Angkasa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kantor Bari. Lelaki itu pasti tahu kemana Rumi pergi atau bisa saja Rumi tengah kabur bersama anak lelakinya itu. Jika benar apa yang ada di prasangkaannya, maka dia benar-benar tidak akan memaafkan Rumi dan juga Bari.
Sebuah kantor arsitek berlantai enam adalah kantor Bari. Tepatnya di lantai tiga ruangan anaknya. Angkasa berjalan dengan tergesa setelah memarkirkan mobilnya di area parkir, lalu naik lift langsung ke lantai ruangan Bari.
"Mbak, apa Pak Bari ada?" tanya Angkasa pada sekretaris yang berjaga di depan ruangan anaknya.
"Pak Bari sedang rapat dari pagi di dalam ruangannya, Pak," jawab wanita itu membuat Angkasa menghela napas lega. Berarti Rumi sedang tidak bersama Bari. Lalu ke mana Rumi?
"Baik kalau begitu, terima kasih. Ah, iya ... Apa Bari ada agenda keluar kota dalam beberapa hari ini? Atau ada wanita yang datang kemari?"
"Tidak ada, Pak. Jadwal Pak
Dilamar 27 “Kenapa sarapannya belum diambil ya? Ini sudah jam sebelas siang,” gumam petugas resepsionis pada temannya. “Ada apa, Mbak Ela?” ‘”Itu, lihat! Tamu kamar 20 sarapannya belum diambil juga, padahal udah dua kali saya ketuk pintunya. Masa tidur lama sekali.” “Bukan tidur kali, bisa aja pingsan.” Wanita yang bernama Ela tiba-tiba saja melotot dan seketika ingat pesan temannya yang subuh tadi mengatakan bahwa tamu di kamar 20 sedang sakit. “Ya ampun, saya baru ingat! Pak, Pak Yudi! Bantu saya sini!” teriak wanita yang bernama Ela pada satpam penginapan yang sedang berjaga di depan pintu masuk. Lelaki tinggi tega
Sore ini, Rumi sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Ia kembali ke penginapan karena memang tidak tahu mau kemana lagi. Untunglah biaya menginap tidak terlalu mahal dan biaya yang ia habiskan saat dirawat di klinik juga tidak besar, sehingga Rumi merasa uang tabungannya cukup untuk satu bulan sambil mencari pekerjaan.Rumi membuka pintu kamarnya, membiarkan udara sore sehabis hujan rintik-rintik yang cukup lama, membawa aroma sedap ke dalam rongga hidungnya. Penginapannya ini memang banyak tanaman dan ada juga beberapa pohon besar, sehingga walau berada di pusat kota, tetapi udara sekitar masih terasa sejuk."Sore, Mbak," sapa Ela saat berkunjung ke kamar Rumi."Eh, Mbak Ela, mari masuk," jawab Rumi mempersilakan."Kata Mas Yudi, Mbak cari saya?""Iya, Mbak Ela, saya mau tanya soal kos-kosan di sini yang murah, tetapi gak kumuh. Saya tidak bisa selamanya tinggal di penginapan, apalagi dalam keadaan tidak bekerja," kat
Dua hari berlalu dan kondisi kesehatan Rumi semakin baik. Kakinya yang keseleo juga sudah membaik walau untuk berjalan masih sedikit pincang. Kini Rumi tengah berada di dalam taksi online bersama Ela yang akan menunjukkanya rumah kos. Wanita itu sangat baik karena mau membantu Rumi yang tengah dalam keadaan sulit."Nah, ini dia." Ela tersenyum pada Rumi sambil menunjuk gerbang tinggi berwarna biru yang ada di samping kiri mereka. Rumi tersenyum sambil mengangguk, lalu mengeluarkan uang dari dompetnya."Biar saya saja, Mbak," kata Ela sambil mendorong tangan Rumi yang akan membayar ongkos taksi."Gak papa, saya saja," balas Rumi sungkan."Simpan saja uangnya untuk bekal Mbak dan dedek bayinya selama belum mendapat pekerjaan di sini," kata Ela lagi dengan senyuman hangatnya. Tangan Rumi bergerak pelan dengan kaku. Ia sebenarnya tidak masalah jika harus membayar ongkos taksi yang hanya tiga puluh lima ribu rupiah, tetapi ucapan Ela juga ada benar
Angkasa tersentak dari tidurnya. Tubuhnya yang masih lemas membuat Angkasa masih memilih istirahat di rumah hari ini. Tidur siang yang belum pernah ia lakukan, sekarang menjadi hobinya setelah lebih sepekan berdiam diri di rumah.Pria dewasa itu bernapas dengan terengah-engah setelah bermimpi Rumi yang tengah berteriak minta tolong. Angkasa bergerak duduk, lalu menyambar gelas air mineral yang ada di meja samping tempat tidur. Ia meneguknya hingga tandas."Rumi," gumamnya sambil mengusap kasar wajahnya yang berkeringat. Kepalanya masih sedikit pusing saat ia merasakan getar yang berasal dari sisi kanan tempat ia berbaring.Drt! Drt!"Halo, Josep, bagaimana?""Pak Angkasa, saya mendapat informasi dari salah satu teman di terminal, bahwa istri Bapak kurang lebih sepekan yang lalu pergi naik bus tujuan Malang.""Apa? Malang? Ya Tuhan, kamu bisa bantu saya melacaknya sampai ke sana? Tolong cek semua hotel, bukan ... Penginapan, karen
Dilamar 31 “Ela, kamu Ela’kan?” Angkasa sangat kaget melihat seorang wanita yang cukup ia kenal di masa lalu. Tidak ada yang berubah, masih sama seperti Ela yang ia kenal semasa remajanya. “Iya, Mas, saya Ela Restu. Mas apa kabar? Mau menginap di sini?” tanyanya dengan canggung. “Bukan, Mbak, kami ke sini ingin mencari tahu tentang seorang wanita yang katanya pernah menginap di sini beberapa hari,” sela Josep. Kening Ela berkerut heran, sembari mengingat-ngingat siapa tamu yang menginap di penginapannya beberapa hari. “Siapa?” tanya Ela. “Rumi. Dia istri saya,” jawab Angkasa sambil menatap Ela penuh harap. Seketika it
"Lo yakin tidak ada yang aneh dengan teman Pak Angkasa tadi?" tanya Josep pada teman Daus; temannya."Udah jelas nggak! Lo perhatikan saja bola matanya yang bergerak terlalu cepat dan jemarinya yang selalu saja bermain dengan ujung bajunya, menunjukkan betapa ia sedang menyembunyikan sesuatu. Kayaknya kita harus mengikuti wanita itu mulai besok. Kondisi Pak Angkasa tidak memungkinkan untuk ikut mencari, biar beliau di kamar saja beristirahat," jawab Daus sambil menyesap kopinya.Mereka bertiga sudah kembali ke penginapan tempat Angkasa. Duduk di taman kecil penginapan sambil menyesap kopi dan menikmati sebatang rokok. Angkasa memilih langsung tidur karena begitu ia tidak bisa langsung menemukan istrinya, seluruh tubuhnya kembali lemas dan tidak bertenaga.Sementara itu, Ela tengah berada di dalam taksi online melewati rumah kos yang ditinggali Rumi. Ia hanya ingin memastikan apakah wanita itu masih menunggunya atau tidak.
Tok! Tok! Cklek! Josep dan Daus muncul dari pintu yang terbuka sedikit lebar. Ela terlonjak kaget dengan tubuh menegang bahkan ia merasa seperti berhenti bernapas untuk beberapa saat. “Kami harap tidak mengganggu keakraban Pak Angkasa dan Mbak Ela,” ujar Josep yang berjalan mendekat dengan tersenyum lalu meletakkan potongan buah rujakan di atas meja. “Tentu saja tidak,” sahut Angkasa sambil menurunkan cangkir yang hampir saja menyentuh bibirnya. Potongan buah rujakan nampak lebih menggoda daripada secangkir teh, sehingga Angkasa memilih menaruh cangkir itu kembali ke atas meja. Ia meraih potongan buah, lalu meletakkan di atas kaedua kakinya yang beralaskan selimut. Ekor mata Ela nampak kecewa dan pasrah, saat cangkir itu tergeletak begitu saja tanpa sempat disentuh Angk
"Kenapa dijaman sekarang sulit menemukan wanita polos dan dan tidak licik? Cih! bisa-bisanya memberikan obat perangsang pada Pak Angkasa, disaat orang tengah kesusahan mencari istrinya. Luar biasa licik, mirip peran antagonis di sinetron," gumam Josep saat menemukan bungkus obat perangsang birahi yang tergeletak di atas karpet kamar Angkasa.Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ela? Bosnya tidak akan mungkin melakukan hal konyol yang membahayakan dirinya seperti ini. Lekas Josep mengambil ponsel, lalu memotret bungkusan itu untuk ia kirimkan pada Daus. Bos dan temannya itu pasti akan sangat penasaran.Josep tertawa, lalu ia yang tengah duduk di pinggir ranjang menoleh ke belakang. Ela masih tidur dengan lelap. Napasnya berembus dengan teratur. Sedikit pertama Josep bagai terhipnotis. "Cantik, tapi licik, makanya belum punya pasangan," gumam Josep lagi sambil menyingkirkan satu dua helai rambut yang berada di dahi Ela."Dan kin
"Ma, Helena sudah menyelesaikan semua utang almarhum, Papa. Rumah kita akan tetap menjadi milik kita. Mama cepat sembuh ya. Helena akan lakukan apapun agar keluarga kita baik-baik saja dan Mama lekas sembuh." Helena mengusap air mata yang membasahi pipinya.Wanita paruh baya yang hanya bisa terbaring tak berdaya di tempat tidur karena stroke, memandangi putri bungsunya sambil tersenyum hangat."Terima kasih, Helena, tapi ... bagaimana cara kamu bisa mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya wanita itu lirih sambil terus memperhatikan putrinya dari atas sampai bawah. Hampir setahun Helena tidak pulang dan begitu pulang tubuh putrinya menjadi sangat berisi."Payudara kamu kenapa basah, Helena? Kamu b-baru melahirkan? K-kamu punya bayi?" mulut wanita itu terbuka lebar dengan mata melotot. Ia menelan ludah susah payah mencoba menarik kembali tebakannya atas penampilan putrinya.Satu hal yang dilupakan Helena pagi
Segala cara dikerahkan Bari untuk membangunkan Tiara, tetapi istrinya bagaikan mati suri, bukan tidur. Pria itu memutuskan memberi waktu pada Tiara untuk terlelap. Hari ini mungkin istrinya sangat kelelahan mengurus Nara, sedangkan dirinya sudah puas tidur dan benar-benar belum mengantuk.Satu jam lagi ia berencana membangunkan Tiara. Kini Bari berjalan keluar kamar untuk membuat kopi. Secangkir kopi mungkin akan menurunkan sedikit kadar hormon se*s yang benar-benar mengepul di kepalanya.Tunggu! Jika ia minum kopi sekarang, maka permen herbal untuk stamina itu pasti tidak akan bekerja dengan baik. Bari yang sudah meraih toples kopi, kembali meletakkan wadah kopi di tempatnya, lalu ia menuangkan air ke dalam gelas. Dirabanya saku celana, lalu dengan tekad yang sangat bulat, ia memasukkan kapsul herbal ke dalam mulutnya.Tidak hanya dengan satu gelas air putih, tetapi Bari menggunakan dua gelas sekaligus air putih untuk men
"Oh, jadi obat yang diberikan pemilik toko herbal itu obat tidur? Pantas saja saya tidur sampai dua puluh jam. Ya ampun, Sayang, maaf ya, gara-gara saya kita tidak jadi malam pertama. Kamu gak marah'kan, Sayang?" Bari menatap wajah Tiara dengan perasaan yang tidak enak. Ia khawatir istrinya kecewa dengan kebodohan yang ia lakukan."Kenapa harus marah? Saya malah bersyukur. Dunia saya aman dari suami mesum," jawab Tiara sambil terkekeh. Bari menggaruk rambutnya yang tidak gatal, lalu tersenyum dengan sangat manis di depan wajah Tiara."Ada apa?" tanya Tiara tidak mau membalas tatapan Bari."Kamu cantik," puji Bari lagi masih menatap senang wajah istrinya."Kamu bau, Mas. Mandi gih! Sebelum aku dan Nara muntah karena bau ketiak dan jigong kamu," balas Tiara sambil mendorong tubuh Bari menjauh."Oke, ini juga mau mandi. Bukan hanya kalian, suami tersayang kamu ini pun mau muntah mencium aroma
Tiara menoleh pada benda bundar yang menempel di dinding. Ini sudah pukul dua belas siang dan suaminya belum juga bangun. Bari tidak bisa dibangunkan. Ketika Tiara mengguncang tubuh suaminya, lelaki itu hanya melenguh dan melanjutkan tidurnya.Masih harus menunggu enam jam lagi untuk mendapat dua puluh jam. Itu tandanya jam enam sore nanti Baru bangun. Ia tidak tahu harus bagaimana keadaan suaminya nanti. Tiara khawatir Bari kelaparan setelah lama tidur. Bukan hanya lapar perutnya, tetapi juga hasratnya. Mengingat suaminya sudah istirahat dalam waktu yang sangat lama.Nara juga tidur di dalam box. Ia ingin membantu Bibik di dapur, tetapi tidak diperbolehkan. Tidak ada yang bis ia kerjakan di rumah besar suaminya selain melamun dan memandangi dua insan yang terlelap dengan sangat nyenyak.Bep! Bep!Ponselnya berdering, tanda pesan WhatsApp masuk. Keningnya berkerut saat menatap layar ponsel yang kontak peng
"Ini, silakan diminum langsung, bonus dari saya, jadi begitu sampai di rumah, permennya sudah bekerja dengan baik dan bis langsung berjuang hingga titik darah penghabisan, ha ha ha ...." Bari ikut tergelak mendengar gurauan si pemilik toko herbal. Dengan memantapkan hatinya, Bari meraih gelas yang berisi air cukup banyak. Segera dimasukkannya permen itu ke dalam mulut, lalu ia minum air sebanyak-banyaknya hingga gelas kosong."Terima kasih, Mas. Kalau cocok nanti saya langganan," ujar Bari yang sudah siap berpamitan."Ditunggu, Mas, pokoknya sering-sering aja main kemari. Dijamin tidak mengecewakan. Oh, iya, satu pesan saya, jika sedang mengonsumsi obat herbal jenis apapun untuk vitalitas pria, sebaiknya banyak minum air putih ya, agar pinggang tidak sakit," terang lelaki itu dengan senyuman terkembang.Bagaimana ia tidak senang? Bari bukan hanya membeli satu strip permen, melainkan satu dua yang berisi 20 strip permen kua
Pria bertubuh tinggi dan tidak terlalu gemuk itu melangkah santai masuk ke dalam kamar. Ia melihat Tiara tengah memberikan asi milik Helena yang memang sudah disiapkan sepuluh botol untuk Nara. Semalaman hingga pagi lagi Helena menampungnya dan hasilnya cukup mengejutkan.Sepuluh botol ukuran 110 ml dan itu bisa dikonsumsi Nara kurang lebih sepuluh hari. Tiara memberikan asi pada Nara sambil berbaring miring memunggungi pintu kamar. Terlalu asik dengan bayinya, Tiara tidak menyadari bahwa Bari sudah mengunci pintu dan berjalan perlahan menuju ranjang."Apa Nara banyak menyusu?" tanya Bari yang tiba-tiba sudah duduk di belakang tubuh Tiara. Wanita itu menoleh ke belakang, lalu tersenyum sambil mengangguk."Banyak sekali. Lihatlah, satu botol ini habis. Sekarang Nara sepertinya sangat mengantuk," jawab Tiara antusias."Saya pun sama, he he ...." Tiara merasakan perasaan yang tidak enak."Mak
Helena sudah berdandan sangat rapi. Hari ini ia boleh keluar dari rumah sakit karena kondisinya cukup baik. Melahirkan dalam keadaan normal ternyata sangat membantu seorang ibu untuk cepat pulih dan dapat beraktifitas seperti biasa, walau Helena sendiri belum berani untuk jongkok saat di kamar mandi.Polesan lipstik warna nude dan rambut yang sudah diikat tinggi, membuat wajah cantik Helena yang baru saja melahirkan bayi cantik, semakin nampak bersinar.Di dalam ruangannya sudah ada Tiara yang menimang sayang Nara. Ada juga Bulan dan suaminya, serta Bari yang tengah merapikan tas pakaian yang akan dibawa Helena pergi."Jadi mau ke bank dulu, Oma?" tanya Bari pada Bulan."Iya, kami ke Bank dulu. Tiara akan pulang bersama kamu dan Nara. Bukan begitu Helena? Kamu yakin baik-baik saja?" Bulan bertanya pada Helena yang kini tengah menunduk memakai sepatu barunya."Ya ampun, sepatu ini manis sek
"Kenapa kamu masih di sini? Pergilah ke kamar Helena, Nara pasti ingin sering ditimang oleh ayahnya," kata Tiara pada suaminya. Saat itu Bari baru saja mengirimkan pesan pada salah seorang designer interior yang ia mintakan tolong untuk mendekorasi ulang rumahnya.Lelaki itu tersenyum, lalu meletakkan ponselnya ke dalam saku. Ia berjalan mendekat pada Tiara, lalu menggenggam tangan wanita itu."Aku tidak mau kamu marah atau cemburu," kata Bari beralasan."Aku bisa sangat marah bila kamu melupakan Nara yang masih merah dan sangat membutuhkan dekapanmu. Helena juga baru saja melahirkan dan sudah memberikan anaknya pada kita. Akan sangat egois bila kita tidak memperhatikannya. Pergilah ke kamar Helena. Bermalam di sana bersama Nara. Kamu akan tahu sensasinya begadang dengan seorang bayi cantik. Jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja." Bari menghela napas berat. Garis lengkung bibirnya ter
Lafaz ijab baru saja diucapkan Bari dengan lantang, hanya dengan satu kali tarikan napas. Seluruh yang hadir di sana, termasuk beberapa orang perawat dan seorang dokter yang bersedia menjadi saksi pernikahan siri Bari dan Tiara.Sah!Ketika satu kata itu terucap dari bibir penghulu yang menikahkan, maka semua orang menarik napas dengan penuh kelegaan. Tak terkecuali Tiara dan juga Bari.Lelaki itu bahkan tak sabar memajukan sedikit tubuhnya untuk mencium kening Tiara, tetapi sayang, tangan Tiara lebih cepat menghadang adegan mesum tidak tahu diri seorang Bari Pradipta."Nanti!" sinis Tiara membuat seluruh yang hadir di sana tertawa terpingkal-pingkal. Telapak tangan Tiara tepat berada di bibir Bari, menghadang salah satu anggota tubuh lelaki itu agar tidak salah arah."Pengantin wanita masih malu, Mas Bari. Mungkin nanti