Share

Harapan Baru

Penulis: Okta Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku mendengar tangis bayi berulang kali, tapi kedua mata ini sulit terbuka. Rasanya seperti ada batu besar yang menindih tubuh sehingga aku tidak bisa bergerak sama sekali. Namun, saat ada yang memanggil, mata ini sontak terbuka.

Aku melihat pemandangan di hadapan. Hanya ada sesuatu yang menggantung, lalu bola lampu yang menyala. Aku tiba-tiba linglung, tidak tahu ini di mana, lalu kenapa bisa ada di tempat ini.

"Manda! Sayang!"

Aku berusaha menoleh ke arah suara. Wajah laki-laki yang sangat familier tampak tersenyum dan dia juga menggenggam tanganku. Namun, aku kesulitan mengenalinya.

Aku kenapa? Dia siapa? Manda? Apa itu namaku?

"Manda ... akhirnya kamu sadar juga, Sayang." Laki-laki itu seperti akan menangis. Aku bisa melihat matanya yang berkaca-kaca.

Saat aku masih mencoba mengingat, dua orang perempuan berbaju putih mendekat dan memeriksaku. Mata, mulut, tangan, semuanya menjadi sasaran. Ah, aku mengenali pakaian putih itu. Dia pasti seorang dokter.

"Bu Manda bisa melihat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DINGINNYA SUAMIKU   Kedatangan Kaniya

    Tiba di rumah, aku langsung mencari Afkar. Hanya anak itu yang membuatku bersemangat untuk segera sembuh dan bisa membersamainya setiap saat. Bayi menggemaskan itu ada dalam gendongan sang nenek dan menyambutku dengan hangat. Aku yang berjalan pelan setelah turun dari mobil dengan dipapah Mama Astri, tersenyum semringah bisa kembali menjejak rumah ini lagi. Rasanya ini seperti keajaiban. "Bunda pulang, Nak." Ibu berucap dengan binar cerah di wajahnya saat melihatku mendekat ke pintu rumah. "Assalamu'alaikum," ucapku pelan. Semua menjawab salamku dengan cepat. Mas Danu pun menerobos dari belakang Ibu dan memberikan usapan lembut di kepalaku. Dia tersenyum penuh arti. Aku masih bisa merasakan cinta yang berlebih dari sorot matanya. Namun, kuanggap itu cinta untuk seorang adik. "Selamat datang, Nyonya Arsya. Jangan lagi buat orang-orang yang sayang sama kamu khawatir, ya. Caramu itu kurang berkelas," ucap Mas Danu dengan senyum. "Emangnya, yang berkelas, yang kayak gimana, Mas?" sah

  • DINGINNYA SUAMIKU   Goresan Luka yang Terasa Lagi

    Menjadi orang pertama yang mengetahui setiap perkembangan Afkar memang sangat membahagiakan. Bayi berpipi gembul itu sekarang sudah bisa tengkurap di usia tiga bulan. Sampai sekarang pula, Ibu masih tinggal bersamaku di rumah Mas Arsya. Sementara Ayah sudah dua kali bolak-balik Bekasi-Jogja. Untuk Mas Danu, aku dan dia sedikit lebih jauh sekarang. Sejak pulang ke Jogja bersama Ayah, dia belum ke sini lagi. Bahkan, sekadar berkirim pesan juga tidak pernah. Aku dan Kaniya juga putus kontak. Dia tidak bisa dihubungi sejak terakhir berkunjung. Kondisiku pun sudah normal seperti sedia kala. Mas Arsya juga mulai sibuk di kantor meskipun jadwal kerjanya dibuat teratur. Berangkat pukul delapan pagi dan sampai rumah sebelum pukul lima sore. Kami punya banyak waktu untuk bersama. Bahkan, di hari Sabtu dan Ahad, dia membebaskan diri dari semua pekerjaan kantor. Seperti hari ini, Mas Arsya menemaniku membawa Afkar ke baby spa. Untuk kali ini, Ibu memilih tidak ikut, katanya sedikit lelah. Kare

  • DINGINNYA SUAMIKU   Kejailan

    Bayanganku tentang apa yang terjadi di sore hari tepat. Bahkan, lebih heboh. Mas Arsya berteriak-teriak memanggil namaku sambil sesekali hampir muntah. Seisi rumah pun menjadi ikut panik mendengar suara laki-laki itu. Kasihan sekali suamiku. Ibu pun menegur, sehingga aku langsung menggantikan tugas Mas Arsya untuk membersihkan Afkar, sekaligus memandikan bocah imut itu. Sementara Mas Arsya, dia sudah melarikan diri keluar dari kamar. Seharian tadi, aku juga tidak berdiam diri saja dan membiarkan Mas Arsya mengurus Afkar sendirian. Tetap aku menemani, tapi urusan menggendong bayi itu, kuserahkan kepada sang ayah. Selesai aku mendandani Afkar usai memandikannya, kubawa anak manis itu keluar dari kamar dan memberikannya kepada Mas Arsya. Aku akan membuatkan susu dulu karena memang setiap selesai mandi, Afkar akan menghabiskan satu botol susu. "Yey, anak ayah sudah wangi!" seru Mas Arsya sambil menerima tubuh gembul Afkar. Afkar pun tertawa dan entah mengatakan apa kepada sang ayah.

  • DINGINNYA SUAMIKU   Tidak Rela

    Di rumah sebesar ini, aku kembali kesepian. Mas Arsya sibuk dengan pekerjaan dan Ibu sudah pulang ke Jogja. Beliau bilang kalau kangen dengan Ayah dan tidak tega membayangkan Ayah yang sendirian di rumah. Aku sebenarnya tidak rela Ibu pulang, tapi kembali lagi alasan jika Ayah tidak ada teman menjadikanku melepas kepergian beliau ke tanah kelahiran. "Masmu jarang pulang, Nak. Ibu kasihan sama Ayah. Nggak ada yang masakin juga. Di sini, kamu sudah ada Afkar dan suamimu sangat perhatian. Ibu sudah lega karena melihat kamu bahagia." Begitu perkataan Ibu saat memberitahuku keinginannya untuk pulang kampung. Memang benar aku sudah bahagia dengan Mas Arsya dan Afkar, tapi nyatanya ada yang hilang dari hidupku. Ibu tidak ada gantinya sama sekali oleh apa pun dan siapa pun. Aku sudah sangat merindukan beliau meskipun baru sekitar lima hari tidak melihat sosok cantik itu. Aku mulai menyibukkan diri saat Afkar tidur. Entah membereskan kamar, menyapu, bahkan mengepel lantai. Tidak peduli jik

  • DINGINNYA SUAMIKU   Tuduhan

    "Pinjem handphone-mu!" pinta Mas Arsya tiba-tiba saat baru saja pulang bekerja. Wajahnya tampak tegang. Hari Sabtu ini memang dia izin untuk ke kantor sampai jam makan siang. Padahal, dia sudah janji untuk mengajakku ke spa. "Ada apa, sih, Mas? Tumben pengen pinjen handphone-ku?" Aku yang baru saja menidurkan Afkar, sontak mengerutkan kening. Tidak biasanya Mas Arsya bersikap seperti itu Suaranya pun terdengar tidak bersahabat. Apa aku sudah melakukan kesalahan? Entahlah? "Mana handphone-mu?" desaknya dengan nada datar, tapi memaksa. Aku pun segera mencari ponsel. Ah, aku lupa pula meletakkan benda itu di mana. Di kasur, bawah bantal, nakas, laci nakas, meja rias, di semua tempat itu tidak ada. "Loh, handphone-ku di mana, ya, Mas? Kok, nggak ada?" Aku sedikit bingung karena ponsel dengan wallpaper wajah Afkar itu belum ketemu juga. "Jangan pura-pura. Cepet bawa sini!" ucapnya ketus. Mas Arsya tampak menahan marah. "Nggak ada, Mas. Aku—""Mulai pandai berbohong kamu, Nda?" Mas A

  • DINGINNYA SUAMIKU   Siapa Tersangkanya?

    Aku terus bersin-bersin sejak bangun tidur pagi ini. Aku sepertinya mengalami flu. Memang sejak kemarin, aku sudah merasa kurang nyaman di kerongkongan. Rupanya, pertanda aku akan terkena flu. Untuk urusan Afkar, kuserahkan sepenuhnya kepada Mas Arsya karena tidak ingin anak itu tertular. Namun, aku juga meminta tolong kepada Bi Narti untuk mengawasi. Mas Arsya tidak bisa diandalkan saat Afkar buang air. Aku pun berpindah ke kamar atas dan berusaha untuk istirahat setelah minum obat. Namun, gelisah justru membuat kedua mata enggan memejam. Aku waswas dengan cara Mas Arsya menjaga Afkar. "Sayang demamnya tinggi banget," ucap Mas Arsya saat baru saja menarik termometer dari ketiakku. "Sampe tiga sembilan koma lima ini. Kita ke dokter saja, ya. Obat flu biasa takutnya nggak mempan." Mas Arsya lantas memegangi keningku. Dia juga tampak khawatir. "Nggak usah, nanti juga sembuh kalau buat istirahat. Mas fokus aja sama Afkar. Aku nggak pa-pa," jawabku sembari menaikkan selimut. Aku kedin

  • DINGINNYA SUAMIKU   Serangan Mendadak

    "Aku takut ketemu Mbak Eni sama Pak Jamal, Mas. Di rumah cuma ada Bi Narti. Gimana kalau mereka mulai macem-macem," keluhku saat Mas Arsya akan pergi bekerja. "Di rumah sudah dipasang CCTV. Sayang nggak usah takut. Nanti, aku bakal awasin terus dari tempat kerja. Sayang nggak usah keluar-keluar kamar. Semua perlengkapan buat susu Afkar, bawa ke kamar semua. Terus buat makan siang, aku akan minta Bi Narti yang bawa ke kamar aja." Mas Arsya mencoba menenangkanku. Sungguh, aku takut dan khawatir sekarang. Apalagi, kondisiku belum seratus persen pulih dari flu kemarin. Masih sedikit pilek. Afkar juga pasti bosan di kamar terus. Saat siang, aku biasanya mengajak bocah itu bermain di ruang tengah sambil menonton televisi. Aku pun menurut dengan perintah Mas Arsya untuk tidak keluar dari kamar. Laki-laki berkulit sawo matang itu juga terus mengirim pesan untukku setiap satu jam atau saat dia longgar. Hingga tengah hari, aku merasa semua baik-baik saja karena tidak ada suara mencurigakan

  • DINGINNYA SUAMIKU   Biang Kerok

    Hasil penyelidikan pihak berwajib, orang-orang yang ditangkap kemarin itu tidak ada satu pun yang membuka mulut tentang siapa yang menjadi dalang. Namun, pelacakan Edo tentang orang yang membajak nomor Whatsapp-ku sudah ditemukan dan mau mengakui jika yang memerintah adalah perempuan. Dan kalian tahu siapa itu? Sheren orangnya. Mas Arsya dan Edo menduga jika perempuan itu tidak terima jika semua kerja sama dengan perusahaannya digantikan oleh perusahaan Pak Zaidan. Ya, persaingan bisnis memang sekejam itu. Bahkan, cara kriminal pun ditempuh. Mas Arsya juga mengira jika dalang penyerangan kemarin adalah Sheren. "Lalu, apa Sheren akan keseret hukum, Mas?" tanyaku penasaran. "Dia punya uang, Sayang. Kemungkinan, dia lolos." Mas Arsya menerangkan dengan nada biasa saja. "Ah, enak, ya, Mas, kalau orang berduit dan punya kuasa. Apa-apa bisa diselesaikan pakai uang," selorohku kesal. Rasanya tidak terima jika orang jahat tidak menerima hukuman dari yang dilakukan. "Jangan kaget. Aku sek

Bab terbaru

  • DINGINNYA SUAMIKU   Melukis Senja

    PoV ArsyaAku tidak pernah menyalahkan Manda dengan sikapnya yang kadang kala seperti anak kecil. Itulah dia apa adanya. Sekali, dua kali, tiga kali dikecewakan, dia masih bisa bersabar. Semua terbongkar sudah kenapa dia begitu marah saat aku menunda kepulangan dari Kalimantan selama beberapa hari lagi. Semua orang merahasiakan sesuatu dan baru sekarang aku mengetahui kejadian sebenarnya. Afkar sempat demam tinggi dan mengalami kejang sehingga dirawat selama satu hari di rumah sakit. Kemungkinan karena anak itu tidak bisa jauh dariku terlalu lama. Padahal, saat itu baru dua hari aku pergi. Ya, kekecewaan Manda bukan karena egois, tapi dia marah karena itu berhubungan dengan Afkar. Mama menceritakan betapa Manda kebingungan karena harus bolak-balik dari rumah ke rumah sakit sampai sepuluh kali dalam sehari. Syifa yang rewel karena belum pernah jauh dari sang bunda dan Afkar yang terus mencariku. Sementara Syifa tidak mungkin dibawa ke rumah sakit. "Kenapa nggak ngabarin aku, Ma? Aku

  • DINGINNYA SUAMIKU   Membuka Tabir

    PoV ArsyaBayu terperangah saat aku membuka tudung kepala dan kacamata hitam. Dia beringsut mundur dan tampak gugup. Namun, dia juga tidak lari. Mungkin, dia kaget dengan keberadaanku."Ba–bapak kenapa bisa di sini?" tanyanya terbata-bata. "Siapa dia, Pak Bayu? Apa perlu saya—""Diam! Dia adalah Pak Arsya, pemilik Jaya Properties!" seru Bayu kepada laki-laki bertubuh besar yang ada di belakangku. Semua orang yang ada dan melihat kejadian ini, terdengar berkasak-kusuk. Kebanyakan mereka menghujatku karena mengira sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pembelian tanah korban kebakaran. Aku lalu menghubungi Damar. Dia bilang, sudah selesai membeli semua barang dan memastikan sampainya barang-barang itu di pengungsian. Sekarang, dia sedang menuju ke tempatku berada. Aku kini justru dikepung warga yang tidak terima dengan harga pembelian tanah mereka. Sementara Bayu berhasil lolos dengan tipu dayanya. Kebanyakan menyalahkanku dan meminta pembatalan pembelian."Saya memang pemilik p

  • DINGINNYA SUAMIKU   Kasih Damar

    PoV ArsyaKalau orang bilang, pasti aku dan Damar itu seperti surat dengan perangko yang menempel terus ke mana pun. Di Kalimantan ini, Damar pun ikut denganku dan kali ini, tanpa Edo yang bisanya menjadi pelengkap tiga sekawan. Edo sedang ada pertemuan dengan klien lain di Jakarta. Dia juga orang sibuk. Sampai di Kalimantan, aku dan Damar langsung menuju hotel terlebih dahulu karena pertemuan dengan Pak Hamdan sudah dijadwalkan selepas makan siang. Sementara saat ini, waktu masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. "Satu kamar aja, nggak apa-apa, kan, Mar? Tapi, aku ambil tempat tidurnya yang dua," kataku setelah memesan kamar. "Saya, sih, nggak apa-apa, Pak. Cuma, apa Bapak nyaman satu kamar sama sopir?" jawab Damar dengan kalimat tanya juga. Mendengar itu, aku justru tertawa. "Kamu masih makan nasi, kan?" "Iya, Pak. Memangnya kenapa? Tadi, saya juga sudah sarapan." Damar berbicara seperti tidak paham dengan ucapanku. "Ya sudah, berarti aku aman. Soalnya, teman satu kamarku bukan

  • DINGINNYA SUAMIKU   Tawaran Lagi

    PoV ArsyaDamar berhasil membawa Kasih, istri dari korban di apartemen yang membuat namaku buruk di mata publik. Acara konferensi pers ini juga dihadiri beberapa wakil dari pihak kontraktor, termasuk Pak Alif Nurdiansyah selaku pemilik perusahaan kosntruksi itu. Memang proyek apartemen itu sudah berlangsung lebih dari dua tahun, sejak sebelum aku mengenal Pak Zaidan. Kasih tidak bisa lagi memberikan tuduhan di depan banyaknya kamera yang merekam kami. Dia juga akhirnya mau menerima jalan damai yang aku dan Pak Alif tempuh dengan memberikan jaminan penghidupan yang layak untuk calon anaknya yang masih dalam kandungan hingga lulus jenjang perguruan tinggi. Aku juga memberinya pekerjaan sebagai staff marketing dengan jam kerja bebas karena memperhitungkan kondisinya yang tengah mengandung. Aku memberinya posisi itu karena dia rupanya lulusan SMK dan mempunyai ijazah D3 Managemen Pemasaran. Keterbatasan ekonomi membuatnya tidak bisa melanjutkan jenjang S1 dan dia kesulitan mendapat peke

  • DINGINNYA SUAMIKU   Berita Miring

    PoV ArsyaSatu masalah selesai, datang lagi masalah baru. Lelah sudah pasti, tapi selama Manda selalu di sisi, semuanya terasa lebih mudah. Dia selalu mendukungku dalam segala hal yang masih dalam koridor kebaikan. Aku sangat beruntung memilikinya. dengan ancaman perempuan yang suaminya menjadi korban kecelakaan di apartemen. Namun, aku tidak ingin Manda ikut kepikiran dengan masalah itu. Apalagi, berita di media elektronik dan sosial yang simpang siur. Aku sebenarnya tidak takut dengan berita miring yang beredar. Namun, tuduhan tentang korupsi dana yang membuatku tidak habis pikir. Aku yang menggelontorkan dana untuk pembangunan apartemen itu dan lahan pun milikku, mana mungkin aku membuat buruk nama sendiri? Pengacara perusahaan pun memberiku support untuk tetap tenang. Juga semua karyawan yang percaya sepenuhnya denganku. Akan tetapi, banyak juga yang membuat namaku makin dituding buruk. Mereka yang merasa tersaingi dengan pesatnya peningkatan perusahaanku tentunya. Aku memijat-

  • DINGINNYA SUAMIKU   Nikmat Bersyukur

    PoV ArsyaBerita tentangku dengan Galuh rupanya tersebar di media sosial. Apalagi, foto saat awalnya aku duduk di sebelah Galuh, sempat tersebar. Memang sebelumnya aku tidak terlalu peduli duduk bersebelahan dengan perempuan itu, tapi karena mulai ada tanda-tanda tidak beres, aku pun bertukar tempat dengan Damar. Siapalah aku yang sampai menjadi incaran pemburu berita? Apa istimewanya juga meliput tentangku? Bahkan, menyebarkan berita hoax yang bisa saja membuat kehidupanku menjadi kacau. Untungnya, Manda bisa berpikir positif dan tidak langsung menuduhku macam-macam. Saat anak-anak sudah tidur lagi, Manda memperlihatkan berita tentangku di akun Instagram miliknya. Cukup viral juga. Namun, yang membuat geram itu caption yang dituliskan "Pemilik Jaya Properties Berlibur ke Belitung dengan Putri Bungsu Pemilik Lahan yang sedang Digarap menjadi Resort di Pelabuhan Ratu." Jelas salah total apa yang diberitakan. Aku ke sana hanya untuk bisnis dan pemilih lahan resort itu bukan lagi ayah

  • DINGINNYA SUAMIKU   Terlalu Sayang

    PoV ArsyaSelepas Subuh, aku sudah berangkat ke Bandara karena Manda justru memaksaku pergi ke Belitung. Dia tidak lagi mempermasalahkan kesibukanku sejak semalam. Setelah kami sama-sama melepas rindu, dia tiba-tiba memberiku izin. Sebenarnya, aku justru takut jika dia seperti itu. Manda seperti menganggap dirinya tidak penting bagiku. Aku bertekad dalam hati akan mengambil libur setelah urusan di Belitung selesai. Lagi pula, nanti sore, aku sudah kembali lagi ke Jakarta. Aku ke sana juga tidak sendiri. Edo dan Damar aku paksa ikut. Sebagai asisten pribadi, Damar sangat dibutuhkan karena dia juga berperan sebagai sekretarisku. Sekitar pukul delapan pagi, aku dan yang lain sampai di bandara Pulau Belitung. Kami pun langsung menuju tempat pertemuan dengan klien yang dijadwalkan pukul sembilan pagi. Masih ada waktu satu jam lagi untuk kami menyiapkan presentasi. Aku juga harus membaca ulang proposal yang dikirimkan oleh pihak klien lewat email kepada Edo. Satu orang yang berada di ant

  • DINGINNYA SUAMIKU   Ingkar Janji

    PoV ArsyaManda makin sibuk mengurus Afkar dan Syifa. Untungnya, kami tinggal bersama Mama dan masih ada Resti sehingga dia tidak terlalu kelelahan. Meskipun begitu, tuan putri kecil kami tidak pernah absen mengajak bergadang sampai usianya sekarang sudah tiga bulan. Dia bahkan sudah bisa diajak bercanda dan mulai belajar tengkurap. Untuk hadiah kunci saat itu, Manda tidak menolak, tapi hadiahnya malah aku yang memakai. Apa lagi, mobil yang dulu kacanya pecah, sudah kujual karena membuat trauma. Kemudian, mobil yang satunya, aku biarkan dibawa oleh Damar. Kasihan saja kalau dia harus bolak-balik pakai motor untuk pulang dan pergi. Jadi, biar dia sekalian yang merawat mobilku dan saat dia datang, aku tinggal berangkat. Tidak perlu memanaskan mesin dulu. "Hari ini jadwal imunisasi Syifa, Mas. Minggu lalu, Mas Arsya udah janji mau anter, loh," ucap Manda saat aku sudah siap akan pergi ke kantor. Aku menatapnya bingung. Aku diam, bingung harus menjawab apa. Aku benar-benar lupa dengan

  • DINGINNYA SUAMIKU   Afkar dan Syifa

    Hari ini, akikah untuk Syifa dilaksanakan. Rumah Mama dan Papa ditata begitu meriah sehingga penuh dengan tamu yang kebanyakan adalah teman kerja dan keluarga besar. Aku bersyukur karena banyak yang datang dan ikut mendoakan putri kecilku. "Mas, bekas jahitannya nyeri."Mendengar keluhan Manda itu, aku bergegas membawanya ke kamar. Dia pasti kelelahan dan terlalu banyak bergerak saat acara. Syifa pun aku minta kepada Mama untuk dibawa masuk. Apalagi, untuk proses akikah, memang sudah selesai. Tinggal makan bersama saja dengan para tamu. Untungnya, Sofyan juga ada di acara ini dan dia kuminta untuk memeriksa Manda. Katanya, tidak ada apa-apa, hanya kemungkinan karena terlalu banyak bergerak saja. Sofyan lalu menyuruh untuk memberikan obat pereda nyeri saja setelah memastikan Manda makan."Nak Arsya keluar saja. Biar Ibu yang jagain Manda sama Syifa. Para tamu nyariin tadi." Ibu ikut masuk ke kamar ini dan mengambil alih piring berisi makanan yang akan aku berikan untuk Manda. "Iya, S

DMCA.com Protection Status