkan pertengkaran dan perselisihan. Aya juga nggak mau mengikat Mas Adam dengan pernikahan, sementara hatinya tertaut pada wanita lain. Mas Adam menyukai salah satu rekan kerjanya, Bu. Dan dia mengakui semua itu di hadapan Aya.”Aku masih terus menjelaskan pada ibu, berusaha meyakinkannya jika pernikahanku da

  • DOSA TERINDAH   Bab 121

    [Aku di parkiran rumah sakit.]Pesan yang masuk tepat di saat aku sedang menyusun kalimat untuk mengajaknya bertemu. Dan dia memang selalu muncul di waktu yang tepat.“Ke arah kiri, mobilku parkir di sudut. Biar asik mojoknya.”Ck! Dia selalu begitu, bicara semaunya, tapi itu membuatku tertawa.“Hai, Sunshine,” sapanya. Dia tersenyum, membukakan pintu mobilnya. Lalu berjalan memutar dan masuk kembali lewat pintu sebelahnya.“Dari mana?” Keningku mengeryit melihat penampilannya yang tak biasa. Jika biasanya dia masih berkeliaran dengan setelan kemeja pakaian kerjanya di jam segini, kali ini Ivan mengenakan kaos dengan celana jeans. Penampilan casualnya membuatnya terlihat makin menarik. Sangat menarik malah, sampai aku tak menyadari jika dari tadi aku menatapnya tak berkedip.“Kenapa?” tanyanya heran.Aku buru-buru memalingkan muka, semoga saja dia tak menyadari bahwa aku sedang mengagumi penampilannya.“Dari mana?” tanyaku lagi. “Tumben gini.” Aku menarik kaosnya.“Ehh, jangan ditarik

  • DOSA TERINDAH   Bab 122

    “Hah? H-hamil? Tapi kan ... kita belum sejauh itu.”“Kita belum making love, Ay!” lanjutnya lagi. Sambil berusaha tertawa, tapi tawanya terdengar dipaksakan.Mungkin dia mengira aku bercanda, tapi aku juga menangkap ketakutannya.“Kamu bercanda kan, Sayang.”“Nggak, Van. Aku nggak bercanda. Aku ... aku memang sedang hamil.”Hening.“Anak Adam," ucapku lagi.Dia menarik napas dalam-dalam. Hening membuatku menatap matanya.“Kenapa harus sekarang, Ay?” Dia balas menatap dengan tatapan penuh kekecewaan.“Aku bingung. Harus bagaimana. Aku ... tak mau kembali padanya. Tapi ... aku sedang mengandung benihnya.” Aku mulai terisak.“Adam sudah tau?”Aku menggeleng. Dia kembali menarik napas panjang.“Kamu boleh ninggalin aku, Van. Aku nggak mungkin menahanmu dengan kondisiku yang seperti ini.”Dia menoleh.“Aku tak pernah berniat meninggalkanmu, Ay. Sudah kubilang aku sudah tidak bisa mundur. Tapi bagaimana jika Adam bersikeras mempertahankanmu karena bayi itu. Apa kamu akan kembali padanya?”A

Bab terbaru

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 2

    “Kalian ini ya ... sama aja dua-duanya! Bucin gak ada obat emang!” Tak kupedulikan suara Kak Dian. Aku segera memeluk Aya sebisaku, membuatnya senyaman mungkin.“Untung bayimu nggak kembar, Ay. Kamu bayangin deh kalo dapat bayi kembar, punya tiga bayi kamu di rumah. Sanggup?” Kak Dian kembali bicara. “Kurasa yang paling ngerepotin sih bayi raksasamu yang ini, Ay.” Telunjuk Kak Dian mengarah padaku.“Jangan bikin Aya ketawa, Kak! Kakak nggak tau kan gimana rasanya ketawa pasca operasi lahiran?” Aku mengulangi kata-kata Kak Dian.“Oiya, sanggup puasa nggak lu, Bro! Empat puluh hari loh.” Kak Dian menekankan kata empat puluh. “Nggak bisa bikin anak orang keramas tiap hari lagi lu.” Suara kekehan Kak Dian terdengar mengejek.“Nak Dian dan Ivan di sana. Biar Ibu yang di sini.” Sebuah perintah lain membuatku dan Kak Dian tak bisa membantah lagi. Ibu mengambil alih posisiku, mengusap lembut kening putri sulungnya dan memberi bisikan-bisikan yang kurasa berisi banyak makna, sebab setelahnya k

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 1

    PoV IvanAku seperti berada di sebuah ruangan sempit, terkunci rapat dan membuatku tak bisa bernapas. Kilasan-kilasan kebersamaan selama lima tahun lebih pernikahanku dengan Aya berputar kembali di kepala seperti adegan film yang membuat dadaku semakin sesak terhimpit.Tahun-tahun bersama Cahaya adalah tahun-tahun terbaik dalam kehidupanku. Tentu saja jika ini adalah film, seharusnya ini adalah film romantis, bukan film sedih yang membuat dadaku sesak seperti ini. Akan tetapi, sesak ini semakin tak dapat kutahan saja. Tak kupeduikan lagi bagaimana rupaku sekarang. Aku terisak ketika sudah tak dapat menahan sesak, lalu kembali menghirup udara ketika merasa sudah hampir kehilangan napasku.Ruangan ini tentu saja bukanlah ruangan yang sempit mengingat aku sedang berada di ruang VIP salah satu rumah sakit ternama. Di ruangan ini aku juga tak sendirian, ada ibu, Candra dan kembarannya, Kak Dian dan Bang Malik, namun meski banyak orang di ruangan ini, tak ada satu pun di antara kami yang be

  • DOSA TERINDAH   Bab 191

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 190

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 189

    Lima tahun bersamanya, lima tahun penuh bahagia meski tak sedikit pula ombak kecil yang menghantam. Lima tahun bisa menjadi diriku sendiri setelah tahun-tahun sebelumnya terjebak dalam hubungan yang membuatku nyaris kehilangan kepercayaan diri. Malam ini Twin House ditutup untuk umum demi merayakan lima tahun pernikahan ku dan Ivan.Dekorasi anniversary sudah menghiasi Twin House, deretan-deretan makanan pun sudah tertata rapi di sana. Aku sendiri tak terlibat sedikit pun mempersiapkan malam ini, aku hanya memperhatikan kesibukan Iin yang berlalu lalang mengatur venue, lalu Byan yang mondar mandir menyusun catering. Sepasang kekasih itu kini benar-benar menjadi orang kepercayaanku dan Ivan.Aku juga sama sekali tak terlibat mengatur siapa saja undangan malam ini, sebab beberapa hari terakhir aku benar-benar hanya fokus pada diriku sendiri. Setelah siang itu di mana aku berbincang dengan Nindya dan baru menyadari ada yang aneh pada diriku, aku benar-benar melakukan pemeriksaan demi mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 188

    “Emang akunya yang kecepatan sih, Ay. Sebenarnya janjinya agak sorean, tapi karena tadi kebetulan Mas Adam juga pas mau keluar, ya udah aku ikut aja. Aku nggak apa kan nunggu di sini?”“Nggak apa, Nin.”“Oiya, Aya. Aku tadi bareng Mas Adam,” katanya lagi tepat di saat sosok yang dibicarakannya itu muncul dari arah parkiran.“Hai, Aya. Gimana kabarmu?” Kaku sekali, pria itu menyapa.“Baik, Mas. Mas Adam gimana kabarnya?” Akupun menjawab sama kakunya. Kini aku mengerti mengapa Ivan berusaha menghindarkan pertemuan seperti ini. Aku dan dia pernah punya cerita, dan meski selalu berusaha untuk saling biasa saja, namun tak bisa dipungkiri akan ada kekakuan seperti ini saat berinteraksi.“Aku juga baik. Oiya, Ivan ada?”Kembali kujelaskan bahwa suamiku baru saja keluar.“Kalo gitu aku titip Nindya ya, Ay. Dia ada urusan dikit sama Ivan untuk urusan pekerjaan.” Mas Adam menjelaskan dengan detail urusan pekerjaan antara Nindya dan Ivan padaku.Aku kembali mengangguk setuju.“Ya udah, kutinggal

  • DOSA TERINDAH   Bab 187

    “Hari ini ikut ke Twin House, ya.”Ini sudah sebulan sejak kami kembali dari Bali setelah seminggu menikmati kebersamaan di sana. Dan untuk memenuhi permintaannya waktu itu agar aku mengurangi waktuku di butik, aku juga sudah mulai beradaptasi. Tentu tak ada alasan bagiku untuk tak mengikuti inginnya, apalagi alasan yang mendasari keinginannya sangat masuk akal.“Adam akan lebih sering datang ke kantorku, dan tentu saja akan lebih sering bertemu kamu juga. Bagaimanapun juga, kalian pernah memiliki cerita, aku hanya ingin menjagamu lebih baik lagi.”“Aku juga bakalan banyak pekerjaan, Aya. Dan keberadaanmu di sekitarku hanya akan membuatku tak bisa berkonsentrasi. Yang ada bukannya kerja, tapi malah ngerjain kamu.”Itu dua alasan yang membuatku menerima keingingannya, karena sejujurnya memang seperti inilah kebersamaan yang sejak dulu kuinginkan. Bertukar pendapat dengan pasangan, saling mendengarkan isi hati, saling memahami apa yang pasangan inginkan. Pernikahanku dengan Ivan adalah

  • DOSA TERINDAH   Bab 186

    “Dari mana, Pi?” Rasanya tak dapat kutahan kekesalanku hari ini. Bagaimana tidak? Kami tiba di villa sejak beberapa jam yang lalu, dan beristirahat sebentar. Lalu saat aku terjaga, tak kutemui pria itu di sudut mana pun sementara ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.“Udah bangun, Sayang? Gimana istirahatnya udah cukup belum?”Dan kesalnya lagi, Ivan justru menanggapi santai dengan kecupan di keningku.“Dari mana aja? Ponsel ditinggal nggak bisa dihubungi, tadi kan cuma mau istirahat bentar abis itu kita jalan-jalan. Kenapa malah ditinggalin berjam-jam gini?” Aku benar-benar kesal kali ini. Yang ada dalam pikiranku tadi, setelah tiba di villa, kami hanya perlu beristirahat sebentar lalu keluar dan menikmati liburan ini.Villa yang disewa Ivan kurasa bukan villa sembarangan. Lokasinya tepat menghadap ke pantai Jimbaran yang terkenal dengan keindahan sunset-nya. Bukan hanya aku, Kia dan Mbak Ri pun terlihat begitu antusias ketika tiba di villa ini tadi. Pemandangan pantai yang

  • DOSA TERINDAH   Bab 185

    Dari sini aku bisa melihat seperti apa hubungan kekeluargaan mereka di masa lalu yang sering Kak Dian ceritakan. Mungkin seperti inilah hubungan akrab mereka dulu di masa lalu sebelum semua hancur karena sebuah kesalahan. Tak ada yang perlu disesali, karena jika menyesali masa lalu, maka mungkin kehadiran Wira juga akan menjadi penyesalan. Padahal bocah yang memiliki banyak keisitimewaan itulah yang menjadi pemersatu kebersamaan kami ini.Tangan Ivan pun tak lagi selalu tertaut padaku. Kurasa dia juga sudah mulai menyadari bahwa Tari sudah berubah, setidaknya berusaha sangat keras untuk berubah.Dan hingga kebersamaan itu berakhir, kami semua seperti sedang menemukan kebahagiaan baru. Aku, Ivan dan Kia serta pengasuhnya melanjutkan liburan kami ke Bali, meninggalkan Tari dan anak-anaknya di rumah Kak Dian.“Aku bangga punya kamu, Aya.” Dan genggaman tangan itu kembali tertaut saat kami dalam perjalanan melanjutkan trip liburan. “Kalo bukan karena kebesaran hatimu, nggak akan ada keber

DMCA.com Protection Status