BAB 14
“B-Boss! Barang-barangnya sudah gak ada sekarang!” ucapnya sambil menatapku dan Mas Ashraf bergantian.
Suamiku berdiri dan menghampirinya. Wajah Mike sudah terlihat pucat seperti kapas. Bagaimanapun semua orang mengenal Suamiku sebagai orang yang tegas.
“Makasih, Mike!” ucapnya sambil menepuk bahu Mike dua kali kemudian memutar badan untuk beranjak ke lantai atas.
“Makasih … untuk?” Mike mengernyitkan dahi sambil menatap punggung Suamiku.
“Akhirnya aku akan segera tahu, siapa orang dalam rumah ini yang memihak Elisa? Taman belakang tersorot CCTV, jadi aku bisa segera mengetahuinya!” ucap Mas Ashraf sambil berlari meniti anak tangga.
Kami saling melempar pandang. Wajah Mike berangsur membaik. Setelah Mas Ashraf tidak terlihat lagi, Jelly mengajakku bergegas ke ruang olah raga.
“Silakan, Nona!” ucap Jelly sopan sa
BAB 15 – POV AshrafHari itu di salah satu butik milik Mike yang sudah menjadi langganan keluarga kami. Kami dipertemukan dengan seorang fashion desainer ternama yang sudah kuminta untuk merancang gaun pengantin itu.Aku memang sudah memesannya enam bulan lalu. Disaat hatiku mulai yakin jika dia adalah tujuan hidupku. Entah kepercayaan diri tingkat mana yang membuatku berani meminta dirancangkan sebuah gaun untuk seorang wanita biasa. Wanita yang bahkan pada saat itu sama sekali tidak tahu jika aku sudah menaruh hati padanya. Wanita yang memiliki daya tarik tersendiri.Wanita yang alunan suaranya mampu menggetarkan hatiku. Membuatku betah berlama-lama menguping dari luar kamar para ART dengan berpura-pura lewat untuk olah raga.Dia tidak pernah tahu, jika sudah begitu lama aku mengagumi alunan suara yang menggetarkan hati itu. Lantunan yang bisa membuat mataku berkaca-kaca meski aku tidak mengerti artinya.Jika
BAB 16 Mobil yang kami tumpangi akhirnya tiba di sebuah rumah besar. Hanya sebentar. Kata Suamiku ini adalah rumah pamannya. Adik tiri dari ayahnya.Kami hanya sebentar singgah di sana. Tidak ada keakraban dan keramahan yang terjalin. Bahkan aku merasakan ada tatapan mata yang seolah tajam menikam. Tatapan mata yang bagiku sangat menakutkan dari seorang lelaki yang suamiku panggil paman. Apakah karena aku dari keluarga tidak punya, lalu lelaki itu tidak menyukaiku?Sepanjang bertamu di sana, suamiku tak lepas menggamit jemariku. Aku merasakan ada hal yang aneh juga antara hubungannya. Masih teringat jelas beberapa kalimat yang Mas Ashraf ucapkan penuh penekanan.“Paman pikir, aku tidak bisa bahagia jika wanita itu tidak bersamaku? Paman salah … justru aku berterima kasih padamu karena telah menunjukkan kebusukannya sebelum pernikahan itu terjadi,” masih teringat jelas ucapan suamiku saat tadi
BAB 17[Ta, mau sembunyi di mana? Aku memang kehilangan jejak ketika mengikutimu waktu itu! Tapi aku bisa dengan mudah mendapatkan nomormu! Kalau mau semua baik-baik saja, temui aku di Café Bunga dekat pasar Siang, akhir minggu ini. Hafiz.]Ya, Tuhaaan! Dari mana juga Kang Hafiz bisa mendapatkan nomorku. Mas Ashraf menoleh ke arahku yang terlihat bingung.“Kenapa, Sayang?” tanyanya.Aku memberikan Iphone itu padanya. Bagaimanapun aku tidak bisa menyembunyikannya lagi. Terlebih nomor ini akan disita oleh suamiku sore ini. Alisnya saling bertaut sambil membaca deretan pesan yang tertera.“Siapa dia?” Mas Ashraf menoleh ke arahku. Sorot matanya meminta penjelasan.“D-Dia Kang Hafiz ….” Aku menundukkan kepala. Tidak kuasa netra ini bersitatap dengan tajam tatapannya.“Siapa Hafiz itu?” tanyanya memburu.“S-Seperti Nona Elisa
BAB 18"Oh, jadi semua yang kamu ucapkan itu hanya bualan ... ternyata sebenarnya Sinta tidak lebih berharga daripada sebuah jabatan di perusahaanku!"Kulihat Kang Hafiz menunduk. Tangannya saling meremas satu sama lain.“Lain kali, tolong lebih hati-hati dalam bertindak dan berbuat! Menggoda dan memaksa istri orang, bisa saja saya masukkan ke dalam tuntutan hukum pasal perbuatan tidak menyenangkan!”Suamiku berkata penuh penekanan dan dengan kesan dingin. Kang Hafiz kulihat semakin menunduk dan wajahnya masih pucat seperti kapas.“T-tolong T-Tuan, j-jangan perkarakan saya ke ranah hukum!”Tanpa kusangka Kang Hafiz bersimpuh di bawah Kaki Mas Ashraf. Aku sampai menutup mulut tidak percaya! Gaya congkak dan sombongnya yang baru beberapa menit kulihat sudah menguap. Suamiku bergeming. Dia menggamit jemariku.“Saya pikirkan nanti! Selama kamu tidak berbuat onar dan
BAB 19“Pengawalan ketat?” gumamku.Apakah peneror itu memberikan ancaman lagi? Jangan-jangan dia mau merusak acara resepsi ini? Ya Tuhaaan, kenapa aku langsung berpikiran ke sana! Semoga tidak terjadi apa-apa. Kini hanya tinggal dua kali dua puluh empat jam pada acara besar dan mewah itu. Semoga aku bisa tampil maksimal dan tidak mengecewakan semuanya.[Mungkin dia hanya ingin memastikan untuk keamanan acara saja,] tulisku menepis pikiran-pikiran negative yang mulai berdatangan.***Hari ini merupakan hari yang selama ini kunantikan. Cukup berdebar-debar juga. Make up dan lain-lain akan dilaksanakan di hotel. Acara akan di adakan mulai pukul sepuluh siang hingga larut malam.Pagi-pagi sekali Mas Ashraf sudah berangkat. Ternyata Farrel melupakan sesuatu. Di hari yang paling penting seperti ini ada berkas yang tetap harus ditandatangni oleh suamiku. Memang begitulah manusia tempatnya khilaf
BAB 20Mobil yang kami tumpangi berjalan perlahan, melewati beberapa titik kemacetan. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Sudah satu jam terlambat, pastinya acara sudah dimulai.Meskipun ada insiden yang terjadi, acara tetap berjalan sesuai dengan rencana awal. Bagaimanapun, Mas Ashraf tidak ingin acara akbar ini menjadi tercoreng karena insiden tidak menyenangkan.Akhirnya pukul sebelas lewat empat belas menit, Mike memutar stir berbelok ke sebuah halaman hotel. Karangan bunga berjejer bertuliskan ucapan selamat memenuhi pelataran hotel. Beberapa tamu masih terlihat berdatangan.Para lelaki berjas dan wanita dengan dress code gaun warna hijau membuat seluruh area hotel ini tampak teduh. Aku memang memilih tema dress code hijau untuk para tamu wanita.Namun di sudut lapangan parkir ada pemandangan yang membuat hatiku berdenyut. Ada sepasang lelaki dan perempuan yang sedang duduk pada pembatas j
BAB 21Ibu menyendok makanan sedikit ke piringnya. Sepertinya jiwa dan raganya masih seperti mimpi mendapati kenyataan seindah ini. Sementara, bapak dengan lahapnya mencoba satu per satu jenis makanan yang disuguhkan.“Wah, alhamdulilah … memang udah laper tadi … ayo semuanya makan!” ujar bapak dengan cueknya. Dia langsung menyendok makanan dengan semangat.Lelaki itu kini tampak gagah dengan setelan pakaian berkelas bernuansa putih bermotif gold. Pakaian bapak dan ibu senada dengan pakaian yang kukenakan. Putih bermotif gold.“Bu, makanlah yang banyak … setelah ini ibu akan di make up juga oleh team make up!” ucapku pada Ibu yang masih makan sambil menatap layar yang menampilkan para tamu undangan yang sedang berwara-wiri menikmati hidangan.Konsepnya bukan standing party. Setiap tamu undangan menempati satu meja bundar yang mereka pilih sendiri. Meja dengan nuansa putih h
BAB 22Kaki jenjangnya melangkah dengan cepat berjalan dari sisi kanan suamiku. Sementara aku berdiri pada sisi kirinya. Butuh beberapa detik untuk berpikir ketika Elisa masih menyalami orang tuaku terlebih dulu. Aku tidak rela tangan suamiku harus berjabat dengannya. Terlebih membayangkan mereka akan cipika dan cipiki. Akhirnya wanita itu kini berada di depan kami.“Selamat, ya-““Awww!”Akhirnya aku memotong ucapan Elisa yang sudah mengulurkan tangan pada suamiku. Mas Ashraf berbalik memegangiku yang limbung. Aku sengaja terhuyung agar kedua tangan Mas Ashraf sibuk padaku dan tidak berjabat tangan pada wanita itu.“S-Sayang, kenapa?” Wajah Mas Ashraf terlihat panik sambil mendudukanku pada kursi pelaminan. Dia menoleh pada Elisa sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih.“Thanks, ya udah datang!” ucap Mas Ashraf masih sambil sibuk denganku.“Lis
Pov Author Selamat Membaca! Maafkan kalau kurang maksimal. Masih oleng Mak Othornya 😁 Rumah Madina dan Alka sudah ramai sejak pagi. Beberapa tetangga turut rewang karena untuk pertama kalinya Madina dan Alka akan menyelenggarakan acara empat bulanan kehamilan untuk cucu pertamanya. Awalnya Nyonya Sinta bersikeras agar semua perayaan dilaksanakan di rumahnya. Namun Madina menolak, karena ingin terlibat langsung dalam syukuran calon cucu pertamanya itu. Meskipun demikian, Tuan Ashraf tidak kalah antusias dalam menyambut kehadiran cucu-cucunya. Lelaki yang masih terlihat jelas garis ketampanannya itu tidak mau tinggal diam. Sejak pagi, semua orang dibuat berdecak kagum dengan kiriman beragam makanan dengan kualitas premium ke kediaman besannya. Beragam makanan itu untuk
Pov Author Selamat Membaca! Alma menelan saliva. Benar-benar gugup dan takut. Khawatir jika dirinya memang belum hamil. Tidak kuasa melihat wajah Arya kecewa nanti. “Bismillah, semoga Engkau memudahkan segalanya,” batinnya. Arya menuju ke bagian pendaftaran. Beberapa pasang mata tampak mencuri-curi pandang pada lelaki yang menggamit jemarinya itu. Tampak mereka mengusap perutnya, mungkin berharap memiliki anak rupawan seperti lelaki gagah yang membersamai Alma. Usai daftar. Mereka duduk berjejeran dengan beberapa wanita hamil. Namanya juga poli kandungan, isinya kebanyakan wanita-wanita hamil pastinya. Tampak mereka bersama masing-masing pasangan. Hanya ada satu orang yang tampak sendirian, hamilnya sudah kentara mungkin sudah tujuh bulanan. “Hamil
Pov Alma (bulan madu) Extra part Gaess! Selamat Membaca! Coba komen yang masih hadir di sini! 😁 Hari ini kami sudah berada di salah satu tempat yang jauh dari keramaian. Kata Bang Arya kami ini sedang bulan madu. Di sini hanya ada kami berdua. Entah seberapa kaya suamiku ini. Satu area pulau ini katanya hanya di sewa oleh kami selama seminggu. Selain para pekerja yang memang ada, tidak ada lagi pengunjung lainnya. Bang Arya melingkarkan lengan kekarnya pada pinggangku. Aku menyandarkan kepalaku yang tak terbalut kerudung ini pada dada bidangnya. Kami duduk bersisian tanpa cela. Sesiang ini masih betah menikmati suasana cottage terbuka yang kami tempati. Dari sini, kami bisa langsung menatap indahnya riak gelombang lautan. Hembusan angin sepoi yang mendamaikan.&n
Pov Author “Bang, ini aku Alma---istrimu. Sadarlah, Bang! Maafkan aku yang bodoh ini! Kalau kamu sadar, aku berjanji akan mengabulkan apapun keinginanmu, Bang! Sadarlah, Bang!” ucapnya sambil terisak. Alma duduk pada kursi di tepi ranjang tempatnya berbaring. Detak jam dinding terdengar. Entah sudah berapa lama dia berbicara sendiri hingga akhirnya terlelap. Tiba-tiba dia menatap sosok berpakaian putih itu datang mendekat. Dia mengusap pucuk kepalanya dan berbisik. “Terima kasih, Dek … terima kasih sudah menjagaku,” lirihnya lembut. Wajahnya tampak. Gerak jemari yang digenggamnya membuat Alma mengerjap. Rupanya dia kembali tertidur dan bermimpi bertemu dengan Arya. “Bang, kamu sudah sadar?” Alma menata
Pov Alma Selamat Membaca! “Alma! Maafkan aku. Rumah tangga ini tidak bisa kita lanjutkan! Terima kasih sudah memberiku kebebasan! Aku bisa leluasa memilih hidupku ke depannya! Aku pergi … jaga diri baik-baik!” “B—Bang, B—Bang Arya!” Satu sentuhan mengguncang bahuku. Aku mengerjap ditengah isak. Rupanya aku tertidur selepas shalat isya tadi di kamar belakang. “Ma, kamu kenapa? Mimpi?” Anggrainin tengah menatapku. “Astagfirulloh ....” Aku menyeka sudut mata yang hangat. Aku menangis. Isaknya terbawa ke alam nyata. Barusan aku bermimpi, Bang Arya benar-benar terasa nyata. Dia memakai pakaian
Pov Author Selamat Membaca! Pikiran Arya berkecamuk. Semua campur aduk menjadi satu. Kalimat demi kalimat yang Azka ucapkan membuat dirinya benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik. Ya, memang foto itu benar, dirinya dan Naila pernah mengikat janji untuk menua bersama. Semua yang Azka ucapkan itu benar, dia menikahi Alma karena pernah berjanji jika dia akan membalas hutang nyawa pada Azka dengan cara apapun juga. Menikahi Alma tanpa cinta, itu juga benar. Awalnya dia memperlakukan dengan baik karena rasa tanggung jawab akan amanah dari sahabatnya itu. Harusnya Arya senang ketika lelaki itu tidak lagi menuntutnya untuknya terkungkung dalam hutang budi. Dia sudah bisa bebas kembali ke dalam kehidupannya tanpa terikat janji pada Azka untuk memperla
Pov Author Selamat membaca! Azka menatap punggung Alma yang sudah menghilang dibalik angkutan. Azka tahu, Alma akan baik-baik saja di sana. Azka juga tahu jika sudah ada pancaran rasa dari setiap tatapan adiknya pada Arya. Namun dia tidak berpikir jika di hati Arya---sahabatnya masih ada Naila. Azka memutar sepeda motornya. Dia menuju sebuah café. Alamat itu didapatkannya dari Riani yang mengirimkan foto pada Alma beberapa waktu tadi. Azka berjalan memasuki café tersebut dan mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan. Benar saja, sosok yang dicarinya ada di sana. Arya tampak tengah duduk berhadap-hadapan dengan Naila. Tidak ada kesan resmi terkait pekerjaan. Bahkan tidak ada berkas dan laptop juga di antara mereka.
Pov Alma “Bismillahirrohmanirrohim!” Aku memejamkan mata sambil membuka amplop tersebut. Jujur hatiku bercampur antara was-was dan penasaran atas isi dalam amplop milik suamiku ini. Perlahan lembaran yang ada didalam itu kutarik keluar. Netraku menyipit, mengintip apa sebetulnya yang ada di dalam amplop ini. Tiba-tiba ada yang bergemuruh dalam dada. Ada dua lembar foto di sana. Tampak dalam gambar itu, suamiku sedang menyematkan cincin pada jemari seorang perempuan yang tidak lain ialah Naila. Begitupun pada foto yang satunya. Tampak dengan wajah sumringah, Naila menyematkan cincin pada jemari Bang Arya. "Ya Tuhaaan? Sejauh apa sebetulnya hubungan mereka dulu? Apakah mereka sudah bertunangan?" Hatiku rasanya tercubit. Meski itu masa l
Pov Author Selamat Membaca! Teriakan dari kamar Mina membuat semuanya terbangun. Mina berlari keluar setelah berhasil mendorong tubuh Mang Pian yang seperti kerasukan. Lelaki itu berusaha mengendalikan dirinya dan berlari ke kamar mandi. Mengguyur tubuhnya malam-malam. Nyonya Sinta, Arya dan Alma turun dari lantai atas. Karena Mina berteriak sekuatnya di luar kamar. Mereka melihat wajah Mina yang panik ketakutan. Entin yang tengah terlelap pun terbangun. Sambil menggisik-gisik mata dia keluar. “Ada apa sih, Min?” tanya Entin sambil sesekali menguap. Matanya mengerjap-ngerjap. Arya, Alma dan Nyonya Sinta menuruni tangga dan mendekat ke arah di mana Mina berada. “