“Tih, kamu gak papa?” tanya Mawar khawatir.
Ratih tidak menjawab hanya tangannya yang memberi isyarat. Setelahnya dia sudah berlari menuju toilet sambil menutup mulutnya dengan tangan.
Ratih langsung mengeluarkan seluruh isi perutnya begitu tiba di toilet. Dia sendiri tidak tahu mengapa perutnya tiba-tiba mual dan enek seperti tadi. Setelah cukup lama mengeluarkan semua isi perutnya, Ratih keluar dari bilik toilet dan dia terkejut melihat Mawar sudah berada di sana.
“Kamu baik-baik saja, Tih?” Mawar bertanya dengan penuh perhatian.
“Iya, aku baik-baik saja. Hanya perutku enek dan mual.”
Ratih sudah menyeka bibirnya sambil mencuci tangan di wastafel kemudian merapikan riasannya. Mawar masih berdiri mematung sambil melirik ke arah Ratih. Ratih melihat ekspresi sahabatnya itu.
“Kamu kenapa?” tanya Ratih penasaran.
Mawar menghela napas panjang sambil menatap ke arah Ratih.
“Kamu
“Eng ... Pak. Bisa minta tolong lepaskan saya!” cicit Ratih.Ia merasa risih saat Derryl tiba-tiba memeluknya. Perlahan Derryl mengurai pelukan dan kini tampak menatap tajam ke arah Ratih. Ratih hanya diam membisu sambil membalas tatapan Derryl dengan bingung.“Bapak kenapa?” Ratih malah bertanya seperti itu. Tentu saja Derryl langsung mengernyitkan alisnya.“Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Kamu kenapa?”Ratih terdiam dan masih mematung di depan pintu. Derryl berdecak sambil menggelengkan kepala.“Apa aku tidak diperbolehkan masuk?”Ratih bergegas mengangguk dan membuka lebih lebar pintu kabin apartemennya menyilakan Derryl masuk. Ratih bergegas menutup pintu begitu mereka berdua sudah masuk.“Kamu sakit?” Derryl kembali bertanya. Ratih hanya diam dan menggelengkan kepala. Ia tidak mau Derryl tahu kalau dia sedang tidak enak badan.“Terus kenapa tadi?&rdq
“Ini ... ini ... satu garis. Itu artinya ... aku tidak hamil,” cicit Ratih lirih.Ada kelegaan luar biasa yang menyergapnya, tapi ada juga sedikit kesedihan. Entah mengapa Ratih tiba-tiba teringat kata-kata Wisnu dan Pak Samudro yang mengoloknya mandul. Ratih menunduk sambil menatap alat test pack itu. Ini bukan yang pertama kali Ratih menggunakan alat ini. Bahkan sudah berpuluh kali ia lakukan setiap telat datang bulan dan selalu seperti ini hasilnya.“Akh ... kenapa aku malah bersedih? Harusnya aku merasa lega karena aku tidak hamil. Itu artinya antara aku dan Pak Derryl tidak akan terjadi ikatan apa-apa.”Ratih terdiam dan langsung menyimpan alat test packnya ke dalam saku. Namun, mengapa tiba-tiba dadanya terasa sakit, seakan ada sesuatu yang terpendam tanpa sadar terkuak ke atas. Tanpa diminta buliran bening luruh membasahi pipi Ratih. Ia takut menghadapi kenyataan kalau dia memang mandul. Ini mimpi buruk kedua yang dia alami dalam h
Pukul 5 sore saat Ratih keluar dari ruangannya. Ia berjalan dengan cepat menuju lift, kali ini Ratih ingin secepatnya tiba di rumah dan beristirahat. Baru saja Ratih masuk ke dalam lift, tiba-tiba sebuah kaki mengekor langkahnya dan ikut masuk ke dalam lift.Ratih mendongakkan kepala dan melihat Derryl berdiri di sebelahnya.“Bapak juga baru selesai?” tanya Ratih berbasa basi.“Iya. Aku ingin pulang cepat kali ini.”Ratih hanya menganggukkan kepala sambil melirik Derryl sekilas. Seharian ini Ratih tidak bertemu dengan Derryl hanya saat meeting tadi pagi saja dan saat pulang kali ini.“Bagaimana masuk anginnya? Sudah reda?” Derryl memecah keheningan mereka.Ratih tersenyum dan mengangguk. Ia hampir lupa kalau belum mengucapkan terima kasih atas kiriman bubur ayam dan obat masuk angin tadi pagi.“Iya, sudah mendingan. Terima kasih untuk bubur ayam dan obat masuk anginnya, Pak.”Derr
“Heh!!” Ratih menoleh ke arah Derryl, menghentikan kunyahannya dan mengerjapkan mata dengan membola.Derryl ikut menghentikan makannya dan kini membalas tatapan Ratih dengan tajam. Mereka memang sedang duduk saling berhadapan dan tentu saja akan sangat mudah jika saling berpandangan seperti itu. Perlahan tangan Derryl terulur dan tanpa izin kembali menyentuh sudut bibir Ratih yang belepotan saos.Ratih sontak menunduk dan berulang menelan saliva. Entah keberapa kali Derryl melakukan hal ini, yang pasti dia sudah membuat jantung Ratih sangat tidak aman.“Sebenarnya berapa usiamu? Mengapa tiap kali makan selalu belepotan seperti anak kecil,” ujar Derryl. Ia menyodorkan tisu ke arah Ratih dan Ratih bergegas mengambilnya. Ia ingin buru-buru menyeka bibirnya sebelum Derryl melakukannya lagi.“Eng ... apa itu penting, Pak?”Derryl mengendikkan bahu sambil menatap Ratih kemudian menggeleng dengan cepat.“Ti
Ratih terdiam hanya duduk termenung di kursi kerjanya sambil sesekali meraba bibirnya. Ucapan terakhir Derryl pagi tadi masih terngiang di telinganya. Mereka memang tidak melakukan apa pun di malam itu, tapi ciuman dan kiss mark di tubuh Derryl itu nyata.“Itu artinya aku dan Pak Derryl pernah berciuman sebelumnya. Akh ... aku malu sekali. Ngapain juga aku pakai mabuk segala dan melakukan hal bodoh itu,” dumel Ratih penuh penyesalan.Berulang ia menghela napas sambil terus menggelengkan kepala seakan sedang menghalau sesuatu yang mengganjal benaknya. Cukup lama Ratih melakukan hal itu hingga tersadar akan panggilan Sasi.“Bu, meeting akan dimulai 10 menit lagi. Bu Ratih gak ke ruang meeting?”Ratih terjingkat kaget dari lamunan kemudian bergegas mengangguk. Ia segera berdiri sambil membawa beberapa berkas. Sasi berjalan mengiringi Ratih di belakangnya. Begitu masuk ke ruang meeting terlihat semua kursi sudah terisi lagi-lagi hanya
“Akh ... maaf, Pak.” Ratih buru-buru berdiri sambil merapikan bajunya.Derryl juga bergegas berdiri seraya melakukan hal yang sama dengan Ratih. Ratih terus menunduk gara-gara tanpa sengaja mereka berciuman tadi. Sementara Derryl hanya diam sambil sesekali memainkan bibirnya.Pelan Ratih melirik ke arah Derryl dan melihat ada bekas lipstik tertinggal di bibir Derryl. Ratih kebingungan untuk memberi tahu, tapi kalau tidak diberitahu malah kasihan Derrylnya.“Eng ... Pak. Maaf ... ada bekas lipstik saya di bibir Bapak,” cicit Ratih dengan kepala yang menunduk.Derryl langsung tersenyum kemudian dengan jarinya mengusap bekas lipstik di bibirnya. “Iya, terima kasih.”Ratih hanya mengangguk kemudian tersenyum melihatnya. Mereka kembali melanjutkan perjalanan turun melalui tangga dan kini tidak ada pembicaraan seperti tadi. Mungkin Ratih ingin fokus supaya tidak terjatuh seperti tadi lagi.Selang beberapa saat m
“Ratih!! Terima kasih kamu datang juga akhirnya,” seru Yunita.Ia begitu senang saat mengetahui kehadiran Ratih. Kemudian mata Yunita melirik Derryl yang berdiri di sebelah Ratih.“Eng ... dia siapa?” tanya Yunita, “pacarmu?” Yunita bertanya sambil mencondongkan tubuhnya ke Ratih.Ratih sontak melotot dan menggeleng dengan cepat. “Enggak, bukan. Dia ---““Pak Derryl, terima kasih atas kehadirannya.” Tiba-tiba suami sekaligus bos Yunita menyahut sambil mengulurkan tangan ke Derryl. Derryl menyambutnya dengan senyum lebar.“Kok Mas kenal?” Kini Yunita yang bertanya ke suaminya.“Dia Pak Derryl, rekan bisnisku, Sayang,” urai mempelai pria.Yunita hanya manggut-manggut sambil menyambut uluran tangan Derryl. Namun, mata Yunita terus melirik ke arah Ratih seakan sedang menyimpan tanya yang banyak. Ratih tidak menghiraukannya dan bergegas turun dari pelaminan
“Kamu baik-baik saja?” tanya Derryl.Kata itu yang sedari tadi keluar berulang dari mulut Derryl seakan ingin memastikan kalau keadaan Ratih baik-baik saja. Ratih yang duduk di sebelah bangku kemudi hanya mengangguk sambil tersenyum menatap Derryl.“Iya, saya baik-baik saja, Pak. Terima kasih atas bantuannya.”Derryl tersenyum lega sambil menganggukkan kepala. “Syukurlah. Mungkin saranku kamu ceritakan hal ini ke Surya.”Ratih menghela napas panjang dan mengangguk. “Iya, Pak. Besok saya akan mengatakannya ke Pak Surya agar mempercepat prosesnya. Saya sudah lelah menghadapi Mas Wisnu.”Derryl hanya manggut-manggut. Mata kecilnya kini tampak fokus menatap lalu lintas yang mulai padat sementara jarinya terus mengetuk kemudi mengikuti lantunan musik yang keluar perlahan dari radio mobilnya.“Kamu tidak keberatan jika mampir ke suatu tempat sebentar,” tawar Derryl.Ratih menoleh d
Beberapa bulan berselang sejak kejadian itu, Ratih kembali sibuk dengan aktivitasnya. Begitu juga Derryl, mereka bahkan sudah memilih tinggal di rumah sendiri yang disiapkan Derryl. Pagi itu tidak seperti biasanya. Ratih bangun kesiangan dan entah mengapa dia merasa pusing.Derryl yang sudah bersiap sedari tadi hanya melirik istri cantiknya yang masih bergelut di balik selimut.“Kamu gak kerja, Sayang? Udah siang, nanti terlambat, loh,” ujar Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil menyibak selimut dan bangkit dengan ogah-ogahan menuju kamar mandi. Derryl memilih menunggu di ruang makan sedangkan Ratih masih meneruskan aktivitas mandinya. Belakangan ini dia merasa tidak enak badan bahkan mengalami mual terus menerus. Itu sebabnya kali ini Ratih berinisiatif menggunakan test pack.Ratih terperangah kaget begitu melihat hasil dari test pack yang menunjukkan kalau dia positif hamil. Ratih mengulum senyum sambil berulang kali mematut wajahnya di depa
Pagi itu, Ratih mulai beraktivitas kembali di kantor. Banyak karyawan yang menyambutnya dengan suka cita. Apalagi saat meeting pagi, semua menghampiri Ratih dan memberinya ucapan selamat atas kesembuhannya. Sasi yang paling senang karena bosnya bisa kembali aktif.“Syukurlah, Bu. Akhirnya Ibu aktif kembali. Saya benar-benar bingung selama Ibu gak ada,” urai Sasi.Mereka baru saja usai melakukan meeting dan sudah berada di ruangan Ratih. Mawar seperti biasa selalu ikut nimbrung pembicaraan mereka. Dia juga jadi orang kedua yang begitu senang dengan kehadiran Ratih kembali.“Tih, aku mendengar kabar tentang Wisnu dan semua yang dilakukannya. Aku bener-bener gak nyangka, Tih,” ucap Mawar mengalihkan pembicaraan.Ratih hanya tersenyum dan mengangguk. “Iya, aku juga sangat terkejut, Mawar. Entahlah apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu. Sudah semestinya dia bertanggung jawab atas semuanya sekarang.”Mawar dan S
“Sumpah, Pak. Bukan saya pelakunya. Saya hanya tamu dan mau menginap di sana, tapi malah menemukan mayat,” jelas Anggi.Akibat teriakannya tadi membuat petugas security yang sedang berpatroli kompleks berhenti dan menghampiri Anggi. Security tersebut kaget saat melihat temuan Anggi dan segera melaporkannya ke polisi. Kini Anggi terpaksa harus ditahan polisi karena dia yang pertama menemukan mayat tersebut. Padahal tadinya Anggi ingin melarikan diri kini ternyata harus terciduk juga di kantor polisi.“Iya, Nona. Saya tahu. Kami hanya akan mencari informasi saja dari Anda. Namun, sebetulnya kami sedari tadi juga mencari Anda. Anda terlibat dalam kasus pencemaran nama baik.”Anggi terdiam hanya menundukkan kepala usai mendengar penjelasan petugas polisi itu. Padahal dia berharap bisa sembunyi dari polisi. Kenapa juga dia malah harus bertemu polisi?“Kalau boleh tahu rumah siapa itu sebenarnya?” tanya polisi tersebut.
“DERRYL!!! Apa maksudnya ini?” sergah Tuan Robby.Derryl terkejut, menyudahi makannya dan melihat dengan bingung ke arah Tuan Robby. Derryl langsung menerima ponsel yang disodorkan Tuan Robby. Dia semakin terperangah kaget saat melihat apa yang ada di dalam ponsel itu. Ratih yang duduk di sebelahnya mendekat dan ikut melihat apa yang terjadi.Ratih langsung menoleh ke arah Derryl dan menatapnya penuh tanya. Sementara Derryl hanya menghela napas panjang.“Aku bisa menjelaskannya, Pa, Ma dan Sayang ... .”Tuan Robby hanya diam, mata marahnya sudah menyalang melihat ke arah Derryl. Sementara Nyonya Siska yang tidak tahu apa-apa segera merampas ponsel di tangan Derryl dan melihatnya.“Ryl!! Apa-apaan ini? Kamu main gila dengan siapa?” seru Nyonya Siska.“Aku gak main gila, Ma. Kejadiannya tidak seperti yang terlihat di sana. Percayalah.”“Lalu bagaimana yang sebenarnya terjadi, Bang?&r
“Kamu baru datang, Bang?” tegur Ratih.Dia melihat Derryl masuk ke dalam kamar dengan mengendap-endap. Derryl pikir tadi Ratih sudah tidur, ternyata istri cantiknya itu belum tidur dan sedang menunggu kedatangannya. Derryl tersenyum sambil berjalan menghampiri.“Aku pikir kamu sudah tidur tadi.” Derryl langsung duduk di tepi kasur dan mengecup kening Ratih.Ratih tersenyum sambil memposisikan tubuhnya menjadi duduk bersandar. Derryl hanya diam sambil berulang menghela napas panjang sembari menatap Ratih dengan intens. Ratih melihat ada kegelisahan di mata Derryl.“Ada apa, Bang? Apa ada masalah di kantor?” tanya Ratih.Derryl kembali menghela napas panjang dan menggeleng dengan cepat.“Tidak. Tidak ada masalah, hanya saja ---“Derryl menggantung kalimatnya dan kini melihat Ratih dengan sendu. Ratih tersenyum menyentuh wajahnya dan membelainya lembut.“Ada apa? Aku tahu pasti
“Maaf, Ma. Kayaknya aku gak bisa pulang cepat,” ucap Derryl di panggilan telepon.Akibat banyaknya kerjaan di kantor, membuat Derryl tidak bisa menjemput Ratih seperti janjinya tadi. Hingga usai jam makan siang dia masih bergelut di kantor. Entah mengapa hari ini pekerjaan seakan menumpuk dan semua harus diselesaikannya.[“Iya, gak papa, Ryl. Mama ‘kan sudah bilang kalau bisa mengurusnya. Sudah, kamu selesaikan saja urusanmu di kantor. Ratih aman sama Mama.”]Derryl tersenyum mendengar jawaban Nyonya Siska di seberang sana. Ia beruntung mamanya sangat pengertian kali ini.“Terus Ratih mana, Ma? Aku mau ngobrol sebentar dengannya,” pinta Derryl.[“Dia sedang tidur, Ryl. Mama sengaja tidak membangunkannya. Nanti kalau dia sudah bangun, baru Mama ajak pulang. Kalau urusan administrasi sudah beres semua.”]“Ya udah, terserah Mama saja. Nanti kalau udah selesai aku langsung balik, kok.&r
“Sumi!! Kamu apa-apaan?” seru Wisnu.Dia sangat terkejut saat melihat Sumi menyambar pisau dan menghunus ke arahnya.“Saya hanya minta pertanggung jawaban Bapak. Saya hanya mau nikah sama Bapak. Bukankah Bapak sudah janji. Saya bahkan sudah menyerahkan semua untuk Bapak. Saya cinta Pak Wisnu,” ujar Sumi dengan terisak.Wisnu diam, menghentikan makannya dan berdiri perlahan dari kursinya.“Lalu kamu sekarang mengancamku dengan pisau agar aku menikahimu?”Sumi menangis lagi sambil menganggukkan kepala. “Saya terpaksa melakukannya, Pak. Tolong, jangan biarkan saya berbuat nekad. Saya mencintai Bapak dan ingin selamanya bersama Bapak.”Wisnu menyeringai sambil menatap sinis ke arah Sumi.“Sinting, kamu!!! Mana mungkin aku nikah sama kamu. Aku hanya suka dengan badanmu, suka dengan keperawananmu saja, tidak lebih. Saat melakukannya pun aku membayangkan Ratih. Sama sekali bukan karena ci
“Bukannya dia bekas sopir keluarga Mas Wisnu?” lirih Ratih bertutur.Seketika Derryl, Tuan Robby, Nyonya Siska dan petugas polisi menatap Ratih dengan terkejut. “Anda mengenalnya, Nyonya?” tanya petugas polisi tersebut. “Eng ... tidak. Saya hanya pernah melihatnya bekerja di keluarga mantan suami saya. Waktu itu hanya beberapa bulan bekerja di sana sebagai sopir pribadi mantan mertua saya. Setelah itu saya tidak pernah melihatnya lagi. Baru kali ini melihatnya kembali.” Petugas polisi itu hanya menganggukkan kepala sambil menatap Ratih dengan seksama. “Apa orang ini yang telah menyabotase mobil dan merupakan residivis itu?” Ratih bertanya. “Iya, Nyonya. Dia ini residivis dan telah menyabotase mobil suami Anda dua kali.” Ratih terdiam dan tampak sedang berpikir. Derryl melihatnya. “Apa kamu berpikir kalau Wisnu di belakang ulahnya?” Ratih menoleh ke arah Derryl dan mengangguk. “Bisa saja, Bang. Bukankah setelah kita menikah dia juga pernah datang ke kantor dan mengirimi aku bung
“Sus, bagaimana istri saya? Apa dia baik-baik saja?” cercah Derryl.Usai kecelakaan itu terjadi, Derryl bersama Ratih sudah dibawa ambulance ke rumah sakit. Derryl tidak mengalami luka serius hanya luka gores saja di beberapa bagian tubuh. Berbanding terbalik dengan Ratih yang saat ini sedang mendapat penanganan khusus.“Sabar, Tuan. Dokter masih menanganinya, nanti kalau sudah selesai pasti akan kami beritahu.”Derryl hanya mengangguk sambil terus berjalan mondar-mandir, sesekali ia remas jemari tangan untuk mengusir kegelisahannya.“Ryl!!” Sebuah suara memanggil Derryl. Derryl menoleh dan melihat Nyonya Siska datang bersama Tuan Robby.“Ma, Pa ... Ratih. Mereka masih menolongnya. Aku gak tahu harus bagaimana. Ini benar-benar kesalahanku.” Derryl berurai air mata dan menyesali keteledorannya tadi.“Sudah, Ryl. Ini semua musibah, kamu harus mengikhlaskan semuanya,” ujar Nyonya Siska