Hai readers >3 Apa kabar? Semoga kalian selalu sehat ya! Terima kasih sudah mampir ke ceritaku dan berkenan memberikan supportnya untuk cerita ini :) Happy reading love >3
“Assalamualaikum, Nenek Asih!” Aisyah kembali ke rumah bersama Arka untuk menengok ibunya, namun tak kunjung ada jawaban dari salamnya.“Assalamualaikum,” ucapnya sekali lagi, namun tak ada jawaban juga. Aisyah beralih ke kedai, barang kali ibunya ada di sana.“Assalamualaikum,” ucapnya.“Waalaikumsalam.” Akhirnya ada jawaban dari salam yang ia ucapkan, tetapi tampaknya yang menjawab bukan bu Asih.“Loh!” Aisyah terkejut, “Ibu ke mana Hilda? Kok kamu sendirian?” tanyanya kebingungan.“Loh!” Hilda memberikan respon yang sama, tampak seperti orang yang tak tahu menahu.“Kok malah kaget juga sih? Ibu Mana?”“Loh, maaf mbak. Bukannya bu Asih ke rumah mbak ya?” sahutnya balik bertanya.“Ibu dari tadi nggak ada mampir ke rumah, kok. Memangnya ibu nggak ada bilang mau ke mana?” Wanita itu mengerinyitkan dahinya, seraya terheran-heran.“Emmm, tadi pagi sih ibu cuma bilang mau pamit ke luar tapi ke luarnya ke mana saya nggak tau mbak! Ya, saya kira ibu ke rumah mbak,” j
Bu Asih mematung, perlahan bulir-bulir air mata mengalir deras di pipinya. “Bu?” “Maafin Ibu, Nak! Maafin Ibu udah buat kalian semua khawatir. Ibu, Ibu nggak bermaksud demikian,” jelasnya dengan tatapan kosong. “Ya sudah, yang penting kan sekarang ibu udah ketemu. Lanjut ngobrolnya di rumah aja, ya! Pasti Ibu belum makan kan dari pagi?” ujar Hendra berusaha mendinginkan suasana. “Ibu pulang nanti aja, Ibu bisa pulang sendiri, kok. Kalian kan juga udah tau Ibu sekarang lagi di mana, mending kalian pulang duluan saja Ibu nanti menyusul,” ujarnya lesu. “Bu, jangan keras kepala begini dong! Ini udah siang Bu, di sini panas. Yaya nggak mau ya nanti Ibu malah nyiksa diri dan jadi sakit, kasian Bapak di sana liatin Ibu kayak gini!” bujuknya. “Tapi Ya, Ibu masih kangen sama Bapak!” kekehnya. “Bu, Yaya tau Ibu kangen sama Bapak tapi alangkah baiknya Ibu lebih banyak mengirim doa ke Bapak. Ibu, kalau kayak gini itu sama saja buat Bapak makin sedih lihat Ibu nyiksa diri! Emangnya Ibu mau B
***“Hancur! Semuanya udah hancur!” Masih sepagi ini Ajeng sudah membuat ocehan yang tak jelas sedari tadi.“Apa lagi sih, Ma?” tanya Bima, ia sudah pusing melihat ibunya dari tadi mondar-mandir tak jelas.“Semua temen Mama udah tau kalau kita bangkrut!” jawabnya risau.“Ya terus emangnya kenapa? Lagian kan emang benar kan kita lagi bangkrut,” ujar Bima acuh.“Kamu itu memang nggak pernah mahamin perasaan Mama, ya! Pantes aja kamu nggak peduli tentang semua ini, sekarang kamu puas kan Mama udah dikeluarin dari grup arisan karena masalah ini!” tukasnya kesal.Bima mendengus, “Heh, baguslah! Lagian apa juga yang Mama mau banggain dari gabung arisan bersama teman-teman Mama itu? Memangnya Mama lupa ya dengan kejadian tempo hari? Mama bisa lihat sendiri kan gimana teman-teman Mama itu justru nggak ada satu pun yang naruh rasa simpati ke Mama tapi nyatanya semuanya sama-sama ngerendahin Mama dan menghina Mama di hadapan banyak orang!” jelasnya kembali mengingatkan.“Kamu!”“Ken
***“Ini, kamu simpen dulu! Siapa tau nanti ada keperluan mendadak kamu bisa pakek ini dulu soalnya aku nggak mau ribet kamu ngoceh-ngoceh ke aku jadi sebelum itu terjadi aku kasi ke kamu duluan,” jelasnya. Bima memberikan sebuah amplop ke Jihan. Jihan menerimanya dan gegas membuka amplop tersebut, awalnya wajah Jihan terlihat sedikit senang. Namun, setelah ia membuka amplop tersebut dan melihat isi di dalamnya wajahnya sontak berubah masam.“Segini doang, Mas?” tanyanya meyakinkan.“Itu juga udah banyak.”“Banyak dari mananya Mas? Ini cuma segini doang!” protesnya tak terima.“Segini doang kamu bilang? Harusnya tu kamu ngucapin terima kasih kek ke aku, meskipun segitu, itu kan hasil kerja keras dari suami kamu sendiri! Hargain dikit, dong.” Bima kesal.“Ya aku tau! Tapi masalahnya adalah dengan uang segini aku bisa apa, Mas? Belum lagi beli keperluan Kiara sekolah dan sekarang keperluannya makin banyak, Kia kan sekarang udah naik kelas jadi semua keperluan sekolahnya itu
“Kamu yang rajin ya di sekolahnya sayang!” ucapnya pada Kiara. “Iya, Ma. Kia berangkat dulu ya.” “Hati-hati ya sayang, love you!” Kiara pun pergi ke sekolah dengan mengendarai jasa transportasi. “Eh, lihat tuh! Yang dulunya orang kaya, yang biasanya anaknya pergi ke sekolah naik mobil eh sekarang malah naik ojek!” ucap ibu-ibu yang sedang menenteng tas belanja. “Hus, jangan suka gitu bu nggak baik!” “Tapi kan saya berbicara fakta, bu! Mungkin aja ini balasan dari Tuhan soalnya kalau saya lihat-lihat dari mereka tuh emang nggak ada yang bener, si Bima tukang selingkuh, ibunya suka ngehina menantunya dan istrinya Bima yang sekarang makanya dia bisa nikah sama Bima kan hasil dari ngerebut suami orang si Aisyah itu,” tukasnya meyakinkan. “Ah masa sih, bu? Saya nggak percaya bisa sampai segitunya!” Ibu berbaju motif bunga-bunga itu masih belum percaya dan meragukan omongan ibu bertubuh gempal itu. “Ih, ibunya nggak gaul, sih! Mentang-mentang orang baru di sini, tapi haru
“Bu kita ke rumah sakit, ya!” tukas Aisyah khawatir. “Ibu baik-baik aja, Nak,” kekehnya. Sedari tadi bu Asih tetap memberikan respon yang sama. “Bu, nggak ada salahnya kan kita periksa dulu! Aisyah khawatir ada apa-apa sama kesehatan Ibu!” “Ibu nggak sakit kok, paling cuma kecapean aja. Kamu nggak usah khawatir Ya!” Bu Asih masih sangat keras kepala, Aisyah sangat mengkhawatirkan kondisinya. Seminggu ini kondisi bu Asih tampak sangat mengkhawatirkan pasalnya kondisi suhu tubuhnya naik turun dan setiap malam ia selalu menggigil serta mengeluh sakit kepala. Namun, apa daya dari semenjak kondisi itu hingga sekarang bu Asih enggan diajak ke rumah sakit hanya untuk sekadar memeriksa kesehatannya. “Terus sekarang Aisyah harus gimana, Bu? Aisyah nggak mungkin diem aja lihat Ibu kayak gini.” Aisyah hanya bisa menyandarkan dirinya di kursi sembari memandangi ibunya itu yang tengah berbaring di ranjang. “Kamu nggak perlu ngapa-ngapain, Ibu baik-baik aja, kok. Lagian kan Ibu ka
***“Arka mana Ya? Kamu nggak ngajak Arka ke sini?”“Arka aku titipin ke Mama Bu, kasian kalau Arka dibawa bolak-balik,” jelasnya. Suap demi suap makanan masuk ke mulut bu Asih, Aisyah begitu telaten merawat ibunya yang sedang sakit.“Kalau Ibu habis makan, Aisyah lapin badan Ibu ya! Biar segeran dikit … badan Ibu udah nggak dingin lagi atau ada merasa anget?”“Kayaknya sih udah nggak Ya, Ibu udah ngerasa lebih baikan!” ucapnya yakin.“Syukurlah kalau emang Ibu udah ngerasa baikan, ya sudah Aisyah siapin air angetnya dulu ya!” Aisyah beranjak dari ranjang menuju dapur untuk menghangatkan air. Meskipun bu Asih keras kepala tentu saja sebagai seorang anak, Aisyah tetap melaksanakan kewajibannya merawat ibunya yang sedang sakit. Seharian ini, wanita itu fokus merawat ibunya sedangkan Arkanza ia titipkan ke mertuanya. Beruntung sekali ia selalu dikelilingi oleh orang-orang baik termasuk keluarga terdekatnya yang selalu sedia membantu dirinya.“Alhamdulilah Ibu udah
**“Iya sayang, sabar ya! Ibu lagi jagain Nenek Asih, kita doain biar Neneknya Arka cepat sembuh ya!” ucap Yani pada Arkanza. Yani terlihat begitu menikmati peran barunya menjadi seorang nenek bagi Arkanza Narendra, apa lagi bayi itu terlihat sangat menggemaskan dengan pipinya yang bulat dan penuh membuat siapa saja yang bersamanya betah berlama-lama menatap wajahnya yang lucu.“Keadaan bu Asih gimana katanya?” tanyanya penasaran.“Belum tau Pa, kita juga belum ada nengok ke sana. Kita tunggu kabar dari Aisyah dulu, Mama juga belum berani bawa Arka ke sana soalnya kan bayi rentan terkena virus jadi lebih baik kita tunggu kabar saja dulu,” jelasnya khawatir.“Papa juga jadi ikut was-was kalau anak-anak belum ada ngabarin,” jelasnya.*“Assalamualaikum.”“Waalaikumsalam, eh Hendra Aisyah!” Akhirnya orang yang mereka nanti-nantikan datang juga.“Ayo masuk-masuk!” Yani mempersilahkan mereka berdua masuk. “Kalian berdua sudah makan?”“Sudah Ma!”“Syukurlah, gimana k
***“Gimana Mas?” tanya Aisyah penuh harap. Hendra terkulai, ia tampak lemas. Napasnya terengah-engah dengan keringat mengucur dari dahinya. Dokter itu kelelahan.“Nggak ketemu Ya, maafin Mas ya. Mas juga udah usaha keras buat nemuin anak kita,” jelasnya lesu.Aisyah menarik napas dalam, “Hah, gimana ya Mas? Aku juga bingung harus gimana lagi, aku tau kok Mas, Papa sama Mama juga udah usaha keras buat nemuin anak kita tapi aku juga nggak bisa bohong tentang perasaan aku.”Hendra meraih tubuh istrinya, ia memeluk tubuh Aisyah erat. Mereka berdua berakhir menangis bersama.Drrttt! Drrrttt! Drrrrt! [gawai Hendra berdering]Hendra gegas mengusap air matanya dan segera meraih gawainya.“Ha-halo,” jawabnya terbata.“Halo, selamat siang. Dengan bapak Hendra?”“Siang, iya dengan saya sendiri. Ada apa ya Pak?”“Baik, bapak Hendra kami dari kepolisian maksud menelpon bapak izin memberitahukan informasi terkait pencarian putra bapak!” jelasnya.DEG!!! Dada Hendra terasa b
***“HAH! BERISIK!” pekik Jihan keras. Wanita itu merasa muak mendengar tangis Arkanza tanpa henti. “Bisa diam nggak sih! Gua itu udah pusing mikirin urusan rumah sama bapak lu yang sampai sekarang nggak pulang-pulang, lu nggak usah lagi nambahin beban gua ya!” Jihan tampak stress, penampilannya awut-awutan. Seharian dia hanya menaruh perhatian penuh pada Arkanza karena takut dengan ancaman Bima jika ia pulang ke rumah.“Ma, aku lapar! Aku mau makan, Ma!” rengeknya.“Sabar sayang, Mama lagi sibuk ini!” sahutnya sembari sibuk menenangkan Arkanza yang tangisnya makin keras.“Mama nggak sayang sama aku lagi! Katanya adik itu bukan adik aku tapi Mama lebih sayang sama dia, dari tadi sama adik itu mulu!” keluhnya merasa tak dipedulikan. Jihan yang mendengar perkataan anaknya yang demikian lantas tertegun, ia tak menyangka jika ia harus menempatkan anaknya mengalami perasaan demikian. Tubuhnya melemas, wanita itu tak berdaya.“Sayang, maafin Mama Nak. Ini semua salah
***“Mas, aku udah nggak berdaya lagi. Ini sudah delapan hari berlalu tapi Arka anak kesayangan aku nggak ketemu-ketemu. Apa Arka baik-baik aja Mas?” Aisyah tampak sedikit putus asa.“Aisyah, Mas tau kalau kamu khawatir dan juga rindu dengan Arka … kita semua juga merasakan hal yang sama. Kita usaha kuat dan sabar dulu ya, Mas yakin Arka pasti ketemu dan baik-baik aja sekarang.”“Mas, kok kamu bisa setenang ini sih Mas?” tanyanya. Sepertinya Aisyah sedikit kesal dengan suaminya itu karena Hendra tampak begitu tenang di tengah keresahan Aisyah yang sudah memuncak.“Aisyah sayang, meskipun kamu lihat Mas tenang itu semua tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Mas hanya sedang berusaha kuat untuk kamu dan tentunya buat anak kita juga … seperti yang Mas bilang tadi kita semua sedang merasakan hal yang sama. Kamu percaya kuasa Allah kan? Kita serahkan semuanya sama yang di atas, kita mohon petunjuk dan memohon agar Arkanza segera ditemukan,” ucap Hendra berusaha menenangkan. Dalam kondisi in
“Terus aja kamu ungkit-ungkit!”“Ya kan emang kenyataannya kayak gitu! Kenapa kamu mau nyangkal yang jelas-jelas udah faktanya?” Bima pergi ke kamar begitu saja, ia tampak seperti orang yang kalah berdebat.**TOK! TOK! TOK! Jihan menggedor pintu kamar dengan keras.“Kenapa sih kamu berisik banget dari tadi? Kalau Arka bangun gimana? Aku udah susah payah nidurin dia!” Bima tampak kesal.“Enak banget ya kamu Mas, kerjaannya cuma leyeh-leyeh doang di rumah. Kerja enggak, bantu beres-beresin rumah juga enggak!”“Jaga ya mulut kamu Jihan, aku kan lagi ngerawat anak aku!”“Alasan kamu itu aja ya Mas, kayak nggak ada yang lain, perasaan kalau anak kamu itu nangis juga ujung-ujungnya kamu manggil aku kan. Mending besok kamu kerja deh Mas, ini beras udah mau habis! Kalau kita kayak gini terus lama-lama bisa mati kepalaran di sini. Mending kita balik aja ke rumah yang dulu, setidaknya kalau kita mati masih mati dengan tenang di rumah mewah bukan di kontrakan kumuh ini!”
“Apa dan bagaimana aku memperlakukan anak aku sendiri itu urusan aku! Kamu Cuma perlu nurutin apa yang aku perintahin!” Di tengah perdebatan mereka Kiara datang dan merengek.“Ma-Mama! Kia kapan sekolah? Kia bosen Ma di rumah terus!”“Kamu denger kan Mas? Kalau kamu kayak gini terus, kamu bukan cuma ngerugiin diri sendiri tapi juga aku dan anak aku!”“Alah, gitu aja repot! Kamu tinggal telpon gurunya bilang Kiara sakit kek atau pulang kampung atau apa gitu terserah kamu! Pokoknya Kiara belum boleh sekolah,” tegasnya memberi peringatan.“Mas, enak banget kamu ngomong ya. Ini masalah pendidikan bukan main-main, kalau Kiara ketinggalan pelajaran gimana?”“Ya elah, masih SD juga kan. Pelajarannya kan masih pelajaran dasar jadi masih bisa belajar di rumah, memangnya kamu mau polisi sampai melakukan penyelidikan dan mengetahui siapa saja yang punya hubungan dengan aku dan tiba-tiba dia ke sekolah Kiara gimana?” Bima berusaha menghasut Jihan.“Lancar ya kamu ngancem aku tiap hari
“Kia, kamu masuk dulu sayang!”“Ternyata kamu belum cukup bisa jadi seorang ibu yang baik!”“Apa Mas bilang? Justru karena aku ibu yang baik makanya aku masih sama kamu sampai sekarang! Terus Mas pikir Mas sudah jadi ayah yang baik buat anak-anak kamu?”“Heh! Nggak ada ibu yang baik tapi tega menghasut anaknya dengan cara kotor seperti itu. Jihan, anak-anak itu masih polos termasuk Kiara kamu pikir dengan berbicara seperti itu sama anak kamu, tiba-tiba anak kamu paham dengan semuanya yang terjadi? Enggak kan!” Jihan menatap Bima tajam.“Terserah deh Mas, capek aku ngomong sama manusia kek kamu nggak ada gunanya!”“Kamu pikir aku suka debat sama kamu hah? Kupingku panas hampir tiap hari denger ocehan kamu itu!”**“Kamu nggak salah denger kan Hen?”“Enggak Ma, Hendra denger jelas banget penjelasan dari pihak kepolisian.”“Tuh kan! Sudah pasti dia pelakunya, kalau bukan dia nggak mungkin tiba-tiba dia hilang dari rumahnya. Ya Allah gimana nasib cucuku Arka.” Bu Asih meraung,
***[Selamat siang! Dengan bapak Hendra?][Iya bapak, dengan saya sendiri.][Baik bapak, kami dari pihak kepolisian ingin menyampaikan informasi yang sangat penting terkait tindak lanjut penyelidikan terhadap saudara tertuduh-Bima. Kami sudah mengikuti intruksi alamat sesuai dengan keterangan yang bapak dan istri bapak berikan, namun saat kami sudah tiba di lokasi, saudara Bima tidak ada di rumah yang beralamat sesuai yang diberikan kemarin. Kami juga sudah berusaha menanyakan keberadaan saudara Bima tetapi tidak ada satu pun yang mengetahui keberadaannya sekarang dan kami kuat menduga bahwa ini telah direncanakan karena menurut informasi dari tetangga sekitar bahwa saudara Bima beserta keluarganya mereka diperkirakan tidak ada di rumah ini sejak semalam.][Te-terima kasih atas informasinya pak!][Sama-sama bapak Hendra, meskipun demikian kami dari pihak kepolisian akan terus memastikan pencarian ini dilakukan sampai saudara Bima bisa kami temukan untuk dimintai keterangan dan memasti
“Kalau soal itu kami kurang tau pak, mungkin anak-anak kami bisa menjelaskannya lebih lanjut ke kantor dan kami akan meneruskan informasi ini kepada mereka,” ucap Yani.“Baik kalau begitu pak bu. Kami tunggu kedatangan orang tua dari saudara Arkanza untuk memberikan laporan atau informasi lebih dalam terkait hal ini!”“Baik pak, terima kasih.” Yani dan suaminya pun gegas kembali ke rumah Hendra.“Semoga anak-anak tidak shock mendengar penjelasan kita ya Pa! Mama takut banget jiwa mereka terguncang terutama yang Mama takutin itu Aisyah, kasian dia sampai sekarang masih susah buat makan,” ucapnya khawatir. Bagaimana tidak pastinya jiwa seorang ibu akan sangat terguncang terlebih ini soal kehilangan seorang anak.“Semoga mereka berdua ditabahkan!”*“Assalamualaikum.”“Anak-anak pada ke mana ya Ma?” Tak lama ada bu Asih muncul dari belakang rumah.“Waalaikumsalam.”“Loh, bu Asih udah dari tadi di sini?”“Lumayan bu, saya dari tadi nyariin mereka berdua. Saya kira
***“Mas gimana ini Mas? Arka di mana? Kasian dia belum aku kasi asi Mas …” tukasnya lirih.“Sabar sayang! Kita cari sama-sama ya, Mas juga udah buat laporan di polisi. Kamu tenangin diri dulu! Kamu makan dulu ya,” ucapnya khawatir.“Nggak bisa Mas, aku nggak nafsu makan!”“Yah kok gitu sih? Kasian Arkanya nanti Aisyah, kita sekarang harus kuat dan harus jaga kesehatan demi Arka kalau semisal kita sakit nanti pencariannya nggak maksimal,” bujuknya. Hendra berusaha merayu Aisyah agar makan setidaknya sesuap saja.“Mas, mau sampai kapan kita diem aja di sini? Aku mau ikut nyariin Arka Mas!”“Iya, Mas tau kamu khawatir dengan keberadaan Arka sekarang tapi kita coba serahin ke kepolisian dulu ya. Sekarang, di sini kita bantu doa lagian udah ada Mama sama Papa aku yang bantuin juga. Aisyah, bukannya Mas ngelarang kamu tapi kamu juga harus mikirin kondisi kamu!” tegasnya. Aisyah terdiam, tak terasa air matanya kembali mengucur membasahi pipinya. Hendra mendekap erat tubuh istrin