"Tidak. Aku tidak tertarik dengan semua ini!" Eko mengibaskan tangan. Seketika masa depan yang terlihat di depan matanya hilang dalam sekejap. "Hmm, menarik. Aku salut, atas keteguhan hatimu, Eko. Kamu memang manusia kuat. Namun, masih ada satu ujian terakhir. Aku yakin kali ini kamu tak akan kuat menahan godaannya. Kamu akan menjadi milikku! ha-ha-ha tak pernah ada yang luput dari pesonaku!" Nyi Dhiwot melepaskan semua pakaiannya. "Bukalah matamu!""Ya sin. Wal-qur'anil-ḥakim.Innaka laminal-mursalin ...." Lamat-lamat terdengar suara lantunan doa disertai gemuruh hujan dan kilat menyambar-nyambar. Embusan angin kencang bertiup hingga membuat semua pepohonan terayun-ayun hampir roboh. Tubuh Eko tak luput dari goncangan angin tersebut. Tubuh pria tersebut terseret hingga jatuh ke lereng bukit. Tiba-tiba kilat maha dahsyat kilau dan getar suaranya menyambar tubuh Nyi Dhiwot."Aauuchh ...!" Lengkingan panjang mengiringi lenyapnya tubuh siluman ular.Fenomena aneh tersebut berhenti dala
Salimah yang terkontaminasi ruh Nikita terkekeh geli dan untuk kali ini sudah cukup menyenangkan, baginya. Dia sudah bisa merasakan bibir pria yang terkenal alim tersebut."Jangan sok polos, Sayang. Kamu pasti menyukainya," ucap Salimah sembari mengerdipkan mata dengan ekspresi menggoda."Pernikahan kita ini sebatas formalitas semata. Hal ni telah menyakiti perasaan Eko. Dek Salimah itu kan kekasihnya, kenapa bisa setega ini mengkhianati cinta Eko?""Mas benar-benar sudah merendahkan aku. Kamu itu sudah jadi suami aku. Wajar, dong, aku mencurahkan kasih sayang kepada kamu.""Dek Salimah, saya minta maaf. Bukan maksud saya merendahkan. Pernikahan ini sebagai bentuk tanggung jawab karena perbuatan kita dalam ritual bisa saja membuahkan benih dalam rahim Dek Salimah. Selain itu, kita harus ingat, ada hati Eko yang tersakiti dan saya tidak pernah berniat merebut Dek Salimah dari dia.""Aku cinta kamu, Mas. Apa setelah ini, kamu mau ceraikan aku lalu kau balikan ke Mas Eko?"tanya Salimah d
Salimah yang terkontaminasi ruh Nikita terkekeh geli dan untuk kali ini sudah cukup menyenangkan, baginya. Dia sudah bisa merasakan bibir pria yang terkenal alim tersebut."Jangan sok polos, Sayang. Kamu pasti menyukainya," ucap Salimah sembari mengerdipkan mata dengan ekspresi menggoda."Pernikahan kita ini sebatas formalitas semata. Hal ni telah menyakiti perasaan Eko. Dek Salimah itu kan kekasihnya, kenapa bisa setega ini mengkhianati cinta Eko?""Mas benar-benar sudah merendahkan aku. Kamu itu sudah jadi suami aku. Wajar, dong, aku mencurahkan kasih sayang kepada kamu.""Dek Salimah, saya minta maaf. Bukan maksud saya merendahkan. Pernikahan ini sebagai bentuk tanggung jawab karena perbuatan kita dalam ritual bisa saja membuahkan benih dalam rahim Dek Salimah. Selain itu, kita harus ingat, ada hati Eko yang tersakiti dan saya tidak pernah berniat merebut Dek Salimah dari dia.""Aku cinta kamu, Mas. Apa setelah ini, kamu mau ceraikan aku lalu kau balikan ke Mas Eko?"tanya Salimah d
“Uang memang manis, Jenderal! Namun, aku lebih tertarik dengan tetesan darah dari daging tubuhmu yang tersayat.”“Siapa kamu? Apa yang kau inginkan? Di mana gadis itu?”Pria berjubah hitam dengan balaclava full wajah yang hanya menyisakan lubang di kedua mata tertawa terbahak-bahak.Langkah kaki bersepatu boots penuh lumpur mendekat ke arah tubuh pria tergantung dengan kedua kaki terikat tali ke plafon. Dalam posisi terbalik, beberapa kali ia meludah dengan emosi.Sang pria meronta sekuat tenaga dengan kedua tangan terikat menjuntai hampir menggapai lantai. Ia bisa pastikan, tubuhnya akan jadi sasaran cambuk dan torehan belati si jubah hitam kembali.Namun, apa daya perwira polisi bertubuh tegap bertelanjang dada tersebut, kini tergantung lemah mulai kehabisan darah.Beberapa bagian tubuh tampak penuh bekas sabetan dan luka sayatan yang menganga. Dari urat nadi kedua tangan yang sengaja dilubangi, tetesan darah sudah mulai tersendat-sendat.“Ha ha ha ... darahmu hanya segini doang, Je
Pak Atmo kini mulai membersihkan sisa ritual dan menutup kembali lubang di gundukan tanah. Ia beranjak ke kotak penyimpanan barang ritual. Jubah dilepas lalu menyimpannya dalam kotak bersama alat-alat ritual.Sesajen sengaja ia tinggalkan di atas gundukan agar jadi makanan hewan liar. Atmo Sukiman kini merapikan baju dan celana serta kembali memakai topi caping. Ia telah siap kembali bertugas sebagai penggali kubur tempat pemakaman umum. Senyum semringah mengiringi setiap langkahnya menuju tempat kerja dengan melewati gudang tua.“Ah, rupanya gagak-gagak Sang Ratu tengah berpesta. Tubuh perwira ini sangat berisi, mereka pasti puas menyantap dagingnya,”ujarnya sembari melihat puluhan burung pemakan bangkai tersebut beterbangan lewat genting yang pecah serta pintu dan jendela yang sengaja ia buka lebar.“Nduk, kalo udah dapat mangsa. Ketuk pintu kamar Bapak,”ucap Atmo Sukiman saat semilir angin dingin beraroma bunga melati lewat di sampingnya.Atmo Sukiman—sang penggali kubur—kepercayaa
Pak Kades mengaku hanya dua teman Nik saja yang datang ke toko untuk bekerja. Hal itu dibenarkan oleh kedua teman putrinya. Padahal mereka berangkat bertiga ke kota. Lebih mengherankan lagi, kedua teman Nikita sekarang sukses bekerja di luar negeri karena jasa Pak Kades.Tunggu saatnya, semua belangmu akan terungkap, batin Pak Atmo sembari meremas jemari.“Bapak lapor di mana, Pak?” tanya Bu Silvia ikut prihatin dengan kejadian yang menimpa Nikita, anak buah kesayangannya.“Polisi sini, Bu.”“Kita lapor ke polisi kota. Nikita hilang di sana soalnya,” ucap Bu Silvia yang seketika membuat Pak Kades terlihat panik.“Eh, gak perlu, Bu. Polisi sini aja, bisa nangani. Mereka bisa saling telepon. zaman canggih, Bu,” sahut Pak Kades cepat.Pak Atmo hanya memperhatikan saja tingkah Pak Kades. Tiba-tiba dari arah jalan, tampak dua orang warga berlari ke arah rumah Pak Kades.“Pak Kades, toloooong! A-Ada mayat ... tinggal tulang!” teriak salah satu warga.Kedua pria tersebut tampak terengah-enga
“Sayang? Siapa dia?”Sayangnya, pertanyaan Pak Kades tak dapat jawaban karena tubuh Tasya telah dibopong Rasmy lalu menghilang bersama lengkingan tawa mengerikan.•••¤•°•¤•••Gudang kosongPara petugas sedang sibuk olah TKP yang sudah terpasang garis polisi. Sementara mayat tinggal tulang belulang diduga sebagai jasad AKBP Siswo Laksono telah berada dalam ambulans akan segera ditangani tim forensik.Hati Pak Kades gelisah sejak tak mendapat jawaban dari telepon Tasya—wanita dua puluhan tahun—lebih pantas jadi anaknya daripada kekasih gelap. Pria berusia setengah abad lebih ini telah berkirim pesan, tiap kali dilihat belum dibaca juga.Setelah para petugas selesai dengan tugasnya, mereka mengajak serta Pak Kades dan juga dua orang pencari rumput untuk diminta keterangan ke kantor polisi.Sepeninggal mereka, warga yang lain masih berkerumun di sekitar garis polisi. Tak terkecuali Pak Atmo, Pak Tikno dan Bu Silvia. Mereka sedang berdiskusi tentang kejadian tragis yang dialami jasad tak w
Deg!Bisikan wanita cantik membuat khayalan sang perwira melambung. Sang pria segera memacu cepat motor tanpa memperhatikan kanan kiri lagi. Dalam otak nakalnya kini hanya terpikir untuk segera sampai rumah sang wanita.Setelah berpikir sejenak, pria ini segera bertanya, “Emang di rumah tak ada orang tuamu, Neng?”“Tenang, Sayang! Aku tinggal di rumah warisan Benek. Orang tua pergi merantau jauh,” jawab Rasmy sembari menjilati leher sang perwira.Serangan Rasmy yang tak disangka-sangka membuat napas pria berambut cepak memburu. Ia pun semakin mengencangkan laju motor hingga sampai di atas bukit. Hanya ada jalan sepi dan gelap di hadapan mereka.“Sayang, rumahmu masih jauh?” tanya sang perwira tak sabaran lagi sembari menahan gejolak darahnya.“Tinggal beberapa meter lagi, Sayang. Udah gak tahan, ya?”Rasmy balik bertanya sembari menyeringai di balik punggung sang perwira. Mata wanita cantik ini berubah membara bagai pijar api.“Tunggu bentar lagi, Sayang. Aku akan membuatmu merasakan