"Nicko angkat dulu handphone mu ini!" Adita semakin cemas. Dia masih belum siap untuk berurusan dengan keluarga Alexander's.
Nicko menyenderkan tubuhnya. Dia menghembuskan napas malasnya. Jari nya menggeser tombol hijau di layar handphone. Dan langsung terlihat wajah Naila dari layar.
"Naila?" Nicko terkaget. Kenapa adiknya memakai handphone mommy Dewi untuk menelepon nya?
Apalagi ini adalah panggilan video. Jarang sekali Naila melakukan nya dengan Nicko. Mereka memang sering kali tidak rukun. Hanya bertengkar dan bertengkar setiap harinya di mansion Alexander's.
"Kamu kenapa pakai handphone mommy?
Dimana mommy?"
"Kakak jadi ikut ke Bali tidak?
Besok kita akan berangkat."
Adita membekap mulutnya. Dia sepertinya mengenali suara itu. Tapi Adita tidak mengingat nya sama sekali.
"Mommy sedang membantu Daddy mencari sesuatu. Aku sedang berkemas kak. Mommy yang menyuruh aku menelepon kakak."
*Pasti Daddy lupa menaruh pengaman rudalnya. Aku yakin, daddy dan mommy akan kembali ber honeymoon. CK!*
Terdengar suara dari sana. Suara mommy Dewi yang memanggil Naura. "Eh, Nicko. Oh iya, kamu jadi ikut mommy tidak?"
Naura memberikan handphone yang dia pegang pada mommy Dewi. Dia berlalu pergi.
"Mommy tadi bantu Daddy cari apa?"
Bodohnya Nicko. Dia justru menanyakan perihal itu pada mommy Dewi. Apa dia hanya memastikan kalau dugaannya memang benar?
Apa seperti itu?
"Oh, mommy bantu daddy mencari ikat pinggang nya. Tapi sudah mommy temukan. Daddy hanya lupa menaruhnya."
Nicko terperangah. Dia ternyata hanya mengarang saja. Semua yang dia pikirkan tadi, tak ada benarnya.
Nicko memang kurang ajar. Beraninya dia memikirkan hal seperti itu pada mommy dan daddy nya.
"Sepertinya aku akan tetap di Paris mom. Aku harus mengurus perusahaan." Nicko melirik ke arah Adita yang masih duduk di pangkuan nya.
Nicko tersenyum. Dia mengarahkan tangannya kembali masuk ke dalam dress putih Adita. Namun, Adita berhasil menepis tangan nakal Nicko. Dan kini Adita menggenggam nya dengan erat supaya tidak dapat berkelana menjamah ke mana-mana.
Terlihat, raut wajah mommy Dewi berubah. "Ada sekretaris Vans. Dia pasti bisa menghandle jadwal padat mu Nicko."
"Aku tau mom. Aku hanya ingin lebih mendalami peran ku sebagai direktur utama. Mommy tau bukan, saingan perusahaan daddy itu banyak sekali. Aku tak ingin mengecewakan daddy." Nicko menampilkan senyum hangat untuk sang mommy tercinta.
"Ah, benar juga. Mommy lupa akan itu."
"Ya sudah. Tapi, kamu jangan berbuat negatif selama mommy pergi dari Paris."
"Iya mom. Mommy tenang saja. Aku tak akan mengecewakan mommy."
Mommy Dewi mengangguk.
"Mom, aku matikan ya. Semoga liburan mommy, daddy dan Naila berjalan dengan lancar."
"Kamu ini! Mommy akan mengunjungi makam nenekmu!"
"Tapi, pasti sambil berlibur bukan? Ahahaha …"
"Iya. Itu kemauan Naila. Mommy tutup teleponnya ya."
"Iya mom."
Nicko menaruh handphone nya di meja. Setelah itu, dia kembali menatap Adita.
"Kau akan pergi?"
"Bukan aku. Tapi kedua orang tua ku dan adik ku. Jangan bersedih! Aku akan menemanimu di sini." Nicko mengusap lembut rambut hitam Adita.
Tanpa sadar, Adita mengangguk.
Bukan kah dengan Nicko pergi ke Bali, dia akan terbebas?
Atau bahkan dia dapat kabur dari sini dengan mudah. Tapi mengapa Adita justru senang kalau Nicko akan tetap berada di sini?
"Oh iya. Katanya ingin berenang. Ayo!"
"Aku harus berganti pakaian terlebih dahulu."
Nicko menggendong Adita. Dia melangkah menuju lantai dua apartemen.
"Tak perlu. Tinggal lepaskan saja dress mu itu."
"Maksudmu aku hanya memakai underwear saja, begitu?!"
"That's right baby!
Kenapa memang kalau seperti itu? Tidak perlu malu lagi. Aku bahkan sering merasakan tubuhmu."
"Jangan macam-macam! Aku belum mendapatkan tamu bulanan ku!"
"Hem? Hamil muda tak masalah. Dulu, mommy mengandung ku sewaktu dia berumur 17 tahun."
"Apa? 17 tahun? Astaga!" Adita merasa tidak percaya dengan apa yang Nicko katakan. Mommy nya Nicko mengandung dia saat berumur 17 tahun. Bukankah itu umur yang terbilang masih cukup muda?
"Tapi, resikonya besar. Mommy ku harus di operasi saat melahirkan. Itupun karena dia terjatuh dari tangga. Dan kembaran ku tak selamat. Saat itu aku terlahir dengan keadaan prematur."
"Ya tuhan!"
"Tak apa. Sekarang aku tumbuh menjadi sosok laki-laki yang tangguh bukan? Bahkan aku juga dapat membuatmu menjerit nikmat dan membawamu ke puncak surga dunia."
"Sialan kau!" Adita memukul pelan punggung Nicko.
Laki-laki itu justru tertawa.
Adita turun dari gendongan Nicko. Mereka telah sampai di ruangan khusus untuk berenang. Nicko melepaskan bajunya. Dia hanya memakai celana pendek lalu masuk ke dalam jacuzzi yang sudah terisi air hangat. Nicko meraih aroma terapi. Dia mencampurkan nya ke dalam air. Seketika aroma wangi nan menenangkan tercium sampai ke dalam hidung Adita.
Adita segera melepaskan dress nya. Dia menaruh nya di atas meja.
"Aku suka aromanya." Adita bergabung bersama Nicko di dalam jacuzzi.
"Ah … sungguh nyaman." Adita menyenderkan tubuhnya. Dia mulai merelaksasi otot-ototnya. Nicko pun sama. Dia merelaksasi otot-otot dan pikirannya.
"Aku akan sering ke sini nanti." Adita berkata denga mata yang terpejam.
Nicko merespon nya. "Baguslah kalau begitu. Dengan itu, aku juga akan sering membuat mu melayang nikmat."
Adita langsung membuka matanya. Dia menatap tajam Nicko. "Tidak masuk akal! Perkataan mu hanya mengarah pada ini, dan itu saja!"
"Karena aku mencintaimu!"
"Sialan!"
"Aku mencintaimu baby!".
"Bajingan!"
"I love you more!"
"Terserah!"
Adita kembali memejamkan matanya.
*Dia benar-benar sudah sangat terobsesi padaku!* Adita membatin.
Nicko mendekati Adita tanpa wanita itu sadari. Tangannya membelai lembut paha mulus Adita. Nicko tersenyum melihat Adita yang masih terpejam. Seolah wanita itu juga menikmati sentuhannya.
Perlahan, tangan Nicko merambat naik. Membelai lembut kulit Adita sampai pada leher wanita nya. Dan saat itu juga, Adita tersadar. Dia melotot tajam. Nicko tiba-tiba sudah ada di dekatnya.
"Kau menikmatinya bukan?
Ingin lagi?"
"Nicko, sudah aku bilang! Jangan macam-macam! Aku belum mendapatkan tamu bulanan ku!"
"Aku akan menikahi mu jika kamu hamil."
Adita mengeluh. "Aku tidak bisa berkomitmen!"
"Aku akan mengajarimu!"
Nicko mengangkat tubuh Adita. Dia memangku nya. Mengarahkan tangan Adita untuk memeluk lehernya dan merapatkan tubuh nya juga.
"Nick!"
"Yes baby." Nicko mendekatkan wajahnya. Dia akan mencium Adita. Sepertinya!
Adita menahan dada Nicko agar tidak lebih dekat lagi dengannya. Masalahnya, Adita juga akan bereaksi apabila dada Nicko bersentuhan dengan dada nya.
Nicko memegang pipi Adita. Dia
mengusap pipi chubby itu dengan ibu jarinya. Mereka bertatapan. Iris hazel itu terperangkap di dalam iris biru Nicko yang mempesona.
Perlahan, Adita menikmati permainan lembut bibir Nicko. Ya, mereka berciuman. Tak tau keberapa puluh kalinya sekarang. Yang pasti, mereka berdua selalu menikmati ciuman itu walaupun sedang dalam keadaan bertengkar sekalipun.
Adita semakin memanas saat tangan Nicko yang lainnya menelusuri lekuk tubuhnya. Sampai pada akhirnya berhenti di depan pintu surga dunia.
Tubuh Adita mengejang tiba-tiba. Tangan laki-laki itu telah beraksi memporak-porandakan bagian terlembut surga dunia.
Susana di area jacuzzi sangatlah panas. Apalagi dengan kedua sejoli yang sedang dimabuk cinta itu. Suara erotis Adita tak terelakkan. Pada akhirnya, wanita itu takluk di tangan Nicko. Adita sangat berbeda sekarang. Seperti pada malam kemarin, saat dia dengan bodohnya menelan obat perangsang gairah di tengah kesunyian apartemen.
Adita memegang kendali atas permainan panas mereka. Bergerak dengan brutal dan ganas, membuat keringat tak henti-hentinya mengucur deras dari dahi Adita dan Nicko.
Nicko sendiri tak tinggal diam. Dia terus membakar gairah Adita agar terus berkobar. Menyesap, dan memelintir pucuk buah kesayangan nya.
Pada puncaknya, Adita menyerah. Dia padam begitu saja setelah lebih dari tiga kali meledakkan cairan cinta nya. Nicko mengusap dahi Adita. Dia memberikan senyuman pada wanita cantiknya yang sedang mengatur napasnya.
"Aku lelah." Adita menyenderkan kepalanya di bahu Nicko. Kemudian, Adita merasakan usapan lembut di punggungnya. Sepertinya Nicko sedang memberikan rasa ketenangan pada wanita cantiknya.
"Aku belum keluar." Nicko berbisik di telinga Adita.
"Tapi, ini sudah malam Nicko. Kita sudah berapa lama disini?!
Tangan ku bahkan sudah mulai kusut."
Nicko berdiri sambil membawa Adita di gendongan nya. Dia berjalan menuju kursi santai gazebo. Adita berbaring di sana dan Nicko langsung mengurung nya di antara lengan kokoh miliknya.
"Nick, ini sudah malam!" Adita menahan dada Nicko yang berada di atasnya.
"Aku belum keluar sayang. Lihatlah ini! Kau ingin menyiksaku?"
Adita menatap Nicko dengan kesal.
"Jangan lama-lama! Aku ingin tidur!"
Nicko segera bersiap untuk kembali memporak-porandakan tubuh Adita. Akhirnya mereka kembali membakar gairah yang tadinya sempat terhenti untuk beberapa saat.
Setelah kurang lebih dua jam, Nicko pun berhenti. Dia mencium kening Adita setelah pelepasan dahsyat nya. Nicko merubah posisinya. Kini Adita yang terbaring di atas tubuh Nicko. Wanita itu masih diam dengan mata yang terpejam. Sepertinya Adita terlihat kelelahan dan dia mungkin akan segera tertidur.
"Ke kamar yuk!" Nicko berbisik. Dia menyingkirkan rambut Adita yang menutupi sebagian dahinya.
Adita membuka matanya. Dia bergumam. "Aku tak bisa berjalan. Kaki ku lemas Nicko."
"Aku gendong lagi."
Adita mengangguk. Dia bergeser dari tubuh Nicko. Membiarkan laki-laki itu pergi mengambil 2 bathrobe yang ada di lemari kecil. Nicko memakaikan bathrobe putih pada Adita. Setelah selesai, dia menggendongnya masuk ke dalam.
******
Pagi hari tiba.
Adita masih berada di tebalnya selimut. Dia enggan untuk bangun pagi ini. Mungkin siang nanti dia baru akan beraktivitas seperti biasa. Di balik punggung Adita yang masih polos, Nicko dengan manjanya menempel di sana. Memeluk Adita dengan erat. Sesekali memberikan ciuman mesra yang membuat Adita merasa kegelian.
"Nick! Singkirkan lidah mu itu dari punggung ku!"
"Why? Bukankah kamu menikmati nya?"
"Nicko, please!" Adita malas berdebat dengan Nicko pagi ini. Dia memilih untuk memakai cara ampuh mengatasi kenakalan Nicko.
Lidah Nicko berhenti menggoda Adita. Namun, sekarang tangannya lah yang beraksi menggoda wanita cantiknya. Dia mengusap perut rata Adita. Sampai membuat rasa menggelitik karena Nicko juga memainkan tindik yang ada di bagian pusar perut Adita.
"Nicko!!!" Adita menggeram kesal. Dia membalikkan badannya.
"Aku merasa heran. Kenapa kamu begitu sexi? Hem?"
"Diamlah!" Adita memejamkan matanya.
"Aku tak sebanding dengan para model yang sering dekat denganmu."
"Model?
Oh, kamu ingin menjadi model?
Mudah. Aku akan mengabulkannya."
Seketika Adita menatap Nicko dengan seksama. "Kau yakin mengijinkan aku menjadi model?"
"Why not!"
Adita tersenyum mengejek. "Yakin?
Kalau aku tampil di depan publik memakai pakaian sexi, apa kamu merelakan nya?
Dan, jika aku mendapatkan job menjadi model majalah dewasa, apa kamu juga akan merelakan nya?"
*Kalau itu sampai terjadi, dia pasti akan gila. Hehh!* Batin Adita.
"Kenapa aku tak sampai memikirkan hal itu? Astaga!" Nicko bergumam.
"Kau boleh menjadi model majalah dewasa. Tapi …" Nicko menjeda perkataan nya.
Adita mengerutkan dahinya.
"Tapi hanya aku saja yang akan memakai majalah dewasa mu itu! Hanya aku!"
"Sialan! Percuma saja!"
Nicko tertawa.
"Kalau kamu mau menjadi aktris film dewasa, aku akan mengabulkannya. Asalkan aku yang akan menjadi lawan main mu nanti."
Wajah Adita menjadi masam. Dia merasa kesal. "Itu artinya sama saja aku masuk ke dalam lubang buaya!"
Nicko tertawa kecil. Dia mencium kening Adita dengan lembut.
"Apapun akan aku lakukan demi kebahagiaan mu!"
Adita menjadi diam. Dia sedang memikirkan sesuatu.
"Ada apa?" Nicko bertanya. Dia menyelipkan helaian rambut Adita ke belakang telinga.
"Sepertinya ada yang datang." Ucap Adita dengan suara pelan.
"Siapa?
Apa sekretaris Vans?"
"Bukan. Dia tamu bulanan ku. Aku rasa dia sudah datang."
"Tamu bulanan? Siapa dia?
Laki-laki mana hah?!"
Oh stupid sekali kau Nicko!
Bukankah Adita sudah pernah menceritakan perihal tamu bulanannya padamu, kenapa kamu justru bertingkah seperti ini?
"Dia bukan laki-laki ataupun perempuan." Adita turun dari ranjang. Dia melilitkan selimut di seluruh tubuhnya. Meninggalkan Nicko yang masih telanjang dengan segudang tanda tanya.
"Lalu siapa?
Bukan laki-laki ataupun perempuan. Apa itu hantu? Astaga! Aku tak percaya itu!"
Nicko menyusul Adita ke dalam kamar mandi. Dia langsung masuk begitu saja.
"Nicko! Apa yang kamu lakukan di sini?!" Adita terkaget Nicko tiba-tiba muncul di pintu.
"Sayang, dengarkan aku dulu! Tamu bulanan apa yang kamu maksud?"
"Sialan! Maksud ku adalah datang bulan Nicko! Kau tak tau?!"
"Jadi, kamu terkena datang bulan?"
"Iya bodoh! Sudah sana keluar."
Nicko kembali menutup pintu kamar mandi.
"Eh tunggu!"
Adita tersenyum kaku.
"Ambilkan celana dalam ku di walking closet. Oh iya, pembalut nya juga jangan lupa. Hehehe …"
Nicko pergi mengambil kan apa yang Adita katakan tadi. Dia langsung memberikannya.
"Beri aku imbalan!" Ucap Nicko saat Adita akan mengambil keperluannya yang Nicko pegang.
"Katakan cepat!"
"Cium aku!" Nicko mengedipkan sebelah matanya.
Dengan segera, Adita memegang kedua pipi Nicko. Dia memberikan sebuah ciuman sekaligus sedikit lumatan lembut pada laki-laki itu.
"Sudah!" Adita merampas pembalut beserta celana dalam nya yang ada di tangan Nicko.
"Sana keluar! Bukannya kamu akan pergi ke kantor?"
Tanpa berkata apapun, Nicko pergi meninggalkan Adita.
********
"Jangan ke mana-mana oke!" Nicko mencium bibir Adita. Dia sedikit menyesap sari manis strawberry dari bibir ranum itu. Mungkinkah itu bersumber dari lip balm Adita?
"Iya. Aku akan di sini menunggu mu sampai pulang."
Tidak tau pasti, sejak kapan Adita bisa berkata manis seperti ini. seringkali nya, dia hanya melontarkan kata-kata kasar. Semenjak terungkapnya jati dirinya sebagai wanita taruhan.
"Kalau kamu membutuhkan sesuatu, telepon aku!"
Adita mengangguk.
Nicko menutup pintu utama apartemen. Dia juga mengunci nya. Ya, walaupun Adita mulai kembali mempercayai dirinya. Tetapi siapa tau saja, Adita masih memendam dendam padanya.
Nicko hanya mengantisipasi hal-hal yang tidak dia inginkan.
Adita kembali masuk ke dalam kamarnya. Akibat kedatangan tamu bulanan nya ini, dia sering merasa malas untuk beraktivitas. Bahkan bergerak pun Adita enggan. Dia hanya ingin tiduran, makan dan tiduran. Dan Nicko tak mempersalahkan itu, yang terpenting Adita tetap ada di apartemennya.
"Terobati sudah rasa kekhawatiran ku. Aku belum siap untuk hamil. Aku harus membongkar siapa sebenarnya yang telah membunuh kedua orang tua ku."
Adita membaringkan tubuhnya. Dia menatap langit-langit kamar.
"Setelah itu, aku akan pergi dari Paris dan dari kehidupan Nicko untuk selama-lamanya. Aku akan menjadi sosok yang baru nanti nya. Agar tak ada seorangpun yang dapat mengenaliku."
Waktu terus berjalan. Sekarang, matahari sudah tepat berada di tengah-tengah. Tanpa condong ke kiri ataupun ke barat. Cahaya panas matahari pun semakin terik. Sejak pagi, Adita masih berada di dalam kamarnya. Tak sedikitpun dia berkeinginan untuk keluar. Hanya berbaring, berguling dan jungkir balik. Sampai pada akhirnya kram perut nya datang membuat Adita diam tak berkutik. Rasa sakitnya melampaui penderitaan dirinya. Kram perut akibat bawaan dari menstruasi. Adita memegangi perutnya dengan erat. Tubuhnya berbaring meringkuk di atas kasur guna mengurangi nyeri yang ada. Keringat dingin pun tak henti-hentinya keluar dari dahi Adita. Wanita itu benar-benar menahan rasa nyerinya. Di tempat lain. Perusahaan Alexander's group tepatnya. Nicko menyenderkan tubuhnya di kursi jabatan nya. Dia merenggangkan otot lehernya yang sedikit pegal karena terus-menerus menatap layar laptop sejak pagi. Dia melihat jam tangannya. "Em, Pukul 12 siang." Dia bergumam. "Apa Adita sudah makan? Apa y
"Aaahhh …" Adita tidak sengaja mendesah kuat. Dia belum menyadari kalau Nicko sedang menatapnya dengan penuh tanda tanya akibat suara sensual nya yang dia keluarkan begitu saja. Nicko tersenyum. Dia sudah mengerti sekarang. Dengan gerakan yang dapat membangkitkan gairah Adita, Nicko mengusap paha Adita yang hanya memakai hot pants berwarna hitam. Lidahnya kembali menyapu perut Adita. Lagi-lagi Adita mendesah kuat tanpa sadar. *Disaat kau sedang kedatangan tamu bulanan seperti ini, kamu justru semakin menggoda Adita. Sialan!! Apa yang harus aku lakukan?!* Nicko memejamkan matanya. Sambil melakukan tugasnya meringankan sakit perut Adita, dia juga mendengarkan sahutan suara sensual Adita yang sedari tadi keluar masuk telinga nya. Sudah dipastikan telinga Nicko memerah sekarang. Tak henti-hentinya jakun Nicko naik dan turun. *Damn! Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi! Kau sungguh menggoda Adita!* Nicko beralih mengurung Adita di bawah kungkungan nya. Dia melihat mata Adita
Setelah kegiatan yang cukup panas, Adita akhirnya kembali terlelap dalam keadaan tanpa mengenakan busana atasan. Dia tertidur di dalam pelukan hangat Nicko. Skin to skin tadi membuat Adita mengeluarkan tenaganya untuk menahan gejolak hasrat yang sudah menggebu-gebu. Dan pada akhirnya Nicko mengakhiri menggoda Adita. Puncaknya mereka masuk ke dalam alam mimpi sambil berpelukan mesra. Tak terasa, waktu terus berjalan. Matahari pun mulai menggelap. Berganti dengan cahaya rembulan. Perlahan sepasang mata dengan bulu mata lentik hitam mulai terbuka. Alisnya menaut menstabilkan cahaya redup yang baru saja ia lihat. "Kenapa gelap seperti ini?" Nicko menggeser tangannya yang menjadi bantal Adita. Wanita cantik itu masih terlelap. Nicko merilekskan tangannya yang sedikit kaku. Setelah itu, dia berjalan untuk menyalakan lampu kamar. Dia juga menutup jendela kamar. Agar angin malam tidak masuk begitu saja. Nicko duduk di tepi ranjang. Dia membelai rambut panjang Adita. Nicko mendekatkan wa
Keesokan harinya, semua aktivitas Adita dan Nicko kembali berjalan seperti biasa. Adita yang menjahili Nicko dengan cara yang tak lazim membuat Nicko harus menyingkirkan jauh-jauh fantasi liar nya. Tak mungkin Nicko akan menerjang Adita begitu saja. Wanita itu masih dalam zona datang bulan nya. Nicko harus menunggu sekitar lima hari lagi. Setelah itu, dia akan menggempur tubuh Adita habis-habisan. Sebagai akibat balasan telah berani menantang Nicko dengan mini dress nya. Sekarang, Nicko sedang duduk di sofa sambil memangku laptopnya. Kedua mata nya dengan tajam dan fokus menatap layar laptop. Kacamata anti radiasi UV laptop bertengger gagah di hidung mancung Nicko. Dari lantai atas, Adita menatap dirinya di cermin. Tubuhnya berputar membuat dress nya tersingkap ke atas. Seolah-olah terbang. Flounce dress of shoulder yang berwarna putih sedikit menerawang itu melekat indah di tubuh Adita yang proporsional. Adita menyemprotkan sedikit parfum. Lalu berjalan keluar kamar. Kakinya men
Nicko berdiri tepat di depan pintu kamar mandi Adita. Nicko melipat tangannya di atas perut nya. Semakin lama Nicko menunggu Adita, dia justru merasa tidak sabaran. Berkali-kali dia mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu kamar mandi. Sampai pada akhirnya pintu pun terbuka. "Oh, akhirnya sayang." Nicko tersenyum lebar. "A-apa yang kau lakukan di sini Nicko?" Adita memegang erat handuk yang melilit tubuhnya. "Wow? Kau menggoda ku?" Adita berdecak sebal. Dia mendorong tubuh Nicko dari hadapannya. "Sudahlah Nicko. Tinggalkan aku sendiri sekarang! Aku ingin beristirahat." Adita membuka lemari pakaian nya. Dia mengambil beberapa pakaian santai. "Berdandan lah malam ini! Aku akan mengajakmu berkencan." "Ha? Be-berkencan katamu?" Nicko mengangguk. "Berikan penampilan terbaikmu malam ini. Aku menunggumu sayang …" Nicko keluar dari kamar Adita. Membiarkan wanita itu untuk mencerna apa yang dia katakan. "Apa dia bersungguh-sungguh dengan ucapan nya tadi?" Adita mengerutkan da
"Kau tau?" Nicko meletakkan sendok dan garpu. Tangannya beralih menopang dagunya. "Apa?" Adita masih memakan hidangan yang tersaji di depan nya. Nicko tak kunjung mengeluarkan suara nya. Adita merengut sebal. Dia mengambil tissue dan mengepalkan tissue tersebut. "Katakan! Ada apa Nicko?" "Coba tebak!" Nicko tertawa kecil. Dia menikmati wajah Adita yang terlihat kebingungan. "Cih! Menyebalkan!" Adita melemparkan tissue yang dia buat menggulung pada Nicko. Lalu berjalan cepat meninggalkan Nicko yang masih tersenyum seperti orang gila. "Dia memang tidak pernah berubah! Selalu saja menyebalkan!" Adita menggerutu sepanjang kakinya melangkah. "Hahaha … sayang, hei mau ke mana?" "Aku ingin kabur jauh dari mu! Jangan harap bisa menemukan ku lagi Nicko!" "Hahaha kabur? Jangan bercanda sayang. Kemarilah! Ini belum selesai!" "Aku tidak peduli! Aku akan pergi jauh! Sejauh-jauhnya!" Adita berkata dengan sungguh-sungguh. Dari kejauhan Nicko membulatkan matanya. Dia berlari meng
"Aaaaaaaahh … hujan. Turunlah lebih deras lagi!" Adita merentangkan tangannya seraya mendongak ke atas. Kedua matanya terpejam. Wajahnya tampak begitu menikmati rintik-rintik hujan yang menerpanya. Dari kejauhan, Nicko masih berdiri memperhatikan wanita cantik nya. Dia memegang payung. Sesekali tersenyum melihat apa yang dilakukan Adita. "Nick, ayo! Kau tidak ingin menikmati hujan di bulan Juni ini?" Adita berteriak kencang. "Tidak. Bermainlah sepuasnya. Aku menunggumu di sini." "Baiklah!" Adita berlarian. Kaki telanjang nya bermain-main dengan genangan air yang terperangkap di cekungan rerumputan. Dress nya basah kuyup. Rambutnya tergerai basah melekat di punggungnya. Riasannya kini pun sudah hilang. Namun, Adita tidak mempermasalahkan hal itu. "Kenapa dia begitu menggemaskan?" Nicko bergumam. "Seharusnya dia bersekolah di perguruan tinggi. Sama seperti Naila. Ah, apa aku daftarkan Adita saja?" Nicko mengulum senyumnya. Dan kilat petir menggelegar. Nicko sedikit terpera
Nicko menunggu Adita di kolam renang private hotel. Letak nya pun hanya bersebelahan dengan balkon kamar. Dia bertelanjang dada. Nicko lebih nyaman dengan tidak memakai t-shirt nya. Hanya celana pendek khusus untuk berenang lah yang dia pakai. "Nick. Apa itu dalam?" Panggil Adita dari seberang kolam renang. Dalam hati, Nicko bersorak kegirangan. Sebelumnya, dia telah menyiapkan sebuah bikini spesial untuk Adita. Dia pun berharap Adita memakainya sekarang. "Ya." Nicko menoleh. Tubuhnya yang basah membuat Adita yang melihatnya tak berkedip. Bagaimana setiap tetesan air yang melewati leher dan dada bidang laki-laki itu bagai angin semilir sejuk yang menimpa hati Adita. "Mau turun?" "Sayang?..." Nicko mengerutkan dahinya. Sepertinya pikiran Adita sedang melayang kemana-mana. Sampai Nicko menyadari bahwa tatapan mata Adita merujuk pada dirinya yang bertelanjang dada. Nicko tertawa kecil. Dia mencipratkan air kolam hingga mengenai wajah Adita. Saat itu juga Adita tersadar. "Eh?
"Kenapa tidak menginap saja di sini Nick? Lagipula ini sudah dini hari." "Benar yang mommy mu katakan. Kamu juga jarang sekali tidur di mansion. Sepertinya apartemen mu lebih nyaman?" *Memang sudah dini hari. Adita pasti sudah tidur.* Nicko menilik jam tangannya. Dia mengangguk pelan. Malam ini, pesta ulang tahun kecil-kecilan pun usai. Naila yang sudah terlelap di pangkuan sang daddy sedari tadi. Daddy Jonathan menggendong Naila sampai ke dalam kamarnya. Nicko masuk ke kamarnya yang jarang sekali disinggahi. Mereka beristirahat di kamar masing-masing. Di dalam kamar Nicko. Dia membolak-balikan tubuhnya. Memberikan sebuah pesan singkat pada Adita. Hingga beberapa saat tak ada balasan, Nicko memutuskan untuk benar-benar terlelap. "Kapan aku bisa membawa mu ke mansion utama Adita?" Nicko bergumam sambil memejamkan matanya. Berangan-angan akan masa depan yang indah bersama Adita. Sempat terlintas di benak Nicko bahwa sepertinya dirinya memang hanya terobsesi semata. Namun, lang
Roda mobil Nicko memasuki halaman mansion utama keluarga Alexander's. Dengan langkah pasti di masuk ke dalam. Raganya memang di sini, akan tetapi pikirannya masih tertinggal di apartemen. Masih kemelut dengan kerinduan bersama Adita. Walaupun masih ada esok hari lagi, bagaimana pun juga mereka adalah dua sejoli yang sedang dimabuk asmara cinta. Sangat enggan untuk berjauhan. Hanya menginginkan waktu untuk berduaan. "Kak Nicko! Akhirnya datang juga!" Naila yang pertama menyaksikan kedatangan Nicko memekik girang. "Kakak tau? Aku tidak boleh makan makanan lezat ini jika kak Nicko belum datang!" Naila berbicara panjang lebar. Mengadu pada kakaknya. Nicko hanya bergumam sendiri. Tak lama mommy Dewi datang sambil membawa kue ulang tahun. Simple namun mewah dan elegan. "Selamat ulang tahun putra mommy…" Daddy Jonathan memantik api untuk menyalakan lilin di atas kue. Nicko berdiri di hadapan mommy Dewi beserta kue yang dibawanya. Meniup pelan api di lilin hingga padam. "Ayo kak,
"CK! Kenapa bentrok seperti ini!" Nicko mendengus kesal. Sepanjang perjalanan menuju apartemennya, dia sibuk memikirkan acara-acara mengenai hari lahirnya. Sebelumnya, mommy Dewi sudah memberi tahu Nicko melewati telepon bahwa malam ini, akan ada acara makan malam di mansion utama keluarga Alexander's. Tak ada alasan untuk Nicko menolak. Mommy Dewi memohon padanya. Nicko menjadi tidak tega untuk menolak. 'Hanya terakhir. Setelah ini mommy tidak akan merayakannya lagi. Hanya makan malam.' Itulah yang mommy Dewi ucapkan di dalam telepon. "Huffhh…" Nicko memijat pelipisnya. Di sisi lain ada keluarganya yang menunggu, di sisi lain pula ada Adita. Wanita tercintanya yang sama-sama sedang menunggu. "Apa aku bawa saja Adita ke mansion? Tapi, apa Adita mau? Bagaimana jika dia menolak untuk ikut?" "Hah!!" Nicko menggelengkan kepalanya. Sedikit mengendurkan dasi lalu tancap gas. Apartemen terlihat sepi. Lampu ruang tv sudah meredup. Mungkinkah Adita sudah tertidur? Nicko segera m
Sore ini Adita berada di sebuah mall. Dia memasuki toko berisi perlengkapan pria. Mengedarkan pandangannya. Meneliti satu persatu pakaian mahal yang berjejer rapi. Aksesoris pria juga. Dia bingung harus membeli apa. "Pantas saja Nicko ingin yang spesial nanti malam, ternyata dia akan berulang tahun besok." Adita bergumam sambil meneliti sebuah pakaian santai pria bermerk brand ternama. "Aku harus membeli apa?" Adita membuang napasnya kasar. Waktu terus berputar. Nicko hanya mengizinkan sampai pukul tujuh malam. Sekarang ini pukul lima sore waktu setempat. Adita tahu, ada konsekuensinya jika dia melanggar itu. Adita melirik seorang gadis di sebelahnya. Sama-sama sedang memilih pakaian pria. Gadis itu sendirian, mungkin dia ingin menyiapkan surprise sama seperti dirinya untuk orang tercinta. Adita melangkah mencari-cari pilihan yang pas. Dia pusing sendiri tatkala mengenai urusan beli membeli barang. Walaupun barang branded yang sudah pasti kualitas dan rate terbaik namun tetap
Kurun waktu Adita dan Nicko ber-honeymoon di raja Ampat sekitar dua Minggu. Kini mereka menjalani hari-hari lebih berbeda dari sebelumnya. Kali ini lebih harmonis, dan penuh kasih cinta. Nicko yang mengupayakan agar rumah tangganya bersama Adita bisa terhindar dari perceraian. Menginginkan pernikahan mereka baru seumur jagung. Seperti biasa, Nicko masih merahasiakan bahwa dirinya dan Adita sudah menikah. Satu bulan berlalu. "Hati-hati Nick, jangan mengebut." Adita mengadah menatap wajah Nicko yang berseri rupawan. Tangannya masih membuat simpul dasi. Setelah itu dia merapikan krah kemeja Nicko. "Tentu aku akan sangat berhati-hati. Apalagi ada bidadari cantik yang selalu menunggu kepulangan ku." "Nicko ihh…" Adita menahan dada Nicko. Laki-laki itu menggigit hidungnya dengan gemas. Aroma parfum khas yang Nicko pakai mengusak masuk ke dalam rongga hidung Adita. Perlahan, Adita mengecup bibir Nicko. Hanya kecupan tidak lebih. Karena lagi ini Nicko harus berangkat ke kantornya
"Engghh…" Adita mengusel pada ketiak Nicko. "My wife… oh my God!!" Nicko meluruskan tangannya ke samping. Memberikan akses pada Adita yang masih setengah sadar. Namun tak lama, mata indah itu terbuka. Bulu mata lentik itu berkibar-kibar. Tatapan pertama kali dilihat Adita, ialah wajah Nicko yang berantakan. Rambut kusut dan tak terlihat fresh. Adita mengangkat kepalanya. Menidurkannya di atas dada Nicko. Memeluk erat tubuh Nicko. "Peluk lagi yang kenceng!..." Nicko terkekeh. Matahari sudah meninggi dan mereka masih bergumul dengan selimut. Adita sendiri justru manja sekali dengan Nicko. Ingin ini, itu. Usap sana, usap sini. Membuat Nicko super gemas. "Usapin punggung aku Nick…" "Ehm sayang, bagaimana semalam? Apa… aku terlihat berbeda?" Nicko membelai rambut Adita. Kusut. Sama seperti dirinya. Mungkin akibat terlalu tergesek dengan tempat tidur. Pula belum di sisir pagi ini. Bukannya menjawab Adita justru mencubit perut Nicko. Namu sia-sia. Nicko tak merasakan sakit. "Ka
"Yeahh… lebih keras sayang. Ouhh… pertahankan…" Nicko berbaring telungkup. Sesekali mengerang nikmat atas apa yang Adita lakukan pada tubuhnya. "Uhh… iya di situ saja. Tekan lebih kuat! Ouh… aaahhh…" Adita menggelengkan kepalanya. Tangannya mengusap bulir keringat yang keluar dari keningnya. Memijat punggung Nicko lumayan memeras tenaganya. "Capek?" Nicko sedikit mengangkat tubuhnya, menoleh ke belakang melihat Adita yang terlihat dibanjiri oleh keringat. "Banget! Aku heran, ini punggung manusia atau punggung buaya?" Nicko berdecak. Dia kembali menelungkupkan wajahnya di bantal. "Buaya apa? Darat atau buntung?" Adita menarik napasnya dalam. Menekan lebih kuat pijatannya lalu menjawab, "Buaya darat! Buaya buntung itu seram!" "Ohh…" Nicko sedikit terkekeh kecil. "Sayang, bukannya aku sudah menawari kalah biar tukang pijat saja? Kenapa malah marah-marah? Suka rela dong…" Adita diam. Memang benar apa yang Nicko katakan. Nicko tidak menyuruh Adita untuk memijatnya, dia ju
Raja Ampat adalah sebuah kabupaten dan merupakan bagian dari Propinsi Papua Barat. Untuk mencapai Kepulauan ini, kita harus menginjakkan kaki di kota Sorong terlebih dahulu. Biasanya para wisatawan banyak menggunakan penerbangan untuk sampai ke kota ini. Setelah sampai kota Sorong, kita dapat menggunakan sejenis kapal cepat yang biasa berlayar dua kali sehari menuju Waisai, ibukota kabupaten Raja Ampat. Perjalanan hanya akan memakan waktu sekitar 2-3 jam saja dari pelabuhan Sorong, hingga sampai di pelabuhan Waisai Raja Ampat. Secara umum, Raja Ampat adalah kepulauan yang terdiri dari banyak sekali pulau karang dan tersebar luas di seluruh wilayahnya. Namun demikian, Raja Ampat memiliki 4 pulau utama yang paling besar, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Salawati, dan Pulau Misool. Empat pulau besar inilah yang menjadi titik awal penyebaran seluruh penduduk Raja Ampat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Wilayah perairan adalah daya tarik utama Raja Ampat, mengingat pe
"Ini penginapan kita. Kalau kamu ingin memasak sesuatu, bahan-bahannya sudah tersedia di dalam kulkas." "Hem… aku tidak sabar untuk bermain air!" Nicko mendengus kesal. Mereka tiba di Papua barat itu sekitar pukul sepuluh malam. Sebelumnya, mereka transit terlebih dahulu karena cuaca yang buruk. "Istirahatlah… besok kamu bisa bermain air, sepuasnya!" Adita menjingkrak senang. Dia menggandeng Nicko mencari kamarnya. "Kita… satu kamar?" Adita menoleh setelah melihat kamar yang amat luas dengan pemandangan langsung ke arah lautan dan pepohonan. Nicko yang masih berdiri di ambang pintu, dia menjawab. "Ini honeymoon sayang, bukan study tour anak remaja!" "Ish!!" "Ya sudahlah. Aku ingin membersihkan tubuhku dahulu. Di mana kamar mandinya?" Nicko hanya menunjuk sudut dari kamar. Sebuah pintu transparan, dengan jendela kaca memanjang di sampingnya. Tanpa banyak bicara, Adita langsung masuk begitu saja tanpa mengambil pakaian ganti ataupun handuk. "Lihat saja nanti, malam ini a