"Oh, gitu. Gak usah sewa. Ini pake saja," ucap sekuriti sambil mengulurkan ponsel. "Di situ cari saja nama Bu Silvia." "Baik, Pak." Salimah mulai menelepon Bu Silvia. Setelah lima menit, hubungan telepon berakhir dan wanita bertubuh bagus ini menyerahkan ponsel kembali. "Terima kasih, Pak. Ini uang sewanya." "Gak usah, Mbak." Sekuriti ini menunduk lalu bermaksud mengembalikan uang. Tiba-tiba Salimah lenyap. Ke mana wanita tadi? Tanya sekuriti dalam hati. Pria ini langsung menggenggam uang lalu berlari ke arah jalan. Dia celingukan mencari Salimah, tetapi tidak dijumpainya. Pria tersebut membuka genggamannya dan melihat dua lembar uang kertas merah. Dia kembali ke arah pos jaga dan berniat nanti saat teman pengganti datang, akan segera ke warung guna mencari Salimah. Saat duduk sambil mengisap rokok, si teman pun datang juga. Dia pun lekas berdiri lalu menepuk bahu si teman. "Aku pulang mampir warung depan. Mau aku pesankan sesuatu?" "Tolong, pesankan nasi campur dan kop
"Besok saja kita cari lagi bau bangkai itu. Tunggu hari terang benderang dulu. Mungkin saja ada tikus mati di bawah sofa atau di tempat nyelempit lainnya.""Eh, ya, Bu. Ada Pak Atmo di dalam," kata sekuriti yang ditanggapi oleh Bu Silvia dengan tersenyum."Mana mungkin Pak Atmo kemari," balas Bu Silvia sambil geleng-geleng kepala."Dalam kamar, Bu. Mungkin mandi karena tubuhnya banyak lumpur dalam keadaan basah kuyup."Bu Silvia terlihat terkejut mendengar penuturan sekuriti. Tiba-tiba bau bangkai tercium kembali. Kali ini disertai angin berembus kencang dan dingin. Sosialita itu pun berjalan ke arah kamar yang dibilang sekuriti ada Pak Atmo. Wanita tersebut mengetuk pintu sambil memanggil."Pak Atmo!"Tok! Tok! Tok!"Pak Atmo, ada di dalam?"Beberapa saat menunggu dan tidak ada suara sahutan."Pak Atmo!"panggil Bu Silvia kembali. Dia lalu menempelkan telinga ke pintu."Kok, sepi?"tanyanya sambil memandang sekuriti. Bu Silvia memutar handle pintu lalu membukanya.Ceklek! Prak!Pintu
"Nyai, silakan nikmati santapan lezatmu," ucap Pak Atmo lalu beranjak keluar dari gudang. Tampak olehnya puluhan burung gagak sedang berkoak-koak mengelilingi mayat pengojek yang tergantung pada dahan pohon beringin dekat gudang. Suara ribut di Bukit Bajul tidak pernah terdengar di kampung karena disamarkan secara gaib oleh Nyi Dhiwot. Pak Atmo berjalan menuju lereng bukit dan bersiap menuju pemakaman mantan istrinya. "Istri tak tahu diri! Sudah aku cukupi segalanya, masih saja selingkuh,"keluh Pak Atmo dengan nada kesal. Dalam hati pria tua ini telah tumbuh rasa cinta kepada Paini dan merasa sakit hati oleh pengkhianat itu. *** Iring-iringan penggotong keranda mayat dengan suara penggiring jenazah yang melafalkan asma Allah yang semakin mendekat ke tempat pemakaman. Jam menunjukkan pukul 7 malam, seharusnya jalanan belum segelap dan sesunyi ini. Namun, malam ini terasa lain, jalan tampak lebih gelap dari seharusnya, yang lebih aneh lagi, tidak terdengar satu pun binatang ma
Kemunculan Salimah dalam keranda mayat, begitu cepat menyebar. Tiba-tiba saja ada sekelompok ibu-ibu datang ke pemakaman. Tanpa disangka-sangka mereka mengguyurkan air bunga setaman ke sekujur tubuh Salimah.Byuuurrr!"Apa ini!" Salimah memekik karena kaget."Tolong, jangan bertindak anarkis Ibu-ibu!"pinta pemuka agama. Beberapa warga segera menyelamatkan Salimah dengan menggiring ke sebuah mobil dan beranjak pergi."Dia itu pelaku ritual sesat, Pak!"teriak salah satu wanita."Benar! Harus diguyur air setaman biar muncul wujud aslinya," sahut wanita yang lain."Sudah. Sekarang kita kembali ke rumah masing-masing. Kita harus berdiskusi dengan Pak Atmo tentang ini. Nomor Pak Atmo sedang tidak aktif,"jelas aparat desa. Dua warga menaruh kembali keranda ke tempatnya, yang berada dekat pintu masuk makam. Kemudian mereka beramai-ramai kembali pulang. Sementara itu, Salimah diajak ke balai desa untuk menghindari perlakuan anarkis kembali. "Mbak ini namanya siapa?"tanya sekretaris desa pela
Namun, semua yang dikatakan oleh Eko adalah sebuah kebenaran. Dia bisa lihat ada kejujuran dari kedua mata pria ini. Jika diteruskan hubungan dengan penghuni rumah besar, itu akan menyulitkan masa depannya, bahkan kematian seperti kata Eko.Salimah sepertinya sudah terjebak karena kekhilafannya mencoba memperbaiki taraf dengan melamar kerja ke Pak Atmo. Apesnya, dirinya tak bisa menahan godaan yang besar dari Pak Atmo dan Bu Silvia."Salimah!" panggil Eko, "aku tahu kamu sedang menimbang banyak hal. Tapi jangan sampai terlambat. Aku pun gak bisa menjamin hidup kamu akan bisa makmur setelah menjauh dari sini. Paling gak, kamu masih bisa menyelamatkan diri dari target tumbal. Ya, sekarang kamu diberi uang tanpa melakukan kerja berat. Itu sebuah pancingan. Kamu sengaja diberi umpan uang karena nyawamu yang akan dikorbankan.""Aku merasa harus bertahan di sini. Harapan aku akan sukses tinggal sedikit lagi, Mas.""Itu fatamorgana yang telah ditebarkan ke hati kamu. Itu bujukan maut. Caril
"Ada di rumah saudara, Pak. Saya dua hari off karena kemarin gantiin teman yang pulang kampung.""Oh, begitu. Kalau ada saudara atau teman yang mau jadi satpam ajak kemari.""Baik, Pak. Begitu ada, saya ajak ke sana."Hubungan telepon pun diakhiri oleh Pak Atmo. Eko tersenyum getir setelahnya."Kalopun ada orang yang ingin cari kerja, gak akan aku ajak ke sana. Bisa-bisa jadi tumbal,"ujar Eko yang langsung disambut tawa renyah oleh Salimah."Mas, boleh aku makan?"tanya Salimah seraya menunjuk di atas kotak nasi."Ayo, kita makan! Esti kirim ini karena di rumah gak ada masakan," balas Eko yang kembali memainkan ponselnya.Salimah menaruh satu kotak nasi di depan Eko. "Katanya ngajak makan?""Sebentar. Mas telepon Esti dulu." Tak berapa lama kemudian, Eko sudah asyik berbincang dengan saudaranya tersebut. Usai menelepon, pria berbadan tegap ini berjalan menuju ruang makan. Dia balik ke ruang tamu dengan membawa sebotol air dingin dan dua gelas kosong."Wah, pengertian banget. Aku lagi p
Salimah pun menjawab panggilan. "Iya, Mas. Ada apa lagi?" "Sali, maaf! Mas sama Esti pulang telat. Kami harus berteduh dulu. Sedang hujan deras dan jalan licin, takut motor terpeleset masuk jurang. Kalo sudah ngantuk tidur saja dulu. Tolong kuncinya dicabut, biar Esti bisa buka pintu dari luar." "Mas, kamu gak usah bercanda! Jangan buat aku takut!" Tubuh Salimah seketika gemetar dengan jari-jemari mendadak panas dingin memegang ponsel. "Becanda gimana, Sali? Aku dan Esti memang sedang terjebak. Kamu seperti orang ketakutan. Apa yang terjadi?"tanya Eko bernada panik. Pria ini mengirimkan sebuah video yang menampakkan keadaan di sana yang sedang rawan kecelakaan. Hujan lebat menggelapkan pandangan sekitar dan aspal terlihat licin. Sebagian besar kendaraan menepi untuk cari aman. Ada polisi yang berjaga-jaga mengatur lalu lintas. "Mas, kalau kamu ada di sana. Terus yang barusan datang tadi, siapa? Jadi siapa dia, Maaass?" Keringat dingin meluncur deras dari dahi dan leher Sa
"Diabetes, asam lambung dan lainnya." "Esti baru tahu soal ini,"sahut si tuan rumah dengan ekspresi heran sekaligus senang. Dirinya adalah penderita asam lambung, itu tandanya harapan bisa sembuh dengan memakan daun kelor. Untuk memastikan cara pemakaiannya, Esti pun bertanya,"Caranya gimana, Mas?" "Dimasak sebagai sayur," jawab Eko sambil mulai mengaitkan ranting dengan pisau pada galah. "Kok dimasak? Bukan, Mas! Dahan daun kelornya dipercik-percikan pada sekujur tubuh jenazah," protes Salimah yang telah berada di antara dua bersaudara sambil tersenyum. "Jenazah siapa, Mbak?"tanya Esti kaget dengan ucapan Salimah barusan. "Lah, memang untuk jenazah. Memangnya tadi Mas Eko bilang apa?"Salimah pun balik bertanya. Akan tetapi, sebelum Esti sempat menjawabnya, Eko buru-buru menarik tangan Salimah. "Udah dapat banyak. Buruan siap-siap! Begitu selepas Subuh kita pergi." "Kalian itu gak jadi nginap sini?"protes Esti dengan raut wajah kecewa. "Kami masih ada keperluan penti
Aku tahu, ini pasti jebakan dari Pak Atmo dan Nyi Dhiwot, batin Faisal.Samar-samar terdengar suara Kiai Masruhat di telinga Faisal. "Fokus pada niat dan jangan lepas dengan zikir serta doa!""Baik, Kiai,"ucap Faisal dengan suara lirih."Mas Eko ...!" Simbah memanggil dari balik pintu kamar."Iya, Mbah," jawab Eko yang gegas bangkit dari tempat tidur.Seperti ada yang mengendalikan tubuhnya. Faisal ikut duduk dan mengamati perilaku sahabatnya. Eko menghampiri Simbah. Wanita itu berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Dia mengelus rambut Eko lalu menyentuh pipi kanannya."Maukah kamu menjadi suamiku?"Eko pun mengangguk dengan ekspresi wajah datar. Pria ini digandeng tangannya oleh Simbah menuju kamar yang berada paling belakang. Faisal buru-buru mengikuti mereka. Ketika sampai depan pintu, bau anyir darah dan busuk bangkai menyapa indra penciuman Faisal.Pria ini mengambil sajadah dari dalam tas ransel lalu memulai salat sunah. Dia memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk m
"Itu buat kamu. Pengantin baru harus minum jamu kuat, biar gak gampang K.O,"balas Eko tidak mau kalah."Nanti Simbah bikinkan untuk kalian. Yang belum nikah, gak perlu khawatir. Simbah bikinkan ramuan agar lekas laku,"ucap Simbah dengan tawa terkekeh-kekeh."Memang ada ramuan kayak gitu, Mbah?"tanya Eko yang jadi penasaran."Ada. Nanti Simbah pijat di titik-titik tertentu agar sumbatannya ilang."Kedua pria ini telah terpengaruh oleh ilmu sihir Simbah. Namun, baik Faisal maupun Eko masih kuat iman dan tidak begitu terpengaruh."Kami selesaikan kerjaan dulu. Setelah itu akan ke rumah Simbah buat minta ramuan,"ucap Faisal kepada wanita tua."Ya, gak apa. Selesai urusan kalian! Setelah itu datang ke rumah Simbah." Tampak ada guratan kekecewaan terukir pada wajah wanita tua. Namun dia memilih untuk bersabar dan tidak mau memaksakan kehendak.Aku harus dapatkan Eko untuk jadi pasangan abadi Nikita, batin Simbah dengan senyum penuh arti."Kebetulan saya orang asli sini. Simbah tinggal di ma
"Biar saya bantu, Mas,"ucap Pak Rasyid yang segera menyulut ujung tali berbahan pelepah pisang dengan korek api. Percikan api membakar ujung tali hingga habis tidak tersisa. Ajaib! Pelepah palem pembungkus tidak tersentuh lidah api sama sekali."Masyaallah! Hanya talinya yang terbakar,"ucap Faisal yang telah mulai membuka pembungkus dibantu oleh Pak Rasyid."Kita baca Al-Fatihah lanjut Ayat Kursi,"saran Kiai Masruhat yang berdiri sambil mengelus-elus pelepah palem pembungkus. "Lahaula wala quata Illa billah!"Pembungkus tersebut bergerak-gerak. Isinya seperti gerakan sesemakhluk yang ingin membuka paksa dari dalam. Faisal memegang cetakan yang terbentang di permukaan luar."Seperti telapak tangan manusia,"ucap Faisal sambil terus melepaskan satu per satu pelepah palem."Memang benar. Isinya yang sedang kita cari,"sahut Kiai Masruhat dengan tersenyum lebar, hingga tampak jelas kerutan yang menumpuk pada sudut bibir sepuhnya."Masyaallah! Apa itu, Kiai?"tanya Faisal yang semakin penasar
Faisal cekatan mengarahkan mobil untuk mendapatkan tempat parkir yang aman. Kebetulan samping rumah Faisal adalah jalan tembus warga desa menuju Bukit Bajul. Jadi banyak Faisal mengarahkan mobil parkir ke arah depan rumah."Ini gubug saya. Mari kita istirahat sebentar sambil minum kopi,"ucap Faisal saat para penumpang mobil telah turun."Kita ngopi setelah selesai tugas, Mas. Sekarang kita langsung menyusul Mas Eko saja. Kasian sendirian,"balas Kiai Masruhat yang langsung direspon anggukan kepala oleh Pak Rasyid.Akhirnya mereka beranjak menuju Bukit Bajul. Beruntung anak tangga menuju bukit telah terpasang lampu penerangan berjarak setiap meter. Jadi mereka lebih nyaman dalam menapaki jalan menanjak. Hawa sedingin es menerpa tubuh mereka. Anging dari puncak bukit menyambut kedatangan keempat pria.Berisik dahan dan rantjng pohon cemara bergesekan ditiup angin. Suara binatang malam bersahutan memecah hening malam. Mereka tidak melihat penampakannya sosok Eko di puncak tangga. Padahal
"Di kampung saya. Menurut rencana setelah ini, Dek Salimah akan saya ajak pulang ke rumah saya. Akan saya ajari sebagai petani dan peternak, Pak, Kiai.""Masyaallah! Semoga membawa berkah, Mas,"timpal Kiai Masruhat.Tak berapa lama, Pras dan Esti datang. Mereka membawa pesanan pengantin baru. Tentu saja, mereka kaget dengan keadaan dalam ruangan yang porak-poranda. Namun dalam penglihatan ketiga pria ada perbedaan yang terjadi dalam diri pasangan suami istri ini.Keduanya tanpa ucap salam, langsung berdiri di tengah. Mata pasangan suami istri ini memerah. Kiai Masruhat langsung memberi isyarat kepada yang lain dengan memilih tasbih. "Kalian akan tahu akibatnya jika gak serahkan Nikita!"teriak Pras dengan kedua mata melotot. Sementara itu, Esti akan mendekat ke arah Salimah dan buru-buru dihadang oleh Faisal."Minggir, kau!" Teriakan Esti mirip suara pria tua. Ketiga pria langsung paham dengan yang mereka hadapi. Pasangan suami istri ini telah dirasuki Pak Atmo dan pengikut Nyi Dhiwo
Faisal buru-buru memeluk tubuh Salimah lalu berbisik,"Ada yang mencoba mengganggu kita. Dia menyamar sebagai Nikita. Ikuti doa yang Mas ucapkan!".Faisal pun melafalkan Ayat Kursi yang segera diikuti oleh Salimah. Tak berapa lama, muncul penampakan wujud Nikita meski secara samar-samar. "Dia bukan Nikita, Dek. Tetap waspada!" Faisal memegang tangan Salimah dengan erat. Pria ini berzikir dalam hati."Lepaskan aku! Entar aku bantu pulihkan Salimah,"ucap bayangan Nikita tersebut."Kenapa dengan aku?"tanya Salimah dengan ekspresi bingung. Dia merasa sudah sehat dan tidak ada yang aneh dalam dirinya.Faisal mengecup pipi Salimah lalu berbisik,"Dia sengaja menjebaknya kita. Abaikan!""Salimah, roh kamu telah diikat janji oleh Nyi Dhiwot. Janin dalam perutmu adalah untuk persembahan. Dia akan tetap berdiam di rahim, sampai saatnya tiba. Separuh nyawamu untuk dia. Kamu akan jadi budak Nyi Dhiwot karena itu. Kamu gak bisa menolaknya. Aku bisa bebaskan kamu dari ikatan itu. Mau?"Bayangan Niki
Pras yang mulai merasakan bulu kuduknya berdiri lalu berbisik ke telinga Esti. "Sepertinya ada pesan kematian."Esti pun segera menoleh dengan wajah terkejut. "Maksud Mas ...?""Bisa jadi tadi Mbak Salimah melihat malaikat maut yang sedang mengantar jenazah seseorang,"balas Pras dengan wajah yakin."Bisa jadi, itu benar, Mas,"sahut Faisal. "Dek Salimah diberi penampakan ghoib."Salimah masih terisak-isak dalam dekapan Faisal. Akhirnya oleh suaminya diajak masuk ruang perawatan. Sementara itu, Pras dan Esti masih geming menatap ke arah lorong menuju kamar mayat. Mereka syok melihat sosok berpakaian hitam dengan perut terbuka mengucurkan darah segar. Sosok itu Salimah. "Oek! Oek! Oek!"Terdengar tangisan bayi. Sosok dengan jubah berapi yang berkobar keluar dari dalam ruang mayat membawa peti. Suara tangisan bayi semakin tidak terdengar bersamaan dengan hilangnya sosok dengan jubah api. Wanita mirip Salimah masih merogoh bagian perut yang berlubang.Air matanya berubah semerah darah. P
Kiai Masruhat gegas masuk ruangan untuk menghampiri sumber suara. Sementara Pak Rasyid berbicara lirih kepada Faisal. "Tolong, botol diberi tambahan doa.""Baik, Pak." Faisal pun segera membaca doa dalam hati lalu mengambil botol dari balik baju lalu meniup permukaannya sebanyak tiga kali."Tolooong!" Terdengar teriakan lagi. Namun kali ini keluar dari mulut perawat."Tidak ada orang yang mendengar teriakanmu, Cantik! Percuma kamu buang-buang energi! Menurutlah!"ancam Eko ke telinga perawat. Pria ini tidak menyadari jika Kiai Masruhat sedang menghampiri mereka dalam keadaan tanpa wujud."Tolong lepaskan saya! Ada pasien lain yang harus saya cek,"ucap perawat dengan bibir gemetar.Kiai Masruhat langsung mendekat. Perawat tidak mengetahui keberadaannya. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Eko. Pria yang telah dirasuki oleh ruh Pak Atmo, bisa melihat kehadiran Kiai Masruhat."Gak usah ikut campur urusanku!"teriak Eko dengan tawa terkekeh-kekeh khas orang tua. Terang saja, teriakan Ek
"Alhamdulillah. Dengan ini kita bisa menangkap arwah Pak Atmo yang masih gentayangan,"ucap Pak Rasyid sambil menerima botol lalu mengamati beberapa saat. "Semoga setelah ini diamankan, Mbak Salimah tidak bersikap aneh lagi. Moga hubungan rumah tangga yang terjalin bisa harmonis." "Saya mohon maaf, sebelumnya, Pak. Saya berniat untuk mengembalikan Dek Salimah ke Eko, setelah 40 puluh hari usia pernikahan." "Kenapa begitu? Pernikahan itu peristiwa sakral. Gak boleh dibuat main-main." "Iya, saya tahu, Pak. Seharusnya Dek Salimah itu menikah dengan Eko. Mereka telah berniat untuk menikah. Saya hanya perlu menunggu, apakah ada benih tertanam dalam rahim Dek Salimah? Itu saja! Saya akan melanjutkan pernikahan, jika memang Dek Salimah hamil." "Hal ini harus dibicarakan bersama dengan yang bersangkutan dahulu. Bagaimanapun pernikahan adalah sebuah ibadah. Terlebih ini adalah tanggung jawab yang harus diemban. Cinta bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu, selama kalian berniat men