“Heh!! Siapa juga yang manggil ‘sayang’?” ujar Derryl.
Ratih yang berada di tengah-tengah mereka hanya diam dan tampak sedang menahan tawa. Kini Kresna tampak bingung dan berulang menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Apa saya salah dengar, ya? Beneran Bapak gak manggil ‘sayang’?” ulang Kresna bertanya.
Derryl segera menggelengkan kepala. Kemudian Kresna melirik ke arah Ratih.
“Ibu juga gak denger?”
Ratih bergegas menggelengkan kepala. “Enggak. Saya gak denger apa-apa.”
“Waduh, gawat!! Kayaknya cuman saya aja yang denger suara itu. Jangan-jangan di sini ada penghuninya.” Kresna langsung berhenti dan melihat kanan kiri memperhatikan area produksi tempat mereka berada. Sesekali ia peluk tangannya sambil bergidik.
Ratih dan Derryl yang melihatnya hanya terdiam sambil berusaha menahan tawa yang siap meledak. Mereka tidak mau Kresna bahkan karyawan di peru
“PRISKA!!”Karena seruan Derryl itu membuat Ratih menoleh ke belakang juga. Mereka langsung terkejut saat mendapati Priska sedang berdiri di belakang sambil melipat tangan di depan dada tersenyum manis menatap mereka. Ternyata Priska mampir ke toilet dulu sebelum kembali ke mobil dan sayangnya baik Derryl ataupun Ratih tidak memperhatikannya.“Jadi kalian pacaran?” tuduh Priska.Derryl dan Ratih tidak menjawab, tapi tangan Ratih sudah menarik tangan Derryl untuk menjauh dari pinggulnya. Dia malu dan juga gugup harus mengatakan apa. Ini adalah salah satu hal yang ditakutkan Ratih.“Iya, kami pacaran!” Derryl malah langsung menjawab tanpa menunggu isyarat dari Ratih. Seketika Ratih menoleh ke arah Derryl dengan mata melotot marah kepadanya.Sementara Priska langsung tertawa melihat interaksi dua orang dewasa yang tampak mengemaskan di depannya ini. Ratih kini melihat ke arah Priska dengan tatapan bingung, sedangkan
“Akhrgg ... .”Helaan napas panjang keluar dari mulut Derryl berbarengan dengan erangan. Pria tampan berwajah oriental itu teringat akan ucapan Priska sore tadi. Sepertinya dia memang harus memikirkan cara untuk menyelesaikan satu persatu masalah yang siap menghampirinya.Cepat atau lambat semua juga akan tahu tentang hubungannya dengan Ratih. Derryl harus bergerak cepat untuk mengatasi semua. Dia tidak mau kalau pada akhirnya Ratih yang tersakiti. Sebuah bunyi bip membuyarkan lamunan Derryl. Ia segera meraih ponsel dan melihat ada pesan masuk di sana. Tak lain dan tak bukan Ratih-lah pengirimnya.“Kamu sudah selesai? Aku mau pulang,” gumam Derryl. Sebuah senyuman tergambar di wajahnya.Masih dengan tersenyum, Derryl menjawab pesan itu. “Iya, Sayang. Aku udah selesai, tungguin bentar lagi aku keluar.”Derryl tersenyum usai mengeja pesan itu berulang. Dia bergegas bangkit dan membereskan semua berkas sebelum menin
“Siapa yang datang?” tanya Derryl sambil berjalan mendekat.Ratih bergeming di posisinya sambil berulang menggigit bibirnya.“Mawar. Mawar tadi telepon kalau sudah berada di depan pintu. Dia ... dia yang membunyikan bel.”Sontak Derryl terperangah kaget.“Terus ... terus kamu bilang apa? Kamu bilang kalau aku di sini?”Ratih menggeleng dengan cepat. “Enggak. Hanya saja dia masih menunggu di depan. Masa aku tidak membukakan pintunya.”Derryl tampak panik, berjalan mondar mandir sambil menepuk keningnya berulang. Kemudian tak lama ia berhenti sambil berdiri sejajar di depan Ratih.“Ya udah bukain saja,” putus Derryl.“Terus Abang gimana? Mau sembunyi?” Derryl terdiam sesaat, lagi-lagi warna merah merambah wajah putihnya saat Ratih memanggilnya ‘abang’.“Eng ... iya. Aku ... aku sembunyi saja kalau gitu.”Ratih mengangguk
“Duh, kok kamu segitu kagetnya sih. Kayak ketahuan maling aja,” ujar Mawar berkomentar.Ratih hanya diam sambil berulang melirik ke arah pintu kamarnya. Kalau tujuan Mawar ke sini untuk menginap itu artinya dia tidak akan pulang. Lalu bagaimana dengan Derryl? Masa iya, dia harus sembunyi di kamar semalaman.“Eng ... kok kamu dadakan, gak ngasih tahu. Kamarku berantakan dan aku belum merapikannya.”“Gampang. Aku bantuin merapikan, yuk! Kita langsung ke kamarmu saja.” Mawar berdiri dan langsung menarik tangan Ratih.Ratih bergegas menahannya dan meminta Mawar duduk lagi. “Eng ... gak usah. Kamu tamu, gak usak repot-repot. Tunggu di sini aku rapikan dulu!”Mawar mengangguk dan kini malah mengambil remote TV. Ia sudah menyalakan TV dan langsung asyik menonton tayangan drama di salah satu chanel. Sementara Ratih bergegas masuk setelah sebelumnya dibukakan kunci oleh Derryl.Ratih tampak terkejut saa
“Kok malah ngumpat? Kamu marah ke siapa, Tih?” tanya Mawar.Ratih terdiam, dadanya kembang kempis sibuk mengatur udara sementara matanya tampak menyalang marah. Ratih sudah tidak melihat Derryl, karena dia baru saja pergi mengendarai mobil dengan wanita seksi itu di dalamnya.“Sama kamu-lah. Ngapain juga kamu ngajak berangkat duluan tadi,” rutuk Ratih.Mawar tampak bingung. Padahal jelas-jelas yang ngajak berangkat duluan tadi Ratih. Dengan bersungut-sungut, Ratih masuk mobil lalu menstater dengan menginjak gas penuh sehingga menimbulkan bunyi menderu.Mawar menoleh ke arah Ratih. Entah mengapa Ratih tampak marah kali ini. Apa dia marah saat melihat Pak Derryl tadi? Atau jangan-jangan memang ada sesuatu di antara Pak Derryl dan Ratih? Mawar hanya sibuk menerka tanpa tahu jawaban yang pasti.“Pakai seat beltmu!! Karena aku bakalan ngebut kali ini!!” pinta Ratih.Mawar hanya diam dan bergegas menganggukkan k
“Abang?” seru salah seorang karyawan yang berdiri di belakang Ratih.Memang saat ini di dalam lift tidak hanya ada mereka bertiga saja, tapi beberapa karyawan yang lain. Ratih hanya diam tidak menjawab saat ditanya seperti itu. Derryl merasa kasihan melihatnya.“Liftnya gak papa, mungkin hanya bergoyang sedikit saja,” sahut Derryl. Ia berkata seperti itu untuk menenangkan Ratih.Sepertinya ucapan Derryl berhasil. Tak lama lift berjalan lagi dan langsung bergerak turun ke lobby. Ratih bergegas keluar lebih dulu dan helaan napas panjang keluar spontan dari mulutnya.“Are you okay, Bu Ratih?” tanya Alice penuh perhatian.“Iya. Saya baik-baik saja. Saya punya sedikit trauma dengan lift yang berhenti mendadak.”Alice hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan Ratih.“Terus tadi Bu Ratih manggil ‘Abang’ saat lift sempat berhenti. Memang siapa dia? Saudara Bu Ratih?”
“Sayang ... kamu di sini rupanya,” ujar Derryl.Ratih terkejut dan langsung menoleh. Hal yang sama juga dilakukan Fani. Derryl langsung tersenyum sambil menyapa Fani dengan anggukkan. Fani membalas dengan senyuman.“Eng ... Bu. Saya permisi dulu, ya. Terima kasih untuk traktirannya.” Fani bangkit dan langsung berpamitan undur diri.Ratih hanya mengangguk dan mengizinkan Fani berlalu pergi lebih dulu. Kini Ratih berganti melirik Derryl yang sudah duduk di depannya.“Sudah selesai pemotretannya?” Derryl mengangguk dan tersenyum. Ia langsung melambaikan tangan memanggil pelayan dan memesan minuman.“Terus ke mana mantan pacarmu itu?” Ratih bertanya dengan sinis.“Dia langsung pergi, ada janji pemotretan di tempat lain.”Ratih hanya manggut-manggut mendengarkan kemudian melirik sinis ke arah Derryl. “Aku berubah pikiran,” ucap Ratih kemudian.Derryl menge
Akhir pekan tiba, pagi itu dengan berat hati Ratih sudah tiba di kantor. Memang hari ini ada bus yang akan menjemput dia bersama dua rekan yang lain ke tempat gathering diadakan.“Wah!! Saya pikir Bu Ratih tidak akan ikut, ternyata ikut juga, toh,” ujar Pak Salim.Ratih hanya tersenyum meringis. Sebenarnya dia juga ingin mengundurkan diri sejak kemarin bahkan Derryl memintahnya seperti itu. Namun, sayangnya kandidat yang akan menggantikan Ratih tidak ada. Ada yang tugas luar kota, sakit dan lainnya tiba-tiba menghilang tidak ada jawaban. Daripada nama perusahaan yang jadi taruhannya, terpaksa Ratih ikut saja.“Semoga saja tim kita menang lagi, Bu!” sahut Pak Heri yang tiba-tiba berdiri di samping Ratih.Sekali lagi Ratih hanya mengangguk sambil meringis. Dua pria di sebelahnya ini memang hampir seumuran dengannya mungkin selisih 2 atau 1 tahun saja, tapi semangat mereka tidak kalah dengan yang muda.“Kita gak ada yang
Beberapa bulan berselang sejak kejadian itu, Ratih kembali sibuk dengan aktivitasnya. Begitu juga Derryl, mereka bahkan sudah memilih tinggal di rumah sendiri yang disiapkan Derryl. Pagi itu tidak seperti biasanya. Ratih bangun kesiangan dan entah mengapa dia merasa pusing.Derryl yang sudah bersiap sedari tadi hanya melirik istri cantiknya yang masih bergelut di balik selimut.“Kamu gak kerja, Sayang? Udah siang, nanti terlambat, loh,” ujar Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil menyibak selimut dan bangkit dengan ogah-ogahan menuju kamar mandi. Derryl memilih menunggu di ruang makan sedangkan Ratih masih meneruskan aktivitas mandinya. Belakangan ini dia merasa tidak enak badan bahkan mengalami mual terus menerus. Itu sebabnya kali ini Ratih berinisiatif menggunakan test pack.Ratih terperangah kaget begitu melihat hasil dari test pack yang menunjukkan kalau dia positif hamil. Ratih mengulum senyum sambil berulang kali mematut wajahnya di depa
Pagi itu, Ratih mulai beraktivitas kembali di kantor. Banyak karyawan yang menyambutnya dengan suka cita. Apalagi saat meeting pagi, semua menghampiri Ratih dan memberinya ucapan selamat atas kesembuhannya. Sasi yang paling senang karena bosnya bisa kembali aktif.“Syukurlah, Bu. Akhirnya Ibu aktif kembali. Saya benar-benar bingung selama Ibu gak ada,” urai Sasi.Mereka baru saja usai melakukan meeting dan sudah berada di ruangan Ratih. Mawar seperti biasa selalu ikut nimbrung pembicaraan mereka. Dia juga jadi orang kedua yang begitu senang dengan kehadiran Ratih kembali.“Tih, aku mendengar kabar tentang Wisnu dan semua yang dilakukannya. Aku bener-bener gak nyangka, Tih,” ucap Mawar mengalihkan pembicaraan.Ratih hanya tersenyum dan mengangguk. “Iya, aku juga sangat terkejut, Mawar. Entahlah apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu. Sudah semestinya dia bertanggung jawab atas semuanya sekarang.”Mawar dan S
“Sumpah, Pak. Bukan saya pelakunya. Saya hanya tamu dan mau menginap di sana, tapi malah menemukan mayat,” jelas Anggi.Akibat teriakannya tadi membuat petugas security yang sedang berpatroli kompleks berhenti dan menghampiri Anggi. Security tersebut kaget saat melihat temuan Anggi dan segera melaporkannya ke polisi. Kini Anggi terpaksa harus ditahan polisi karena dia yang pertama menemukan mayat tersebut. Padahal tadinya Anggi ingin melarikan diri kini ternyata harus terciduk juga di kantor polisi.“Iya, Nona. Saya tahu. Kami hanya akan mencari informasi saja dari Anda. Namun, sebetulnya kami sedari tadi juga mencari Anda. Anda terlibat dalam kasus pencemaran nama baik.”Anggi terdiam hanya menundukkan kepala usai mendengar penjelasan petugas polisi itu. Padahal dia berharap bisa sembunyi dari polisi. Kenapa juga dia malah harus bertemu polisi?“Kalau boleh tahu rumah siapa itu sebenarnya?” tanya polisi tersebut.
“DERRYL!!! Apa maksudnya ini?” sergah Tuan Robby.Derryl terkejut, menyudahi makannya dan melihat dengan bingung ke arah Tuan Robby. Derryl langsung menerima ponsel yang disodorkan Tuan Robby. Dia semakin terperangah kaget saat melihat apa yang ada di dalam ponsel itu. Ratih yang duduk di sebelahnya mendekat dan ikut melihat apa yang terjadi.Ratih langsung menoleh ke arah Derryl dan menatapnya penuh tanya. Sementara Derryl hanya menghela napas panjang.“Aku bisa menjelaskannya, Pa, Ma dan Sayang ... .”Tuan Robby hanya diam, mata marahnya sudah menyalang melihat ke arah Derryl. Sementara Nyonya Siska yang tidak tahu apa-apa segera merampas ponsel di tangan Derryl dan melihatnya.“Ryl!! Apa-apaan ini? Kamu main gila dengan siapa?” seru Nyonya Siska.“Aku gak main gila, Ma. Kejadiannya tidak seperti yang terlihat di sana. Percayalah.”“Lalu bagaimana yang sebenarnya terjadi, Bang?&r
“Kamu baru datang, Bang?” tegur Ratih.Dia melihat Derryl masuk ke dalam kamar dengan mengendap-endap. Derryl pikir tadi Ratih sudah tidur, ternyata istri cantiknya itu belum tidur dan sedang menunggu kedatangannya. Derryl tersenyum sambil berjalan menghampiri.“Aku pikir kamu sudah tidur tadi.” Derryl langsung duduk di tepi kasur dan mengecup kening Ratih.Ratih tersenyum sambil memposisikan tubuhnya menjadi duduk bersandar. Derryl hanya diam sambil berulang menghela napas panjang sembari menatap Ratih dengan intens. Ratih melihat ada kegelisahan di mata Derryl.“Ada apa, Bang? Apa ada masalah di kantor?” tanya Ratih.Derryl kembali menghela napas panjang dan menggeleng dengan cepat.“Tidak. Tidak ada masalah, hanya saja ---“Derryl menggantung kalimatnya dan kini melihat Ratih dengan sendu. Ratih tersenyum menyentuh wajahnya dan membelainya lembut.“Ada apa? Aku tahu pasti
“Maaf, Ma. Kayaknya aku gak bisa pulang cepat,” ucap Derryl di panggilan telepon.Akibat banyaknya kerjaan di kantor, membuat Derryl tidak bisa menjemput Ratih seperti janjinya tadi. Hingga usai jam makan siang dia masih bergelut di kantor. Entah mengapa hari ini pekerjaan seakan menumpuk dan semua harus diselesaikannya.[“Iya, gak papa, Ryl. Mama ‘kan sudah bilang kalau bisa mengurusnya. Sudah, kamu selesaikan saja urusanmu di kantor. Ratih aman sama Mama.”]Derryl tersenyum mendengar jawaban Nyonya Siska di seberang sana. Ia beruntung mamanya sangat pengertian kali ini.“Terus Ratih mana, Ma? Aku mau ngobrol sebentar dengannya,” pinta Derryl.[“Dia sedang tidur, Ryl. Mama sengaja tidak membangunkannya. Nanti kalau dia sudah bangun, baru Mama ajak pulang. Kalau urusan administrasi sudah beres semua.”]“Ya udah, terserah Mama saja. Nanti kalau udah selesai aku langsung balik, kok.&r
“Sumi!! Kamu apa-apaan?” seru Wisnu.Dia sangat terkejut saat melihat Sumi menyambar pisau dan menghunus ke arahnya.“Saya hanya minta pertanggung jawaban Bapak. Saya hanya mau nikah sama Bapak. Bukankah Bapak sudah janji. Saya bahkan sudah menyerahkan semua untuk Bapak. Saya cinta Pak Wisnu,” ujar Sumi dengan terisak.Wisnu diam, menghentikan makannya dan berdiri perlahan dari kursinya.“Lalu kamu sekarang mengancamku dengan pisau agar aku menikahimu?”Sumi menangis lagi sambil menganggukkan kepala. “Saya terpaksa melakukannya, Pak. Tolong, jangan biarkan saya berbuat nekad. Saya mencintai Bapak dan ingin selamanya bersama Bapak.”Wisnu menyeringai sambil menatap sinis ke arah Sumi.“Sinting, kamu!!! Mana mungkin aku nikah sama kamu. Aku hanya suka dengan badanmu, suka dengan keperawananmu saja, tidak lebih. Saat melakukannya pun aku membayangkan Ratih. Sama sekali bukan karena ci
“Bukannya dia bekas sopir keluarga Mas Wisnu?” lirih Ratih bertutur.Seketika Derryl, Tuan Robby, Nyonya Siska dan petugas polisi menatap Ratih dengan terkejut. “Anda mengenalnya, Nyonya?” tanya petugas polisi tersebut. “Eng ... tidak. Saya hanya pernah melihatnya bekerja di keluarga mantan suami saya. Waktu itu hanya beberapa bulan bekerja di sana sebagai sopir pribadi mantan mertua saya. Setelah itu saya tidak pernah melihatnya lagi. Baru kali ini melihatnya kembali.” Petugas polisi itu hanya menganggukkan kepala sambil menatap Ratih dengan seksama. “Apa orang ini yang telah menyabotase mobil dan merupakan residivis itu?” Ratih bertanya. “Iya, Nyonya. Dia ini residivis dan telah menyabotase mobil suami Anda dua kali.” Ratih terdiam dan tampak sedang berpikir. Derryl melihatnya. “Apa kamu berpikir kalau Wisnu di belakang ulahnya?” Ratih menoleh ke arah Derryl dan mengangguk. “Bisa saja, Bang. Bukankah setelah kita menikah dia juga pernah datang ke kantor dan mengirimi aku bung
“Sus, bagaimana istri saya? Apa dia baik-baik saja?” cercah Derryl.Usai kecelakaan itu terjadi, Derryl bersama Ratih sudah dibawa ambulance ke rumah sakit. Derryl tidak mengalami luka serius hanya luka gores saja di beberapa bagian tubuh. Berbanding terbalik dengan Ratih yang saat ini sedang mendapat penanganan khusus.“Sabar, Tuan. Dokter masih menanganinya, nanti kalau sudah selesai pasti akan kami beritahu.”Derryl hanya mengangguk sambil terus berjalan mondar-mandir, sesekali ia remas jemari tangan untuk mengusir kegelisahannya.“Ryl!!” Sebuah suara memanggil Derryl. Derryl menoleh dan melihat Nyonya Siska datang bersama Tuan Robby.“Ma, Pa ... Ratih. Mereka masih menolongnya. Aku gak tahu harus bagaimana. Ini benar-benar kesalahanku.” Derryl berurai air mata dan menyesali keteledorannya tadi.“Sudah, Ryl. Ini semua musibah, kamu harus mengikhlaskan semuanya,” ujar Nyonya Siska