Dengan jantung berdebar aku memasuki kantor polisi bersama Mas Sean. Seorang pria berseragam coklat tak lain Pak Teguh menghampiri kami. Mas Sean berbicara dengan Pak Teguh memberikan informasi tentang Bang Saman yang aku dan Laras sampaikan semalam."Ayo, kita temui Saman." Pak Teguh mempersilahkan kami masuk ke sebuah ruangan. Kami menunggu beberapa saat, hingga seorang pria bertato keluar dengan rambut sudah di cukur habis. Pertemuan pertama rambut Bang Saman gondrong sebahu dengan jambang lebat. Sesaat tatapan kami bertemu, dari manik legamnya tersirat kebencian terhadapku. Walau begitu tampangnya tidak seseram awal bertemu."Mau apa kalian datang kesini?" tanya Bang Saman ketus. Kedua tanganya yang terborgol di taruh di atas meja. Kami sudah berada di ruangan introgasi, karena ruanganya begitu tertutup tidak seperti ruangan khusus menjenguk narapidana."Saman, kedatangan Mbak Aira dengan Mas Sean karena mereka sudah mendapat bukti siapa orang menyuruh kamu untuk mencelakai, Mbak
Hari ini aku begitu sibuk, resto sedang ramai. Aku menyuruh Laras cuti karena dia sedang mengalami trimester pertama, mual, muntah setiap pagi."Ai." Aku menoleh mencari sumber suara orang memanggil namaku. Mas Sean sudah berdiri di belakangku, disampingnya seorang wanita cantik tersenyum sinis kearahku."Mas Sean.""Ai, kamu sedang sibuk, ya? Aku bantuin, ya," tawarnya."Ya ampun, aku dikacangin," keluh wanita cantik disamping Mas Sean seraya mengibaskan tangannya.Mas Sean terkesiap, apa dia lupa datang ke resto bersama wanita cantik ini."Sorry, Zoy," balas Mas Sean salah tingkah. "Ai, kenalin dia Zoya, tman kampusku dulu. Kebetulan dia sedang ada proyek di sini. Aku sengaja mengajak dia makan siang di resto kamu, agar dia bisa merasakan ayam bakar madu terenak di kota ini.""Oh, jadi Mbak ini yang membuat seorang Sean tidak tertarik dengan wanita mana pun," ucap Zoya ketus. Wanita di depan melihatku dari atas sampai bawah, tatapannya seakan meremehkanku."Iya, dia wanita yang sud
Waktu sudah menunjukkan pukul 22.30 malam, semua karyawan resto sudah pulang. Sengaja aku yang menutup resto, biasanya Laras orang yang kupercaya. Tetapi, mulai sekarang aku yang akan menghandle resto kembali. Setelahnya kumatikan seluruh lampu resto, hanya lampu luar yang masih menyala. Dirasa semua tidak ketingggalan kulangkahkan kaki keluar resto.Aku mengambil kunci dari dalam tas dengan buru-buru karena gerimis sudah mulai membasahi bumi. "Ai, Sayang." Sebuah bisikkan terdengar dari belakang tubuhku. Aku tersentak kaget, ketika ada tangan melingkar di pinggang ini."Mas Aksa, kamu!" pekikku kaget setelah tahu siapa pemilik suara di belakangku. Aku berusaha mengurai tangannya yang semakin ketat merengkuh tubuh ini."Ai, Sayang. Aku kangen sekali sama kamu," bisiknya tepat di belakang telinga membuatku tubuhku merinding. Bau minuman keras menguar dari mulutnya."Mas, lepas," lirihku dengan tubuh gemetar. Ya, aku tahu statusku masih istri Mas Aksa, tetapi aku tidak mau melayani dia
Setelah membalas panggilan Mas Sean, bergegas aku berlari kearah pintu. Mas Aksa yang saat itu sedang lengah, terperanjat kaget. Dia mengejarku lalu mencengkram pergelangan tangan ini hingga membuat langkahku terhenti."Aira, takkan kubiarkan kamu bersama Sean!" ucapnya geram."Aira, buka pintunya." Suara Mas Sean masih di luar terus memanggil namaku sambil membuka paksa pintu resto yang terbuat dari kaca. Di dalam aku bisa melihat Mas Sean wajahnya begitu panik, sedangkan di luar Mas Sean tidak bisa melihat keadaanku dari dalam karena kaca resto memang tidak tembus pandang jika dilihat dari luar.Sengaja papa mendesain kaca tidak tembus pandang dari luar untuk menjaga privasi pelanggan resto. "Lepas, Mas!" Aku berusaha menepis tangan Mas Aksa yang begitu kuat mencengkram pergelangan tangan ini."Ayo lah, Ai. Kita bicarakan ini baik-baik, aku tidak akan berbuat nekat seperti ini asalkan kamu seperti Ai--ku yang dulu," balasnya dengan intonasi merendah."Lepas, Mas. Aku tidak mau kemb
Mendengar ucapan Mas Aksa kembali emosi Mas Sean terpancing. Mas Sean menepis tangan Zoya yang masih memegang lengan kekarnya. Namun, gadis itu begitu kuat memegang erat."Zoya, lepas!" bentak Mas Sean dengan urat leher menonjol begitu marah.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi Mas Sean, pria itu langsung menatap tajam ke arah Zoya."Takkan kubiarkan kamu menjadi pembunuh seperti dulu, Sean!" ujar Zoya lantang.Pembunuh? Apa maksud Zoya? Apa ini ada hubungannya dengan ucapan Ibu Indri yang mengatakan Mas Sean dulu nakal, sampai-sampai orang tua Mas Sean memindahkannya ke pondok pesantren. Spontan aku bergidik ngeri, melihat kemarahan Mas Sean yang tidak biasa. Pria itu seolah memiliki kepribadian ganda. Saat marah aku merasa tidak mengenali sosok Mas Sean."Sini, Sean. Langkahi dulu mayatku, karena sampai kapanpun Aira akan tetap menjadi istriku," ucap Mas Aksa kembali menantng Mas Sean.Sepertinya Mas Aksa tahu kelemahan Mas Sean yang gampang marah. Apa mungkin Mas Aksa juga tahu
Aku mendekati Mas Sean dengan membawa secangkir kopi hangat. Aku yakin Mas Sean pasti mengantuk saat ini, apa lagi semalaman dia berjaga sampai pagi."Mas, diminum dulu kopinya," tawarku menyerahkan gelas di tangan."Terima kasih, Ai. Kamu tahu saja aku sudah ngantuk," sahutnya seraya mengambil gelas dari tanganku. Pria itu menyeruput perlahan kopi yang masih mengepul. "Hati-hati, masih panas," ucapku.Cuaca hari ini begitu cerah, tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Aku menengadahkan kepala, cahaya matahari menyirami wajah ini memberikan efek hangat setelah semalam tidur kedinginan akibat hujan deras."Mas Sean tidak ke kantor?" tanyaku heran. "Aku mau memperbaiki pintu resto, urusan kantor ada sekertarisku. Kamu tenang saja, Ai," jawabnya seraya menaruh gelas kopi di atas meja."Mas, aku mau menjenguk Nadia. Oh, iya. Apa Mas Sean tahu kapan sidang Nadia?" Pengacara keluarga Mas Sean menjadi pendamping kasus Nadia. Semoga nanti saat sidang, hakim memberikan hukuman paling ringa
Usai kejadian yang membuat heboh resto, aku mengajak Kak Indri dan Mas Sean makan siang. Ada rasa bahagia membuncah melihat dua sodara saling bercengkrama, Mas Sean yang terlihat dewasa ketika bertemu dengan Kak Indri, sifat kekanak-kanakkan muncul."Sean, kamu harus ingat. Mulai sekarang jangan mengganggu Aira. Kamu harus fokus mengelola perusahaan keluarga kita. Masmu sudah semakin tua, besar harapan kami, kamu yang meneruskan dan mengembangkan perusahaan agar semakin sukses," ucap Kak Indri berpesan."Siap, Kak. Mulai sekarang aku akan fokus mengelola perusahaan apa lagi nanti kedepannya akan ada yang mendampingiku wanita cantik seperti bidadari," jawab Mas Sean membuatku melebarkan bola mata karena rayuan gombalnya yang garing."Kakak tidak mau setelah ini seketaris kamu mengadu, mengatakan kamu tidak masuk ke kantor dan menyerahkan semua urusan kantor ke Nisa. Kamu itu seorang pemimpin Sean, harus bisa mencontoh ke semua karyawan kamu," tegas Kak Indri menatap serius kearah adikn
Aku menghela napas berat. Kekhawatiranku terjadi, semakin malam resto bertambah sepi. Hari ini akhir pekan, biasanya banyak anak muda nongkrong bersama teman-teman genknya. Memang masih ada beberapa yang datang anak-anak motor, tetapi tidak seperti biasanya. Aku berusaha berpikir positif, mungkin saja mereka sedang ada kesibukkan lain bukan karena imbas video viral yang diunggah Zoya."Mbak, resto sepi, ya," ucap Susi menganggetkanku. Susi sudah berdiri disampingku seraya mengedarkan pandangan ke area resto. Gadis itu nampak lesu, karena biasanya di jam-jam seperti ini semua karyawan sangat sibuk melayani pengunjung resto."Mungkin, kita disuruh istirahat dulu, Sus," jawabku berusaha menghibur Susi dan diri sendiri."Ya, sih, Mbak. Tapi, kalau seperti ini terus bagaimana nasib karyawan, Mbak?" tanyanya seraya menatapku dengan sorot sedih."Doakan saja semoga ini tidak berlangsung lama, Sus. Apa kita coba membuat menu baru? Mungkin saja mereka bosan dengan menu itu-itu terus," kataku m