Pak Kades mengaku hanya dua teman Nik saja yang datang ke toko untuk bekerja. Hal itu dibenarkan oleh kedua teman putrinya. Padahal mereka berangkat bertiga ke kota. Lebih mengherankan lagi, kedua teman Nikita sekarang sukses bekerja di luar negeri karena jasa Pak Kades.
Tunggu saatnya, semua belangmu akan terungkap, batin Pak Atmo sembari meremas jemari.“Bapak lapor di mana, Pak?” tanya Bu Silvia ikut prihatin dengan kejadian yang menimpa Nikita, anak buah kesayangannya.“Polisi sini, Bu.”“Kita lapor ke polisi kota. Nikita hilang di sana soalnya,” ucap Bu Silvia yang seketika membuat Pak Kades terlihat panik.“Eh, gak perlu, Bu. Polisi sini aja, bisa nangani. Mereka bisa saling telepon. zaman canggih, Bu,” sahut Pak Kades cepat.Pak Atmo hanya memperhatikan saja tingkah Pak Kades. Tiba-tiba dari arah jalan, tampak dua orang warga berlari ke arah rumah Pak Kades.“Pak Kades, toloooong! A-Ada mayat ... tinggal tulang!” teriak salah satu warga.Kedua pria tersebut tampak terengah-engah dengan keringat bercucuran membasahi tubuh mereka yang bertelanjang dada. Ketiga orang yang ada di ruang tamu seketika bangkit dan menghampiri keduanya. Mereka terkejut mendengar kabar yang dibawa kedua pria barusan, kecuali Pak Atmo tentu saja.“Ambil napas lalu bicara pelan-pelan,” saran Pak Kades kepada dua warganya yang ngos-ngosan dengan tampang pucat pasi.Setelah beberapa saat, salah seorang membuka mulut, meski dengan tergagap-tergagap.“Anu ... Pak. Ehm, a-ada m-mayat ting-tinggal tulang.”Omongan pria bertopi lusuh ini disetujui sang teman dengan anggukan. Bu Silvia yang sedari tadi ikut menyimak pembicaraan Pak Kades dengan kedua warga, seketika mulutnya ternganga. Wanita berpakaian khas sosialita ini merasa ada beberapa kejanggalan yang terjadi di desa ini.“Itu mayat udah lama tentunya. Dagingnya udah membusuk dan baru diketahui,” sahut wanita cantik berambut pirang tersebut.“Mayat baru, Bu. Darah yang ada di tulang masih terlihat merah terang dan belum ada bau busuk maupun belatung,” jawab pria yang sempat mengangguk tadi.“Ada di mana mayat itu?” tanya Pak Kades yang semakin penasaran.“Ada dalam gudang tua Bukit Bajul, Pak,” jawab keduanya serentak dengan ekspresi masih menyisakan rasa ngeri.“Eh, anu, Pak. Tadi kami dikejutkan suara burung gagak rame dalam gudang. Begitu kami tengok lewat jendela, burung-burung tersebut langsung terbang. Mereka berebut daging mayat yang tergantung,” ucap pria berkulit hitam legam bertopi lusuh.Akhirnya, mereka beramai-ramai menuju Bukit Bajul dengan dipandu oleh dua orang pencari rumput. Pak Atmo Sukiman berjalan paling belakang bersama Bu Silvia dengan tatapan mata curiga Pak Kades. Setelah menempuh perjalanan lima belas menit, mereka sampai di sebuah gudang tua.Dari luar sudah tercium bau anyir darah. Tampak beberapa burung gagak keluar dari gudang dengan paruh menjepit daging berlumur darah. Berenam masuk gudang dan kini di hadapan mereka tergantung sesosok tubuh tinggal tulang belulang dengan posisi terbalik. Tengkorak kepala hanya menyisakan kedua mata yang melotot.Pak Kades mendekat ke arah mayat tergantung. Tepat di bawah tulang belulang tersebut terdapat dompet dengan beberapa isinya yang berserakan di ubin bercampur darah dan serpihan daging tercecer. Pak Kades segera memungut dompet dan isinya.“Ini punya Pak AKBP Siswo Laksono. Berarti mayat ... innalillahiwa'inalillaihi raji'un,” ucap pria flamboyan ini sembari beranjak ikut bergabung dengan yang lain.“Pak Siswo yang sering Bapak ajak ke garmen saya?” tanya Bu Silvia masih dengan menutup hidung lalu wanita ini berjalan keluar dari gudang karena tak tahan dengan bau mayat.“Kita lapor polisi sekarang, Pak?” tanya Pak Atmo sembari mengamati mimik wajah Pak Kades yang sedang berpikir serius.Apakah kamu mulai keder, Bajingan? Tanya Pak Atmo dalam hati.Beberapa saat Pak Kades mengamati dompet dan isinya di telapak tangan lalu membuka dompet dan meneliti dalamnya. Pak Atmo tersenyum sinis karena ia telah menyimpan isi dompet yang dicari pimpinan desanya.“Pak Atmo lapor polisi sekarang. Saya mau memberitahu keluarga almarhum,”jelas Pak Kades sembari mengajak keluar keempat warganya.“Saya pergi sekarang, Pak,” jawab Pak Atmo sembari melangkah pergi.“Saya antar pake mobil, Pak,” cetus Bu Silvia yang lalu mengikuti langkah Pak Atmo.Kepergian mereka diiringi tatapan sinis Pak Kades. Kemudian ia mengajak mengobrol Pak Tikno dan dua pria pencari rumput.Sementara itu, di tempat lain yang berjarak berpuluh-puluh kilometer dari desa Pak Atmo, terdapat dua wanita sedang berbincang akrab sambil berjalan di halaman sebuah rumah mewah.“Wah, beruntung sekali kamu Rasmy. Pak Kades memang orang dermawan. Jangankan kepada sodara kayak kamu, dengan orang lain pun suka menolong,” kata Tasya dengan seorang wanita yang baru dikenalnya lewat w******p.“Niatnya sekadar magang kerja aja untuk tugas sekolah. Gak taunya langsung diangkat jadi pegawai tetap. Kami sodara jauh dan udah lama gak ketemu. Senang sekali bisa berkenalan denganmu,” ucap Rasmy sembari membetulkan ujung rok panjangnya yang tersangkut kursi taman.“Nanti kalo bekerja gak boleh pake rok panjang. Harus dandan cantik dan pake rok seksi,” jelas Tasya yang kemudian mengajak Rasmy masuk rumah mewah.Mereka memasuki sebuah ruangan luas mirip aula, terdapat tiga set meja kursi tamu dengan gaya klasik menambah kesan mewah dan elegan yang mendukung desain ruangan. Rasmy terkagum-kagum dengan ruangan dan segala furniture di dalamnya. Wanita cantik nan lugu ini melihat semuanya seakan-akan memasuki sebuah ruangan istana dalam buku dongeng.“Ayo duduk sini! Aku jelaskan semua tentang pekerjaan kamu nanti. Oh ya, kalo kamu beruntung akan dapat pelanggan tajir dan bisa diajak keliling dunia. Udah diajak jalan-jalan dapat duit banyak. Enak banget, kan? Apalagi dengan wajah dan bodi kamu yang aduhai, tinggal poles dikit auto klepek-klepek para pelanggan. Aku yakin kamu bisa jadi primadona baru, setelah Nik yang bloon,” ucap Tasya sembari mengeluarkan rokok filter dari dalam tas lalu mengambil satu batang dan dihidupkan, lalu mengisapnya dalam-dalam.“Katanya kerja di toko kok diajak jalan-jalan pelanggan tajir? Nik itu siapa?” tanya Rasmy dengan tatapan mata menyelidik.Tasya seketika terkejut dengan pertanyaan Rasmy dan dia baru sadar telah keceplosan ngomong barusan. Ia segera mematikan rokok lalu menaruhnya di asbak.“Oh, itu. Pelanggan toko adalah para pengusaha. Mereka akan royal kepada pegawai yang rajin dan ramah dalam melayani mereka. Maka dari itu kamu harus berdandan cantik dan seksi agar para pengusaha tersebut betah di toko kita. Soal Nik, gak usah dipikir. Dia pegawai tak tau diri. Jadi primadona malah minggat dengan salah satu pelanggan dan kami tak tau di mana dia sekarang,” jawab Tasya dengan nada sinis.Dari nada bicara Tasya, tampak sekali ada rasa iri dengan wanita bernama Nik barusan. Rasmy tak peduli apa pun yang dikatakan Tasya. Misi dia kali ini harus berhasil.“Oh, ya. Aku dapat titipan dari Om, cokelat asli dari Belgia. Kata Om, ini kesukaan kamu,” ucap Rasmy seraya mengeluarkan bungkusan bermotif bunga lalu menyodorkan kepada wanita di depannya.“Wah, bos paling perhatian soal begini. Semakin sayang jadinya,” sahut Tasya saat menerima bungkusan dan segera membukanya.Tampak tiga batang cokelat berbungkus merk terkenal dari Belgia. Wanita berambut sebahu memakai tank top dipadu padan hotpants ini bergegas membuka bungkus salah satunya lalu memakannya.“Enak banget! Ini buat kamu,” cetus Tasya sembari memberikan satu bungkus kepada Rasmy.“Makasih. Aku gak suka cokelat.”Oleh karena Rasmy tak mau, Tasya meletakkan cokelat di meja kembali. Wanita muda ini dengan girang segera menghubungi Pak Kades.“Halo, Cantik. Ada apa?”“Makasih, Sayang. Telah menitipkan cokelat kesukaan aku ke keponakan kamu,” jawab Tasya dengan nada manja.“Keponakan? Aku gak titip apa-apa,” balas Pak Kades dengan nada keheranan.Di saat bersamaan tubuh Tasya telah terkulai lemas di kursi sofa dengan ponsel terjatuh di lantai.“Sayang? Siapa dia?”“Sayang? Siapa dia?”Sayangnya, pertanyaan Pak Kades tak dapat jawaban karena tubuh Tasya telah dibopong Rasmy lalu menghilang bersama lengkingan tawa mengerikan.•••¤•°•¤•••Gudang kosongPara petugas sedang sibuk olah TKP yang sudah terpasang garis polisi. Sementara mayat tinggal tulang belulang diduga sebagai jasad AKBP Siswo Laksono telah berada dalam ambulans akan segera ditangani tim forensik.Hati Pak Kades gelisah sejak tak mendapat jawaban dari telepon Tasya—wanita dua puluhan tahun—lebih pantas jadi anaknya daripada kekasih gelap. Pria berusia setengah abad lebih ini telah berkirim pesan, tiap kali dilihat belum dibaca juga.Setelah para petugas selesai dengan tugasnya, mereka mengajak serta Pak Kades dan juga dua orang pencari rumput untuk diminta keterangan ke kantor polisi.Sepeninggal mereka, warga yang lain masih berkerumun di sekitar garis polisi. Tak terkecuali Pak Atmo, Pak Tikno dan Bu Silvia. Mereka sedang berdiskusi tentang kejadian tragis yang dialami jasad tak w
Deg!Bisikan wanita cantik membuat khayalan sang perwira melambung. Sang pria segera memacu cepat motor tanpa memperhatikan kanan kiri lagi. Dalam otak nakalnya kini hanya terpikir untuk segera sampai rumah sang wanita.Setelah berpikir sejenak, pria ini segera bertanya, “Emang di rumah tak ada orang tuamu, Neng?”“Tenang, Sayang! Aku tinggal di rumah warisan Benek. Orang tua pergi merantau jauh,” jawab Rasmy sembari menjilati leher sang perwira.Serangan Rasmy yang tak disangka-sangka membuat napas pria berambut cepak memburu. Ia pun semakin mengencangkan laju motor hingga sampai di atas bukit. Hanya ada jalan sepi dan gelap di hadapan mereka.“Sayang, rumahmu masih jauh?” tanya sang perwira tak sabaran lagi sembari menahan gejolak darahnya.“Tinggal beberapa meter lagi, Sayang. Udah gak tahan, ya?”Rasmy balik bertanya sembari menyeringai di balik punggung sang perwira. Mata wanita cantik ini berubah membara bagai pijar api.“Tunggu bentar lagi, Sayang. Aku akan membuatmu merasakan
“Kebun ini lama-lama jadi kuburan khusus sapi. Coba kalo ini kuburan manusia, pasti jadi angker,” celetuk Pak Tikno di antara hentakan cangkul mencongkel tanah.“Sekarang aja, saya udah merinding. Itu kata Pak Kades dan kita tak pernah tau yang dikubur di sini, sapi apa manusia,” tegas Pak Atmo yang membuat pria di sampingnya merasa gamang juga.“Iya, Pak. Kirain saya aja yang merinding. Terus terang, sejak lama saya rasakan.”“Betul kata saya, kan? Buruan kita selesaiin. Udah hampir tengah malam,” kata Pak Atmo memberi semangat kepada sang teman.Akhirnya, mereka bisa menyelesaikan pekerjaan setelah menghabiskan waktu hampir satu jam. Obor yang sengaja dipasang dekat tempat penggalian memberi penerangan yang cukup untuk kedua pria tua ini mengamati hasil kerja. Mereka telah merasa ukuran liang lahat sesuai pesanan Pak Kades, yaitu 1,5 x 2,5 meter dengan kedalaman dua meter.“Udah pas. Kita ke depan,” ajak Pak Atmo sembari mengibaskan tanah dari baju dan celana.“Ayo, Pak,” balas Pak
Mendengar ucapan Pak Kades, kedua petugas hanya bisa mengangguk. Mereka segera mempersiapkan beberapa bambu untuk menurunkan peti mati. Beberapa saat kemudian Pak Kades menerima panggilan telepon. Pria ini terlihat terkejut menerima berita dari sang penelepon.“Nanti kita bahas. Begitu sampe langsung ke kebun,” ucap Pak Kades dengan ekspresi panik.Pria tersebut langsung mengakhiri pembicaraan tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya. Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana kembali.“Kita turunkan sekarang!” perintah pria berkaca mata ini lalu memeriksa bilah bambu yang telah terpasang.Kemudian, ia mengajak kedua petugas rumah sakit untukmengangkat peti untuk diletakkan di atas bilah-bilah bambu. Dalam suasana hening ketiganya menurunnya peti pati pelan-pelan.Setelah peti telah berada di dasar lubang, bilah-bilah bambu disingkirkan lalu ketiganya menimbun dengan tanah mempergunakan sekrop yang telah tersedia di sekitar liang lahat.Satu jam kemudian prosesi pemakaman telah sel
"Kejadian apa lagi ini?” tanya Pak Kades dengan nada emosi. Pria berkacamata mata tersebut tiba-tiba telah berdiri terpaku di depan pohon yang tumbang.Pak Kepala Desa telah merasa, ada kekuatan di luar nalar yang memang sengaja berniat mengusiknya. Ia menggeram karena ada yang datang menantangnya.“Kayak habis ada angin topan, Pak,” sahut pria bertato sembari mengelilingi pohon yang tumbang.Pohon mangga berbuah lebat ini tumbang melintang di depan halaman mengenai yang lain. Sehingga yang pohon yang tertimpa menjadi doyong roboh ke tembok pagar. Akhirnya, tembok tersebut retak menganga.“Kamu cari Pak Atmo dan Pak Tikno untuk memotong pohon yang tumbang dan membuat penyangga. Biar tembo gak ikut roboh,” perintah Pak Kades kepada pria bertato.Seketika pria tersebut melangkah Hati-hati melintasi pohon yang melintang. Kini, tinggal Pak Kades dengan kegeramannya karena telah dikerjain oleh makhluk tak kasat mata. Bulu kuduk pria berkaca mata tiba-tiba merinding saat terasa ada yang mel
“Ayo kita pergi, Pak! Tunjukkan rumah Pak Kades!” pinta Pak Atmo sembari menoleh ke arah Pak Tikno.“Baik, mari. Moga Pak Kades gak keburu ke sana,” balas Pak Tikno yang segera duduk di boncengan.Mereka meninggalkan tempat tersebut lalu pergi ke arah berlawanan. Sepanjang perjalanan Pak Atmo berpikir bahwa mungkin saja Bu Silvia juga terlibat pembunuhan terhadap putrinya. Pria tegap berkulit legam ini akan mencari info sebanyak-banyaknya.Nikita tak pernah bercerita banyak tentang nasib tragis yang telah dialaminya. Sang putri hanya datang dengan membawa mayat orang-orang yang telah merusak hidupnya saja. Pak Atmo tak pernah tahu, perbuatan apa yang telah dilakukan mereka terhadap Nikita.“Perempatan itu belok kanan. Entar sekitar 400 meter dari belokan ada perumahan elit. Ada namanya gede di depan,” ucap Pak Tikno memberi petunjuk.Pak Atmo segera mengangguk dengan memperhatikan jalan. Indra penciuman pria ini merasakan kehadiran Nik. Aroma pandan berbaur dengan bau anyir darah. Pak
Pak Atmo pun tersenyum mendengar bisikan sosok bergaun putih yang tak lain adalah Nikita Surasmi. Akhirnya bertiga telah duduk di warung dan memesan menu untuk sarapan.Mereka menikmatinya dengan ditemani suara musik lembut dari speaker aktif pemilik warung. Dalam hitungan menit acara makan pagi selesai lalu dilanjutkan dengan pembicaraan serius antar mereka.“Saya kenal Mbak Nik itu orang baik. Dia bilang sempat kerja di garmen milik Bu Silvia lalu pindah kemari,” ucap satpam mengawali pembicaraan.“Emang betul. Anak saya saat kerja di garmen sempat pulang dua kali dan saat terakhir kalinya, dia bilang akan diajak kerja di toko Pak Kades. Habis itu gak ada kabar dan hilang sampe sekarang,” sahut Pak Atmo sembari matanya awas melihat keberadaan sang putri bergaun putih duduk di kursi pojok.Pak Tikno hanya ikut menyimak pembicaraan sang teman dengan satpam, tetapi terlihat beberapa kali pria ini mengusap tengkuknya. Meski kehadiran Nikita tanpa terlihat yang lain, tetap saja membuat b
“Bagaimana kalo amati CCTV, Pak?” tanya satpam memberi usul dengan hati gamang.Ia tak mau disalahkan atas kekacauan yang terjadi karena memang hal tersebut terjadi secara ajaib. Pria ini pun ingin tahu jawabannya lewat rekaman CCTV.Kedua pria ini masuk kamar lalu mengamati seisi ruangan yang tak kalah berantakan daripada bagian bawah. Tampak bercak darah terdapat di lantai, seprai dan dinding. Jejak sepatu berlumpur terlihat juga di lantai dan dinding dekat lemari pakaian.Tampaknya, ada pergumulan antara dua orang dalam kamar, ditelisik dari perabot kamar yang berantakan. Tak dipungkiri, ciut nyali Pak Kades saat melihat keadaan barusan. Pria berkaca mata ini segera menelepon petugas mobil jenazah.“Selamat siang, Pak,” ucap seseorang dari seberang telepon.“Udah kalian cari daftar nama jenazah?” tanya Pak Kades dengan perasaan was-was.“Hanya terdaftar atas nama Karimah dan tak ada nama Tasya Suherman,”jawab orang kepercayaan Pak Kades.Pria berkaca mata berpikir sejenak lalu beru
Aku tahu, ini pasti jebakan dari Pak Atmo dan Nyi Dhiwot, batin Faisal.Samar-samar terdengar suara Kiai Masruhat di telinga Faisal. "Fokus pada niat dan jangan lepas dengan zikir serta doa!""Baik, Kiai,"ucap Faisal dengan suara lirih."Mas Eko ...!" Simbah memanggil dari balik pintu kamar."Iya, Mbah," jawab Eko yang gegas bangkit dari tempat tidur.Seperti ada yang mengendalikan tubuhnya. Faisal ikut duduk dan mengamati perilaku sahabatnya. Eko menghampiri Simbah. Wanita itu berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Dia mengelus rambut Eko lalu menyentuh pipi kanannya."Maukah kamu menjadi suamiku?"Eko pun mengangguk dengan ekspresi wajah datar. Pria ini digandeng tangannya oleh Simbah menuju kamar yang berada paling belakang. Faisal buru-buru mengikuti mereka. Ketika sampai depan pintu, bau anyir darah dan busuk bangkai menyapa indra penciuman Faisal.Pria ini mengambil sajadah dari dalam tas ransel lalu memulai salat sunah. Dia memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk m
"Itu buat kamu. Pengantin baru harus minum jamu kuat, biar gak gampang K.O,"balas Eko tidak mau kalah."Nanti Simbah bikinkan untuk kalian. Yang belum nikah, gak perlu khawatir. Simbah bikinkan ramuan agar lekas laku,"ucap Simbah dengan tawa terkekeh-kekeh."Memang ada ramuan kayak gitu, Mbah?"tanya Eko yang jadi penasaran."Ada. Nanti Simbah pijat di titik-titik tertentu agar sumbatannya ilang."Kedua pria ini telah terpengaruh oleh ilmu sihir Simbah. Namun, baik Faisal maupun Eko masih kuat iman dan tidak begitu terpengaruh."Kami selesaikan kerjaan dulu. Setelah itu akan ke rumah Simbah buat minta ramuan,"ucap Faisal kepada wanita tua."Ya, gak apa. Selesai urusan kalian! Setelah itu datang ke rumah Simbah." Tampak ada guratan kekecewaan terukir pada wajah wanita tua. Namun dia memilih untuk bersabar dan tidak mau memaksakan kehendak.Aku harus dapatkan Eko untuk jadi pasangan abadi Nikita, batin Simbah dengan senyum penuh arti."Kebetulan saya orang asli sini. Simbah tinggal di ma
"Biar saya bantu, Mas,"ucap Pak Rasyid yang segera menyulut ujung tali berbahan pelepah pisang dengan korek api. Percikan api membakar ujung tali hingga habis tidak tersisa. Ajaib! Pelepah palem pembungkus tidak tersentuh lidah api sama sekali."Masyaallah! Hanya talinya yang terbakar,"ucap Faisal yang telah mulai membuka pembungkus dibantu oleh Pak Rasyid."Kita baca Al-Fatihah lanjut Ayat Kursi,"saran Kiai Masruhat yang berdiri sambil mengelus-elus pelepah palem pembungkus. "Lahaula wala quata Illa billah!"Pembungkus tersebut bergerak-gerak. Isinya seperti gerakan sesemakhluk yang ingin membuka paksa dari dalam. Faisal memegang cetakan yang terbentang di permukaan luar."Seperti telapak tangan manusia,"ucap Faisal sambil terus melepaskan satu per satu pelepah palem."Memang benar. Isinya yang sedang kita cari,"sahut Kiai Masruhat dengan tersenyum lebar, hingga tampak jelas kerutan yang menumpuk pada sudut bibir sepuhnya."Masyaallah! Apa itu, Kiai?"tanya Faisal yang semakin penasar
Faisal cekatan mengarahkan mobil untuk mendapatkan tempat parkir yang aman. Kebetulan samping rumah Faisal adalah jalan tembus warga desa menuju Bukit Bajul. Jadi banyak Faisal mengarahkan mobil parkir ke arah depan rumah."Ini gubug saya. Mari kita istirahat sebentar sambil minum kopi,"ucap Faisal saat para penumpang mobil telah turun."Kita ngopi setelah selesai tugas, Mas. Sekarang kita langsung menyusul Mas Eko saja. Kasian sendirian,"balas Kiai Masruhat yang langsung direspon anggukan kepala oleh Pak Rasyid.Akhirnya mereka beranjak menuju Bukit Bajul. Beruntung anak tangga menuju bukit telah terpasang lampu penerangan berjarak setiap meter. Jadi mereka lebih nyaman dalam menapaki jalan menanjak. Hawa sedingin es menerpa tubuh mereka. Anging dari puncak bukit menyambut kedatangan keempat pria.Berisik dahan dan rantjng pohon cemara bergesekan ditiup angin. Suara binatang malam bersahutan memecah hening malam. Mereka tidak melihat penampakannya sosok Eko di puncak tangga. Padahal
"Di kampung saya. Menurut rencana setelah ini, Dek Salimah akan saya ajak pulang ke rumah saya. Akan saya ajari sebagai petani dan peternak, Pak, Kiai.""Masyaallah! Semoga membawa berkah, Mas,"timpal Kiai Masruhat.Tak berapa lama, Pras dan Esti datang. Mereka membawa pesanan pengantin baru. Tentu saja, mereka kaget dengan keadaan dalam ruangan yang porak-poranda. Namun dalam penglihatan ketiga pria ada perbedaan yang terjadi dalam diri pasangan suami istri ini.Keduanya tanpa ucap salam, langsung berdiri di tengah. Mata pasangan suami istri ini memerah. Kiai Masruhat langsung memberi isyarat kepada yang lain dengan memilih tasbih. "Kalian akan tahu akibatnya jika gak serahkan Nikita!"teriak Pras dengan kedua mata melotot. Sementara itu, Esti akan mendekat ke arah Salimah dan buru-buru dihadang oleh Faisal."Minggir, kau!" Teriakan Esti mirip suara pria tua. Ketiga pria langsung paham dengan yang mereka hadapi. Pasangan suami istri ini telah dirasuki Pak Atmo dan pengikut Nyi Dhiwo
Faisal buru-buru memeluk tubuh Salimah lalu berbisik,"Ada yang mencoba mengganggu kita. Dia menyamar sebagai Nikita. Ikuti doa yang Mas ucapkan!".Faisal pun melafalkan Ayat Kursi yang segera diikuti oleh Salimah. Tak berapa lama, muncul penampakan wujud Nikita meski secara samar-samar. "Dia bukan Nikita, Dek. Tetap waspada!" Faisal memegang tangan Salimah dengan erat. Pria ini berzikir dalam hati."Lepaskan aku! Entar aku bantu pulihkan Salimah,"ucap bayangan Nikita tersebut."Kenapa dengan aku?"tanya Salimah dengan ekspresi bingung. Dia merasa sudah sehat dan tidak ada yang aneh dalam dirinya.Faisal mengecup pipi Salimah lalu berbisik,"Dia sengaja menjebaknya kita. Abaikan!""Salimah, roh kamu telah diikat janji oleh Nyi Dhiwot. Janin dalam perutmu adalah untuk persembahan. Dia akan tetap berdiam di rahim, sampai saatnya tiba. Separuh nyawamu untuk dia. Kamu akan jadi budak Nyi Dhiwot karena itu. Kamu gak bisa menolaknya. Aku bisa bebaskan kamu dari ikatan itu. Mau?"Bayangan Niki
Pras yang mulai merasakan bulu kuduknya berdiri lalu berbisik ke telinga Esti. "Sepertinya ada pesan kematian."Esti pun segera menoleh dengan wajah terkejut. "Maksud Mas ...?""Bisa jadi tadi Mbak Salimah melihat malaikat maut yang sedang mengantar jenazah seseorang,"balas Pras dengan wajah yakin."Bisa jadi, itu benar, Mas,"sahut Faisal. "Dek Salimah diberi penampakan ghoib."Salimah masih terisak-isak dalam dekapan Faisal. Akhirnya oleh suaminya diajak masuk ruang perawatan. Sementara itu, Pras dan Esti masih geming menatap ke arah lorong menuju kamar mayat. Mereka syok melihat sosok berpakaian hitam dengan perut terbuka mengucurkan darah segar. Sosok itu Salimah. "Oek! Oek! Oek!"Terdengar tangisan bayi. Sosok dengan jubah berapi yang berkobar keluar dari dalam ruang mayat membawa peti. Suara tangisan bayi semakin tidak terdengar bersamaan dengan hilangnya sosok dengan jubah api. Wanita mirip Salimah masih merogoh bagian perut yang berlubang.Air matanya berubah semerah darah. P
Kiai Masruhat gegas masuk ruangan untuk menghampiri sumber suara. Sementara Pak Rasyid berbicara lirih kepada Faisal. "Tolong, botol diberi tambahan doa.""Baik, Pak." Faisal pun segera membaca doa dalam hati lalu mengambil botol dari balik baju lalu meniup permukaannya sebanyak tiga kali."Tolooong!" Terdengar teriakan lagi. Namun kali ini keluar dari mulut perawat."Tidak ada orang yang mendengar teriakanmu, Cantik! Percuma kamu buang-buang energi! Menurutlah!"ancam Eko ke telinga perawat. Pria ini tidak menyadari jika Kiai Masruhat sedang menghampiri mereka dalam keadaan tanpa wujud."Tolong lepaskan saya! Ada pasien lain yang harus saya cek,"ucap perawat dengan bibir gemetar.Kiai Masruhat langsung mendekat. Perawat tidak mengetahui keberadaannya. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Eko. Pria yang telah dirasuki oleh ruh Pak Atmo, bisa melihat kehadiran Kiai Masruhat."Gak usah ikut campur urusanku!"teriak Eko dengan tawa terkekeh-kekeh khas orang tua. Terang saja, teriakan Ek
"Alhamdulillah. Dengan ini kita bisa menangkap arwah Pak Atmo yang masih gentayangan,"ucap Pak Rasyid sambil menerima botol lalu mengamati beberapa saat. "Semoga setelah ini diamankan, Mbak Salimah tidak bersikap aneh lagi. Moga hubungan rumah tangga yang terjalin bisa harmonis." "Saya mohon maaf, sebelumnya, Pak. Saya berniat untuk mengembalikan Dek Salimah ke Eko, setelah 40 puluh hari usia pernikahan." "Kenapa begitu? Pernikahan itu peristiwa sakral. Gak boleh dibuat main-main." "Iya, saya tahu, Pak. Seharusnya Dek Salimah itu menikah dengan Eko. Mereka telah berniat untuk menikah. Saya hanya perlu menunggu, apakah ada benih tertanam dalam rahim Dek Salimah? Itu saja! Saya akan melanjutkan pernikahan, jika memang Dek Salimah hamil." "Hal ini harus dibicarakan bersama dengan yang bersangkutan dahulu. Bagaimanapun pernikahan adalah sebuah ibadah. Terlebih ini adalah tanggung jawab yang harus diemban. Cinta bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu, selama kalian berniat men