Share

Part51

Penulis: Oscar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aduh! Mati aku. Kenapa Zein tiba-tiba bisa muncul di sini? Bukannya tadi dia bilang tidak ingin kemana-mana? Kan jadi masalah lagi. Kenapa juga si Rama tiba-tiba muncul. Bikin sebel aja!

Zein menatap sinis memandang Rama. Emang ini anak, kalau urusan sama laki-laki terlihat sangat garang. Macho banget lagi. Bikin bulu mataku kembali merinding disko.

Rama tak menjawab, hanya mengangkat bahu saja. Mungkin maksudnya bilang 'Sori, gue nggak tau kalau suaminya ada di sini.'

Ituh!

Tanpa meminta, Zein langsung memegang tanganku dan menggenggamnya. Kelihatan marah sih. Mukanya tegangan tinggi. Disentuh dikit aja langsung kesetrum. Lututku aja udah merasa gemetar.

"Ayuk pulang!" Dia langsung menarikku untuk berdiri. Seperti kerbau yang dicucuk hidung, aku langsung menurut dan mengikuti langkahnya dengan cepat.

Aneh. Sedikitpun nggak ada niatan untuk melawan atau meronta-ronta minta dilepaskan. Apa perasaan takut Zein marah, lebih besar dari rasa marahku sendiri? Iyyuh...seorang Tyas kalah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
anjrit nih cerita yg benar benar keren lucu suka banget. tiyas yg pede dg kenarsisannya. Zen yg cemburu dg tingkahnya yg lucu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part52

    Aku mulai bangkit, dengan bantuan Zein pastinya. Dengan jalan agak terpincang-pincang, dia dengan setia memapahku. "Kamu beneran nggak papa, Yas? Aku nggak tega lihat kamu kek gini. Aku gendong aja, deh."Zein mulai menunduk untuk meraih betisku, namun aku tetap saja menolak. "Aku nggak mau, Zein.""Kenapa?""Malu tau!""Oh, malu digendong sama suami kayak aku?""Apaan sih, ngambek melulu. Kek anak kecil deh. Siapa suruh kamu tadi jalannya cepat-cepat. Percuma dong nyusul ke sini, kalau nyatanya aku di tinggal juga. Udah, buruan sana pulang. Aku bisa pulang sendiri, kok," rajukku. "Oh, ya, ya. Alasan. Pasti pengen diantar pulang sama cowok yang tadi, kan?" Dia balas merajuk. "Ish, Zein." Aku memukul lengannya. "Ngalah dikit kenapa, sih. Kalau istri ngambek tuh, dibujuk. Bukan malah ikutan ngambek!"Dia kembali tersenyum. Hmmm... kan manis banget senyum kek gitu. "Ya, udah kita duduk dulu, ya. Biar sakitnya ilang." Aku mengangguk.Akhirnya dengan jalan agak terpincang-pincang, kam

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part53

    "Kok kamu ngomong kek gitu sih, Zein?" tanyaku sambil menatap wajahnya. "Aku? Ngomong apa?" sahutnya gelagapan. Dih, dia bisa gengsi juga ternyata. Bukannya dia sendiri yang barusan bicara panjang lebar tentang betapa takutnya dia kehilangan aku. Pake nggak ngaku lagi. "Ya udah deh, nggak usah dibahas. Kita lupain aja kejadian hari ini. Aku juga udah mau pulang, kok," lanjutku kemudian. "Kaki kamu masih sakit?""Ya sakit dong, Zein.""Aku anter ke rumah sakit, ya?""Duh, lebay deh. Segini doang. Pulang yuk. Aku mau tiduran aja di rumah. Lagi bad mood," rajukku. "Nggak jadi jalan-jalan?""Ish... norak. Becandanya nggak lucu," gerutuku. Jelas-jelas semua kejadian ini berawal dari penolakan dia untuk jalan-jalan denganku. Bisa-bisanya sekarang, setelah semua yang terjadi dia menggoda buat ngajak jalan-jalan lagi. Iyyuh... Zein udah mulai nakal rupanya. Aku melepaskan sepatuku, dan bangkit dengan jalan sedikit terpincang. Sepertinya mata kakiku juga ikut keseleo. Tapi nggak papa j

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part54

    "Lho, emang kenapa?""Kan udah ada kamu yang ngurutin." Aku membesarkan bola mata ke arahnya."Ish... Zein. Jorok. Jijik tau nggak." Aku memukul-mukul tangannya yang barusan tadi mengurut kakiku. Dia tertawa sambil memegangi perutnya. Sepertinya dia merasa sangat senang melihatku seperti itu. "Kenapa, sih?""Jorok tau nggak. Jangan sentuh-sentuh, ih.""Bercanda kali, Yas," ujarnya sambil terus tertawa. "Bohong. Pasti beneran tuh. Pikiran kamu kan selalu aja mesum.""Ya iyalah. Siapa juga yang bisa nahan diri lama-lama kalau dekat kamu. Ini aja otak aku udah travelling kemana-mana.""Ish, nggak mau. Enak aja." Aku mendorong tubuhnya. "Hayo mau kemana? Nggak bisa jalan, kan? Mau lari kemana lagi? Udah nyerah aja." Dia semakin mendekatkan dirinya."Ish, Zein nakal. Cari kesempatan." Aku kembali mendorong dadanya. Namun tenagaku tentu saja masih kalah jauh. Apalagi dengan keadaan kakiku yang sekarang ini. Aku kembali mencoba menjauhkan diri dari tubuhnya yang semakin merapat. "Zein

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part55

    Dengan kaki yang masih terasa sakit, aku mencoba bangkit dan berdiri. Berusaha menyambut kedatangan Ibu mertua dan juga adik iparku. "Udah, Nak Tyas. Ndak usah bangkit. Nanti kakinya tambah sakit," ucap Ibunya Zein penuh perhatian. Iapun mendekat untuk menghampiriku. Dengan sungkan, aku meraih dan mencium punggung tangannya dengan takzim. Jangan heran dong. Kan udah jadi mertua beneran. Secara aku dan Zein udah nggak main kontrak-kontrakan lagi. Seperti yang horang-horang bilang, kalau mau sama anaknya, ya harus terima orang tuanya dong. Jadi nggak salah kan, kalau sekarang aku bersikap baik sama Ibu dan adiknya Zein. "Ibuk datangnya kok nggak bilang-bilang? Kan bisa Zein jemput," ucap Zein, sambil melepaskan atribut pembantunya itu. Iyyuh...malu-maluin aja deh. "Nggak apa-apa, Zein. Nanti malah ngerepotin. Ibuk sama Zahra jadi khawatir, saat kamu nelpon tadi malam. Takut kaki istri kamu kenapa-napa."Duh, Zein udah ngadu duluan rupanya. Pantes aja Ibunya cepat-cepat datang ke s

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part56

    "Lho, jadi ngapain ngajak masuk ke kamar?""Aku cuman mau ngomong, biar Ibuk dan Zahra nggak denger.""Ada apa, Yas?""Ibuk sama Zahra kayaknya kecapean tuh. Suruh nginap di sini aja. Tapi kamu beresin kamar sebelah, ya. Ganti sprei sama bawa handuk sama perlengkapan kamu yang lain. Ntar ketauan lagi, kalau selama ini kita tidurnya di kamar terpisah.""Iya juga, sih. Tapi, udah sah nih, aku pindah ke kamar kamu?"Aku tersenyum dan mengangguk. "Kan kita udah nggak punya kontrak lagi," jawabku malu-malu. "Makasih ya, Yas.""Ish, makasih apaan sih. Udah dibahas juga tadi malam." Aku mulai sewot. "Makasih juga udah baik sama keluarga aku.""Keluarga kita kali, Zein. Udah deh, jangan sungkan-sungkan gitu. Buruan beresin. Ntar Ibuk sama Zahra keburu bangun tuh. Kalau kakiku juga nggak sakit, aku pasti udah bantuin kamu dari tadi.""Iya. Nggak apa-apa. Beresin kamar segitu doang, gampang. Apalagi pindah ke kamar kamu. Bikin tambah semangat, Yas.""Ish, Zein bisa aja deh. Buruan, gih.""Iy

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part57

    Aku dan Zein saling berpandangan satu sama lain. Tentu saja dengan detak jantungku yang dag dig dug jer, juga dengan ginjalku yang hampir copot. Mana denyut di kaki tiba-tiba kambuh lagi. Lalu kami masing-masing menoleh ke arah Ibu dan Zahra yang sudah memasang wajah tak suka. Ish... pasti marah besar nih. "Jawab, Zein! Apa maksudnya ini?" Ibu mempertegas pertanyaannya.Zein meraih kertas-kertas yang disodorkan oleh Ibu mertua. Tanpa melihatpun, aku sudah tahu pasti apa yang sedang dipermasalahkan olehnya. Itu adalah surat kontrak yang kami tanda tangani bersama Zein. Satu rangkap untuknya, dan satu lagi aku yang pegang. Tapi bagaimana bisa, Ibu dan Zahra menemukannya. Zein teledor sekali. Menyimpan benda penting itu secara asal, hingga mudah untuk ditemukan. "Ibu nggak nyangka, sampai hati kalian membohongi Ibu dan Zahra." Mereka berduapun pergi berjalan kembali menuju kamar sebelah. Zein menoleh ke arahku, lalu kusertai dengan anggukan. Pergilah Zein, bujuk Ibumu. Zeinpun meny

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part58

    Aku masih berdiri mematung di depan pintu. Sampai kulihat Ibu membuka pintu dengan kasar, disertai Zahra yang juga bertatapan langsung denganku sekilas, kemudian membuang pandangan. Duh, bertambah sakit hatiku. "Buk, jangan pergi. Maafin Zein sama Tyas, ya," ucapku dengan nada merayu. Omegot. Kok aku bisa jadi gini sih? Merendahkan diri sendiri dengan meminta maaf sama orang misqueen. Apa ini yang disebut jatuh cinta? Oh ya ampun. Kalau begini sih, bukan cuma Zein yang nggak punya harga diri. Tapi juga aku. "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Akan kami ganti semua uang yang dipakai Zein. Jadi, lepaskan dan ceraikan saja Zein. Dia ndak perlu ngutang apa-apa lagi," ucap Ibuk tanpa memandangku. Aku terdiam. Lututku mendadak lemas. Mulutku seperti terkunci mendengar kata perceraian. Seharusnya malam itu juga kami hancurkan surat kontrak itu, biar nggak sampai menjadi masalah seperti ini. "Hentikan itu, Buk. Zein tidak akan pernah menceraikan Tyas!" Zein tiba-tiba menyela dan berdiri di

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part59

    Lho, kok ada Bela, sih? Ngapain si bibit pelakor ngobrol akrab sama Ibuk. Nggak mungkin juga kan, dia yang mau bayarin rumah ini. Emang dia punya duit?Tiba-tiba saja hatiku menciut. Semangat yang tadi berkobar-kobar, mendadak redup. Kaki yang seharusnya sudah tidak terasa sakit karena terlalu berambisi datang kemari, tiba-tiba kembali berdenyut. Tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing. Pandanganku mulai berkunang-kunang. Ibu mertuaku dan Bela terlihat mengembang. Tubuh mereka seperti bengkok ke sana bengkok ke sini. Seperti hantu, mereka kadang hilang, kadang muncul secara perlahan. Hi, serem. Lalu tiba-tiba saja ruangan tempatku berdiri ini menjadi gelap. Padahal hari masih siang. Mataku tiba-tiba seperti hendak menutup sendiri, dan aku tak bisa melihat mereka lagi. .Aku membuka mataku secara perlahan. Samar-samar kulihat tempat di sekitarku. Seperti pernah masuk ke sini, tapi aku lupa kapan. Aroma menyengat khas minyak angin terasa begitu kuat di lubang hidungku. Masih terasa han

Bab terbaru

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part106

    "Pasti karena aku cantik kan, Zein?" ucapku penuh percaya diri. "Iya, kamu cantik."Pipiku bersemu kemerahan kaya artis-artis korea. "Selain itu....""Selain itu, apa?" tanyaku penasaran, karena ia menghentikan kata-katanya. "Selain itu, kamu kalau jalan lucu. Mirip badut." Dia tertawa ringan. "Ish... Zein! Udah mulai nakal, ya. Goda-godain aku."Dia semakin tertawa. Dan aku merasa senang melihat wajah cerianya lagi. Tanpa sadar aku menerkam tubuhnya dan masuk dalam dekapannya. "Eh, eh, kenapa nih? Main peluk-peluk aja. Pasti kangen uwu-uwu nih," godanya lagi. "Enggak, kok. Cuman terharu aja. Aku pikir kita nggak akan bisa lagi kek gini. Aku takut banget," aku menangis sesenggukan. Zein ikut memelukku dengan erat. "Ini semua berkat doa kamu, Yas. Kamu istri yang baik buat aku. Makasih ya, Yas. Udah mau nerima aku apa adanya.""Aku juga ya, Zein. Makasih udah nyelamatin aku dari rasa malu dan menutupi semua aibku di masa lalu.""Jangan bicarakan itu lagi, Yas. Bagiku kamu tetap

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part105

    Akhirnya operasi Zein selesai. Kami yang tadinya harap-harap cemas dengan hasilnya, mendadak menarik napas lega. Operasinya berjalan lancar. Kini Zein harus mendapat perawatan pasca operasi di ruangan ICU. Tanpa terasa air mataku mengalir begitu aja. Ternyata, jarak hidup dan kematian itu hanya sepersekian detik saja. Apa yang mau kita banggakan lagi di dunia ini? Adik-adikku mengusap bahuku dengan lembut. Mencoba menguatkan aku yang terlalu down karena masalah ini. Ditambah lagi usia kandunganku yang semakin tua. Apa yang kulakukan kalau Zein belum pulih dan tak bisa berjalan?Kuatkah aku mengahadapi kelahiran ini sendiri, tanpa Zein yang seharusnya mendampingi? Dokter bilang, Zein tidak mungkin langsung sembuh dan normal seperti sedia kala. Butuh waktu untuk masa pemulihan. Asal dia semangat, semua bisa berjalan lebih cepat. Setelah satu harian di ruang ICU, akhirnya Zein kembali ke ruangan. Ruangan VVIP yang super mewah pastinya. Tentunya setelah dia sadar, dan tekanan darahnya

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part104

    Sebenarnya, Zein nggak mau kalau Ibuk tahu dia sedang dirawat di rumah sakit seperti ini. Katanya takut nyusahin Ibuk, dan membuat orang tua itu cemas. Akan tetapi, setelah kompromi sama Papi dan Mami, kami mutusin agar Ibuk tetap di beritahu secepatnya. Soalnya, jika diberitahu belakangan nanti, seperti yang Zein katakan. Takutnya Ibuk malah berkecil hati, dan merasa tidak dianggap sebagai keluarga. Kan jadi repot lagi urusannya. Taulah kalau golongan dari kalangan bawah inikan, perasaannya terlalu sensitif menilai sesuatu hal. Ini fakta ya, bukannya aku yang ngarang. Makanya aku minta tolong sama Bino untuk menjemput ke sana langsung. Setelah si Bino nanti sudah sampai, Baru Mami yang akan nelpon, bilangin kalo Zein sedang sakit dan mobil lagi menuju rumah mereka buat menjemput. Mudah-mudahan Ibuk nggak kenapa-napa. . "Sayang, kami pulang dulu, ya!" Aku pamit pada Zein setelah menjelang sore. Malam ini, Ada Nita dan Papi yang bersedia menemani Zein disini. Sebenarnya, Papi dis

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part103

    "Bin!" Aku keluar dari ruangan,tempat Zein dirawat dan bergabung dengan yang lain. Tempat yang disediakan pihak rumah sakit untuk keluarga pasien, beristirahat. "Iya, Yas.""Aku minta tolong, ya. Mulai besok kamu yang ngurus perusahaan!""Siap...siap."Dih, langsung nyahut. Nolak dulu kek. Emang nggak ada segan-segannya ya ini orang. Malu dikit napa."Tapi ingat ya, Bin. Jangan ambil kesempatan!""Ya elah, Yas, Yas. Masih aja, ya! Suudzon terus.""Woiya dong, Bin. Sebagai teman yang baik, aku kan harus selalu ngingatin kamu, supaya jangan merusak persahabatan kita selama ini, hanya karena masalah uang.""Iya, iya. Makasih ya udah ngingetin aku. Entar kalo urusan kamu udah selesai sekalian aja bawa BPK sama KPK buat geledah rumah aku, Yas," jawabnya sewot. Dih, tersinggung. Sensi amat. " Untuk apa?" tanyaku pura-pura bego. "Untuk meriksa. Kalo kamu nggak percaya sama aku.""Aku percaya, loh Bin sama kamu. Makanya aku ngingetin, biar amanah yang aku kasi nggak kamu salah gunain," b

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part102

    "Dia nanyakin, Mami. Kabarnya, gimana? Udah punya anak berapa? Udah punya cucu apa belum?""Terus, nanyakin apa lagi, Pi?""Ya elah, Mami kok kepo banget. Emang ada apa sih?" tanyaku penasaran. "Dokter Faisal Itu, Yas. Mantannya Mami," jelas Papi. "Belum sempat jadian loh, Pi. Pasti Papi cemburu, deh." Timpal Mami. "Nggak lah, Mi. Buat apa Papi cemburu."Kok aku nggak ngerti dan makin kepo aja, nih. "Emang ceritanya, gimana sih, Pi? Kok Mami juga kenal?""Gini, Yas ceritanya. Dulu itu, Dokter Faisal temen dekat Papi, terus Mami naksir tuh sama dia. Tapi Mami malu bilang langsung sama dia, taulah Mami kalian inikan dulu gengsian orangnya. Jadi, Mami minta Papi yang nyampaiin jadi posnya mereka. Setelah Papi sampein, Dokter Faisal menolak dengan alasan mau fokus kuliah dan ngejar karir dulu. Kecewa tuh, Mami," jelas Papi, sambil senyum-senyum. "Nggak gitu juga, ceritanya, Pi," sergah Mami malu-malu. "Pasti Papi nggak nyampein tuh ke orangnya karena Papi suka sama Mami, iyakan, Pi."

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part101

    Sekilas dia menatapku dan tersenyum. Kemudian kembali menatap bola lampu di atas ruangan. Sudah dari tadi kuperhatikan, Zein selalu saja memandang ke arah bola lampu yang menyala itu. "Zein, kamu liatin apa?" tanyaku penasaran. "Aku melihat cahaya putih yang terpancar dari bola lampu itu, Yas," jawabnya, tanpa berpaling. "Buat apa?"Dia menarik napas dalam. "Aku berharap, Tuhan masih mau memberikanku kesempatan dan sedikit cahaya dari-Nya agar aku segera sembuh, dan bisa melihat anak kita tumbuh besar, bisa menggendongnya, merawat dan bisa bermain-main dengannya kelak. Dan aku juga berharap masih bisa bekerja dan menafkahi kalian berdua.""Amin." Segera kujawab harapan Zein tadi."Kamu tau, Yas. Apa keinginanku saat ini?" tanyanya. "Apa?""Aku hanya ingin sehat dan bisa bertahan hidup.""Makanya, kamu yang semangat dong, Zein. Banyak-banyak berdoa juga. Tuhan akan cepat mengabulkan doa orang-orang yang lagi sakit." Aku menguatkan genggaman tanganku sebagai bentuk support untuknya.

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part100

    "Kamu kok tau aku ada disini?""Maaf, Zein. Aku tadi yang jemput, Tyas," ucap Bino merasa bersalah. "Emang kenapa kalo aku datang kesini? Kamu nggak suka karena udah ada Silvi yang nemenin?" ucapku meradang. Tentu aja setelah Silvi keluar dari ruangan ini saat melihat kedatangan kami tadi. Pasti tadi abis ngelus-ngelus si Zein, tuh. Waktu di jalan tadi, Bino juga sudah bilang kalau Zein berpesan jangan memberi tahu tentang keadaannya padaku. Dia sangat khawatir, takut terjadi sesuatu padaku dan juga kandunganku.Disaat sakit pun, Zein masih aja selalu perhatian yang membuat diriku makin jatuh cinta sama dia. Aku jadi terharu deh dibuatnya. Aku kan baperan orangnya. "Keadaannya, gimana, Zein?" tanya Mami. "Kata Dokter harus operasi, Mi. Tapi nunggu persetujuan dari pihak keluarga.""Kok pake operasi segala? Emang separah apa?""Katanya penyumbatan pembuluh darah, Mi." Lututku ikut bergetar mendengar kata operasi. "Bahaya, nggak tuh?" tanyaku panik. Air mataku mengalir begitu aja

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part99

    "Jadi, keadaannya gimana?" tanyaku cemas. "Lagi diperiksa, Yas. Tadi setelah masuk IGD, petugas minta surat-surat buat administrasi. Aku kurang ngerti juga, surat apa. Terus mereka juga nanya keluarganya yang mana? Makanya aku nyusul kamu ke sini.""Kenapa nggak nelpon aku aja, Bin? Kan aku bisa langsung ke sana.""Nggak berani lah, Yas. Bukannya kamu tinggal sendirian di rumah? Kalau tiba-tiba pingsan gimana?"Iya juga sih. Tumben si Bino pikirannya lurus. "Jadi, yang jagain Zein di sana, siapa?" tanyaku cemas. "Ada Silvi. Tadi aku minta tolong sama dia, juga. Sekalian bareng ke rumah sakit."What? Dasar sontoloyo. Emang teman nggak punya akhlak ini si Bino ya. Badanku makin lemas setelah mendengar nama Silvi. Pasti nangis-nangis tuh, sambil meluk-meluk. Merasa menyesal karena belum sempat menyatakan rasa cintanya pada Zein. Iyyuhhh... Sok dramatis banget deh kisahnya. Aku duduk di sofa ruang tamu setelah di papah oleh Bino. Sekujur tubuhku terasa lemah dan berat. Pikiranku mel

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part98

    "Eh, jangan. Entar kalo jatuh gimana?" tolaknya. "Makanya hati-hati dong, Zein.""Ya udah deh, tapi pelan-pelan aja, ya." Dia menundukkan tubuhnya dan segera mengangkat ku dalam gendongannya. Membuat aku senyum-senyum sendiri. Teringat kembali akan kenangan masa lalu, saat Zein memaksa menodaiku untuk yang pertama kali. Betapa gagah dan romantisnya Zein kala itu, sampai-sampai membuat bulu mataku merinding disko. So sweet banget, kan? "Zein, entar kalo sudah pulang kantor, langsung balik ke rumah ya! jangan singgah -singgah lagi di jalan," ucapku saat sedang menikmati sarapan di meja makan. "Iya, bawel.""Awas kalo ketauan singgah-singgah, apalagi nekat jajan di luar.""Iya, sayang.""Good.". "Hati-hati Zein, mengemudinya! Jangan kebut-kebutan ya!" Pesanku pada Zein, sebelum dia berangkat. "Iya, iya." Ih, nurut banget sama istri. Makin gumush deh liatnya. Setelah Zein pergi, aku rebahan di tempat tidur sambil chatingan bareng trio ember. Ya, walaupun sudah jarang ketemu lang

DMCA.com Protection Status