Share

Membingungkan

Penulis: Okta Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Hari ketiga setelah Mas Arsya terluka, wajahnya sedikit membaik. Paling tidak, beberapa luka lebamnya sedikit pudar. Meskipun kami lebih banyak saling diam, setidaknya situasi di sini lebih tenang. Tidak ada Jihan, Adam, ataupun Dokter Fahira.

Pagi ini, aku menemani Ibu di kebun. Aku memetik daun bayam, sedangkan Ibu memetik cabai dan tomat. Kami akan memasak sayur bayam dan membuat sambal. Untuk gorengannya, Ibu sudah membeli beberapa papan tempe dan ayam potong.

"Bu, ini buah apa?" tanyaku menunjuk tanaman dalam pot yang sudah berbuah. Seperti hasil cangkok sehingga meskipun belum terlalu besar, tanamannya sudah bisa berbuah.

"Itu cermai, Nak. Ayahmu yang beli sebulan lalu. Manis buahnya, cobain aja," sahut Ibu yang masih sibuk memetik cabai.

Aku yang penasaran, langsung berjongkok di hadapan tanaman itu dan memetik buah mungil yang sudah berwarna kekuningan. Ibu benar, rasanya manis sekali. Aku bahkan tidak ingin berhenti memakannya. Satu buah, dua buah, tiga buah ... ah, sudah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Wii
Kenapa tiba2 langsung ada Kaniya sama Adam ya?
goodnovel comment avatar
Eka Defy
iya ini crtanya diulang2 plot brikutnya jg sm
goodnovel comment avatar
dian khairani
agak membingungkan. Arsya Amanda sedang di Jogja. ko tiba tiba ketemu sama Adam dan Kania? kemudian ada Danu juga? kapan mereka ke Jakarta?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DINGINNYA SUAMIKU   Tembak di Tempat

    Aku meninggalkan Mas Danu yang tadi pamit ke toilet. Kemudian, menyusul Kaniya dan Adam yang sedari tadi menjadi fokusku di dalam studio bioskop. Kenapa mereka bisa jalan berdua? Bergandengan tangan, mesra pula? Aku terus membuntuti mereka sampai areal foodcourt. Tanpa pikir panjang, aku duduk di kursi yang satu meja dengan mereka. Kaniya tersenyum lebar saat melihatku, tapi tidak dengan Adam. Kaniya langsung memelukku dan berkicau layaknya burung. Pertanyaan beruntun keluar dari mulut mungilnya sampai aku kebingungan bagaimana menjawabnya. Sementara aku dan Kaniya sedang melepas rindu, terlihat Adam justru merogoh saku celana. Dia mengeluarkan ponsel. "Jangan hubungi Mas Arsya atau siapa pun!" gertakku seraya menatap tajam ke arah Adam. Kaniya menyentak, menyebut namaku sambil menepuk lenganku. Dia mungkin bingung dengan caraku berbicara dengan Adam. Sebelumnya, aku sangat menghormati pemilik daycare itu, tapi tidak sekarang. "Aku mau kalian jujur, terutama Mas Adam. Apa yang se

  • DINGINNYA SUAMIKU   Aku Menyerah

    Aku terus beristigfar sepanjang perjalanan menuju rumah Mas Arsya. Mengingat foto Jihan yang dipapah Mas Arsya masuk ke rumah kami yang diperlihatkan oleh Mas Danu, rasanya sangat menyakitkan. Namun, aku harus memastikan secara langsung sekaligus meminta kepastian. Aku bahkan tidak perlu lagi penjelasan karena semua bukti bisa bicara. Saat taksi yang aku dan Mas Danu tumpangi sampai di depan rumah Mas Arsya, aku langsung turun. Aku pun mendapati mobil Mas Arsya di halaman. Malam-malam begini, pintu rumah terbuka lebar dan lampu menyala begitu benderang. Perempuan yang entah sejak kapan menjadi orang ketiga dalam rumah tanggaku sedang duduk di ruang tamu sambil menekuri ponsel. Dia masih belum sadar kehadiranku. "Ada tamu rupanya?" kataku sesantai mungkin. Jihan gelagapan dan langsung bangkit dari duduk. Dia menatapku dengan raut terkejut. Dari bola matanya yang terus beredar, aku tahu dia tidak tenang dan kebingungan. "Ma–Manda? Kamu—" Ucapan Jihan dipotong oleh suara dari dalam.

  • DINGINNYA SUAMIKU   Titik Balik

    Aku tidak tahu kapan kembali ke hotel. Yang kutahu, ini sudah masuk waktu Subuh dan aku bangun di atas kasur empuk. Pandangan ini menelisik sekitar yang cahayanya tidak terlalu terang, Mas Danu tengah terlelap di sofa dengan kedua tangan terlipat di dada. Ah iya, aku ingat ini di mana. Ini kamar hotel tempat kami menginap. Mungkinkah aku tertidur saat di taman? Memalukan, Manda!Aku begitu beruntung punya kakak seperti Mas Danu. Namun, saat teringat apa yang terjadi semalam, kembali dada ini terasa sesak. Apakah keputusanku sudah benar? Atau ini hanya tipu daya syetan yang suka akan perceraian? Entahlah. Aku segera bangkit untuk mengambil wudu. Saat keluar dari kamar mandi, kudapati suara dering ponsel yang tidak begitu nyaring. Itu suara alarm yang biasa kusetel setiap hari. Kucari dalam tas, tapi tidak ada. Kutajamkan pendengaran dan mengikuti arah suara. Ponselku ada di balik bantal Mas Danu. Gegas kuraih ponsel itu dan mematikan alarmnya. Saat baru saja kumatikan alarm, notifik

  • DINGINNYA SUAMIKU   Layang-layang

    Aku terus menunduk dan memakai tudung jaket saat keluar dari kamar hotel. Malu pastinya harus jalan berdua dengan perempuan jadi-jadian. Meskipun begitu, mata ini sesekali melirik ke sekitar, setiap orang yang kami lewati menatap aneh dan banyak juga yang menertawakan. Akan tetapi, Mas Danu dengan percaya diri justru berjalan melenggak-lenggok seperti layaknya perempuan. Bahkan, dia tidak segan menyapa orang-orang dengan gaya lemah gemulai. Sampai di lobi, taksi yang kami pesan pun sudah menunggu. Tak perlu basa-basi, kami langsung masuk dan sama-sama menghela napas lega. Kemudian, kami tertawa puas tanpa peduli si sopir yang kulihat mencuri-curi pandang dari kaca spion di atasnya. "Pantes nggak, Nda?" tanya Mas Danu di sela derai tawa. "Banget, Mas. Tapi, malunya juga kebangetan. Nggak lagi-lagi, deh!" sahutku sambil sesekali tertawa juga, lalu membuka tudung jaket dari kepala. Hanya beberapa menit berselang, taksi pun berhenti di depan sebuah toko pakaian. Aku pun langsung turu

  • DINGINNYA SUAMIKU   Sakit

    Saat sinar sang raja siang mulai terik, Mas Danu mengajak makan siang. Setelah menurunkan layang-layang, kami menuju satu tempat makan yang masih ada di dalam areal Pantai Ancol. Rasa lapar memang sudah membuntuti sejak tadi, tapi saat beberapa makanan terhidang di depan mata, aku justru enggan menyentuhnya. Perut ini kembali berulah dengan rasa mual. "Ayo, makan! Kamu nggak akan kenyang dengan lihatin makanan aja," tegur Mas Danu yang sudah melahap nasi dengan ayam goreng. Aku menggeleng, lalu mendorong piring di hadapan agar menjauh. Aku lapar, tapi sungguh, perut rasanya tidak ingin diisi. "Mau disuapi?" tanya Mas Danu dan langsung mengangsurkan satu sendok nasi dengan lauk ke mulutku. "Enggak, Mas. Mas Danu aja yang makan, aku minum ini aja." Kuambil satu gelas jus alpukat di meja, lalu meneguknya pelan menggunakan sedotan. "Oke, tapi habiskan." Mas Danu lantas melanjutkan makan. Aku mulai merasa sungkan dengan Mas Danu. Meskipun dia kakakku, tidak mungkin aku merepotkannya

  • DINGINNYA SUAMIKU   Rencana yang Tidak Kutahu

    Hah? Aku? Merampok hati kakak sendiri? Aneh sekali Mas Danu itu. "Ogah, Mas! Mending rampok dompet Mas Danu aja, buat jajan cilok di alun-alun," jawabku. "Ambil semua! Tahu, kan, di mana dompetku?" sahut kakakku itu sambil tetap melihat ke depan. Kami berdua terus berdebat hingga sampai rumah. Seperti kebiasaan dulu, kami tidak akan berhenti saling menjawab hingga obrolan awal menguap dan menjadi candaan tak berarti. Namun, aku merasa sedikit aneh karena Ayah dan Ibu yang tiba-tiba diam. Padahal, tadi kami tertawa bersama. Aku langsung diantar Ibu masuk ke kamar dan menyuruhku beristirahat. Untuk beberapa hari ke depan, dokter masih menyarankanku untuk bedrest hingga jadwal kontrol berikutnya. Aku menurut dan mencoba untuk tidur karena memang tadi kami pulang selepas Magrib. Meskipun administrasi sudah diurus siang hari, aku masih harus menunggu hingga dokter yang menangani melakukan pemeriksaan terakhir di sore hari. Jadi, malam begini kami baru sampai rumah. Aku mendengar suar

  • DINGINNYA SUAMIKU   Martabak Telur Spesial

    Aku terbangun dengan perasaan yang sangat tenang. Entah kenapa, setelah salat istikharah sebelum tidur tadi, sebuah mimpi indah hadir. Aku bersama seorang laki-laki yang wajahnya tampak samar. Dia tengah menggendong bayi dan aku menggoda bayi itu hingga tertawa. Mungkinkah itu Mas Arsya? Allah ... apa ini pertanda agar aku lebih bersabar dan memperbaiki pernikahan yang baru seumur jagung? Bismillah, aku akan mencoba ikhlas dan menjalani apa yang takdir tetapkan. Aku memejam sejenak, lalu menarik napas panjang seraya beristigfar. Semangat, Manda! Kubuka mata kembali dan bersamaan dengan itu, aroma menggugah selera membuatku mengingknkan makanan itu. Namun, saat aku keluar dari kamar, hanya mendapati suasana sepi. Mata ini pun mencari keberadaan jam dinding. "Baru jam sepuluh?" Mataku membulat. Berarti, aku tadi hanya tertidur selama satu jam? Kalau begitu, pasti Ayah, Ibu, dan Mas Danu sudah tidur. Lalu, aroma martabak telur tadi itu apa? Tidak mungkin ada masalah dengan indra penc

  • DINGINNYA SUAMIKU   Kata Hati

    PoV ArsyaBoleh dibilang, aku laki-laki plin-plan, tapi semua yang terjadi memang membuatku harus mementingkan keselamatan Manda. Sejak kecelakaannya dengan Arumi dan kutahu dia sedang hamil, rasa takut kehilangannya makin besar. Namun, caraku untuk menyelamatkannya adalah dengan menyakitinya. Hal seperti itu memang sering dilakukan untuk mengecoh musuh. Saat orang yang kita sayangi tidak kita pedulikan, saat itu musuh lengah untuk menyerangnya karena merasa percuma, target tidak akan berpengaruh karena yang menjadi korban bukanlah orang yang disayangi. Jujur, aku tidak tega melihat Manda tersiksa batin. Namun, aku tidak ada pilihan lain dan tidak mungkin melibatkannya dalam masalah. Bukan menjadi sok pintar dan bisa menyelesaikan masalah sendiri, tapi keselamatan Manda lebih penting. Aku selalu menuruti apa mau Jihan. Hanya saja, kepura-puraannya berhubungan dengan Adam memang membuatku terkecoh. Apalagi, Adam yang cenderung pendiam itu seperti membela Jihan. Dan rupanya, laki-lak

Bab terbaru

  • DINGINNYA SUAMIKU   Melukis Senja

    PoV ArsyaAku tidak pernah menyalahkan Manda dengan sikapnya yang kadang kala seperti anak kecil. Itulah dia apa adanya. Sekali, dua kali, tiga kali dikecewakan, dia masih bisa bersabar. Semua terbongkar sudah kenapa dia begitu marah saat aku menunda kepulangan dari Kalimantan selama beberapa hari lagi. Semua orang merahasiakan sesuatu dan baru sekarang aku mengetahui kejadian sebenarnya. Afkar sempat demam tinggi dan mengalami kejang sehingga dirawat selama satu hari di rumah sakit. Kemungkinan karena anak itu tidak bisa jauh dariku terlalu lama. Padahal, saat itu baru dua hari aku pergi. Ya, kekecewaan Manda bukan karena egois, tapi dia marah karena itu berhubungan dengan Afkar. Mama menceritakan betapa Manda kebingungan karena harus bolak-balik dari rumah ke rumah sakit sampai sepuluh kali dalam sehari. Syifa yang rewel karena belum pernah jauh dari sang bunda dan Afkar yang terus mencariku. Sementara Syifa tidak mungkin dibawa ke rumah sakit. "Kenapa nggak ngabarin aku, Ma? Aku

  • DINGINNYA SUAMIKU   Membuka Tabir

    PoV ArsyaBayu terperangah saat aku membuka tudung kepala dan kacamata hitam. Dia beringsut mundur dan tampak gugup. Namun, dia juga tidak lari. Mungkin, dia kaget dengan keberadaanku."Ba–bapak kenapa bisa di sini?" tanyanya terbata-bata. "Siapa dia, Pak Bayu? Apa perlu saya—""Diam! Dia adalah Pak Arsya, pemilik Jaya Properties!" seru Bayu kepada laki-laki bertubuh besar yang ada di belakangku. Semua orang yang ada dan melihat kejadian ini, terdengar berkasak-kusuk. Kebanyakan mereka menghujatku karena mengira sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pembelian tanah korban kebakaran. Aku lalu menghubungi Damar. Dia bilang, sudah selesai membeli semua barang dan memastikan sampainya barang-barang itu di pengungsian. Sekarang, dia sedang menuju ke tempatku berada. Aku kini justru dikepung warga yang tidak terima dengan harga pembelian tanah mereka. Sementara Bayu berhasil lolos dengan tipu dayanya. Kebanyakan menyalahkanku dan meminta pembatalan pembelian."Saya memang pemilik p

  • DINGINNYA SUAMIKU   Kasih Damar

    PoV ArsyaKalau orang bilang, pasti aku dan Damar itu seperti surat dengan perangko yang menempel terus ke mana pun. Di Kalimantan ini, Damar pun ikut denganku dan kali ini, tanpa Edo yang bisanya menjadi pelengkap tiga sekawan. Edo sedang ada pertemuan dengan klien lain di Jakarta. Dia juga orang sibuk. Sampai di Kalimantan, aku dan Damar langsung menuju hotel terlebih dahulu karena pertemuan dengan Pak Hamdan sudah dijadwalkan selepas makan siang. Sementara saat ini, waktu masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. "Satu kamar aja, nggak apa-apa, kan, Mar? Tapi, aku ambil tempat tidurnya yang dua," kataku setelah memesan kamar. "Saya, sih, nggak apa-apa, Pak. Cuma, apa Bapak nyaman satu kamar sama sopir?" jawab Damar dengan kalimat tanya juga. Mendengar itu, aku justru tertawa. "Kamu masih makan nasi, kan?" "Iya, Pak. Memangnya kenapa? Tadi, saya juga sudah sarapan." Damar berbicara seperti tidak paham dengan ucapanku. "Ya sudah, berarti aku aman. Soalnya, teman satu kamarku bukan

  • DINGINNYA SUAMIKU   Tawaran Lagi

    PoV ArsyaDamar berhasil membawa Kasih, istri dari korban di apartemen yang membuat namaku buruk di mata publik. Acara konferensi pers ini juga dihadiri beberapa wakil dari pihak kontraktor, termasuk Pak Alif Nurdiansyah selaku pemilik perusahaan kosntruksi itu. Memang proyek apartemen itu sudah berlangsung lebih dari dua tahun, sejak sebelum aku mengenal Pak Zaidan. Kasih tidak bisa lagi memberikan tuduhan di depan banyaknya kamera yang merekam kami. Dia juga akhirnya mau menerima jalan damai yang aku dan Pak Alif tempuh dengan memberikan jaminan penghidupan yang layak untuk calon anaknya yang masih dalam kandungan hingga lulus jenjang perguruan tinggi. Aku juga memberinya pekerjaan sebagai staff marketing dengan jam kerja bebas karena memperhitungkan kondisinya yang tengah mengandung. Aku memberinya posisi itu karena dia rupanya lulusan SMK dan mempunyai ijazah D3 Managemen Pemasaran. Keterbatasan ekonomi membuatnya tidak bisa melanjutkan jenjang S1 dan dia kesulitan mendapat peke

  • DINGINNYA SUAMIKU   Berita Miring

    PoV ArsyaSatu masalah selesai, datang lagi masalah baru. Lelah sudah pasti, tapi selama Manda selalu di sisi, semuanya terasa lebih mudah. Dia selalu mendukungku dalam segala hal yang masih dalam koridor kebaikan. Aku sangat beruntung memilikinya. dengan ancaman perempuan yang suaminya menjadi korban kecelakaan di apartemen. Namun, aku tidak ingin Manda ikut kepikiran dengan masalah itu. Apalagi, berita di media elektronik dan sosial yang simpang siur. Aku sebenarnya tidak takut dengan berita miring yang beredar. Namun, tuduhan tentang korupsi dana yang membuatku tidak habis pikir. Aku yang menggelontorkan dana untuk pembangunan apartemen itu dan lahan pun milikku, mana mungkin aku membuat buruk nama sendiri? Pengacara perusahaan pun memberiku support untuk tetap tenang. Juga semua karyawan yang percaya sepenuhnya denganku. Akan tetapi, banyak juga yang membuat namaku makin dituding buruk. Mereka yang merasa tersaingi dengan pesatnya peningkatan perusahaanku tentunya. Aku memijat-

  • DINGINNYA SUAMIKU   Nikmat Bersyukur

    PoV ArsyaBerita tentangku dengan Galuh rupanya tersebar di media sosial. Apalagi, foto saat awalnya aku duduk di sebelah Galuh, sempat tersebar. Memang sebelumnya aku tidak terlalu peduli duduk bersebelahan dengan perempuan itu, tapi karena mulai ada tanda-tanda tidak beres, aku pun bertukar tempat dengan Damar. Siapalah aku yang sampai menjadi incaran pemburu berita? Apa istimewanya juga meliput tentangku? Bahkan, menyebarkan berita hoax yang bisa saja membuat kehidupanku menjadi kacau. Untungnya, Manda bisa berpikir positif dan tidak langsung menuduhku macam-macam. Saat anak-anak sudah tidur lagi, Manda memperlihatkan berita tentangku di akun Instagram miliknya. Cukup viral juga. Namun, yang membuat geram itu caption yang dituliskan "Pemilik Jaya Properties Berlibur ke Belitung dengan Putri Bungsu Pemilik Lahan yang sedang Digarap menjadi Resort di Pelabuhan Ratu." Jelas salah total apa yang diberitakan. Aku ke sana hanya untuk bisnis dan pemilih lahan resort itu bukan lagi ayah

  • DINGINNYA SUAMIKU   Terlalu Sayang

    PoV ArsyaSelepas Subuh, aku sudah berangkat ke Bandara karena Manda justru memaksaku pergi ke Belitung. Dia tidak lagi mempermasalahkan kesibukanku sejak semalam. Setelah kami sama-sama melepas rindu, dia tiba-tiba memberiku izin. Sebenarnya, aku justru takut jika dia seperti itu. Manda seperti menganggap dirinya tidak penting bagiku. Aku bertekad dalam hati akan mengambil libur setelah urusan di Belitung selesai. Lagi pula, nanti sore, aku sudah kembali lagi ke Jakarta. Aku ke sana juga tidak sendiri. Edo dan Damar aku paksa ikut. Sebagai asisten pribadi, Damar sangat dibutuhkan karena dia juga berperan sebagai sekretarisku. Sekitar pukul delapan pagi, aku dan yang lain sampai di bandara Pulau Belitung. Kami pun langsung menuju tempat pertemuan dengan klien yang dijadwalkan pukul sembilan pagi. Masih ada waktu satu jam lagi untuk kami menyiapkan presentasi. Aku juga harus membaca ulang proposal yang dikirimkan oleh pihak klien lewat email kepada Edo. Satu orang yang berada di ant

  • DINGINNYA SUAMIKU   Ingkar Janji

    PoV ArsyaManda makin sibuk mengurus Afkar dan Syifa. Untungnya, kami tinggal bersama Mama dan masih ada Resti sehingga dia tidak terlalu kelelahan. Meskipun begitu, tuan putri kecil kami tidak pernah absen mengajak bergadang sampai usianya sekarang sudah tiga bulan. Dia bahkan sudah bisa diajak bercanda dan mulai belajar tengkurap. Untuk hadiah kunci saat itu, Manda tidak menolak, tapi hadiahnya malah aku yang memakai. Apa lagi, mobil yang dulu kacanya pecah, sudah kujual karena membuat trauma. Kemudian, mobil yang satunya, aku biarkan dibawa oleh Damar. Kasihan saja kalau dia harus bolak-balik pakai motor untuk pulang dan pergi. Jadi, biar dia sekalian yang merawat mobilku dan saat dia datang, aku tinggal berangkat. Tidak perlu memanaskan mesin dulu. "Hari ini jadwal imunisasi Syifa, Mas. Minggu lalu, Mas Arsya udah janji mau anter, loh," ucap Manda saat aku sudah siap akan pergi ke kantor. Aku menatapnya bingung. Aku diam, bingung harus menjawab apa. Aku benar-benar lupa dengan

  • DINGINNYA SUAMIKU   Afkar dan Syifa

    Hari ini, akikah untuk Syifa dilaksanakan. Rumah Mama dan Papa ditata begitu meriah sehingga penuh dengan tamu yang kebanyakan adalah teman kerja dan keluarga besar. Aku bersyukur karena banyak yang datang dan ikut mendoakan putri kecilku. "Mas, bekas jahitannya nyeri."Mendengar keluhan Manda itu, aku bergegas membawanya ke kamar. Dia pasti kelelahan dan terlalu banyak bergerak saat acara. Syifa pun aku minta kepada Mama untuk dibawa masuk. Apalagi, untuk proses akikah, memang sudah selesai. Tinggal makan bersama saja dengan para tamu. Untungnya, Sofyan juga ada di acara ini dan dia kuminta untuk memeriksa Manda. Katanya, tidak ada apa-apa, hanya kemungkinan karena terlalu banyak bergerak saja. Sofyan lalu menyuruh untuk memberikan obat pereda nyeri saja setelah memastikan Manda makan."Nak Arsya keluar saja. Biar Ibu yang jagain Manda sama Syifa. Para tamu nyariin tadi." Ibu ikut masuk ke kamar ini dan mengambil alih piring berisi makanan yang akan aku berikan untuk Manda. "Iya, S

DMCA.com Protection Status