"Tubuhnya bisa kau manfaatkan untuk tinggal. Kau bisa dapatkan mangsa lebih gampang dengan tubuhnya.""Baik, Pak. Nik pergi dulu."Semilir angin dingin bercampur melati menerpa tubuh Pak Atmo. Angin tersebut berembus kencang menuju warung. Kebetulan posisi pelayan genit sedang santai karena akan berganti shift dengan pegawai lain.Angin dingin beraroma melati bercampur kemenyan menyelimuti tubuhnya lalu melekat erat. Tubuh janda tersebut mengejang sejenak lalu tersadar dengan perilaku yang lain, yaitu gesture tubuh Nikita.Kini, janda cantik bernama Salimah telah berhasil dikuasai oleh Nikita. Dari bibirnya yang merah menggoda terbit sebuah senyum manis, tetapi mengandung racun. Salima berjalan menuju pangkalan ojek. Hampir semua para pengojek mengenalnya karena mereka sering nongkrong tempat Salimah bekerja."Wah, Salimah. Mau ke mana?"tanya salah seorang pengojek."Bisa antar aku ke Hotel Mentari?"tanya Salimah dengan gesture tubuh Nikita yang kalem. Hal ini tentu membuat heran semu
"Gawat! Pak Atmo dapat laporan seseorang kalo Pak Witono masuk hotel bareng Nyonya Paini.""Gawat, kalo gitu. Kamu kok kepikiran kemari?""Biar Pak Witono dan Nyonya Paini bisa selamatkan diri. Saya bawa ojek untuk antar Nyonya Paini pulang. Pak Atmo akan segera kemari. Sebaiknya Nyonya Paini buru-buru pulang naik ojek.""Cerdas juga kamu. Ya, sudah. Kami akan segera siap-siap. Ngapain gak telepon saja tadi?""Ponsel saya sedang ngedrop. Lebih baik saya langsung kemari saja. Darurat soalnya.""Baik, tunggu sebentar." Witono menutup pintu dan beberapa menit kemudian, Paini sudah keluar bersama Witono. "Ke mana sekuriti tadi, Mas?" Wanita tersebut celingukan mencarinya."Kamu langsung turun dan cari tukang ojeknya di tempat parkir. Bisa jadi sekuriti tadi buru-buru balik karena khawatir ketahuan Pak Atmo.""Baik. Aku pulang dulu, Mas," pamit Paini lalu mengecup Witono sekilas. Wanita bertubuh sintal ini berjalan terburu-buru menuju lift. Beberapa menit kemudian, dia telah keluar dari l
"Iya, tapi cuma makanan ringan. Ada juga minuman tapi dalam botol. Kamu gak perlu repot membuatnya. Tugas kamu temani tamu duduk-duduk dan juga pelayanan kamar." "Oh, gitu. Enak, itu. Gak capek rebus air dan ribet aduk-aduk." "Nanti kamu akan dikasih tahu caranya oleh Bu Silvia " "Iya, Pak." Salimah tidak sadar bahwa mobil telah sampai depan pagar indekos. "Benar ini kos kamu?" Wanita berusia tiga puluh tahunan ini menganggukkan kepala. "Silakan mampir, Pak!" "Lain waktu saja. Jangan lupa nanti jam 5, tunggu Bu Silvia di depan." "Baik, Pak. Terima kasih." "Sama-sama." Mobil yang dikemudikan oleh Pak Atmo balik arah dan beberapa pasang mata para pengojek melihat kedatangan Salimah dengan diantar oleh mobil milik Bu Silvia. Di antara dari mereka melakukan siulan menggoda ke arah Salimah. Para pria ini telah hapal dengan kebiasaan yang dilakukan oleh wanita yang diantar jemput oleh mobil dari rumah besar. "Ke mana teman kita?" Seorang pengojek pun bertanya karena pria
"Bukan. Dia itu bos, yang punya rumah besar,"jawab Bu Silvia sembari tertawa kecil. "Baru saya tahu. Kirain yang bos itu Pak Witono. Soalnya dandanan selalu necis dan bawa mobil. Tampangnya juga keren gitu," balas Salimah sambil mengamati Bu Silvia yang kulitnya tampak mulus tiada noda sedikit pun "Kamu beruntung ditunjuk langsung oleh Pak Atmo untuk jadi pegawai." "Iya, Bu. Tadi pagi saya tanya soal kerjaan ke Pak Atmo saat beli kopi di warung. Tahu-tahu pas sore, ketemu di hotel lalu diminta kerja." Mobil meluncur ke arah pusat kota. Bu Silvia fokus ke arah jalan, tiba-tiba terdengar ponselnya berbunyi dari dalam tas. Wanita ini mengambil earphone lalu memasangkan pada telinga. "Halo!" "...." "Baik. Aku langsung ke rumah besar." Hubungan telepon berakhir dan earphone pun langsung dilepas lalu dimasukkan kotak kembali. Bu Silvia menoleh ke arah Salimah. "Sali kita harus balik. Ada orang yang tahu saat kamu pergi dibonceng sama korban. Orang itu juga yang melihat kita
Polisi berbadan berisi ini menuruti kata temannya. Dia melirik ke kaca spion dashboard. Benar saja yang dibilang si kurus. Di jok penumpang telah duduk wanita yang mereka gauli saat jadi mayat.Polisi gemuk yang lebih pemberani ini mencoba menenangkan hati temannya. Begitu pun hatinya sendiri, tetapi dia tak mau akui itu."Dasar penakut! Gak ada siapa-siapa. Buat tidur bentar biar pentingnya ilang. Masih sore mana ada hantu," ucap si gemuk sambil memegang kemudi.Mobil meluncur menuju kantor polisi. Mereka harus segera membuat laporan tertulis dan mulai mengetik surat panggilan untuk para saksi mata. Angin dingin berembus lirih membawa wangi melati bercampur anyir darah menguar memenuhi bagian dalam mobil.Polisi kurus gelisah dan memegang tengkuk yang meremang. Sementara si teman yang mulai mematikan mesin mobil, sudah merasa ada sesuatu yang mengikuti mereka. Dia mengusap-usap bagian belakang leher dengan telapak tangan. Pria ini melirik ke kaca spion dan masih ada sosok wanita di s
"Oh, gitu. Gak usah sewa. Ini pake saja," ucap sekuriti sambil mengulurkan ponsel. "Di situ cari saja nama Bu Silvia." "Baik, Pak." Salimah mulai menelepon Bu Silvia. Setelah lima menit, hubungan telepon berakhir dan wanita bertubuh bagus ini menyerahkan ponsel kembali. "Terima kasih, Pak. Ini uang sewanya." "Gak usah, Mbak." Sekuriti ini menunduk lalu bermaksud mengembalikan uang. Tiba-tiba Salimah lenyap. Ke mana wanita tadi? Tanya sekuriti dalam hati. Pria ini langsung menggenggam uang lalu berlari ke arah jalan. Dia celingukan mencari Salimah, tetapi tidak dijumpainya. Pria tersebut membuka genggamannya dan melihat dua lembar uang kertas merah. Dia kembali ke arah pos jaga dan berniat nanti saat teman pengganti datang, akan segera ke warung guna mencari Salimah. Saat duduk sambil mengisap rokok, si teman pun datang juga. Dia pun lekas berdiri lalu menepuk bahu si teman. "Aku pulang mampir warung depan. Mau aku pesankan sesuatu?" "Tolong, pesankan nasi campur dan kop
"Besok saja kita cari lagi bau bangkai itu. Tunggu hari terang benderang dulu. Mungkin saja ada tikus mati di bawah sofa atau di tempat nyelempit lainnya.""Eh, ya, Bu. Ada Pak Atmo di dalam," kata sekuriti yang ditanggapi oleh Bu Silvia dengan tersenyum."Mana mungkin Pak Atmo kemari," balas Bu Silvia sambil geleng-geleng kepala."Dalam kamar, Bu. Mungkin mandi karena tubuhnya banyak lumpur dalam keadaan basah kuyup."Bu Silvia terlihat terkejut mendengar penuturan sekuriti. Tiba-tiba bau bangkai tercium kembali. Kali ini disertai angin berembus kencang dan dingin. Sosialita itu pun berjalan ke arah kamar yang dibilang sekuriti ada Pak Atmo. Wanita tersebut mengetuk pintu sambil memanggil."Pak Atmo!"Tok! Tok! Tok!"Pak Atmo, ada di dalam?"Beberapa saat menunggu dan tidak ada suara sahutan."Pak Atmo!"panggil Bu Silvia kembali. Dia lalu menempelkan telinga ke pintu."Kok, sepi?"tanyanya sambil memandang sekuriti. Bu Silvia memutar handle pintu lalu membukanya.Ceklek! Prak!Pintu
"Nyai, silakan nikmati santapan lezatmu," ucap Pak Atmo lalu beranjak keluar dari gudang. Tampak olehnya puluhan burung gagak sedang berkoak-koak mengelilingi mayat pengojek yang tergantung pada dahan pohon beringin dekat gudang. Suara ribut di Bukit Bajul tidak pernah terdengar di kampung karena disamarkan secara gaib oleh Nyi Dhiwot. Pak Atmo berjalan menuju lereng bukit dan bersiap menuju pemakaman mantan istrinya. "Istri tak tahu diri! Sudah aku cukupi segalanya, masih saja selingkuh,"keluh Pak Atmo dengan nada kesal. Dalam hati pria tua ini telah tumbuh rasa cinta kepada Paini dan merasa sakit hati oleh pengkhianat itu. *** Iring-iringan penggotong keranda mayat dengan suara penggiring jenazah yang melafalkan asma Allah yang semakin mendekat ke tempat pemakaman. Jam menunjukkan pukul 7 malam, seharusnya jalanan belum segelap dan sesunyi ini. Namun, malam ini terasa lain, jalan tampak lebih gelap dari seharusnya, yang lebih aneh lagi, tidak terdengar satu pun binatang ma