"Oh, itu. Saya lagi mikirin Pak Kades. Kasian. Lukanya parah dan harus segera diobati. Sedang di mana sekarang?" Tampak raut sedih tergurat di wajah Pak Atmo. Pria ini, meski punya dendam, ia masih ada rasa empati. Apalagi beberapa kali, dirinya memanggil Nikita dalam hati, tetapi tak ada sahutan."Ya, Pak. Kami berdua pun merasakan hal yang sama,"sahut pria pengemudi sembari menatap gerbang desa mereka.~•••~•••~Beberapa puluh kilometer dari gerbang desa, ada dua orang pria yang sedang panik. "Lo yakin mau di sini?" tanya seorang pria berbadan kekar. Sementara rokok di tangannya mengepul mengeluarkan asap."Yakin, arus sungai lagi deras. Kita dorong aja mobilnya. Buat seolah-olah dia kecelakaan. Bentar!”Pria dengan badan sedikit tambun berjalan ke mobil yang terparkir tidak jauh dari situ. Tak lama, dia kembali dengan botol minuman keras yang masih tersisa separuh. Dia membuka tutup botol lalu menumpahkan cairan di dalamnya ke beberapa bagian tubuh dan pakaian pria dalam mobil.“P
Tiba-tiba Bu Kades siuman dan berteriak,”Saya mau lihat almarhum untuk terakhir kali.”Beberapa orang membantu Bu Kades berjalan menuju liang lahat. Saat peti akan diturunkan ke liang lahat, Bu Kades minta dirinya yang membuka tutup peti. Wanita ini mengamati saat tali pocong dibuka lalu wajah mayat dimiringkan menghadap kiblat.“Ini mayat wanita,”ucap Bu Kades yang meraba kain kafan bagian telinga. Dia merasakan ada anting di sana.Ucapan Bu Kades langsung mendapatkan reaksi dari para pengubur. Mereka meraba bagian telinga dan benar yang diucapkan oleh wanita tersebut. Akhirnya, mayat tidak terpaksa dibawa ke rumah sakit untuk diotopsi ulang. Sementara Bu Kades sedikit tersenyum karena dirinya masih bisa berharap bahwa suaminya masih selamat.Kekeliruan soal jenazah membuat semua warga kaget, terutama dua orang yang merupakan pelaku penenggelaman.“Kok, bisa jadi cewek?”tanya pria kurus berbisik ke telinga si tambun.“Entahlah! Padahal mayat dalam mobil Avanza hitam itu Pak Kades. Ke
"Asal kalian mau diajak kerja saja,” balas Jacky lalu tersenyum lebar. Kedua pria berjalan menuju mobil yang terparkir di depan kedai.Nikita buru-buru menyubit lengan dua sahabatnya.”Kalian gak usah terlalu genit. Entar dianggap gadis gak benar.”“Kamu tuh, jadi orang jangan terlalu polos ngapa? Namanya itu ramah dan gaul, Niki. Biar kita gampang dapat kerja,”sahut Tasya dengan nada tidak terima.~•••~•••~Sebulan setelah pertemuanTasya mendatangi kamar kos Nikita bersama Hani. Kedua gadis memakai pakaian sedikit terbuka dan berhias mencolok.“Kalian pada mau ke mana?”tanya Nikita terhadap dua temannya.“Aku sama Hani mulai kerja hari ini di tempat bos Bang Bon bon,”jawab Tasya dengan wajah ceria. “Hani ikutan kerja, gimana kamu?”“Enak gak tempatnya?”tanya Nikita terlihat ragu-ragu sambil memandang kedua temannya yang berdandan seksi.Gadis berambut sepinggang ini merasa risih dengan penampilan mereka. Padahal dalam lingkungan indekos dan dirinya khawatir para penghuni lain apalagi
“Iya, tapi diajak minum. Setelah mabuk dimasukin kamar. Mereka telah dijual ke hidung belang atau dikerjain oleh dua pria yang ajak mereka kerja.”“Gimana caranya selamatkan mereka, Kak?”“Lapor polisi saja.”Sekarang Nikita telah siap akan mengajak kedua temannya untuk pergi ke kantor polisi. Namun, ternyata saat dirinya datang, kamar kedua temannya dalam keadaan kosong. Nikita bertanya ke sesama penghuni kos. Mereka bercerita bahwa Tasya dan Hani telah pergi bersama dua pria dengan mobil. Kunci kamar telah diserahkan kepada tuan rumah.“Mereka ada bilang ke mana, Kak?”tanya Nikita kepada seorang tetangga kamar kedua temannya. Kebetulan kamar Tasya dan Hani berdampingan.“Gak ada pamit sama kita. Mereka ngeloyor pergi habis kasih kunci. Tasya dan Hani macam orang mabuk. Jalan sempoyongan. Yang cowok dua itu pacar mereka?”tanya seorang wanita separuh baya yang masih sederet dengan kamar Tasya dan Hani. Biasa khas ibu-ibu yang serba ingin tahu.“Enggak tahu, Bu. Terima kasih. Saya ke k
“Oh, ya, San. Emang kayak apa Om-om itu?”tanya Nikita yang tak urung penasaran juga.“Rambutnya agak botak, pake kaca mata dan bawa mobil hitam,” jelas Santi. “Tasya sempat panggil Pak Kades pada Om-om itu.”“Oh, itu, Pak Kades di kampung kami, San. Tasya dan Hani sudah pindah kerja ke toko Pak Kades.”“Ish, ish! Masa sama bos bisa semesra itu, Nik?”“Maksud kamu?”“Mereka berciuman di dalam mobil,”balas Santi dengan ekspresi seperti orang jijik.”Pakaian dia seronok. Macem cewek B.O di pinggir jalan. Aku jadi malu sendiri liatnya. Mana lagi, aku tadi sama Bu Silvia dan Mr. Abraham.”Nikita yang mendapat cerita dari Santi sangat kaget. Setahunya, Tasya tidak pernah berpakaian terbuka. Mana mungkin Tasya dalam beberapa jam bisa berubah luar. “Kamu salah orang itu.”“Beneran Tasya, Nik. Bu Silvia sampe melongo liat tampilan dia.” Santi selama ini selalu jujur. Apalagi, gadis ini telah dipercaya sebagai asisten bendahara divisi pemasaran. Tidak mungkin dirinya berbohong soal Tasya.“Astag
“Ada apa, San?”“Kita pergi makan di dekat alun-alun saja.”“Kita naik apaan?”“Kita naik taksi online. Aku tunggu dekat gerbang kos.”Hubungan telepon diputus lalu Santi berdiri menunggu sambil mengamati lalu lintas di jalan raya. Wanita tomboy ini melihat Bu Lodi sedang berjalan ke arah gerbang dan ia buru-buru bersembunyi di balik pohon. Tampak olehnya, Bu Lodi dihampiri sebuah mobil.Kaca diturunkan lalu muncul seraut wajah yang diketahuinya pernah bersama dengan Tasya. Pria ini yang dibilang oleh Nikita sebagai Pak Kades memberikan sebuah bungkusan ke Bu Lodi. Wanita ini menyodorkan sebuah sebuah amplop berwarna cokelat.“Tumben Bapak turun langsung?”tanya Bu Lodi sambil segera memasukkan bungkusan bercampur sayuran yang dibawanya.“Saya sengaja ingin pantau sendiri, merpati yang di foto Ibu,”balas pria berkaca mata seraya memandang lurus ke deretan kamar indekos.“Sebentar lagi juga keluar merpatinya, Pak. Ia barusan mandi, biasanya setelah itu cari makan.”“Oh, ya? Oke. Saya in
“Gak usah jauh-jauh, deh, mimpinya. Masih banyak pilihan selain aku yang lebih pantas buat kelola butik milik Mr. Abraham. Mereka pasti sedang bercanda. Kamu tuh gak bisa bedain candaan atau enggak, Santi.”“Ini beneran, Nik. Mr. Abraham sampe minta aku cerita keseharian kamu di kos. Bu Silvia sudah cerita banyak ke dia soal cara kerja kamu di pabrik. Kamu tahu tidak, aku diajak mereka survei itu karena Mr. Abraham mau korek info dari aku. Dia itu tertarik sama kamu, saat serahkan sample bordiran. Katanya, kamu itu cerdas dalam berkreasi. Betewe, makasih, ya, gara-gara kamu, aku naik jabatan. Masih bulan depan, sih. Tapi, udah deal.”“Wah, selamat, Santi. Kamu memang pantas mendapatkannya,”balas Nikita sambil memeluk teman beda pabrik tersebut.Setelah mereka menempuh perjalanan selama dua puluh menit, akhirnya sampai juga di mess khusus staf. Nikita terbelalak melihat penampakan hunian khusus staf pabrik sepatu di depannya. Begitu elite dilihat dari depan dalam pandangan Nikita.Gadi
"Dia telepon aku. Gimana?”tanya Nikita sambil sodorkan layar ponsel.“Gak usah diangkat. Dia itu cek keberadaan kamu itu.”“Baiklah!” Nikita lalu menekan tombol silent. Tampak di layar ponsel nomor Bu Lodi menghubungi beberapa kali, akhirnya berhenti. Sekarang giliran ponsel Santi berbunyi dan saat dilihat ternyata dari Bu Lodi juga.“Benar-benar gigih dia,” ucap Santi diiringi tawa lirih.“Gimana dong, San?”tanya Nikita dengan wajah gugup.“Gak usah bingung. Bu Lodi gak mungkin bisa ke sini, Nik,”balas Santi berusaha menenangkan gadis sebelahnya.“Bisa jadi gak tahu mess ini. Tapi, dia tahu letak garmen. Masa aku gak kerja?”“Hari ini kamu gak usah kerja dulu. Minta izin sama Bu Silvia dan aku mau cerita masalah kamu ke Mr Abraham. Siapa tahu ada solusi buat kamu.”“Kerjaan bordir lagi rame, San. Tugas aku sebagai ketua kelompok untuk mengkoordinir. Gimana kalo aku gak kerja?”“Kamu naik taksi saja sampe gerbang garmen. Begitu pun pulang ke sini. Itu paling aman, Nik.”“Aku bukan kar
Aku tahu, ini pasti jebakan dari Pak Atmo dan Nyi Dhiwot, batin Faisal.Samar-samar terdengar suara Kiai Masruhat di telinga Faisal. "Fokus pada niat dan jangan lepas dengan zikir serta doa!""Baik, Kiai,"ucap Faisal dengan suara lirih."Mas Eko ...!" Simbah memanggil dari balik pintu kamar."Iya, Mbah," jawab Eko yang gegas bangkit dari tempat tidur.Seperti ada yang mengendalikan tubuhnya. Faisal ikut duduk dan mengamati perilaku sahabatnya. Eko menghampiri Simbah. Wanita itu berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Dia mengelus rambut Eko lalu menyentuh pipi kanannya."Maukah kamu menjadi suamiku?"Eko pun mengangguk dengan ekspresi wajah datar. Pria ini digandeng tangannya oleh Simbah menuju kamar yang berada paling belakang. Faisal buru-buru mengikuti mereka. Ketika sampai depan pintu, bau anyir darah dan busuk bangkai menyapa indra penciuman Faisal.Pria ini mengambil sajadah dari dalam tas ransel lalu memulai salat sunah. Dia memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk m
"Itu buat kamu. Pengantin baru harus minum jamu kuat, biar gak gampang K.O,"balas Eko tidak mau kalah."Nanti Simbah bikinkan untuk kalian. Yang belum nikah, gak perlu khawatir. Simbah bikinkan ramuan agar lekas laku,"ucap Simbah dengan tawa terkekeh-kekeh."Memang ada ramuan kayak gitu, Mbah?"tanya Eko yang jadi penasaran."Ada. Nanti Simbah pijat di titik-titik tertentu agar sumbatannya ilang."Kedua pria ini telah terpengaruh oleh ilmu sihir Simbah. Namun, baik Faisal maupun Eko masih kuat iman dan tidak begitu terpengaruh."Kami selesaikan kerjaan dulu. Setelah itu akan ke rumah Simbah buat minta ramuan,"ucap Faisal kepada wanita tua."Ya, gak apa. Selesai urusan kalian! Setelah itu datang ke rumah Simbah." Tampak ada guratan kekecewaan terukir pada wajah wanita tua. Namun dia memilih untuk bersabar dan tidak mau memaksakan kehendak.Aku harus dapatkan Eko untuk jadi pasangan abadi Nikita, batin Simbah dengan senyum penuh arti."Kebetulan saya orang asli sini. Simbah tinggal di ma
"Biar saya bantu, Mas,"ucap Pak Rasyid yang segera menyulut ujung tali berbahan pelepah pisang dengan korek api. Percikan api membakar ujung tali hingga habis tidak tersisa. Ajaib! Pelepah palem pembungkus tidak tersentuh lidah api sama sekali."Masyaallah! Hanya talinya yang terbakar,"ucap Faisal yang telah mulai membuka pembungkus dibantu oleh Pak Rasyid."Kita baca Al-Fatihah lanjut Ayat Kursi,"saran Kiai Masruhat yang berdiri sambil mengelus-elus pelepah palem pembungkus. "Lahaula wala quata Illa billah!"Pembungkus tersebut bergerak-gerak. Isinya seperti gerakan sesemakhluk yang ingin membuka paksa dari dalam. Faisal memegang cetakan yang terbentang di permukaan luar."Seperti telapak tangan manusia,"ucap Faisal sambil terus melepaskan satu per satu pelepah palem."Memang benar. Isinya yang sedang kita cari,"sahut Kiai Masruhat dengan tersenyum lebar, hingga tampak jelas kerutan yang menumpuk pada sudut bibir sepuhnya."Masyaallah! Apa itu, Kiai?"tanya Faisal yang semakin penasar
Faisal cekatan mengarahkan mobil untuk mendapatkan tempat parkir yang aman. Kebetulan samping rumah Faisal adalah jalan tembus warga desa menuju Bukit Bajul. Jadi banyak Faisal mengarahkan mobil parkir ke arah depan rumah."Ini gubug saya. Mari kita istirahat sebentar sambil minum kopi,"ucap Faisal saat para penumpang mobil telah turun."Kita ngopi setelah selesai tugas, Mas. Sekarang kita langsung menyusul Mas Eko saja. Kasian sendirian,"balas Kiai Masruhat yang langsung direspon anggukan kepala oleh Pak Rasyid.Akhirnya mereka beranjak menuju Bukit Bajul. Beruntung anak tangga menuju bukit telah terpasang lampu penerangan berjarak setiap meter. Jadi mereka lebih nyaman dalam menapaki jalan menanjak. Hawa sedingin es menerpa tubuh mereka. Anging dari puncak bukit menyambut kedatangan keempat pria.Berisik dahan dan rantjng pohon cemara bergesekan ditiup angin. Suara binatang malam bersahutan memecah hening malam. Mereka tidak melihat penampakannya sosok Eko di puncak tangga. Padahal
"Di kampung saya. Menurut rencana setelah ini, Dek Salimah akan saya ajak pulang ke rumah saya. Akan saya ajari sebagai petani dan peternak, Pak, Kiai.""Masyaallah! Semoga membawa berkah, Mas,"timpal Kiai Masruhat.Tak berapa lama, Pras dan Esti datang. Mereka membawa pesanan pengantin baru. Tentu saja, mereka kaget dengan keadaan dalam ruangan yang porak-poranda. Namun dalam penglihatan ketiga pria ada perbedaan yang terjadi dalam diri pasangan suami istri ini.Keduanya tanpa ucap salam, langsung berdiri di tengah. Mata pasangan suami istri ini memerah. Kiai Masruhat langsung memberi isyarat kepada yang lain dengan memilih tasbih. "Kalian akan tahu akibatnya jika gak serahkan Nikita!"teriak Pras dengan kedua mata melotot. Sementara itu, Esti akan mendekat ke arah Salimah dan buru-buru dihadang oleh Faisal."Minggir, kau!" Teriakan Esti mirip suara pria tua. Ketiga pria langsung paham dengan yang mereka hadapi. Pasangan suami istri ini telah dirasuki Pak Atmo dan pengikut Nyi Dhiwo
Faisal buru-buru memeluk tubuh Salimah lalu berbisik,"Ada yang mencoba mengganggu kita. Dia menyamar sebagai Nikita. Ikuti doa yang Mas ucapkan!".Faisal pun melafalkan Ayat Kursi yang segera diikuti oleh Salimah. Tak berapa lama, muncul penampakan wujud Nikita meski secara samar-samar. "Dia bukan Nikita, Dek. Tetap waspada!" Faisal memegang tangan Salimah dengan erat. Pria ini berzikir dalam hati."Lepaskan aku! Entar aku bantu pulihkan Salimah,"ucap bayangan Nikita tersebut."Kenapa dengan aku?"tanya Salimah dengan ekspresi bingung. Dia merasa sudah sehat dan tidak ada yang aneh dalam dirinya.Faisal mengecup pipi Salimah lalu berbisik,"Dia sengaja menjebaknya kita. Abaikan!""Salimah, roh kamu telah diikat janji oleh Nyi Dhiwot. Janin dalam perutmu adalah untuk persembahan. Dia akan tetap berdiam di rahim, sampai saatnya tiba. Separuh nyawamu untuk dia. Kamu akan jadi budak Nyi Dhiwot karena itu. Kamu gak bisa menolaknya. Aku bisa bebaskan kamu dari ikatan itu. Mau?"Bayangan Niki
Pras yang mulai merasakan bulu kuduknya berdiri lalu berbisik ke telinga Esti. "Sepertinya ada pesan kematian."Esti pun segera menoleh dengan wajah terkejut. "Maksud Mas ...?""Bisa jadi tadi Mbak Salimah melihat malaikat maut yang sedang mengantar jenazah seseorang,"balas Pras dengan wajah yakin."Bisa jadi, itu benar, Mas,"sahut Faisal. "Dek Salimah diberi penampakan ghoib."Salimah masih terisak-isak dalam dekapan Faisal. Akhirnya oleh suaminya diajak masuk ruang perawatan. Sementara itu, Pras dan Esti masih geming menatap ke arah lorong menuju kamar mayat. Mereka syok melihat sosok berpakaian hitam dengan perut terbuka mengucurkan darah segar. Sosok itu Salimah. "Oek! Oek! Oek!"Terdengar tangisan bayi. Sosok dengan jubah berapi yang berkobar keluar dari dalam ruang mayat membawa peti. Suara tangisan bayi semakin tidak terdengar bersamaan dengan hilangnya sosok dengan jubah api. Wanita mirip Salimah masih merogoh bagian perut yang berlubang.Air matanya berubah semerah darah. P
Kiai Masruhat gegas masuk ruangan untuk menghampiri sumber suara. Sementara Pak Rasyid berbicara lirih kepada Faisal. "Tolong, botol diberi tambahan doa.""Baik, Pak." Faisal pun segera membaca doa dalam hati lalu mengambil botol dari balik baju lalu meniup permukaannya sebanyak tiga kali."Tolooong!" Terdengar teriakan lagi. Namun kali ini keluar dari mulut perawat."Tidak ada orang yang mendengar teriakanmu, Cantik! Percuma kamu buang-buang energi! Menurutlah!"ancam Eko ke telinga perawat. Pria ini tidak menyadari jika Kiai Masruhat sedang menghampiri mereka dalam keadaan tanpa wujud."Tolong lepaskan saya! Ada pasien lain yang harus saya cek,"ucap perawat dengan bibir gemetar.Kiai Masruhat langsung mendekat. Perawat tidak mengetahui keberadaannya. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Eko. Pria yang telah dirasuki oleh ruh Pak Atmo, bisa melihat kehadiran Kiai Masruhat."Gak usah ikut campur urusanku!"teriak Eko dengan tawa terkekeh-kekeh khas orang tua. Terang saja, teriakan Ek
"Alhamdulillah. Dengan ini kita bisa menangkap arwah Pak Atmo yang masih gentayangan,"ucap Pak Rasyid sambil menerima botol lalu mengamati beberapa saat. "Semoga setelah ini diamankan, Mbak Salimah tidak bersikap aneh lagi. Moga hubungan rumah tangga yang terjalin bisa harmonis." "Saya mohon maaf, sebelumnya, Pak. Saya berniat untuk mengembalikan Dek Salimah ke Eko, setelah 40 puluh hari usia pernikahan." "Kenapa begitu? Pernikahan itu peristiwa sakral. Gak boleh dibuat main-main." "Iya, saya tahu, Pak. Seharusnya Dek Salimah itu menikah dengan Eko. Mereka telah berniat untuk menikah. Saya hanya perlu menunggu, apakah ada benih tertanam dalam rahim Dek Salimah? Itu saja! Saya akan melanjutkan pernikahan, jika memang Dek Salimah hamil." "Hal ini harus dibicarakan bersama dengan yang bersangkutan dahulu. Bagaimanapun pernikahan adalah sebuah ibadah. Terlebih ini adalah tanggung jawab yang harus diemban. Cinta bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu, selama kalian berniat men